Wednesday, December 26, 2007

Nama Kita




Semua sibuk! Semua menjadi sibuk ketika anak di kandungan ipar saya hampir dilahirkan. Memang semuanya sudah di siapkan jauh-jauh hari, baik itu pakaian bayi, dot, tissue basah, keranjang, mainan dan semua perlengkapan bayi lainnya. Terus sibuk kenapa? Ternyata mereka masih sibuk mencari nama. Yang bikin sibuk itu karena banyak kepala yang memikirkannya. Tidak hanya ayah dan ibunya, tapi engkong, apho dari mama juga dari papa belum lagi paman-paman dan bibi-bibinya yang ikut-ikutan bikin semua tambah ruwet. Masing-masing memberi nama, dan masing-masing merasa nama pilihannya adalah yang the best. Tapi itu wajar sih.


Setiap orang tua pasti ingin memberikan sebuah nama yang terbaik bagi anaknya. Bukan hanya nama yang terdengar indah, tapi juga yang memiliki arti baik. Apalagi kalau nama Chinese, pastilah ia memiliki arti yang mewakili harapan dari sang pemberi nama. Misalnya nama saya “Yong Sing” memiliki arti, selamanya bahagia. Kakak saya “Yong Kuang” berarti selamanya bercahaya. Keponakan saya pun akhirnya diberi nama “Hui Chin” yang berarti pandai bermain piano di musim salju (apa maksudnya ya, saya juga bingung). Atau mungkin nama Indonesia seperti Mulyadi dengan harapan anak itu besarnya menjadi orang yang mulia. Sugiharto, agar anaknya sukses dan sugih. Ada juga yang diberi nama seperti tokoh-tokoh Alkitab agar anak tersebut memiliki iman, kemampuan dan keberanian atau agar ia diberkati seperti tokoh-tokoh tersebut. Ya…pasti setiap orang tua memberi nama berdasarkan harapan mereka.

Namun nama hanyalah sebuah nama. Kenyataan seringkali berbicara lain. Ternyata apa yang diharapkan itu malah tidak terjadi. Buktinya, nama saya yang berarti selalu bahagia juga tidak terbukti. Banyak kesedihan, kepahitan dan kekecewaan yang dirasakan. Kakak sayapun hidupnya tidak bercahaya tuh. Saya juga tidak tahu apakah keponakan saya nantinya bisa bermain piano atau tidak. Bahkan sekarang banyak penjahat kelas gurami yang bernama petrus, paulus, yohanes, daniel, josua dan nama tokoh lainnya. Tetapi meskipun demikian, setiap orang tua pasti tetap memberi nama sembari menyelipkan harapan didalamnya.


Ketika kita hidup di dalam Kristus dan telah diselamatkan oleh darah-Nya yang kudus, kita juga telah dilahirkan kembali (lahir baru). Kita pun diberi nama. I Yohanes 3:1a mengatakan “Lihatlah, betapa besarnya kasih yang dikaruniakan Bapa kepada kita, sehingga kita disebut anak-anak Allah.” Ya! kita dinamai sebagai anak-anak Allah. Sebutan ini adalah sebutan yang luar biasa bagi kita karena didasarkan oleh kasih Bapa. Dan tentu saja nama ini tidak hanya asal nama, tetapi di dalamnya juga terkandung harapan dari Sang Pemberi Nama. Apa harapan Allah? Harapannya tentu saja agar kita betul-betul menjadi anak-anak Allah. Menjadi anak-anak Allah berarti menjadi anak-anak terang. Anak-anak yang taat, penuh kasih, adil, berbuah baik, pendamai, sabar, rendah hati, mencintai Tuhan di atas segalanya, melakukan kehendak-Nya dan lain-lain. I Petrus 1:14-16 menuliskan “Hiduplah sebagai anak-anak yang taat dan jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu, tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus. Itulah harapan Allah. Kita di beri nama anak-anak Allah adalah agar kita semakin hari dapat menjadi semakin serupa dengan gambar dan rupa Allah yang sudah jelas dinyatakan di dalam anak-Nya Yesus Kristus.

Namun ironi sekali, saat ini banyak orang-orang yang mengatakan dirinya anak-anak Allah (bahkan ada yang menganggap dirinya adalah anak kesayangan Allah), tetapi tidak hidup selaras dengan sebutan anak-anak Allah. Hidupnya gelap, tidak taat, semakin hari semakin menjadi batu sandungan, penuh keangkuhan, penuh amarah, egois dan tidak ada kekudusan dalam kehidupannya. Bagaimana mungkin orang-orang ini dapat menganggap dirinya anak-anak Allah? Manusia mungkin dapat mengabaikan ketidakharmonisan antara harapannya (yang terkandung di nama anaknya) dengan realita pribadi anak-anaknya, tetapi Allah tidak begitu. Setiap orang yang di sebut anak-anak Allah sudah seharusnya memiliki kehidupan yang semakin hari semakin kudus dan serupa dengan-Nya. Kehidupan anak-anak Allah harus sejalan dengan kehendak-Nya.

Di moment natal ini mari kita merefleksikan bersama: Kristus telah lahir kedunia, karena kasih-Nya yang begitu besar kepada kita manusia yang berdosa dan hina ini. Ia rela menderita dan mati untuk memberi sebuah kado buat kita. Bukan hanya untuk menyelamatkan kita, tetapi juga untuk menguduskan sehingga kita dapat disebut sebagai anak-anak Allah. Apakah kita sudah menghargai anugerah tersebut? Apakah kita bangga di sebut sebagai anak-anak Allah? Dan yang terpenting, sudahkah kita hidup sebagai anak-anak Allah?

No comments: