Dalam kehidupan ini di mana kita dituntut memiliki banyak skill dan kemampuan, saya
kira satu skill yang harus dimiliki oleh kita adalah: Belajar Menemukan dan
Fokus kepada perihal inti. Entah memahami inti dari sebuah pembahasan, atau
menemukan inti dari sebuah permasalahan.
Jika kita punya skill demikian, maka kita juga dapat memberikan solusi
yang tepat dan akurat. Jika kita menemukan hal tersebut, maka kita dapat
melangkah lebih maju ke depan dengan arah yang tepat.
Misalkan, dalam sebuah tim basket.
Suatu saat anak kelas 3 smu lawan kelas 1 smu. Kelas 3 ini anak tim semua, kelas 1 belum
tim. Skillnya kelas 3 menang semua,
kelas 1 bodynya lebih kecil2. Tapi
kemudian pas main, eh anak kelas 3 kalah.
Mulailah mereka mencari permasalahan:
inineh, si aceng, banyak sekali ngomong pas main. Terus ada yang bilang ini neh, si amoi, kalau
main driblenya kebanyakan gaya , kita jadi kalah kan. Ada juga yang bilang: inineh, si acong, pas
tanding dia malah main mobile legend ( padahal si acong itu penonton). Lah, kok aneh. Nah, pada saat inilah tim harus tau
permasalahan intinya apa. Masa sih
karena banyak ngomong? Masa sih karena
banyak dribel? Atau ada masalah intinya:
Kurang kompak, masing-masing ga tau posisi temannya dimana. Intinya
padahal kekompakan, tetapi jika mereka salah menemukan inti, maka mereka akan
tetap berada dalam kekalahan.
Penting sekali bagi kita belajar menemukan inti dari permasalahan. Ini adalah
sebuah skill yang sangat berharga. Di beberpa negara besar, tukang service
kalau datang, misal perbaiki kulkas, mereka datang akan mengamat-ngamati
dahulu. Mereka mengamati salahnya
dimana, masalah utamanya apa.. Jika
mereka berhasil menemukan masalah penyebab kerusakan, pemilik kulkas harus memberikan bayaran. Karena kemampuan menemukan inti masalah itu
sesuatu hal yang berharga untuk dimiliki.
Selain itu belajar menentukan inti, membuat hidup kita atau sebuah tim
menjadi lebih berdampak dan memberkati.
Gagal menemukan inti hanya akan menghambat kemajuan.
Cont: Suatu
saat di sebuah rapat di sebuah gereja besar di Indonesia, direncanakanlah
sebuah acara penting. Acara reuni akbar sekolah
yang ada digereja itu itu, sekaligus ultah gereja yang ke 80, tujuan utamanya
adalah untuk menggalang dana untuk pembangunan gereja.. Ini acara yang penting.
Semua hal harus dipikirkan. Waktunya kapan, bentuk acaranya bagaimana, mau
undang pengkhotbah siapa, transportasi bagaimana, parkiran bagaimana, dsb. Sampai
pembahasan di makan apa, tiba-tiba terjadi perdebatan. Ada yang usul indomie kekinian, yang pakai
keju, pakai sambel matah, pakai ceker, pakai wagyu dsb. Tapi ada yang gak setuju, “indomie kemurahan,
malu sama tamua. Jadi saya usul ayam geprek saja (what, perasaan sama aja harganya).” Terus ada yang usul es kepal dsb. Akhirnya bahas makanan sampai 3 jam, tapi
acaranya ga di bahas bahas. Bahas
makanan perlu? Perlu, tapi rapat itu
intinya utamanya bukan bahas makanan.
Salah fokus. Mereka lepas dari
inti rapat itu.
Nah, Bagaimana dengan anak Tuhan atau para pengikut Kristus saat
ini. Pada kenyataannya banyak anak Tuhan
yang juga gagal menemukan inti mengapa mereka mengikut Tuhan. Banyak anak Tuhan yang gagal fokus pada apa
yang terpenting dari menjadi seorang Kristen.
