Monday, December 27, 2010

Menjadi Miskin (2 Kor 8:1-15)



Ada banyak hal yang menyebabkan seseorang jatuh kedalam kemiskinan. Pertama, kemiskinan bisa disebabkan karena kondisi negara yang masuk dalam krisis ekonomi. Ketika Krisis ekonomi melanda, barang-barang menjadi mahal, lapangan pekerjaan berkurang, pendapatan pun makin dikit. Akibatnya beberapa toko dan usaha tutup karenanya.

Ada juga kemiskinan yang disebabkan oleh kecelakaan atau bencana alam. Misalkan tiba-tiba kebakaran yang tak disangka memberangus usaha dan rumah kita. Harta benda yang kita simpan di rumah habis semua. Bahkan surat-surat penting semua lenyap terbakar. Akibatnya kitapun jatuh miskin. Atau mungkin karena bencana alam yang tidak kita sangka akan menimpa kita. Semisal orang Sidoarjo yang kehilangan penghasilan karena lumpur Lapindo. Beberapa orang menjadi stress, kehilangan harta benda, dan kehilangan usahanya. Dan merekapun kini terkatung-katung meminta kemurahan dari orang lain.

Kemiskinan juga dapat disebabkan oleh human eror. Dimana kita salah melakukan perhitungan atau salah menganalisa. Akibat kesalahan kita akhirnya kita menimbun utang dimana-mana, dan usaha kita pun akhirnya harus tutup karenanya. Selain itu bisa juga disebabkan karena kemalasan pribadi tersebut. Ia menjadi miskin bukan karena siapa-siapa. Tapi ia miskin karena ia sendiri tidak punya semangat untuk mengerjakan pekerjaanya. Akibatnya usaha dan karirnya mati termakan arus jaman yang penuh persaingan.

Selain itu kemiskinan juga dapat disebabkan karena orang lain. Misalkan ada orang yang berbuat licik sama kita. Kita ditipu dan diperalat habis-habisan, dan alhasil uang kita habis, malah mungkin kita jadi banyak utang. Atau mungkin kita dirampok dan menjadi korban kriminal. Misalkan peristiwa kerusuhan 98 di Jakarta barusan. Karena orang-orang yang tidak mengenal etika dan belaskasihan, akibatnya banyak orang yang stres karena tokonya dibakar dan semua penghasilannya diambil bgitu saja. Inilah kemiskinan yang disebabkan karena orang lain.

Kira-kira inilah beberapa hal yang dapat menyebabkan seseorang menjadi miskin. Tapi menariknya bukan cuman manusia saja yang bisa menjadi miskin. Alkitab mencatat bahwa Yesuspun pernah menjadi miskin. Namun apa penyebab Ia menjadi miskin? Apakah karena keadaan lingkungan? Apakah karena bencana? Karena human eror? Atau karena orang lain? Saya kira bukan itu alasan Tuhan menjadi miskin. Yesus tidak menjadi miskin karena itu semua. Yang paling tepat ialah Yesus menjadi miskin karena Ia begitu mengasihi manusia. Ayat 9 dengan jelas mengatakan “....bahwa Ia, yang oleh karena kamu telah menjadi miskin....”

Apa maksudnya Ia menjadi miskin? Kitab Filipi pasal 2 menggambarkan kemiskinannya ketika ia mengosongkan diri untuk menjadi manusia. Dimana Yesus yang seharusnya adalah Tuhan yang penuh dengan kemuliaan dan kekayaan serta keagungan itu mau menjadi manusia yang terbatas dan begitu lemah. Bahkan ketika sebagai manusia Ia rela terlahir di sebuah kandang binatang, dan mati di atas kayu Salib yang hina. Dari yang begitu agung mulia, menjadi begitu hina bahkan lebih hina daripada manusia pada umumnya. Inilah yang dimaksudkan bahwa Yesus menjadi miskin.

Mengapa Ia rela menjadi miskin padahal Ia kaya? Kembali dengan jelas ayat 9 mengatakan “....supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya.” Yah....Ia rela menjadi miskin agar kita menjadi kaya. Mungkin gambarannya sama seperti seorang ibu yang mengandung. Nutrisi, protein, zodium, dan banyak nutrisi-nutrisi dalam tubuh ini yang dicurahkan untuk perkembangan anaknya dalam kandungan. Si ibu semakin miskin dan anak semakin kaya. Mungkin itu gambaran kasarnya. Yesus rela menjadi miskin agar kita menjadi kaya. Bukan kaya dalam harta benda, tapi jauh lebih itu, kita menjadi kaya dalam iman dan dalam status kita. Kita yang dahulu adalah orang-orang buangan, kini menjadi anak-anak Raja. Kita yang dahulu adalah para hukuman, sekarang menjadi orang yang bebas. Karena itulah sekarang ini kita sudah menjadi kaya. Kita menjadi kaya bukan karena usaha kemampuan kita. Namun semua itu karena tindakan Yesus yang menjadi miskin untuk kita.

