Friday, April 24, 2009

Menanggapi Transgender (2)

Semua Orang Berdosa

Roma 3:23 “Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah”.

Sejak awal kejatuhan adam dan hawa, manusia tidak dapat lagi untuk tidak berdosa. Manusia mengalami universalitas dosa. Status manusia sudah berdosa dan gambar rupa Allah tersebut telah rusak dan kehilangan kemuliaan Allah. Sedikitpun tidak ada yang baik dalam diri manusia. Bukan karena manusia berbuat dosa maka ia menjadi orang berdosa. Tetapi karena manusia berdosa maka ia berbuat dosa. Jadi mengapa ada orang homoseks, transgender, biseks, insest dan sebagainya? Itu bukanlah karena Tuhan yang menciptakan orang-orang seperti itu. Lebih tepatnya jika kita mengatakan karena manusia sudah berdosa sejak semula. Dosa itulah yang menyebabkan manusia menyimpang dari kebenaran Allah.

Dosa itu sudah begitu mencemarkan manusia. Sehingga manusia sudah tidak ada artinya lagi. Setitik dosa saja sudah menjijikan di mata Allah, dan tidak dapat membawa kita untuk menerima kemuliaan itu kembali.

Oleh karena itu, bukan sekedar dosa penyimpangan seksual yang menjijikan, namun dosa kemarahan, perjinahan, onani, mencuri, membunuh, tidak menghormati orang tua, iri hati, angkuh, bahkan dosa-dosa yang tampak kecil di mata kita-pun juga sama menjijikan di hadapan Allah; yang membuat kita tidak layak lagi dihadapan-Nya.
Illof mengatakan “Saya tidak melihat dosa penyimpangan seksual sebagai dosa yang paling buruk”. Semua dosa sama buruknya. Tidak ada tingkat dosa yang lebih dan kurang di mata Tuhan. Dosa yang paling di cela oleh Tuhan Yesus adalah dosa menghujat Roh Kudus. Menurut R.C Sproul , menghujat Roh Kudus berarti menolak untuk percaya kepada Yesus Kristus secara terus menerus sampai akhir hidupnya. Orang Transgender bisa percaya kepada Tuhan Yesus sama seperti orang berdosa lainnya. Jadi tidak ada alasan bagi orang berdosa untuk menghina dan menjauhi sesama orang berdosa.

Semua orang berdosa membutuhkan anugerah Tuhan. Anugerah Tuhan itu diberikan bagi barangsiapa Tuhan hendak memberikannya. Anugerah itu tidak bergantung pada manusianya, tetapi pada kehendak-Nya. Jika semua dosa menjijikan di mata Tuhan, maka semua orang dapat menerima anugerah itu dalam hidupnya. Tidak ada dosa yang terlalu hina yang membuat seseorang tidak dapat menerima anugerah Tuhan.
Oleh karena itu, setelah kita sadar bahwa kita semua sama di mata Tuhan; sama-sama berdosa; dan sama-sama memiliki kesempatan untuk memperoleh anugerah Tuhan; maka janganlah memandang sebelah mata terhadap kaum transgender.

Dosa Yang Sesungguhnya

Dua kesalahan yang sesungguhnya harus diperhatikan dalam permasalahan transgender ini adalah:

1. Tidak mau berjuang

Tidak mau berjuang melawan dosa merupakan sikap yang keliru. Manusia harus berjuang melawan dosa. Jika seseorang tidak mau berjuang maka itu berarti ia menyerah terhadap dosa. Jika seorang menyerah terhadap dosa, berarti ia berkompromi terhadap dosa.
Seorang transgender harus berjuang untuk mengalahkan perasaan-perasaan yang menghantuinya. Jangan terlalu cepat untuk mengucapkan “ini takdirku, ini jalanku, it’ my life”. Berjuanglah! Lawanlah segala dosa-dosa yang menenggelamkanmu kedalam palung dosa yang terdalam. Kita punya Tuhan yang kita yakini dapat menolong segala permasalahan kita serumit apapun itu.

