Pada tahun 1946, di sebuah rumah sakit Jiwa di Inggris, ditemukan jenis gangguan jiwa yang unik, bahkan dapat dikatakan “aneh”. Orang yang terkena jenis gangguan itu menghabiskan hari-harinya di tempat terbuka. Ia tidak suka menempati ruang tertutup. Namun demikian, cuaca panas atau dingin sama sekali tidak mengganggu kulit tipisnya. Serbuan hujan, hawa dingin, dan terik mentari juga tidak mampu membuat tubuhnya sakit. Setiap hari ia harus dimandikan dan dicukur oleh orang lain, karena ia tidak akan melakukannya dengan tangannya sendiri. Terlebih aneh, setiap hari ia hanya memakan rumput-rumputan (yang masih fresh on the ground). Nasi, kentang, atau makanan manusia pada umumnya tidak diminatinya. Bahkan ia dapat membedakan rumput mana yang baik untuk dimakan dan mana yang liar, atau yang haucek dengan yang puhaucek. Secara fisik, mungkin ia terlihat baik-baik saja. Hanya rambutnya lebih panjang dan kukunya lebih kasar dan tebal dari biasanya. Inilah penyakit boanthrophy; sebuah gangguan jiwa yang di alami seseorang dengan menganggap dirinya sebagai seekor lembu.
Tentu saja ini perihal yang langka, yang jarang terjadi di muka bumi ini. Tapi menariknya, kurang lebih 2500 tahun yang lalu (sekitar abad 6 SM), Alkitab pernah mengisahkan seorang yang menderita penyakit langka tersebut. Ia bukan orang biasa; ia bukan orang miskin yang menderita; ia juga bukan orang yang berkekurangan, sehingga harus mengalami gangguan jiwa. Tetapi ia adalah seorang raja yang agung dan kaya, bahkan yang teragung pada zamanya. Ia adalah Nebudkanezar.
Sejarah mencatat Nebudkanezar pernah diasingkan, meninggalkan pemerintahannya untuk beberapa jangka waktu. Ia diasingkan karena terserang penyakit boanthropy (seperti di atas), sehingga pembangunan kota Babel berhenti (Padaha raja Nebu, adalah raja yang hobi membangun kota. Salah satu karya yang terkenal adalah hanging garden, yang pernah masuk dalam keajaiban dunia). Apa sebabnya? Apakah dia tertekan? Atau dia mengalami kedukaan? Atau dia depresi berat alias stress? Tapi, bagaimana ia dapat berduka, jika ia menjadi penguasa nomor satu pada waktu itu. Apa yang ia perintahkan pasti terlaksana. Ia dilambangkan sebagai kepala emas (Dan. 2), yang menunjukkan kejayaannya selama memerintah. Ia juga memiliki istri yang cantik, yang konon katanya hanging garden itu diciptakan untuk menyenangkan sang istri. Lantas, apa yang menjadi penyebabnya?
Jika kita membaca kitab Daniel pasal 4, kita akan menemukan jawabnya. Penyebab semuanya itu adalah keangkuhan diri. Kesombongan yang besar menguasai dirinya, ia menganggap diri megaloman, penguasa tertinggi di dunia, bahkan merasa diri lebih tinggi dari para ilah. Mungkin dalam benaknya, tidak ada otoritas apapun yang ada di atasnya. Sungguh merupakan keangkuhan tingkat tinggi.
Padahal sebelumnya Allah sudah mengingatkan lewat mimpi, bahwa kekuasaannya akan di hancur-luluhkan. Bahkan dengan gamblang Allah mengingatkan, bahwa raja akan menjadi serupa dengan seekor lembu dan diberi hati binatang jika ia tidak mau mengakui bahwa Tuhanlah yang empunya otoritas dan kekuasaan tertinggi di dunia. Tapi raja Nebu tidak mengindahkannya. Ia memilih untuk memuaskan kekosongan batinnya dengan keangkuhan.
Akibatnya, ia harus ditundukkan serendah-rendahnya. Hatinya diganti dengan hati binatang. Bahkan tingkah lakunya menjadi seperti binatang. Ironi sekali bukan? Berawal dengan menganggap diri sebagai Allah, tapi berakhir dengan keadaan terendah, bahkan lebih rendah dari para budak sekalipun, yaitu dengan menjadi seekor binatang. Sangat menyedihkan.
Sepertinya di mata Tuhan, kesombongan merupakan dosa yang sangat menjijikkan. Begitu menjijikannya sehingga ia harus disetarakan dengan hewan. Sebenarnya raja Nebu masih bersyukur, karena dengan jalan itu, akhirnya ia dapat mengakui bahwa Allah Israel adalah oknum yang memiliki otoritas tertinggi (Dan. 4:37). Saya katakan bersyukur, sebab jika dibanding dengan Herodes, hukumannya jauh lebih ringan. Herodes pernah mengilahkan dirinya, dan seketika itu juga ia ditampar oleh malaikat Tuhan, karena tidak menghormati Allah. Dan sesegera itu juga meninggallah ia, tanpa ada kesempatan untuk bertobat (Kis. 12:23). Bukankah Adam dan Hawa juga mengalami kematian rohani ketika ia ingin memakan buah yang dilarang, agar menjadi serupa dengan Allah? Keangkuhannya membawa seluruh manusia keturunannya harus binasa dalam dosa. Sekali lagi, ini menunjukkan bahwa keangkuhan adalah dosa yang sangat dibenci Tuhan.
Karena itu saudaraku, berhati-hatilah dengan keangkuhan hidup. Pdt. Paul Gunadi pernah berkata bahwa kesombongan merupakan dosa yang sering terjadi tanpa disadari. Bahkan terlebih mengerikan, kesombongan itu dapat masuk ke dalam segala aspek kehidupan kita. Dalam cinta bisa timbul kesombongan. Dalam pelayanan bisa timbul kesombongan. Dalam persahabatan bisa timbul kesombongan. Bahkan dalam doa pun juga dapat timbul kesombongan. Jadi marilah kita berhati-hati akan dosa yang satu ini. Berhati-hatilah dengan segala kelebihan yang kita miliki (jangan untuk membanggakan diri); Berhati-hatilah dengan anugerah yang sudah kita terima (jangan digunakan untuk memuaskan diri); Berhati-hatilah akan kekuasaan dan kekayaan kita (jangan digunakan untuk menindas orang lain); Jangan sampai keangkuhan hati kita membuat Allah muak dan jijik memandangnya. Marilah kita belajar menundukkan diri, dengan menganggap Ia sebagai otoritas tertinggi dalam kehidupan kita. GWus
Setiap orang yang tinggi hati adalah kekejian bagi TUHAN; sungguh, ia tidak akan luput dari hukuman.
Amsal 16:5
Sebab TUHAN berkenan kepada umat-Nya, Ia memahkotai orang-orang yang rendah hati dengan keselamatan.
Mazmur 149:4
No comments:
Post a Comment