Wednesday, September 30, 2009

Memandang Patung itu....




Ditengah Gelapnya malam...
Segelap hati ini
Kupandangi ke dua patung itu
Yang mengisahkan tenggelammnya Petrus karena kekurang percayaannya
Ingin ku berteriak sekuat-kuatnya
Bersama dengan Petrus . . . .
"Tuhan tolong aku
Keluarkanku dari kelamnya hidup
Angkat aku dari ombak pemusnah asa"
Sambil kuberseru.... Sambil ku menangis

Tanpa sadar...
Hatiku menyisakan sedikit ruang....
Untuk keraguan menguasaiku.
Kupandangi patung itu . . . .terus dan terus
Tuhan seakan tidak bergeming
MulutNya selalu terkatup
Tak pernah kulihat tangan kananNya menggenggam
Selalu ada jarak di antara tangan mereka
Dan sepertinya. . . . akan selalu begitu


Akankah ku alami hal yang sama?
Tidakkah aku akan merasakan lagi hangat genggaman tanganNya?
Mungkinkah Ia tak peduli dengan tenggelamnya diriku ?
Jika tidak, siapa lagi....ya....siapa lagi?

Ah, kusadari itu hanyalah dua onggok patung
Namun tidak bisa kuhindari....
Keraguan itu masih menguasai jiwaku
Di malam gelap ini, kuserukan permohonanku:
"Tuhan.... tolonglah aku..... tolonglah aku yang kurang percaya ini"

Kerajaan Allah dalam Injil #3



KESIMPULAN


Topik mengenai Kerajaan Allah merupakan topik yang penting. Hampir semua pakar teologi berpendapat bahwa Kerajaan Allah merupakan inti pemberitaan Yesus yang utama. Memahami intisari pelajaran mengenai Kerajaan Allah ini bukanlah sebuah topik yang mudah. Oleh karena itulah Tuhan Yesus harus mengajarkan kepada murid-murid-Nya dengan berbagai macam perumpamaan agar murid-murid-Nya dapat mengerti topik penting ini (Luk. 14:15-16:9).

Berdasarkan pandangan pakar teologi dan dari makna kata basilei,a, Kerajaan Allah itu merupakan kedaulatan pemerintahan Allah yang penuh kuasa, di mana Allah yang adalah raja di atas segala raja, menghendaki untuk menyelamatkan manusia yang berdosa dari kuasa iblis melalui Anak-Nya Yesus Kristus, serta membawa manusia tersebut kedalam kehidupan yang kekal. Keselamatan itu diperoleh melalui pemberitaan Injil yang ditugaskan kepada gereja-gereja, yang harus dinyatakan dalam kasih.

Kerajaan itu sudah hadir pada saat ini, dan itu sudah dimulai sejak kedatangan Yesus Kristus kedalam dunia ini. Kedatangan Yesus membawa Kerajaan Allah untuk membawa manusia berdosa untuk dapat diselamatkan. Namun manusia dapat menikmati keselamatan itu secara utuh hanya di dalam kerangka eskatologi. Sebab pada saat ini manusia harus terus-menerus berjuang terhadap dosa-dosa yang masih menguasai di dunia ini. Karena itu Kerajaan Allah tidak dapat terlepas dari aspek kekinian dan aspek keakanan.


IMPLIKASI

Eskatologi


Konsep Kerajaan Allah seharusnya memberikan penghiburan karena Kerajaan Allah sudah ada ditengah-tengah kita. Selain itu konsep keakanan seharusnya membuat pengharapan kita kepada Tuhan semakin kuat, karena kerajaan Allah sudah datang mengalahkan kerajaan kegelapan dan akan tercapai seluruhnya pada saat kedatangan-Nya yang kedua kali.

Eklesiologi


Gereja memiliki kaitan yang erat dengan Kerajaan Allah. Namun demikian Gereja bukanlah Kerajaan Allah. Gereja merupakan kumpulan orang yang terpanggil dari dunia untuk masuk kedalam Kerajaan Allah. Kerajaan Allah itu yang menciptakan Gereja.

Gereja didirikan atas dasar Firman Tuhan. Murid-murid Tuhan diberikan “kunci-kunci Kerajaan Sorga” (Mat. 16:13-20), yaitu kuasa atau otoritas untuk memberitakan Firman Tuhan, pemberitaan ini nantinya akan menentukan orang-orang yang akan masuk kerajaan atau tidak.[1]

Dalam skripsinya, Daniel Fu menuliskan: [2]

Pada dasarnya Kerajaan Allah adalah pemerintahan Allah atau pemerintahan kerajaan Allah yang dinamis, yakni lingkungan (sphere) di mana pemerintahan Allah dialami. Sedangkan gereja adalah kumpulan orang yang terpanggil untuk mendengar dan menerima Injil. Mereka terpanggil keluar dari dunia untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah. Dengan demikian Gereja adalah umat dalam pemerintahan Allah, umat yang hidup di bawah pemerintahan ini.