Mungkin para transgender ini berkata: “ngomong sih gampang, coba kalian yang berada dalam posisi kami, pasti kalian juga melakukan hal yang sama.” Saya rasa tidak juga! Sebab dengan mata kepala sendiri saya menyaksikan beberapa orang yang mengalami penyimpangan seksual (homoseks, transgender, biseks, dll) mengalami pemulihan dari Tuhan. Mereka adalah orang-orang Kristen yang mencintai Tuhan. Setiap hari mereka menangis memohon belas kasihan kepada Tuhan untuk memulihkan keadaan mereka. Dan air mata itu tidak hanya menetes dalam waktu 1 atau 2 bulan saja, tetapi bertahun-tahun, bahkan hampir sepanjang hidup mereka bergumul akan hal itu. Sembari menangis, sembari bergumul, sembari pula mereka melayani dan mencari Tuhan. Hasilnya? Ajaib! Mereka dipakai Tuhan luar biasa! Ada yang dipulihkan (mereka menikah dengan normal) dan akhirnya ia menjadi pemulih-pemulih bagi mereka yang memiliki pergumulan yang sama. Ada juga yang menjadi hamba Tuhan dan pendeta yang menyampaikan berita penghiburan bagi orang-orang yang lemah. Ada pula yang memilih untuk tidak menikah sembari bergumul dan melayani Tuhan. Mereka yang tidak menikah ini pun juga di pakai Tuhan dengan luar biasa. Bahkan mereka bisa bermegah karena kelemahan-kelemahan mereka sekarang ini.

Memang Tuhan senang memakai orang-orang yang lemah, yaitu orang yang menyadari bahwa mereka membutuhkan Tuhan dalam hidupnya. Oleh karena itu, kaum Transgender harus berjuang untuk melawan semua pergumulan yang memang tidak gampang. Andalkanlah Tuhan. Jadikan Ia kekuatanmu. Berserulah dan menangislah kepada-Nya. Curahkan lubuk hatimu kepada Telinga-Nya yang selalu siap mendengar dan bertindak

2. Mengucilkan kaum Transgender

Kesalahan kedua yang terjadi ialah dengan menjauhkan / mengucilkan kaum Transgender.
Dalam Alkitab, Tuhan Yesus sangat membenci orang-orang Farisi dan para Ahli Taurat. Mengapa? Karena mereka menganggap diri mereka adalah golongan orang yang paling benar. Mereka adalah orang-orang yang merasa tidak berdosa dan lupa bahwa mereka juga berdosa. Mereka meninggikan diri sendiri, sehingga mereka hobby untuk menghakimi dan mengucilkan orang lain tanpa belas kasihan. Kepada orang-orang seperti ini, Tuhan akan merendahkan mereka.

Masih ingat kisah orang farisi dan pemungut cukai (Luk 18:9-14)? Kedua orang ini bersamaan berada di dalam bait Allah. Orang Farisi berdoa dengan angkuhnya dengan berkata: “Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku.” Sedangkan pemungut cukai (orang yang dikucilkan masyarakat) itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah kelangit, melainkan ia memukul diri dan berkata: “Ya Allah, ampunilah aku orang berdosa ini”. Di mata manusia mungkin orang Farisi itu tampak lebih baik. Namun di mata Tuhan, pemungut cukai itulah yang akan dibenarkan, sedangkan orang Farisi itu akan direndahkan-Nya (lih. Ay.14).

Demikian pula dengan orang-orang yang mengucilkan kaum Transgender, yang seakan berkata “Tuhan, aku bersyukur aku normal dan tidak seperti dia, dan kuharap aku tidak seperti dia”; yang meninggikan diri dan melupakan bahwa ia adalah orang berdosa. Firman Tuhan mengatakan bahwa mereka akan direndahkan. Sebaliknya, kaum transgender yang mau merendahkan diri dan memohon pengampunan dan belas kasihan Tuhan. Maka ia akan ditinggikan.

Janganlah mengucilkan dan merendahkan, melainkan saling menerima kekurangan satu sama lainnya. Mengingat kita semua adalah orang-orang yang sama-sama rapuh dan kotor yang membutuhkan belaskasihan dari Ia yang penuh kasih itu. Semua manusia berdosa membutuhkan Tuhan.

Kesimpulan

Transgender itu dosa. Menjadi transgender berarti menolak ketetapan Allah terhadap dirinya. Kebenaran tetaplah kebenaran dan tidak boleh di ubah menurut kehendak hatinya sendiri. Namun Transgender itu bukanlah dosa yang terburuk. Semua dosa buruk di mata Allah. Tetapi kabar baiknya, semua orang mempunyai kesempatan untuk memperoleh anugerah Allah. Ia hanya menginginkan kita datang dan bersandar kepada-Nya untuk memohon belas kasihan dan pertolongan.
Kaum Transgender itu juga manusia. Jangan kucilkan dan jauhi mereka, melainkan terimalah mereka apa adanya.

