Friday, November 26, 2010

Melalui Penderitaan



“Aku terlahir engan keadaan tidak sempurna....Pernah sangat minder.... tapi itu dulu....” Demikianlah sepatah kata dari seorang bapak yang bernama Tonggor Maruliasih Siahaan, atau biasa dipanggil si Boy. Boy mengalami kecacatan sejak ia lahir. Sejak keluar dari kandungan ibunya di sebuah rumah sakit di Jakarta, ia memiliki kedua tangan yang sangat pendek. Tulang yang ada dibalik lengannya adalah tulang rawan (seperti tulang hidung) yang sangat lemah, sehingga tangannya tidak bisa berbuat apa-apa.

Awalnya kondisi itu tidak menjadi masalah baginya. Boy masih bisa bermain bersama orang di kampungnya dan tidak ada seorang temannya yang pernah mengejeknya. Namun ketika memasuki SD, saat orangtuanya memasukinya di SLB tempat khusus untuk anak-anak cacat; di mana semua temannya mengalami kecacatan, ada yang memakai kursi roda, ada yang terkena polio, dsb. Lantas sadarlah dirinya bahwa ia berbeda dengan orang lain.

Semenjak itu si Boy terus merenung-dan merenung, mengapa ia terlahir cacat; Mengapa ia harus makan menggunakan kaki; mengapa tangannya tidak normal seperti yang lainnya; mengapa ia berbeda; dan mengapa orang-orang mulai memandangnya dengan sebelah mata. Hatinya pun menjadi sesak. Ia menjadi gelisah, dan dirinya terus diliputi rasa minder yang sangat. Ia pun menjadi malu kalau bertemu orang lain. Keengganannya membuat ia tidak mau keluar dari rumahnya. Akhirnya keluarlah pertanyaan penting yang diajukan kepada Tuhan “Tuhan....mengapa Engkau menciptakan aku seperti ini?” Orang tuanya berkata “Kau harus bersyukur dengan apa yang telah diberikan Tuhan. Jangan kausesali. Tuhan punya rencana yang barangkali kita tidak mengerti.” Mendengar itu si Boy tidak peduli. Baginya itu hanyalah kata-kata penghiburan belaka. Bukan ungkapan seperti itu yang ia butuhkan.

Sampai suatu saat ketika menjelang kelas 2 SMP, ia membaca perikop yang baru kita baca. Sebuah percakapan tentang dosa siapa mengenai orang yang buta sejak lahirnya, dan Tuhanpun berkata “Bukan ia dan juga bukan orangtuanya, namun karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia.” Ayat ini ternyata sangat menyentak batinnya. Dan semenjak itulah, Tuhan mengubah hidupnya. Ia menjadi sosok yang percaya diri, dan ia terus memuliakan Tuhan melalui kehidupannya. Ia masuk sekolah teologi, dan saat ini ia bekerja sebagai staf di Perhimpunan Gereja Indonesia. Memang penderitaan tidak selalu menetaskan hasil yang negatif. Justru penderitaan acapkali memamerkan kekuatan luar biasa yang ada di luar nalar kita yang menghasilkan sesuatu yang sangat positif. Setidaknya itulah pesan yang ingin Yesus sampaikan kepadanya.

Ketika Yesus dan murid-murid berjalan, mereka berjumpa dengan orang yang buta sejak lahir. Lantas murid-murid itu bertanya “Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?” Sudah menjadi kebiasaan di mana orang menghubungkan penderitaan itu dengan dosa. Bagi orang Yahudi, orang cacat itu adalah akibat dosa. Entah dosanya sendiri ataukah dosa orangtuanya, tidak ada yang tau. Yang pasti penyebabnya adalah dosa. Semua yang namanya penderitaan dipandang sebagai akibat dari dosa. Pandangan ini serupa dengan keadaan Ayub sewaktu menderita, dan ia juga dipersalahkan oleh ketiga temannya, dengan menganggap dosa Ayublah penyebabnya. Penderitaan selalu dikonotasikan negatif. Seakan-akan tidak ada yang baik dari apa yang namanya penderitaan.

Namun Yesus meresponinya berbeda. Di ayat 3 Ia berkata “Bukan....kalian keliru...penderitaan itu bukan karena dia, bukan juga karena dosa orangtuanya...namun karena ada pekerjaan-pekerjaan Allah yang harus dinyatakan di dalam dia.” Di sini Tuhan Yesus membenahi pandangan murid-murid yang keliru. Penderitaan tidak harus dikonotasikan negatif. Kalau kita menyimak perkataan Tuhan: ‘Ada pekerjaan yang HARUS dinyatakan di dalam dia....” seakan-akan hal baik itu harus dinyatakan lewat penderitaan. Ada pekerjaan besar yang bisa dilakukan lewat sebuah penderitaan, dan tanpa penderitaan, pekerjaan itu tidak dapat terlaksana. Ada sesuatu yang baik bahkan mulia dari apa yang namanya penderitaan.

