Tidak mudah bagi manusia untuk mempercayai sesuatu sebelum manusia itu mengalami dan melihat sendiri. Ketika jambore bulan September di Sendawar lalu dilangsungkan tiba-tiba saya mendapatkan sms dari koko saya yang berkata demikian “De, kamu masuk di koran Kaltim Post tuh.” “Hah kok bisa, emang gua habis ngapain sampe masuk koran? Gak mungkin ah!” Jawabku yang seakan tidak percaya dengan kabar tersebut. Masa ga ada kejadian pemicu bisa memasukkan ku dalam surat kabar. Ah gak percaya. Namun kemudian koko saya mengirim foto via handphone kepada saya. Ternyata apa yang dikatakannya benar. Fotoku dipampang di koran Kaltim Post karena waktu acara itu ada wartawan yang mengambil gambar penyematan kalung tanda peserta kepada beberapa peserta dari berbagai daerah oleh Bupati kota Sendawar. Berhubungan saya adalah perwakilan peserta dari Makassar maka saya ikut terjepret dan foto itu dimasukkan dalam surat kabar. Melihat bukti dan foto itu barulah saya percaya apa yang dikatakan koko saya.
Itulah yang sering terjadi dengan orang Kristen. Acapkali kita sukar percaya akan kebenaran FT dan janji Allah sebelum kita mengalami atau melihat sendiri kebenaran dan janji tersebut. Ada orang yang tidak percaya bahwa Tuhan itu ada. Namun setelah tertimpa bencana dan musibah barulah ia sadar bahwa ada penguasa alam semesta ini. Padahal bencana itu sudah sering diberitakan sebelumnya, hanya saja belum menimpanya; Ada orang yang tidak percaya bahwa Tuhan mampu menolong hidupnya, namun setelah diberi banyak masalah, dan ia melihat bagaimana Tuhan menolongnya, barulah ia percaya; Ada juga orang yang mengatakan kalau saya tidak percaya akan janji firman Tuhan ini dan itu sebelum saya mengalaminya sendiri, namun ketika keajaiban terjadi dalam hidupnya barulah ia percaya. Tak heran banyak orang yang berbondong-bondong meminta pengalaman-pengalaman rohani. Tak heran juga banyak orang yang bertobat dan menjadi hamba Tuhan setelah mendapatkan pengalaman-pengalaman tertentu. Sebab betapa sukarnya bagi kita untuk percaya sebelum kita melihat dan mengalami Allah dengan pengalaman sendiri.
Namun berbeda dengan tokoh Rahab yang barusan kita baca. Ia adalah seorang penduduk Yerikho yang tinggal di tembok istana. Alkitab menggambarkannya juga sebagai seorang pelacur. Suatu hari ia dikejutkan dengan kedatangan dua orang asing di rumahnya. Ia kira yang datang adalah laki-laki hidung belang yang ingin memakai jasanya. Tapi betapa terkejutnya karena ternyata orang-orang itu adalah mata-mata dari negeri Israel yang sedang berkemah di seberang sungai Yordan dekat dengan kota. Sebenarnya di kota itu sudah terdengar desas-desus bahwa orang Israel sudah bersiap-siap untuk menggempur Yerikho. Dan kali ini dihadapannya ada dua orang mata-mata yang berusaha menyelidiki kotanya untuk kemudian dihancurkan.
Saya kira Rahab pun menjadi bingung apa yang harus diperbuatnya. Apakah ia harus melapor kedatangan mata-mata musuh itu kepada raja? Atau dia harus berdiam diri? Ditengah kebingungannya tenyata kehadiran musuh itu sudah tercium oleh penduduk sekitar. Ada yang menghampiri raja Yerikho dan melaporkan bahwa ada mata-mata yang datang kekotanya. Jelas saja Raja segera memerintahkan untuk segera ke rumah Rahab untuk menangkap 2 mata-mata itu.