Menaggapi TRANSGENDER (1)

Shunniya adalah seorang wanita pria (waria) yang sejak kecil sudah berlaku seperti seorang perempuan, padahal gender yang tertera di akte kelahiran adalah laki-laki. Sejak usianya 2 tahun dia sudah suka memakai rok. Bukan hanya itu, di usianya yang ke-4, dia tidak mau kesekolah kalau tidak memakai bedak. Oleh karena itu, sejak kecil dia sudah diejek banci sama teman-temannya. Dari sana ia sadar bahwa dirinya seharusnya terlahir sebagai perempuan. Hanya tubuhnya saja yang laki-laki.

Akhirnya ia menganggap dirinya adalah seorang perempuan, sehinga pada waktu remaja ia selalu mengenakan jilbab kesekolahnya. Orang seperti ini tentu hidupnya tidak akan tentram. Selain harus menerima ejekan, ia harus siap dianggap kelainan jiwa oleh lingkungan, dikucilkan, bahkan keluarganyapun sempat memarahi dan menolaknya. Pernah juga suatu ketika dia dipaksa membuka jilbabnya ketika pengembalian formulir UMPTN karena di dalamnya menyatakan bahwa dia laki-laki. Kehidupan seperti demikian membuatnya sangat sedih. Di satu sisi ia mau hidup normal sama seperti orang-orang lainnya. Ia mau untuk dicintai dan mencintai tanpa ada halangan. Di sisi lain, ia tidak dapat memungkiri bahwa jiwa yang dimilikinya sama seperti jiwa seorang perempuan. Dan tentunya ia tidak dapat membohongi perasaannya yang harus mencintai seorang laki-laki. Kewanitaannya seakan terkurung dalam raga laki-laki. Semua itu membuatnya tampak tidak normal. Dan akhirnya Shunniya lebih memilih untuk menjadi seorang “wanita”, sambil memperjuangkan hak-hak para waria yang ingin disamakan dengan hak-hak orang normal.


Kisah seperti yang dialami Shunniya ini tidaklah jarang. Banyak orang yang menjadi kaum transgender, yaitu orang-orang yang merasa dirinya terjebak dalam raga yang salah, dengan demikian mereka merubah jenis kelamin mereka. Bahkan barusan di koran ada berita di mana seorang pria yang dulunya adalah wanita, sekarang ini sedang mengandung (capek deh).

Transgender merupakan isu etika yang sangat menarik untuk dibahas di abad sekarang ini. Ada yang pro ada juga yang kontra. Yang pro mengatakan “waria juga manusia; bagaimana jika anda atau anak anda dalam posisinya?”, “Tuhan yang menciptakan jiwa waria sejak semula, jadi jangan merendahkan waria”, “menjadi waria bukan mauku, tapi Tuhan yang mau” dan sebagainya. Sedang yang kontra mengatakan “Waria itu manusia kelainan, menjijikan dan harus disingkirkan dari masyarakat kita” , “waria itu oknum berbahaya, serigala berbulu domba, bahkan penjahat kelamin” dan sebagainya. Bagaimana dengan kita? Apa pendapatmu?

Membahas isu etik transgender ini, kita harus kembali kepada sumber etik yang objektif dan tidak bersifat relatif, yaitu Alkitab. Secara eksplisit memang Alkitab tidak berbicara tentang masalah transgender. Namun banyak ayat-ayat acuan yang bersifat implisit yang dapat menjawab permasalahan ini.

Transgender Itu Dosa

Sejak semula manusia diciptakan berpasangan. Tuhan menjadikan perempuan sebagai penolong yang sepadan untuk laki-laki. Dan keduanya mendapat mandat untuk beranak cucu dan bertambah banyak. Allah juga berfirman bahwa seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging. Allah tidak pernah menciptakan laki-laki untuk sedaging dengan laki-laki, demikian pula perempuan dengan perempuan. Selain itu, Alkitab berkata bahwa Allah hanya menciptakan manusia laki-laki dan perempuan. Ketika Allah menciptakan jiwa laki-laki, maka ia juga akan memperlengkapi dengan raga laki-laki. Hubungan sesama jenis dan transgender merupakan penyimpangan yang timbul karena dosa manusia; bukanlah kehendak Sang Pencipta.