Jadi penderitaan bukan karena doa orang tua kita, bukan pula karena dosa kita di masa lalu. Memang ada juga penderitaan yang diakibatkan karena dosa kita. Tapi tidak melulu penderitaan itu harus dikaitkan dengan dosa yang nista. Di dalam Yesus, sebuah penderitaan dapat melakukan perkara yang besar.

Di Amerika pernah dilakukan survey di mana ratusan orang diminta mengindentifikasi faktor apa yang paling membangun dalam pertumbuhan rohani mereka. Menariknya ternyata jawaban nomor satu sangat banyak melibatkan saat-saat penderitaan dan kesukaran. Acapkali penderitaan dan kesusahan itulah yang mampu mengubah seseorang. Acapkali karena penderitaan itulah hati yang beku dapat mencair. Acapkali karena penderitaanlah hati yang angkuh dapat menjadi lembut dan rendah hati. Penderitaan mampu mengubah seseorang, dan penderitaan dapat membuat seseorang menjadi seperti apa yang Tuhan inginkan. Penderitaan baik bagi kita.

Bukan hanya bagi kita, seseorang yang telah diubahkan melalui penderitaan memiliki kuasa yang luar biasa untuk memberkati orang lain. Sebut saja salah satu penulis syair Hymn yang terkenal Fanny Crosby. Sejak usia 4 tahun ia mengalami kebutaan. Sakit yang keras harus merengut dua jendela hatinya. Awalnya ia sangat menderita. Ia tidak dapat menerima keberadaan dirinya. Tapi pada akhirnya ia berjumpa dengan Tuhan dan ia mengalami perubahan yang luar biasa. Ketika pernah ditanya “Fanny apakah kamu menyesal karena kamu terlahir buta?” Fanny pun menjawab “saya tidak pernah menyesal terlahir sebagai orang buta, karena dari kebutaanku itulah saya dapat melihat Kristus dengan sangat jelas.” Keintiman dengan Tuhan itulah yang kemudian menghantarnya menuliskan (kurang lebih) 8000 lagu hymn yang dapat kita nikmati saat ini. Penderitaan itu ternyata sudah mengubah hidupnya, dan penderitaan itu telah berubah menjadi kuasa yang luar biasa untuk memberkati orang lain.

Saudara, penderitaan apa yang kita hadapi saat ini? Tentunya kita tidak pernah berpikir untuk mencari-cari penderitaan bukan? Tidak ada orang yang mau menderita. Semua orang ingin bahagia. Namun jika suatu saat dalam hidup kita; jika penderitaan datang tanpa diundang; dan penderitaan itu melekat erat dalam diri kita; sukar untuk dilepaskan; marilah kita sabar sejenak. Ingatlah bahwa semua itu bisa berdampak positif, baik bagi diri kita maupun untuk orang lain. Serahkan semua penderitaan dan keluh kesah mu pada Tuhan. Biarkan Tuhan yang meracik penderitaanmu menjadi kekuatan yang luar biasa bagi orang lain. Jadikan penderitaan itu sebagai salah satu seni dalam hidupmu. Berinteraksilah denganya. Apa yang Tuhan ingin kerjakan melalui penderitaan kita. Sekiranya melalui semua ini nama Tuhan dimuliakan melalui kita.

Friday, November 19, 2010

Doa Fransiskus Asisi



Membaca doa dari Fransiskus Asisi hati ini sangat tersentuh, dan ingin rasanya berdoa seperti itu. Tulisan kali ini saya hanya ingin membagikan isi doa tersebut. Kiranya bisa dihayati dan dimaknai dengan segenap hati.

Tuhan
Jadikanlah aku pembawa damai,
Bila terjadi kebencian,
jadikanlah aku pembawa cinta kasih,
Bila terjadi penghinaan,
jadikanlah aku pembawa pengampunan,
Bila terjadi perselisihan,
jadikanlah aku pembawa kerukunan,

Bila terjadi kebimbangan,
jadikanlah aku pembawa kepastian,
Bila terjadi kesesatan,
jadikanlah aku pembawa kebenaran,

Bila terjadi kesedihan,
jadikanlah aku sumber kegembiraan,
Bila terjadi kegelapan,
jadikanlah aku pembawa terang,

Tuhan semoga aku ingin menghibur dari pada dihibur,
memahami dari pada dipahami,
mencintai dari pada dicintai,
sebab
dengan memberi aku menerima,
dengan mengampuni aku diampuni,
dengan mati suci aku bangkit lagi,
untuk hidup selama-lamanya.
Amin.