Sesampai di rumah Rahab apa yang terjadi? Kita sama-sama tahu bahwa akhirnya Rahab menyembunyikan 2 mata-mata Israel itu di sotoh rumahnya, dan ia mengatakan kepada pasukan negerinya bahwa mata-mata itu sudah keluar dari rumahnya. Sebenarnya keputusan ini keputusan yang tidak wajar. Keputusan yang wajar ialah mestinya Rahab melaporkan kehadiran dua mata-mata itu ke pengawal-pengawal raja. Bukankah yang mau dihancurkan adalah bangsanya sendiri? Kerabat, teman-teman, rekan kerja, bahkan mungkin sanak familinya semua ada di kota itu. Lagi pula yang menginginkan mata-mata itu adalah rajanya sendiri yang wajib ditaati. Seharusnya Rahab tahu resikonya jika ia ketahuan menyembunyikan mata-mata itu maka pastilah ia dijatuhi hukuman mati. Lagipula tidak pernahkah Rahab berpikir jika kotanya dihancur luluhkan bagaimana dengan masa depan dan pekerjaannya? Yakinkah ia akan diberi pekerjaan oleh orang Israel? Atau malah dijadikan budak dan menjadi lebih parah dari seorang pelacur.
Saya kira Rahab sudah memahami resiko-resiko yang akan dihadapinya. Namun mengapa ia masih memilih untuk menyembunyikan mata-mata Israel tersebut? Jawabannya ada di ayat 10-11, yaitu karena ia sudah mendengar apa yang Allah perbuat bagi umat Israel; antara lain mengeringkan air Laut Teberau; dan ia juga mendengar bagaimana Allah menyertai Israel mengalahkan raja Sihon dan Og. Dan karena apa yang didengarnya itulah akhirnya Rahab mengakui bahwa Allah Israel adalah Allah yang benar; Allah atas langit dan bumi. Baginya ketaatan kepada Allah yang benar jauh lebih bernilai daripada harus taat kepada raja negrinya sekalipun. Rahab percaya sebelum ia melihat dan mengalami Allah sendiri. Ia percaya ketika ia masih hanya mendengar.
Rahab berbeda dengan Gideon yang tidak yakin akan janji penyertaan Allah kepadanya. Rahab juga tidak sama dengan Filipus yang meminta bukti bahwa Yesus itu sudah bangkit. Rahab memiliki iman yang besar terhadap Allah pencipta langit dan bumi. Iman yang mengantarnya untuk percaya walau belum melihat. Kepada orang seperti inilah Yesus ingin berkata "....Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya. (Yoh. 20:29)."
Bagaimana dengan saudara? Sudahkah saudara menaruh rasa percaya kepada Tuhan walau saudara baru mendengar akan keajaiban cara kerja Tuhan kita? Atau mungkin pertanyaan yang lebih tepat: Masihkah saudara percaya kepada Tuhan walau saudara menghadapi jalan yang buntu? Mungkin saudara mengalami pergumulan yang berat saat ini. Kehidupan saudara sedang terombang ambing oleh badai kehidupan. Masa depan menjadi kabur dan jalan seakan semakin sukar untuk kita lewati. Kitapun menjadi bingung untuk mengambil sebuah keputusan. Dalam semuanya itu masihkah kita percaya akan tangan Tuhan yang senantiasa turut campur atas permasalahan kita? Masihkah kita percaya akan janji penyertaannya? Masihkah kita memiliki iman kepada-Nya? Mungkin kita belum menemukan jalan keluar dari kebuntuan masalah itu. Namun marilah kita tetap percaya bahwa Tuhan pasti bekerja. Percayalah walau kita belum melihat dan belum mengalami sendiri bagaimana Tuhan bekerja saat ini. Percayalah bahwa kita punya Tuhan yang benar dan ajaib. Dan percayalah bahwa kita punya Tuhan yang begitu mengasihi kita. Bukankah kita sudah mendengar bagaimana Ia rela tergantung di kayu salib untuk menyelamatkan kita? Karena itu percayalah.
No comments:
Post a Comment