Banyak anak Tuhan yang salah fokus mengapa ia melayani. Jadi mungkin apa yang dilakukan tidak salah, tapi
apakah sungguh hal itu yang Tuhan inginkan?
Apa sungguh hal itu yang Tuhan mau?
Seringkali kebingungan itu terjadi karena tidak sungguh-sungguh memahami
makna dan perbedaan tentang apa itu spiritualitas dan apa itu aktivitas. Apa itu spiritualitas: spiritualitas adalah perihal yang berbicara
tentang keadaan rohani kita, dimana hati kita melekat kepada Pencipta, sehingga
kita memahami maksud dan karya Tuhan dalam hidup kita maupun dalam dunia
ini. Spiritualitas menekankan tentang
kedekatan atau relasi yang dari sumber kita, yaitu hati dan jiwa kita deket
dengan hatinya Tuhan. Sementara apa itu aktivitas rohani?
Aktifitas rohani itu adalah kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan
kegiatan agama. Jadi kalau aktivitas orang
kristen ialah, kegiatan kegiatan yang disediakan di gereja yang berbau
rohani. Itu aktivitas rohani.
Jadi perbedaan mendasar antara spiritualitas dan aktivitas rohani ialah:
-
Aktifitas
rohani itu bicara tentang aksi atau kegiatan, spiritualitas berbicara tentang
hati
-
Aktifitas
itu sesuatu yang diluar diri orang kristen, sementara spiritualitas itu sesuatu
didalam diri orang kristen. Kalau
diumpamakan seperti kacang, aktifitas itu kulitnya, spiritualitas itu isi
kacangnya.
-
Aktifitas
rohani sifattnya bisa personal bisa komunal (bersama-sama). Spiritualitas lebih banyak bicara tentang
personal.
Nah, dalam Firman Tuhan berkali kali ditekankan bahwa
yang Tuhan inginkan itu spiritualitas kita, bukan aktivitas. Tuhan pernah marah
kepada orang Israel karena mereka memberikan persembahan kurban (aktivitas
rohani,) Tapi hati mereka tidak sungguh-sungguh memberikan persembahan itu
untuk Tuhan. Tuhan juga pernah menegur
umat israel karena mereka memuji Tuhan hanya dengan mulut, tapi hati mereka
jauh dari Tuhan. Dan banyak lagi.
Nah salah satu contoh yang begitu jelas tentang
pentingnya spiritualitas terdapat dalam perikop yang baru kita baca, kisah tentang marta dan maria. Kita tau cerita ini kan. Suatu ketika Yesus sedang jalan-jalan dengan
muridnya mampir kesebuah kampung. Disana
ia berjumpa dengan sahabatnya, marta dan maria.
Tentu saja kehadiran Yesus dikampung itu bikin heboh. Saat itu Yesus sudah begitu terkenal. Ia pelayanan keliling kota, menyembuhkan
orang sakit. Ia mengajar dengan hikmat
sampai semua orang terkagum-kagum. Saya
bayangkan kalau misal Pak Jokowi hadir di perumahan kita atau di blok kita,
pasti blok kita jadi ramee banget.
Karena banyak orang mau liat, mau dengar, mau tau apa yang pak Jokowi
bilang dan lakukan. Nah, jadi dapat
dipastikan pada saat itu ada banyak sekali tamu yang mampir liat-liat kerumah
marta maria. Minimal petinggi-petinggi
kampungnya datang. Ketua rt, rw, camat
lurah dsb. Pasti mereka datang karena
penasaran dan pengen berjumpa dengan Yesus.
Nah, sebagai tuan rumah yang baik tentu saja marta
bergegas mempersiapkan pelayanan terbaik.
Ini saatnya berjumpa dengan orang-orang besar dirumahnya. Karena itu Alkitab mencatat bahwa marta sibuk
melayani. Mungkin dia membuatkan
makanan-makanan ringan, dia membuatkan minuman terbaik, ia menyiapkan basuh
kaki untuk tamu-tamu, ia merapikan semua barang, sandal-sandal dirapikan. Dsb.