Oleh karena itu ada perintah di kitab PL yang mengatakan “ Orang yang hancur buah pelirnya atau yang terpotong kemaluannya, jangan masuk jemaah Tuhan.” (Ulangan 23:1 ) Hal itu menandakan bahwa mengganti alat kelamin merupakan sesuatu tindakan yang tidak berkenan di hadapan Tuhan. Bahkan Imamat 20:13 mengatakan itu adalah sebuah kekejian “Bila seorang laki-laki tidur dengan laki-laki secara orang bersetubuh dengan perempuan, jadi keduanya melakukan suatu kekejian, pastilah mereka dihukum mati dan darah mereka tertimpa kepada mereka sendiri”. Mungkin kita berkata, “ayat itu kan buat kaum homoseksual!” Bukankah seorang transgender ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan seorang homoseksual yang nantinya akan tidur dengan sesama jenisnya?

Kepada orang-orang seperti ini, Tuhan memberikan peringatan dalam kisah Sodom dan Gomora. Dalam kitab Yudas 1:7 dituliskan “sama seperti Sodom dan Gomora dan kota-kota sekitarnya, yang dengan cara yang sama melakukan percabulan dan mengejar kepuasan-kepuasan yang tak wajar, telah menanggung siksaan api kekal sebagai peringatan kepada semua orang”.

Jadi, sudah jelas bahwa tindakan transgender itu merupakan sebuah dosa. Ada orang yang mengatakan “itukan terjadi dalam kitab PL, sedangkan di PB kan Tuhan sudah mengubah banyak aturan. Misal: di PL tidak diperbolehkan makan babi, di PB kan boleh.” Dalam kitab PL ada 3 jenis hukum yaitu hukum sipil, seremony dan moral. Ketika Tuhan Yesus datang, hukum yang ditiadakan hanyalah hukum-hukum yang bersifat sipil dan seremony. Sedangkan yang bersifat moral masih berlaku, seperti 10 perintah Allah yang di dalamnya terdapat menghormati orang tua, jangan membunuh, jangan berzinah dan sebagainya. Masalah Transgender juga merupakan masalah moral, yang berarti aturan yang berbicara mengenai hal tersebut masih berlaku sampai jaman PB. Oleh karena itu Paulus menulis dalam Roma 1: 25-27:
“(25) Sebab mereka menggantikan kebenaran Allah dengan dusta dan memuja dan menyembah makhluk dengan melupakan Penciptanya yang harus dipuji selama-lamanya, amin. (26) Karena itu Allah menyerahkan mereka kepada hawa nafsu yang memalukan, sebab isteri-isteri mereka menggantikan persetubuhan yang wajar dengan yang tak wajar. (27) Demikian juga suami-suami meninggalkan persetubuhan yang wajar dengan isteri mereka dan menyala-nyala dalam berahi mereka seorang terhadap yang lain, sehingga mereka melakukan kemesuman, laki-laki dengan laki-laki, dan karena itu mereka menerima dalam diri mereka balasan yang setimpal untuk kesesatan mereka.”
Ayat ini merupakan sebuah pernyataan yang menyiratkan bahwa penyimpangan seksual itu salah. Jadi, jika kita membenarkan transgender, itu sudah dosa, sebab transgender itu sendiri dosa. Menyetujui transgender berarti juga menyetujui insest, homoseksual, dan sejenisnya; dimana perasaan bertentangan dengan jati diri sesungguhnya.

Tetapi saudara, tidak cukup bagi kita berhenti sampai pada pernyataan bahwa transgender itu dosa. Jika kita hanya berhenti sampai di sini maka kita hanya akan menghakimi dan merendahkan kaum transgender. Ada hal penting lainnya yang harus kita ketahui sebagai kaum kristiani.

Friday, April 10, 2009

Getsemani



Saudara, suatu hari ketika Martin Luther pernah membuka jendela di kamarnya, ia melihat beberapa ekor burung sedang bertengger di atas pohon. Kemudian ia memanggil burung itu demikian: “Wahai sang doktor, tolong ajarin aku tentang kekhawatiran. (saya membayangkan ia melanjutkan) Saya sudah belajar mengenai kekhawatiran begitu lama, tapi sampai sekarang saya masih dihantui kekhawatiran. Engkau pantas menjadi doktor, karena engkau sudah meneliti hal itu, dan engkau tidak khawatir sedikitpun. Wahai doktor, ajari aku tentang kekhawatiran.” Saudara, menarik sekali kalau kita perhatikan, bahwa Martin Luther, seorang tokoh reformasi yang berani mati itu, juga tidak dapat melepas hidupnya dari kekawatiran. Manusia memang tidak bisa lepas dari kekhawatiran. Manusia dari zaman kapanpun, golongan apapun, status apapun, dan dari daerah manapun tidak akan pernah dapat lepas dari rasa khawatir. Saudara, mungkin kita pun saat ini sedang mengalaminya. Kita sudah berkali-2 mendengar FT, tapi perasaan itu tetap ada. Kekhawatiran seakan menjadi bayangan yang terus menerus menghantui kita, dan lama kelamaan rasa khawatir itu menjadi rasa takut yang terus-menerus menekan kita.