Wednesday, November 10, 2010

Wai Gunung . . . .



Dahulu engkau sahabatku

Menjadi tempat untuk mengadu keluh

Memberi tentram dan rasa teduh

Rasa kagumpun terhimpun utuh


Namun kini engkau murka

Melupakan persahabatan yang tercipta

Mengeluarkan lahar amarahmu

Menyatakan panas hatimu


Wai gunung

Dahulu engkau adalah tempatku berlindung

Kini bagaikan ular tedung

Melenyapkan beberapa tulang punggung


Adakah hatimu terluka karenaku?

Adakah tingkah lakuku menyakitimu?

Atau mungkin engkau bosan denganku

Hendak mencari sahabat baru


Kini aku menangis pilu di depanmu

Membiarkan engkau melihat airmataku

Sengaja agar dikau terharu

Dan berhenti mengeluarkan panas murkamu


(Puisi untuk bencana Merapi)

Pray For Indonesia

Friday, November 05, 2010

Give Mercy (Imamat 25:35-38)


Angka kemiskinan dan pengangguran di Indonesia semakin hari semakin bertambah. Perkembangan teknologi membuat banyak pabrik dan perindustrian mengurangi tenaga pekerja mereka. Krisis demi krisis yang menyergap negeri kita juga turut andil dalam meningkatkan angka kemiskinan. Krisis yang terjadi menyebabkan minat pembeli menurun. Mau tidak mau banyak perusahaan mengurangi produksi, sehingga beberapa karyawannya harus di PHK dan lowongan kerja banyak yang dikurangi. Semakin banyaklah angka pengangguran dinegeri ini. Belum ditambah para pemimpin negara dan para pengusaha-pengusaha subur yang melakukan tindakan korupsi dan berbuat curang untuk menyedot uang rakyat. Ada juga kejadian di mana hasil panen para petani di beli dengan harga yang sangat murah; tidak sesuai dengan keringat yang mereka peras tiap hari. Maka terjadilah bahwa yang kaya menjadi tambah kaya, dan yang miskin semakin melarat. Ditambah lagi bencana alam yang semakin tidak bersahabat. Bencana itu menghabiskan milyaran harta benda dari orang-orang kecil. Penggangguran semakin banyak, dan angka kemiskinan semakin meningkat. Pengemis dan pengamen semakin marak di sudut lampu merah di kota-kota besar. Anak-anak kecil yang tinggal di jalan dan tidur berselimutkan langit semakin sering terlihat. Orang-orang yang meminta-minta semakin banyak....bukan karena mereka tidak mau memberi, melainkan tidak ada sesuatu yang dapat mereka berikan.

Di tengah kondisi negara seperti ini, apa yang seharusnya orang Kristen perbuat? Apa yang Tuhan inginkan untuk umat-Nya kerjakan? Perikop yang kita baca setidaknya memberitahukan kepada kita. Perikop ini berbicara tentang bagaimana seorang umat pilihan wajib untuk menolong sesamanya yang mengalami kesusahan / miskin. Jika kita memperhatikan keseluruhan kitab ini maka kita bisa menemukan 1 topik utama atau 1 maksud utama yang ingin disampaikan oleh penulis. Dengan jelas tema utama itu berbicara mengenai kekudusan hidup. Kalau boleh diringkaskan maka kitab Imamat ini dapat teringkas dalam sebuah perintah di pasal 11:44-45 “haruslah kamu menguduskan dirimu dan haruslah kamu kudus, sebab Aku ini kudus....” Bisa dikatakan Imamat merupakan sebuah buku panduan mengenai kekudusan, sehingga umat Allah boleh merasakan berkat Allah. Dari pasal 1-7 merupakan aturan-aturan tentang bagaimana mereka memberikan korban bakaran, sajian, pendamaian, dsb, dengan korban yang terbaik untuk kekudusan hidup; Pasal 8-10 berbicara tentang para imam yang harus menjaga kekudusan hidup; pasal 11-15 berbicara mengenai sesuatu yang halal dan yang haram (Seperti kusta, makanan, dsb); dan selanjutnya semua tema berbicara tentang ketetapan-ketetapan kekudusan, seperti kudusnya perkawinan, kekudusan hidup, kudusnya umat Tuhan, kekudusan dalam kebaktian, dsb.