Ia sibuk sekali. Sementara maria,
apa yang maria lakukan? Dia duduk-duduk
dekat Yesus, dengar-dengar apa yang Yesus bilang. Wajar saja kemudian Marta ngomel dan ngadu ke
Yesus dan berkata: guru, liatlah, tamu
banyak, tapi masa kau biarkan maria diam-diam disana. Tegur dong guru. (gambarannya, kepanitiaan di tim dekor ada 5
orang, 4 orang cape kerja, 1 orang dengar2 spotify pakai earphone. Pasti ada yang ngomel, atau ngadu kepembina,
suruh kerja, masa dia santai santai).
Jadi wajar sekali kalau marta ngomel dan ngadu ke Yesus. Harapannya,
Yesus tegur maria didepan umum, biar dia malu dan kapok. Kalau marta yang tegur mungkin bosen.
Berbusa-busa ga didengerin
Tapi yang menarik adalah bagaimana respon Yesus
setelah mendengar keluhan marta.
Bukannya menegur maria seperti yang diharapkan sama Marta, Yesus malah
mengatakan “marta,
marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara, tetapi hanya
satu saja yang perlu: mari telah memilih
bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil daripadanya.” Loh maksudnya apa? Bukannya marta sudah melakukan yang
terbaik? Tanpa marta, mungkin pertemuan
hari itu akan berjalan dengan tidak baik bukan? But why.
Mengapa Yesus menegur marta dan bukan maria? Kalau ngikuti
jaman now, yang lagi rame-ramenya: “Seberapa gereget anda”. Marta mau bilang: saya yang capek-capek kerja, ehh maria yang
dipuji.
Mengapa? Saya kira jawabannya karena Yesus melihat Marta
telah salah dan gagal dalam menentukan mana yang penting. Marta gagal find the core. Marta salah dalam
memikirkan apa yang Tuhan mau. Marta
kira Tuhan Yesus pengen kalau dia datang disambut baik-baik, bak bangsawan,
diperlakukan dengan baik, dilayani dan sebagainya. Itu penting, tapi bukan itu
yang Tuhan Yesus mau. Saya membayangkan
bahwa Yesus pada saat itu merasa heran dengan marta. Marta berpikir dia sudah memberikan yang
terbaik, tapi bagi Yesus bukan itu yang Dia mau. Yesus jauh-jauh datang ketempat marta dan
maria untuk apa? Buat apa Yesus
jauh-jauh kerumah mereka? Buat dilayani
saja? Kayaknya, kalau pengen dilayani ya
mending kepenginapan yang terkenal pada saat itu. Mungkin pelayanannya jauh lebih memuaskan
daripada pelayanan marta. Tapi saya kira
Yesus mau kerumah marta dan maria karena mereka udah kayak sahabat bagi Yesus
(ingat Yesus menangis ketika marta dan maria menangis). Yesus ingin relasinya, Yesus ingin
kebersamaannya. Yesus ingin waktu
nya.
Itu sebabnya Maria yang tidak bikin apa-apa, yang
diam-diam, tapi malah mendapat pujian dari Yesus. Mengapa bisa?
Karena dibalik sikap diamnya maria, Yesus tau, maria itu pengen deket dengan Tuhan, Maria
itu pengen dengar apa yang Yesus katakan, Maria ingin memiliki relasi yang
dekat dengan Yesus. Dan hal itu justru
yang Yesus inginkan. Tuhan tidak hanya
ingin anaknya beraktivitas untuk dia, tetapi lebih dari itu, Tuhan ingin
kedekatannya. Apa yang dilakukan marta
itu bagik, sangat baik, tapi bukan itu yang terutama. Yang dilakukan maria itu jauh lebih baik.
