Merayakan imlek merupakan kebahagiaan tersendiri bagi orang-orang Tionghoa. Bukan sekedar karena menerima uang (sebab merekapun harus memberi kepada orang lain), tetapi karena terciptanya suasana kekeluargaan yang erat. Malam sebelum imlek biasanya keluarga besar dari berbagai generasi berkumpul bersama untuk menyantap beberapa menu makanan yang beragam. Semua orang dewasa berhenti dari pekerjaannya, membekukan sejenak perusahaannya, dan melupakan sekilas masalah perhutangannya. Sedang anak-anak kecil mengenakan pakaian yang bagus, berlari-lari dalam rumah seraya bermain bersama teman sebayanya. Keesokan hari semua orang melakukan pai nien, yaitu acara mengunjungi kerabat-kerabat atau keluarga sepupu untuk memberikan ucapan selamat tahun baru, sembari melahap beberapa hidangan kecil. Pada waktu itulah tradisi menerima dan memberi angpau dilakukan. Perayaan seperti ini sangat melarutkan orang-orang Tionghoa dalam perasaan bahagia.
Salah satu desa di negeri tirai bambu (saya lupa namanya) merasakan kebahagiaan tersendiri dalam merayakan imlek kemarin. Selain merasakan hangatnya keluarga, desa kecil itu dikunjungi oleh presiden Hu Jintau, orang nomor satu di
Umat Israel, juga pernah di datangi oleh pemimpin tertinggi mereka. Bukan manusia, bukan pula malaikat, melainkan Allah sendiri. Ya! Allah yang menuntun kehidupan mereka selama ini mau menghampiri umat Israel. Kehadiran-Nya nyata dalam eksistensi kemah suci. Sepertinya keberadaan kemah suci cukup penting, sehingga Musa memberi porsi 13 dari 40 pasal yang berbicara mengenainya. Tentu saja bukan inisiatif Musa sendiri, melainkan karena Allah yang berfirman kepadanya (Kel. 25:1), bahkan secara mendetail. Mengapa Allah menginginkan Musa mendirikan kemah suci? Apakah Allah ingin lebih disembah? Ataukah ada tujuan lain? Dalam Keluaran, satu-satunya tujuan pendirian kemah suci itu secara literal jelas ditunjukkan dalam pasal 25:8 “Dan mereka harus membuat tempat kudus bagi-Ku, supaya Aku akan diam di tengah-tengah mereka.” Ya! Tujuan utama Allah memerintahkan Musa mendirikan kemah suci semata-mata agar Allah dapat diam di tengah-tengah umat-Nya. Sejak semula Allah sadar bahwa manusia tidak mampu diam dalam naungan-Nya, karena itu Ia diam ditengah-tengah mereka, sehingga umat-Nya boleh bernaung kepada-Nya. Kehadiran-Nya menjadi penolong bagi umat Israel untuk dapat mengenal-Nya lebih lagi. Kehadiran-Nya membawa umat Israel dapat lebih berintimasi dengan Dia yang transenden. Ini merupakan bentuk kerendahan hati, kasih, dan penyertaan dari Allah terhadap umat-Nya. Tentu saja umat Israel begitu bersukacita bak rakyat China yang didatangi oleh Presidennya tadi.
Dalam PB, kehadiran Allah ternyata lewat peristiwa inkarnasi Kristus. Yohanes 1:14 mengatakan “Firman itu telah menjadi manusia dan diam di antara kita.” Yesus hadir ditengah-tengah manusia untuk membawa damai, dan tentu saja agar Ia dapat berintimasi dengan manusia. Karena itu dunia bersorak-sorai menyambut-Nya. Kehadiran-Nya memperdamaikan manusia dengan Allah, dan membawa pengampunan dosa. Setelah Yesus naik ke Surga, Ia mengutus Roh Kudus (Yohanes 16:7). Roh Kudus itu diam ditengah-tengah manusia, untuk menginsafkan manusia dari dosa, kebenaran dan penghakiman (Yoh 16:8). Roh Kudus hadir juga untuk menyertai dan membimbing umat yang percaya kepada-Nya (Yo 14:16).
Dapat disimpulkan, sejak awal sampai saat ini (jam dan detik saudara membaca artikel ini) Allah hadir ditengah-tengah umat-Nya. Betapa seharusnya kita bersukacita dan bersyukur atas kehadiran-Nya. Kesadaran akan kehadiran-Nya seharusnya memotifasi kita untuk lebih mendekat dengan-Nya, mengasihi-Nya, menjaga kekudusan hidup, dan menggiring kita kepada sukacita yang sejati. Ya! Sukacita karena Ia yang transenden mau hadir ditengah-tengah kita. Bersukacitalah bersama-Nya. GOD WITH US.
No comments:
Post a Comment