Implikasinya, dalam kehidupan jemaat, dan sebagai umat Kerajaan mereka harus melakukan apa yang diperintahkan oleh Tuhan Yesus. Mereka harus tunduk pada perintah Raja dan melaksanakan perintah itu. Gereja harus menjadi pemberita dan pelaku Firman Tuhan. Misalnya: saling mengasihi sesama manusia, termasuk musuh, bahkan mampu berdoa untuk musuh, karena semua manusia berasal dari satu kasih, yaitu kasih Allah yang universal (bdk. Mat. 5:43-45); menjadikan Allah sebagai satu-satunya Hakim, oleh sebab itu umat Kerajaan jangan menghakimi, supaya juga tidak dihakimi (bdk. Mat. 7:1), dan sebagainya. Selain itu, karena Kerajaan Allah sangat menjunjung tinggi kasih, keadilan dan kebenaran, dan itu berlaku bagi semua orang, maka umat Kristen juga harus memiliki ketiga aspek penting ini, serta tidak membeda-bedakan status sosial.

Misiologi


Kerajaan Allah ini seharusnya mengingatkan jemaat untuk terus menjadi alat Kerajaan yang melawan kuasa-kuasa jahat, yaitu dengan memberitakan injil keseluruh dunia. Sejak awal Yesus menyerukan “waktunya telah genap, Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil.” (Mrk. 1:15). Dan pada akhir keberadaan-Nya sebagai manusia, Ia memberikan amanat Agung “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus” (Mat. 28:19). Ini menunjukkan bahwa kehadiran Kerajaan Allah itu memiliki misi utama yaitu pemberitaan Injil. Memang Gereja tidak dapat membangun atau menjadi Kerajaan, tetapi Gereja bersaksi untuk Kerajaan, yaitu bersaksi tentang penebusan Allah dalam Kristus.[3] Oleh karena itu sebagai alat-alat kerajaan Allah, umat Kristen harus memberitakan Injil itu sampai Kerajaan Allah sempurna tercapai dalam kedatangan-Nya yang kedua kali. Tentu ini bukan pekerjaan mudah. Oleh karena itu dalam Matius 28:20 Yesus memberikan janji bahwa “Aku akan menyertai engkau senantiasa sampai akhir zaman.” Ini berarti, gereja harus bersandar penuh pada kekuatan Tuhan, karena Tuhan adalah Raja dari segala raja yang senantiasa menyertai setiap anak-anak-Nya.

Kristologi


Kehadiran Kerajaan Allah adalah berarti penggenapan janji Mesias dari Perjanjian Lama yang telah dijanjikan kepada bangsa Israel (Mik. 5:1). Dalam Injil, Kerajaan Allah dengan jelas dihubungkan dengan Kristus, dan bahkan beberapa bagian dalam Injl mengatakan tentang Kerajaan Allah juga menunjuk kepada Kristus (mis: Mrk. 11:10; Mat. 21:9; Luk. 19:38). Kerajaan Allah itu disamakan dengan Kristus.[4] Implikasinya terhadap doktrin Kristologi: Pertama, Yesus adalah Raja satu-satunya karena Ia adalah pembawa Kerajaan itu. Kedua, karya Yesus di kayu salib merupakan inti dari Kerajaan Allah. Ketiga, kematian dan Kehidupan-Nya memberikan pengharapan kepada manusia. Keempat, kuasa Yesus mengalahkan segala kuasa Iblis. Dan yang kelima, keselamatan hanya di dapat melalui Yesus Kristus.



[1]Daniel Fu, Kerajaan Allah Menurut Injil Sinopsis 177.

[2]Ibid.

[3]Daniel Fu, Kerajaan Allah Menurut Injil Sinopsis 181.

[4]Daniel Fu, Kerajaan Allah Menurut Injil Sinopsis 180.

Kerajaan Allah dalam Injil #2



ASPEK KEKINIAN DAN KEAKANAN


Ada statement yang menelurkan banyak perdebatan dalam Markus 1:15, yang mengatakan “Kerajaan Allah sudah dekat”. Ada tiga macam pandangan yang dikemukakan mengenai ini. Yang pertama, pandangan yang sangat menekankan akan aspek keakanan. Berikutnya sangat menekankan aspek kekinian. Dan yang ketiga melihat adanya korelasi dalam kedua aspek tersebut.