Dari sini kita bisa melihat bahwa betapa Tuhan itu menginginkan
spiritualitas, bukan sekedar aktivitas. Spiritual itu inti, aktifitas
itu dampak dari spiritualitas. Tuhan ingin kita menjalin relasi dengan
Dia. Memaknai setiap Firman Tuhan sampai
masuk dihati. Memaknai setiap pengalaman
dalam hidup sebagai bagian dalam rencana Tuhan dalam memakai kita. Bagaimana kita membentuk spiritualitas yang
kuat, itu yang tuhan mau. Bukan sekedar
pelayanan yang bersifat aktivitas. Sebab
apa artinya pelayanan atau aktivitas tanpa spiritualitas?
Analoginya Itu sama seperti kalau kita punya pacar,
tapi pacar nya kita itu pacaran sama kita ya, karena malu lah, masa usia begini
gua ga punya pacar. Ya udah kita pacaran
aja. Selama pacaran dia tetap perhatian belikan makanan, antarin kemana,
temanin ke futsal, telponan, chat, tapi kalau ditanya: kamu cinta ga? Gak terlalu sih. Loh, kok pacaran kalau gitu. Katanya: Ya
jalani aja, supaya status gua ga single, supaya kalau kemana mana ada
gandengan.? Mau ga dapat pacar
gitu? Kasi kegiatannya, berlaku persis
sebagai pacar kamu, tapi hatinya ga sungguh sayang sama kamu. (udah gpp, daripada ga ada gua ga
nikah-nikah, biar deh.) Yah itu mah
kebelet. Tapi secara jujur kita tidak
mau bukan hal demikian? Begitu juga
Tuhan dengan kita, segala kegiatan
pelayanan kita jika tidak disertai dengan spiritualitas yang deket dengan
Tuhan, maka itu semua sia-sia.
Dari hal ini kita bisa menarik beberapa point:
1. Aktivitas
pelayanan tanpa spiritual yang benar itu sia-sia
Jangan sibuk
cari pelayanan ini dan itu. Tapi kita malah
tidak memusingkan kerohanian kita, saat teduh kita, hidup doa kita. Jangan!
Karena pelayanan kita tidak ada artinya dimata Tuhan jika, kita tidak
punya spiritualitas yang baik dihadapan Tuhan.
Semua itu tampak kosong. Tidak
ada artinya. Sebab itu jangan bangun
pelayanan sebelum kita mebangun hati yang benar. Rakit dulu hatimu sebelum engkau merakit
kegiatan pelayananmu.
Sewaktu
saya bergereja di makassar, saya membimbing banyak pemuda pemudi. Suatu saat kami mengadakan acara Hut komisi
pemuda. Dihadiri oleh lebih 170
orang. Wah panitia semangat sekali
mengerjakan. Mereka ingin memberi yang
terbaik. Salah satu yang terbaik yang
mereka ingin siapkan adalah dari segi konsumsi. Mereka mau buat mini bazar, jadi banyak
stand dan tersedia banyak makanan, kayak es kepal, nasigoreng gila, coklat
dsb. Sangking sibuknya, sampai hari H
hut berlangsung, panitia masi sibuk mendesign booth booth yang belum
selesai. Ibadah mulai, mereka masi sibuk
urus itu, bahkan saat Firman, mereka masi sibuk mengurusi booth. Saya langsung turun dan berkata kepada
mereka: Semua kegiatan harus dihentikan,
lebih baik ga ada konsum, daripada kalian panitia malah ga dengar Firman.
Seringkali
demikian ya, kalau ada acara-acara besar digereja, eh malah pelayanannya yang sibuk
dibelakang, malah ga ikut ibadahnya ga dengar Firman dsb. Buat apa?
Buat apa kita pleyanan kalau spiritual kita sendiri. Kepada pemuda saya dimksar sya ingatkan lagi,
kalau ada acara, semua persiapan harus selesai sebelum acara. Kalau sudah firman semua harus duduk tenang,
dengarkan. Bangun spiritualitasmu melalui
Firman. Sebab segala aktivitas rohani
kita tanpa spiritualitas, tanpa ada hati didalamnya, itu sama saja dengan
kosong. Jadi bagaimana kita melayani?
