"Ada apa dengan mereka?" beberapa orang mulai penasaran. "Mengapa tiga orang ini harus diperhadapan di depan seorang pemimpin negara? Tentulah ini bukan kasus yang mudah". Tiba-tiba salah seorang dari mereka mendapatkan bocoran, dan mulai membisikkannya kepada teman-temannya. "Apa di hasut!" Teriak mereka. "Ssstt, jangan berisik!" lalu ia mulai menceritakan semuanya. Ternyata ketiga orang tersebut sedang diadili karena mendapat hasutan orang lain. Sebenarnya bukan orang lain, tetapi rekan kerja mereka sendiri. Tiga orang ini merupakan golongan orang-orang pandai di negeri itu. Walaupun mereka adalah orang asing, pemimpin tertinggi telah mengangkat mereka dengan pangkat yang tinggi, bahkan sangat tinggi. Rekan-rekannya sesama golongan orang pandai mulai iri hati. Wajar saja.... Mereka penduduk asli namun tidak mendapatkan pangkat setinggi itu. Karena itulah mereka selalu berusaha mencari kesempatan dalam kesempitan untuk menghasut ketiga orang asing itu.
Namun hasutannya bukanlah hasutan yang dikarang-karang. Pemimpin negara pernah membuat suatu ikon tentang dirinya, dan mewajibkan semua orang untuk menyembah ikon itu. Sebenarnya penyembahan ikon itu bukan semata-mata dimotivasi oleh ambisi pribadi belaka. Ada maksud politik dibaliknya. Pemimpin adikuasa itu mengharapkan agar negerinya, yang dihinggapi banyak orang asing itu dapat bersatu. Jika masing-masing menyembah allah-allahnya sendiri mana mungkin dapat bersatu. Karena itu ia membuat sebuah ikon tentang dirinya, agar penyembahan seluruh negeri berpusat kepada dirinya, dengan harapan bahwa hal itulah yang akan mempersatukan negeri yang luas itu. Sebuah maksud yang baik. Namun ketiga orang itu tidaklah mengindahkan maksud baik yang diharapkan sang pemimpin. Karena itu mereka berdiri di ruang sidang saat ini. Sang pemimpin dengan wajah memerah, dan dengan rasa geram memimpin persidangan itu. Di matanya, tiga mahluk di hadapannya adlaah orang-prang pembangkang yang menyebalkan. Bengal, tidak tau diri, bahkan tidak tau etika.
"Apa benar kamu tidak mau mentaati peraturan yang aku buat? kamu tau hukumannya? Hukumanya ialah mati!!.. Tidak mungkin ada yang dapat menolong kalian. Bahkan para allahmu pun tidak!!" dengan marah pemimpin itu membentak. "Sekarang, tunjukkan bahwa kalian tidak akan mengalami hal seperti itu, sembah ikon itu dihadapan ku?".
Namun ketiga orang itu tetap berdiri dengan gagah. Kakinya terpaku ke dalam bumi. Dan lututnya membeku tak bergeming. Dan terdengarlah sebuah ucapan agung:
"Tidak ada gunanya kami memberi jawab kepada tuanku dalam hal ini. Jka Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja. Tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikian" (Daniel 3:16-18)
Demikianlah, akhirnya Sadrach, Mesach, dan Abednego mendapat penghukuman berupa nyala api yang mematikan dari raja Nebudkanezar yang sangat geram. Dan kita sudah mengetahui akhir kisahnya, bahwa mereka semua selamat karena Allah menyertai mereka.
Saya rasa perkataan tiga orang tadi merupakan sebuah perkataan yang harus dipelajari setiap anak Tuhan saat ini. Kalimat-kalimat ini mengandung ajaran teologi yang mendalam. Dalam keadaan sukar dan terancamlah kalimat ini diungkapkan. Tapi justru pada saat-saat itu, suatu kalimat yang penuh iman kepercayaan yang terlontar. Sadrach, Mesach, dan Abednego, tidak mengalami khawatir, karena mereka menyadari bahwa Allah jauh lebih berkuasa dari Nebudkanezar yang jelas-jelas pemimpin nomor satu di dunia saat itu. Jika kita perhatikan, dalam kalimat itu mereka mengungkapkan bahwa Allah mampu menolong mereka dari segala kesusahan. Itulah teologi yang pertama. Kemahakuasaan Allah mampu melepaskan seseorang dari kesukaran yang paling sukar. Namun menariknya, di kalimat selanjutnya mereka menyatakan: jika pun Allah tidak membebaskan mereka, mereka akan tetap setia pada Allah. Dalam hal ini mereka meyakini bahwa Allah berdaulat. Walaupun mereka pada akhirnya harus mati, mereka tetap meyakini bahwa itu adalah kedaulatan Allah, sehingga mereka memilih untuk tetap setia.
Saudaraku, mari kita belajar seperti ketiga tokoh Alkitab di atas. Dalam segala perkara yang sulit, kita yakin seyakin-yakinya bahwa Allah mampu membebaskan kita dari segala kesukaran kita. Jangan pernah meragukannya. Terlalu banyak perkara besar yang sudah Ia kerjakan dalam dunia ini, termasuk hidup kita. Ia yang berkuasa mengelola dunia ini, Ia juga yang berkuasa dalam segala perkara kehidupan ktia. Namun demikian, jika terjadi sesuatu yang tidak sesuai harapan kita, tetap lah meyakini bahwa Allah berdaulat. Janggan pernah menghujani gerutu kita ke atas, yang toh akhir-akhirnya akan jatuh ke diri kita sendiri. Jangan juga memarahi Tuhan, sebab siapakah kita sehingga kita berani memarahinya? Tetapi tetaplah setia kepada Allah yang berdaulat dan mengasihi kehidupanmu.
Bagi para korban kekejaman dunia, bagi para korban bencana alam yang mengerikan, dan bagi semua anak-anak Tuhan yang menghadapi ujian, mari kita tetap PERCAYA DAN SETIA.
No comments:
Post a Comment