Ss, ijinkan saya menceritakan kembali secuplik kisah martir di China, yang mungkin sudah sering kita dengarkan. Suatu ketika ada beberapa tentara China yang memasuki rumah keluarga-keluarga orang Kristen. Dengan senapan mereka memukuli orang Kristen, lalu mencabuti gambar Tuhan Yesus yang terpampang di tembok, dan menyuruh orang-orang tak berdaya itu satu persatu untuk menginjak dan meludahi foto itu sambil menyangkal Yesus. Beberapa orang yang ketakutan segera melakukan aksi penyangkalan iman tersebut. Namun ada seorang gadis, yang tetap mempertahankan imannya. Ia tidak mau meludah dan menginjak gambar itu, apalagi menyangkalinya. Kemudian anak itu menundukkan diri, menyeka ludah-ludah itu dengan rambutnya yang terurai panjang dan mengatakan “Tuhan mengasihiku”. Dan segera itu juga, sebuah timah panas menembus kepalanya yang mungil itu. Ss, inilah secuplik kisah yang sudah usang, namun selalu mampu membakar iman kita untuk dapat mencontohi iman gadis itu.
Ss, tema kita hari ini ialah cermin para martir. Saya percaya ketika majelis memberikan tema ini, sebenarnya ada harapan di mana iman, kegigihan dan jiwa para martir itu dapat diproyeksikan kedalam hidup orang Kristen saat ini. Dengan tujuan apa? Sama seperti cermin yang berguna untuk mengoreksi diri, demikian juga kita harus memperbaiki apa yang masih kurang dalam hidup kekristenan kita.
Ss, sebenarnya karakteristik para martir yang paling menonjol adalah kekuatan iman mereka yang luar biasa. Bagi saya tidak ada orang yang lebih beriman dari pada para martir. Mereka adalah orang-orang yang rela menderita. Mereka rela menyangkal diri, meninggalkan zona aman yang mereka miliki dan masuk ke dalam situasi yang memberatkan mereka. Mereka mau memikul Salib, bahkan rela kehilangan nyawanya untuk Tuhan. Tapi herannya, walau menjadi martir itu berat, kenyataannya sudah ada ribuan bahkan mungkin puluhan ribu orang yang rela menjadi martir untuk Tuhan. Mengapa? Karena bagi mereka menyaksikan Kristus dalam hidup mereka jauh lebih berarti daripada menyangkal Kristus. Bagi mereka, membela dan memperjuangkan kebenaran itu jauh lebih terhormat daripada melanggarnya.
Ss, Itulah iman yang berkemenangan. Memang nasib hidup kita tidak harus mati menggenaskan. Tapi setidaknya iman yang diam dalam kehidupan para martir tersebut juga harus hinggap dalam diri kita. Karena Tuhan berkata “barangsiapa yang mau mengikut aku, ia harus menyangkal diri, memikul salib dan mengikut aku”. Ss, iman seperti itulah yang ingin kita pelajari pada hari ini. Perikop yang sudah kita baca barusan memberi dua alasan tentang mengapa kita harus memiliki iman yang seperti itu.
1. Allah berpihak orang benar
Ss, Allah kita itu suci dan kudus. Tidak pernah ia berpihak pada ketidak benaran. Kekudusannya membuat Ia akan selalu berpihak pada orang benar.
Firman yang baru kita baca tadi mengisahkan tentang kehidupan Stefanus, seorang martir pertama dalam sejarah kekristenan. Nama Stefanus pertama kali disebutkan di ayat 6, dan di katakan bahwa ia adalah orang yang penuh dengan karunia dan kuasa. Bukan hanya itu, ia juga dipenuhi oleh Roh Kudus. Namun dalam perikop yang sudah kita baca tadi, nyawa Stefanus berada di ujung tanduk. Ia baru saja dihasut oleh golongan Sanredin tentang dua hal (Kis. 6:13). Ia dianggap menghina bait Allah, yang dipercayai sebagai tempat Allah berdiam di dalamnya. Selain itu ia juga dianggap menghina hukum Taurat yang diberikan Musa. Inti keseluruhannya ialah Stefanus dianggap menghujat Allah. Ss, ini merupakan hasutan yang sama ditujukan kepada Yesus beberapa tahun sebelumnya.
Tapi dengan penuh hikmat, Stefanus mencoba untuk memberikan pembelaannya. Di pasal 7 ia berpidato panjang lebar. Dimulai dengan menceritakan tentang sejarah Israel, dan sampai pada kesimpulannya, ia menyerang balik apa yang menjadi hasutan dari orang Sanredin. Ketika ia dianggap menghina tempat kudus, Stefanus mengatakan bahwa “kalianlah yang membatasi Tuhan. Bukankah Tuhan yang memiliki bumi, dimanakah ia mau berdiam itu sesuka hatiNya.(7:46-50)” Ketika ia dianggap menghina hukum Taurat, Stefanus membalas “hai kalian yang tidak bersunat hati, kamu telah menerima hukum Taurat, namun kamu tidak mau menurutinya (7:53).” Intinya Stefanus ingin mengatakan bahwa “kamulah yang sebenarnya sedang menghujat Allah.”