Saudara, menariknya di Getsemani, Tuhan Yesus juga pernah mengalami pergumulan yang begitu dalam, sehingga dikatakan bahwa Ia begitu takut dan gentar.
Ya, Tuhan takut dan gentar. Tuhan Yesus yang pernah mengatakan kepada murid-muridnya sewaktu angin ribut melanda “mengapa engkau takut hai orang yang kurang percaya?”; Tuhan yang pernah mengajarkan jangan takut kepada muridnya dengan alasan burung pipit saja akan dipelihara; Tuhan yang pernah berkata: “Ini Aku, Jangan Takut”; Ia yang pernah menyentuh hati seorang kepala pegawai Yairus dengan berkata “Jangan Takut, percaya saja”; Ia yang pernah mengajarkan kepada kita untuk tidak khawatir; Tuhan Yesus itu juga dikatakan disini bahwa Ia sangat takut dan gentar.

Ia bergumul berat. Begitu takutnya sampai Ia mengatakan bahwa ia sangat sedih seperti mau mati rasanya. Mungkin pada saat itu Tuhan menangis. Bahkan di Lukas dikatakan bahwa peluhnya menjadi seperti titik-titik darah. Sampai-sampai seorang malaikat, yang biasanya bertugas sebagai pelayan Allah (yang pernah melayani Yesus di padang gurun), harus menguatkan Yesus yang mengalami kegentaran itu.

Apa yang terjadi? Mengapa ia takut? Apakah ia merasa bergumul seorang diri? Apkah ia merasa kesepian? Murid-murid meninggalkan dia dengan tertidur, dan mungkin Ia merasa Allah hendak meninggalkan Dia. Karena itu di kayu salib, Ia pernah berkata: Eli-Eli Lama Sabaktani (Allahku-Allahku mengapa Engkau meninggalkan Aku). Mengapa?
Saudara, dengan kemanusiaan kita yang berdosa, kita tidak akan pernah mengerti pergumulan dari Yesus yang 100% ilahi dan 100% manusia itu. Otak kita tidak akan dapat menggali pemikirannya. Hati kita tidak mungkin dapat menyelami relung hatinya yang terdalam.

Namun sebenarnya ada 1 pesan yang dapat kita ketahui. Pesan yang saya dapatkan ialah bahwa “Yesus sungguh-sungguh bergumul ketika IA hendak membebaskan manusia dari dosa. Keselamatan kita tidak terjadi semudah membalik telapak tangan. Diperlukan pergumulan yang sangat berat untuk membebaskan engkau dan saya dari kuasa dosa”. Sungguh ini bukan hal yang main-main.

Semua itu dilakukannya, agar Ia bisa menjadi seorang Imanuel (Allah beserta kita). Ia bergumul berat, agar ia dapat menyertai setiap kita senantiasa. Sehingga kelak, rasa takut-Nya, memberikan aman dalam ketakutan kita. Kegentarannya, membuat kita kuat. Perasaan ingin mati, membuat kita menjadi hidup. Dan peluh darah-Nya, membebaskan kita dari dosa.

Sekarang Ia telah bangkit. Dan Ia sudah menjadi Imanuel bagi kita. Ia menjadi Imanuel melalui proses pergumulan yang berat bagi kita. Sekarang apa yang kita takutkan? Apa yang kita khawatirkan?

Saudara, mungkin saat ini kekhawatiran menghinggapi dirimu. Mungkin engkau khawatir dengan pekerjaan-2mu yang tidak ada kemajuan, bahkan kemunduran. Mungkin engkau khawatir dengan ujian-ujian atau nilai-nilaimu. Mungkin engkau khawatir dengan masa depan keluargamu. Mungkin engkau khawatir dengan masa depanmu.

Saudara, Tuhan Yesus sudah pernah melewati pergumulan yang sangat dalam. Sehingga ia bisa beserta dengan kita Agar setiap kita bebas dari pergumulan itu. Apa lagi yang kita khawatirkan? Bersandarlah padanya. Percayalah akan maksud dan rencananya. Bergumulan bersama Tuhan. Ketaatannya di kayu Salib sudah cukup membuktikan akan penyertaannya yang sempurna dalam hidup kita.