2. Pelayanan
itu harus lahir dari spiritual yang terbangun
Jadi pelayanan
yang benar itu harusnya lahir dari spiritualitas
yang benar. Kita melayani karena kita
mengasihi Tuhan. Kita melayani, karena
kita tau bahwa itu menyukakan Tuhan kita.
Kita melayani, karena ini untuk Tuhan, bukan untuk kita. Kita melayani
karena ini bagian untuk lebih mengenal Tuhan.
Saya kegereja karena saya pengen lebih mengerti kehendak Tuhan dan
sebagainya. Jadi pelayanan itu terjadi karena ada hati terlebih dahulu untuk
Tuhan. Jadi aktivitas rohani mu didasari
dengan spiritualitas mu yang deket sama Tuhan. Saya men
Analoginya
seprti jika kita mengasihi seseorang.
Entah kita mengasihi pasangan kita, atau kita mengasihi anak kita, atau
mengasihi sahabat kita. Pernah gak kita begitu mengasihi seseorang? Kalian sayang sama pacar kalian? Kalau orang bener-bener menyayangi seseorang,
pernah ga rasa, kita berkorban apapun jadi enteng rasanya. Dia sakit kita mau korbanin waktu kita untuk
jaga dia. Dia butuh sesuatu, kita rela
keluarkan uang kita demi dia. Kita rela
kasi waktu kita ke dia. Kita rela sakit
agar dia ga sakit, dan sebagainya.
Mengapa bisa terjadi? Karena ada
hati terlebih dahulu, akibatnya semua yang kita lakukan kepadanya menjadi
begitu indah karena berasal dari hati.
Demikian juga
dengan aktifitas gereja kita semestinya.
Segala aktivitas rohani kita, harus kita dasari spiritual yang
kuat. Karena kita ingin menyenangkan
Tuhan. Karena kita mengasihi dia. Karena kita bersyukur Tuhan baik sama
kita. Karena itu kita mau melayani. Saya mau main musik, karena saya mau memuji
Tuhan. Hati saya bersyukur karena
kebaikannya. Saya mau jadi pengurus,
karena saya mau memberkati jemaat gereja ini, sebagaimana tuhan sudah
memberkati saya limpah. Kira kira
seperti demikian.
Spiritualitas yang baik itu dan yang benar, dia akan mendorong kita untuk melakukan
aktivitas rohani. Tidak cukup doa
pribadi saat teduh pribadi, tapi kalau ditawari pelayanan tidak mau, nah itu
berarti spiritualitasnya kurang cocok.
3. Lebih
baik spiritual kita baik daripada sekedar pelayanan kita yang baik.
Mengapa bisa?
Kalau spiritual kita baik, pelayanan kita jauh akan memberkati. Karena Tuhan itu berkenan dengan pelayanan
yang sungguh dari hati dan relasi dekat dengan dia. Sebaliknya kalau aktivitas pelayanan baik,
tanpa spiritual yang dipersiapkan dengan baik, maka pelayanan itu tidak akan
terlalu berdampak.
Di Makassar saya mengambil pelayanan
panggung. Beberapa teman-teman yang
pelayanan panggung sering merasa begini:
Adakalanya toh, spiritualitas kita lagi ga baik. Hubungan sama Tuhan lagi kering. Dan kehidupan doa lagi ga intim. Tapi kita pelayananan. Semua berjalan dengan baik. Tapi dibawah, temen-temen yang dibawah dia
bisa ngerasain, hari ini worshipnya kosong.
Kayak something kurang persiapan.
Sebaliknya ketika kita rasa dekat sama Tuhan, hubungan spiritualitas
lagi baik. Waktu pelayanan, ada salah
salah dikit, salah lirik, musiknya salah dikit.
Tapi pas turun, eh, ada yang bilang:
terimakasih, pelayananmu hari ini memberkati sekali. Bukan cuma saya yang mengalami hal demikian,
namun banyak yang merasakan hal yang sama. Karena itu bangun dulu kualitas
kerohaniamu, sebelum kamu membangun profesionalitas pelayananmu.