Ss, ini merupakan tindakan yang sangat berani. Mengingat kekristenan begitu minoritas pada waktu itu, sedangkan kaum orang farisi dan ahli Taurat mendapat dukungan dari pemerintah Roma yang ingin menyukakan hati orang Yahudi.
Tak heran mereka begitu murka. Hati mereka tertusuk. Mereka mengkertakkan gigi. Mungkin mereka semua sudah bangkit berdiri dan siap menyeret Stefanus ketika mendengar ucapannya.
Namun di situlah, Stefanus yang dipenuhi Roh Kudus itu, dengan tenang menatap ke langit, dan Ia melihat Anak Manusia berdiri di sebelah kanan Allah. Ss, ini merupakan sebuah penglihatan yang agung. Disebelah kanan Allah ingin menyatakan akan kekuasaan Tuhan yang tidak ada bandingnya. Biasanya Alkitab menyebutkan “Tuhan duduk disebelah kanan Allah”. Namun kali ini dikatakan bahwa Tuhan berdiri di sebelah kanan Allah. Ss, Tuhan berdiri sebagai saksi bagi Stefanus. Ia juga berdiri sebagai pembela Stefanus. Ia berdiri, seperti seorang Bapak yang tidak terima ketika melihat anaknya diperlakukan tidak benar. Ia berdiri sebagai hakim, yang seakan ingin mengatakan “kalian boleh menghakimi anakku sedemikian, tapi kelak kalian yang akan masuk dalam penghakiman kekal-Ku”. Ss, Tuhan yang berdiri sebagai pembela itu jugalah, yang berdiri untuk menyambut Stefanus masuk dalam kerajaannya. Sungguh indah bukan. Tuhan senantiasa berpihak pada orang-orang benar. Ia membela setiap anakNya yang berpegang pada imannya.
Ss, iman itulah yang juga ada pada diri Paulo. Pada tahun 1600 penganiayaan terjadi begitu keras terhadap orang-orang Kristen yang ada di Jepang. Tanggal 20 Feb 1627 Paulo ditahan karena menampung orang-orang Kristen dirumahnya. Dalam penahanan itu ia disiksa. Ia dipukul, ditelanjangi, dan diseret. Namun Paulo tetap tegar. Pemerintah Jepang menggunakan cara yang lebih keji untuk menyiksanya. Mereka berkata bahwa mungkin orang ini dapat kuat dalam menghadapi siksaan, namun ia tidak akan kuat jika melihat anak-anaknya disiksa. Lalu mereka menghampiri Paulo dengan membawa anak-anaknya, sambil berkata “berapa banyak jari anakmu yang harus saya ambil atau kamu mau menyangkal Tuhanmu” Paulo sempat bingung, bayangkan saja jika anak kita menderita, bukankah itu jauh lebih menderita dibandingkan jika kita yang menderita? Namun dengan tegar Paulo berkata “semua terserah padamu, anakku sudah kuserahkan dalam tangan Tuhan, Tuhan yang hidup yang akan membelaku”. Akhirnya semua anaknya jari-jarinya dipotong semua, yang disisain hanya jempol dan kelingking, dengan anggapan bahwa mereka harus lebih buruk daripada hewan. Dan akhirnya ia harus mati karena penganiayaan itu. Namun sebelum ia mati, ia mengangkat tangannya ke atas sambil menyerahkan nyawanya. Sama seperti Stefanus, Iman Paulo percaya bahwa Allah yang akan melindungi dirinya walaupun ia harus mati.
Ss, bagaimana dengan kita? Jika kita meneropong lagi seluruh kehidupan kita, apakah kita sudah memiliki iman seperti itu? Tidak perlu berbicara untuk mati bagi Kristus, tapi sudah kah kita membela iman kita dalam kehidupan sehari-hari? Iman yang memegang kebenaran walaupun harus menanggung resiko yang tidak enak. Di tempat kerja kita, sudahkah kita berjuang untuk bertindak jujur? Di keluarga kita? Dengan kekasih kita? Di lingkungan kita? Apakah kita sudah berjalan sesuai dengan kebenaran? Atau kita lebih memilih untuk mengkompromikan kebenaran itu. Mungkin kita takut jika kita tidak mengikuti orang lain yang lebih berotoritas dari kita, kita akan kehilangan pekerjaan, kehilangan pendapatan, atau mungkin kehilangan masa depan.
Ss, jangan pernah takut. Jika ss sedang berjuang saat ini untuk tetap membela kebenaran, Firman Tuhan ini menjadi penghiburan bagi kita, dimana Allah berpihak pada orang-orang benar. Allah yang akan membela semua perkara kita. Dan Allahlah yang akan menjadi hakim atas hidup kita. Dan kelak ia akan menyambut kita dengan penuh sukacita, karena kita berada dalam jalur iman yang benar.
No comments:
Post a Comment