Penekanan Kepada Aspek Kekanan


Dalam tahun 1892, Johannes Weiss, menerbitkan satu buku tipis berjudul “The Preaching of Jesus About the Kingdom of God”[1] di mana ia beragumentasi bawa pandangan Yesus mengenai Kerajaan Allah itu seperti pandangan apokaliptis Yahudi, yaitu secara keseluruhan masa yang akan datang dan eskatologis. Kerajaan itu seluruhnya adalah tindakan Allah yang supranatural, dan bila kerajaan itu datang, Yesus akan menjadi Anak Manusia Surgawi. Albert Schweitzer mengambil gagasan ini dan menafsirkan seluruh pekerjaan Yesus dari sudut pandang pengertian eskatologis Kerajaan itu, yang diharapkan Yesus segera datang. Semenjak dua tokoh ini, sebagian besar pakar telah mengakui bahwa ada unsur apokaliptis termasuk isi ajaran Yesus, bahkan beberapa pakar kontemporer menganggap bahwa Kerajaan Allah itu secara ekslusif bersifat eskatologis.[2] Salah satunya adalah Bultmann, yang menganggap Yesus sebagai seorang nabi apokaliptik yang mengharapkan kedatangan kerajaan itu segera.[3] Aspek ini juga didukung oleh E. F. Scott. Ia berusaha untuk mengegakkan kepastian yang permanen dari Injil Kristen dengan menekankan sisi eskatologi secara Kristen. Martin Werner juga menggunakan konsisten eskatologi sebagai penafsiran sejarah dogma.[4]


Penekanan Kepada Aspek Kekinian


Sedangkan di Inggris berbeda. Tafsiran yang paling berpengaruh adalah “eskatologi yang telah terwujud” dari C. H. Dodd. Bagi dia, Kerajaan Allah yang dilukiskan dalam bahasa apokaliptis adalah kenyataan tatanan transenden di luar jangkauan waktu dan ruang yang telah menerobos ke dalam sejarah misi Yesus.[5] Namun ia menganggap jika kita menekankan Kerajaan Allah dari aspek eskatologis maka itu kuranglah alkitabiah. Harnack juga menganggap bahwa hal-hal yang bersifat wahyu dalam pemberitaan Yesus dianggap tidak penting, sebaliknya yang terpenting dalam Kerajaan adalah etika kasih. Hal ini didukung juga oleh Albert Ritschl (1822-1889). [6] A. B. Bruce mengatakan Kerajaan Allah itu sebagai “highest good of life”. Kerajaan Allah itu sempurna dalam kehidupan manusia yang baik, yang memiliki kasih dari Yesus.[7] Teologi tradisionalpun tidak memegang aspek keakanan dari Kerajaan Allah. Seperti yang sudah dipaparkan sedikit dalam definisi Kerajaan Allah diatas, bagi mereka Kerajaan Allah itu dimanifestasikan melalui gereja dan penyebaran injil; dan yang bersifat masa depan hanyalah kedatangan Yesus yang kedua kali.[8]



Penekanan Kepada Aspek Keakanan Sekaligus Kekinian


Pandangan yang ketiga, yang diikuti oleh sejumlah pakar telah mendekati suatu konsensus, bahwa kerajaan itu berkaitan dengan masa kini dan masa yang akan datang. W. G. Kumel memahami bahwa makna utama Kerajaan itu adalah eskaton, yaitu zaman baru sejalan dengan apokaliptis Yahudi. Yesus memberitakan bahwa era baru itu sudah dekat. Tetapi Kummel berpegang bahwa Kerajaan itu sudah datang, yaitu dalam pribadi Yesus. Kegiatan kerajaan eskatologi yang akan datang itu sudah dimulai dalam misi Yesus. Namun pandangan ini masih kurang jelas karena bagaimana mungkin kerajaan itu bisa bersifat keakanan sekaligus kekinian? Ketidakjelasan ini membuat beberapa pakar menganggap bahwa kerajaan itu sebenarnya bersifat ekatologis, namun kuasanya begitu dekat dan bisa dirasakan. Ada juga yang mengatakan bahwa tanda-tanda kerajaan itu sudah hadir namun bukan kerajaan itu sendiri.[1]

Untuk pernyempurnaannya, seorang yang bernama Jeremias mengusulkan akan konsep “eskatologi dalam proses realisasi”.[2] Ia memahami seluruh pemahaman Yesus sebagai suatu kejadian di mana Kerajaan Allah terlaksana. Dengan pemberitaan Yesus tentang Kerajaan Allah dan mujizat-Nya dalam pengusiran setan, Kerajaan Allah telah masuk ke dalam sejarah. Akan tetapi, Yesus menantikan penggenapan eskatologis yang sudah dekat dari Kerajaan Allah, yang mencakup kebangkitan dan parousia-Nya.[3] Leon Moris juga menyetujui hal ini dengan menyatakan bahwa “The present or the future aspect of the kingdom underlies a great deal of what is written in this Gospel”.[4] Cullmann hampir sama, menurutnya ada ketegangan antara aspek masa kini dan aspek masa datang. Aspek masa datang itu telah dipenuhi namun juga masih diharapkan. Sedangkan Ridderbos tidak mau berbicara tentang dua kerajaan yang terpisah. Ia menekankan adanya sebuah Kerajaan masa depan yang besar, yang telah datang dan yang telah menerobos ke masa kini.