Menariknya sampai perikop yang kita baca, penulis memasukan tentang bagaimana kita harus bersikap kepada orang-orang miskin atau orang yang tidak mampu. Dimana umat Allah harus memberikan kemurahan kepada orang-orang demikian. Dengan kata lain hubungan umat Allah dengan orang miskin itu termasuk dalam panduan kekudusan hidup. Jika kita bermurah hati kepada orang-orang miskin maka kita menjaga kekudusan itu. Tapi jika kita tidak bermurah hati, apalagi kita memanfaatkan dan memperbudak orang-orang miskin itu dengan kejam, maka kita sudah melanggar kekudusan itu.

Yang menjadi dasar untuk umat Allah memberi kemurahan terdapat di ayat 38 “Akulah Tuhan, Allahmu, yang membawa kamu keluar dari tanah Mesir, untuk memberikan kepadamu tanah Kanaan, supaya Aku menjadi Allahmu.” Inilah dasar mengapa umat Israel harus bermurah hati kepada orang-orang demikian. Karena mereka sendiri dulu adalah budak. Mereka dahulu adalah orang-orang miskin dan orang-orang kecil. Namun jika mereka bisa keluar dari perbudakan dan mereka akan memperoleh tanah yang dijanjikan itu itu semua tidak lain karena kemurahan Tuhan. Israel ada itu karena kemurahan Tuhan. Israel bisa diberkati juga karena kemurahan Tuhan. Oleh sebab itu, karena mereka sudah mendapat banyak kemurahan maka merekapun harus saling memberi kemurahan kepada orang-orang yang tidak mampu. Inilah dasar alasan mengapa umat Allah harus memberi kemurahan.

Dalam Perjanjian Baru suara untuk memberi kemurahan pada orang yang tidak mampu ini lebih ditegaskan lagi oleh Tuhan Yesus. Dalam perumpamaan tentang penghakiman terakhir Yesus berkata “Mari hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan. Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus kamu memberi Aku minum; dan ketika Aku seorang asing kamu memberi Aku tumpangan. Ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit kamu melawat Aku; ketika Aku dalam penjara, kamu mengunjungi Aku.” Lantas orang-orang benar itu bertanya “Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar dan kami memberi Engkau makan, atau haus dan kami memberi Engkau minum? Bilamanakah kami melihat Engkau sebagai orang asing, dan kami memberi Engkau tumpangan, atau telanjang dan kami memberi Engkau pakaian? Bilamanakah kami melihat Engkau sakit atau dalam penjara dan kami mengunjungi Engkau?” Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku. Jelaslah bahwa Tuhan mengkehendaki umat-Nya untuk memberikan kemurahan kepada orang-orang kecil.

Sikap ini juga yang Tuhan ingin kita lakukan ditengah maraknya orang-orang miskin di negeri Indonesia. Mereka membutuhkan kemurahan Tuhan. Dan kitalah yang harus menjadi alat penyalur kemurahan tersebut. Salah satu yang menjadi dasar kita memberi kemurahan itu adalah karena Tuhan sudah terlebih dahulu memberikan kemurahan bagi kita. Jika umat Israel diingatkan bahwa mereka sudah dibebaskan dari perbudakan Mesir, maka saat ini kitapun diingatkan bahwa kita sudah dibebaskan dari perbudakan dosa. Bahkan kita dibebaskan dengan kematian-Nya di atas kayu salib. Kemurahan Tuhan terlalu besar bagi kita. Sebab itu kita harus membalas cinta kasih Tuhan tersebut. Bagaimana membalasnya? Salah satunya dengan memberi kemurahan kepada mereka yang membutuhkan. Dengan cara itulah kita dapat belajar untuk membalas cinta kasih Tuhan.

Tuhan pernah berkata bahwa orang-orang miskin selalu ada pada kita. Karena itu akan selalu ada kesempatan bagi kita untuk membagi kemurahan pada mereka. Barusan ini kita dihebohkan dengan bencana-bencana yang berturut-turut menimpa bangsa kita. Baik tsunami maupun meletusnya gunung merapi, semuanya itu menyebabkan banyak rakyat kecil menjadi semakin miskin. Mungkin ini kesempatan bagi kita untuk dapat membagikan kemurahan. Mari kita berpatisipasi dalam menyumbangkan dana dan doa kita. Dan masih banyak lagi yang dapat kita lakukan untuk memberikan kemurahan kepada orang-orang disekitar kita. Marilah kita membagi kemurahan itu, karena Tuhan terlebih dahulu bermurah hati kepada kita. Amin