Rata-rata digereja umumnya kurang orang yang
mau pelayanan kan. Ada yang pelayanan
itu syukur. Di gereja saya juga
demikian, sama saja. Tapi Saya berani
ngomong sama pelayan pelayan: Kalau kamu
lelah, kamu merasa pelayanan udah boring, kayak rutinitas, mending berhenti
dulu sementara waktu. Dengan catatan
berhenti untuk disegerkan kembali. Bukan
berhenti selamanya. Berhenti dalam
jangka waktu, sampai kamu siap kembali, baru pelayan kembali. Mending seperti itu, agar pelayanannya bisa
lebih berdampak.
4. Hati
hati dengan Jebakan-jebakan Spiritualitas.
Kita harus hati-hati dengan hal yang bisa menjebak
kita, menjadikan spiritualitas kita jadi sekedar aktifitas. Pertama hati-hati dengan jebakan rutinitas.
Segala sesuatu yang kita lakukan berulang-ulang kalau kita tidak hati-hati kita
dapat kehilangan maknanya. Demikian juga
dengan kegiatan spiritualitas kita.
Kalau itu terjadi secara rutin (tiap hari kegereja, tiap hari saat
teduh, tiap hari pelayanan, gereja jadi rumah kedua (karena tiap hari ada
kegiatan digereja), dan sebagainya), saat itu terjadi hati-hatilah, jangan
sampai rutinitas membuat inti kekristenan itu malah jadi sekedar aktifitas.
Kedua hati-hati dengan jebakan tradisi. Saya percaya tradisi yang terjadi itu bukan
terjadi begitu saja. Ada nilai-nilai
positif yang terdapat di dalamnya. Tapi
kita perlu ingat bahwa tradisi itu acapkali terbentuk untuk menjawab konteks
pada jaman itu. Ada kalanya kita
terjebak tradisi, hanya melakukannya karena dari dulu semua orang gitu. Kenapa kalau mau pelayanan sebelumnya doa
bersama, tradisinya begitu. Kenapa gak
boleh makan di gereja, tradisinya begitu.
Kenapa ga boleh makan di atas panggung, tradisi bilang hal itu ga sopan
sama Tuhan. Kalau kita tidak hati-hati
kita bisa terjebak dalam tradisi tanpa mengerti makna sesungguhnya. Hati hati.
Bukankah para ahli taurat adalah orang-orang yang
sudah terjebak dan terperangkap oleh rutinitas dan tradisi? Akitifitas yang mereka lakukan saya kira
sangat baik. Berpuasa, berdoa sehari 5
kali, memberi sedekah, mempelajari Firman setiap hari, menghapal ayat, dan
sebagainya. Tapi kenapa Tuhan bilang
mereka seperti kuburan yang luarnya bagus, tapi dalamnya bobrok? Kenapa Tuhan katakan mereka keturunan ular
beludak? Kenapa Tuhan berkali-kali
menyebut bahwa mereka itu Munafik? Karena mereka melakukan semua itu hanya
sekedar aktifitas. Tapi hati mereka,
jauh dari Tuhan. Tuhan tidak mau akan
hal itu.
Sebab itu mari kita uji spiritualitas kita.
5. Spiritualitas
yang benar itu bukan hanya didalam gereja, tapi disetiap hidup kita.
Ya,
spiritualitas yang sejati harus tercermin dalam setiap aspek kehidupannya. Bukan Cuma pada saat digereja. Tapi bagaimana kalian diskolah, dikampus,
dirumah, sudahkah spiritualitas itu memancar.
Atau jangan-jangan hanya pada saat mau pelayanan mingu, duh baru
beberapa hari sbelumnya baik-baik, jadi senyum2, jadi murah hati, dsb. Harusnya ga demikian ya. Spiritualitas yang terbangun harusnya
disetiap waktu disetiap saat. Ada integritas di tengah spiritualitas yang
benar.