Penulis setuju dengan pemahaman Jeremias. Dalam Alkitab memang ada ayat-ayat yang menekankan unsur kekinian, juga ada yang menekankan unsur keakanan. Di Lukas 17:20-21 dituliskan “Kerajaan Allah ada di antara kamu,” maka berkat-berkat Kerajaan Allah (diantaranya adalah : pengampunan, keselamatan, dan kehidupan kekal) menjadi milik yang dapat dinikmati oleh orang-orang yang percaya, yang dapat dinikmati tidak hanya pada masa yang akan datang, melainkan juga pada masa sekarang ini juga. Selama berabad-abad para nabi telah menubuatkan suatu masa Allah akan menyatakan kekuasaanNya sebagai raja diatas bumi. Dalam Diri dan pelayanan Tuhan Yesus Kristuslah, masa ini telah dinyatakan.[5] Leon Morris menafsir kata “ada di antara kamu” ini memiliki arti “ditengah-tengah kamu”. Baginya, dalam pribadi Yesus, Kerajaan itu telah datang ditengah-tengah mereka. Dialah yang membawa kerajaan itu.[6] Dalam Matius 12:28 juga dituliskan “Tetapi jika Aku mengusir setan dengan kuasa Roh Allah, maka sesungguhnya Kerajaan Allah sudah datang kepadamu”. Markus 9:1 “Kata-Nya lagi kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya di antara orang yang hadir di sini ada yang tidak akan mati sebelum mereka melihat bahwa Kerajaan Allah telah datang dengan kuasa". Ayat-ayat ini menggambarkan aspek kekinian dari Kerajaan Allah.

Perjanjian Baru dengan jelas menyebutkan bahwa kehendak Allah tidak akan sempurna diwujudkan pada masa sekarang. Aspek keakanan ini ditekankan dalam Matius 6:10, dalam sebuah kalimat dalam doa bapa kami “Datanglah kerajaan-Mu....”. Doa Bapa kami ini merupakan doa sering diucapkan disepanjang zaman, karena Yesus yang mengajarkannya. Dalam ungkapan itulah terdengung nuansa keakanan. Kerajaan Allah itu seakan belum terealisasi seutuhnya, sehingga kita harus mengucapkan hal itu terus-menerus. Markus 14:25 “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya Aku tidak akan minum lagi hasil pokok anggur sampai pada hari Aku meminumnya, yaitu yang baru, dalam Kerajaan Allah.” Lukas 13:28 juga mengindikasikan akan konsep keakanan “Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi, apabila kamu akan melihat Abraham dan Ishak dan Yakub dan semua nabi di dalam Kerajaan Allah, tetapi kamu sendiri dicampakkan ke luar”. Dikatakan juga bahwa dalam penghakiman terakhir nanti, orang-orang yang percaya akan makan bersama dalam sebuah pesta dalam Kerajaan Allah (Mat. 8:11,12).

Kerajaan Allah mengalami progresifitas. Progresifitas ini sama dengan ketika kita menjalani kehidupan lahiriah di bumi, dan kita sudah di selamatkan; namun keselamatan yang akan datang akan disempurnakan di Surga. Demikian juga konsep already and not yet dalam proses sanctification.



[1]G. E. Ladd, Teologi Perjanjian Baru 75.

[2]Ibid.

[3]Ibid.

[4]Leon Morris, The Gospel Acording to Mathew (Leicester: Apollos, 1992) 8.

[5]“Kerajaan Allah” http://www.sarapanpagi.org

[6]Leon Morris, Teologi Perjanjian Baru 202.



[1]G. E. Ladd, Teologi Perjanjian Baru 73.

[2]Ibid. 73-74.

[3]Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 2 31.

[4]G. E. Ladd, Crucial Question About The Kingdom of God (Michigan: Eerdmans Publishing, 1952) 32.

[5]G. E. Ladd, Teologi Perjanjian Baru 74.

[6]Daniel Fu, Kerajaan Allah Menurut Injil Sinopsis 29.

[7]G. E. Ladd, Crucial Question About The Kingdom of God 27.

[8]Keneth E. Kirk, “Kingdom of God” dalam New Dictionary of Theology (Leicester: InterVarsity Press, 1978) 369.