Atas dasar inilah Paulus meminta agar setiap jemaat Tuhan meniru teladan Yesus, yaitu untuk berani bertindak untuk “menjadi miskin.” Tentunya kita tidak bisa melakukan apa yang Tuhan Yesus lakukan. Kita hanya dapat menangkap unsur-unsur atau prinsip-prinsip di dalamnya. “Menjadi miskin” itu membutuhkan penyangkalan diri dan pengorbanan untuk orang lain. Itu prinsipnya. “Menjadi miskin” itu merupakan sebuah tindakan yang tidak mementingkan diri sendiri. Sebaliknya ia mengutamakan orang lain. “Menjadi miskin”.

Dalam aplikasinya Paulus mengajak jemaat di Korintus untuk belajar memberi kemurahan kepada orang lain yang membutuhkan kemurahan. Jemaat di Korintus diminta untuk meneladani Jemaat di Makedonia, yang merupakan jemaat yang miskin, tapi mereka kaya dalam kemurahan. Dalam kekurangan itu mereka malah memberi lebih banyak dari pada kemampuan mereka. Dalam hal itulah jemaat Makedonia sudah “menjadi miskin” untuk memperkaya orang lain. Paulus menyebutnya sebagai pelayanan kasih. Hal itulah yang harus dipelajari oleh Jemaat Kristus. Sebuah pelayanan yang membagi kemurahan, untuk kepentingan orang lain. Menyangkal dan mengorbankan diri, serta memperhatikan orang lain.

Bukan hanya kepada jemaat di Efesus, saya kira undangan ini juga diberikan kepada setiap anak-anak Tuhan saat ini. Yaitu undangan untuk “menjadi miskin” untuk orang lain. Sebentuk pelayanan yang membutuhkan pengorbanan, penyangkalan diri, dan rasa kepedulian yang besar. Pelayanan seperti ini sudah ditunjukkan oleh seorang ibu yang kita kenal sebagai Ibu Theresa. Hatinya yang bekobar-kobar untuk rakyat miskin di India menghantarnya untuk melepaskan semua kekayaannya dan pergi ke tempat yang tidak pernah ia ketahui. Di india dia mengajar anak-anak kecil untuk membaca. Dia merawat orang-orang yang sakit namun tergeletak tanpa ada yang peduli. Dia menemani dan menghibur orang-orang yang lemah. Baginya kemiskinan terburuk adalah ketika seseorang tidak lagi merasa dicintai dan dikasihi. Karena itulah ia membagikan seluruh kasihnya kepada rakyat India. Beliau rela menjadi miskin, agar orang lain menjadi kaya. Namun sebenarnya justru orang-orang yang rela menjadi miskin seperti beliaulah yang kaya di hadapan Tuhan.

Karena itu mari kita mengambil bagian dalam undangan ini. Mari kita mengambil bagian dalam pelayan kasih, dimana kita menyangkal diri untuk menjadi miskin demi kepentingan orang lain. Terlalu banyak hal yang dapat kita lakukan untuk pelayanan ini. Kita bisa membagi sedikit uang kita kepada orang yang kesusahan ekonomi. Kita bisa membagikan perhatian kita kepada mereka yang merasa kesepian. Kita juga bisa berbagi telinga kepada mereka yang ingin didengarkan. Kitapun bisa membagikan pelayanan kita kepada mereka yang membutuhkan pelayanan. Memang semua ini membutuhkan pengorbanan. Karena itulah pelayanan ini disebutkan pelayanan “menjadi miskin”. Namun biarlah dengan melakukan ini semua, justru kita menjadi kaya di dalam Tuhan.

Monday, December 20, 2010

Sukacita Natal (Lukas 2: 8-20) #2



Kata juruselamat ini berasal dari kata soter /savior. Kata ini dapat diartikan sebagai seseorang pembebas yang mampu membebaskan orang lain dari bahaya, kesesakan dan penderitaan. Di PL Yoahaz pernah disebut sebagai juruselamat karena ia membebaskan Israel dari penjajahan bangsa Aram. Seorang dokter juga dapat disebut sebagai juruselamat waktu itu. Seorang penolong dalam kesesakan itulah juruselamat. Tuhan Yesus menjadi juruselamat bukan hanya masalah sakit penyakit, politik dsb. Lebih dari itu semua, Ia menjadi juruselamat dari dosa-dosa kita. Gambarannya seperti orang yang mau tenggelam.

Sewaktu SD saya suka berenang bersama koko saya di kolam renang. Sampai suatu ketika; lagi asyik-asyiknya renang tiba-tiba kaki saya keram, dan kebetulan saya berada di kolam yang dalam yang tidak terjangkau oleh kaki saya. Lantas saya pun mulai tenggelam, dan mulai kelelep. Saya berteriak keras-keras tolong-tolong. Koko saya berusaha untuk menolong. Namun karena dia juga masih kecil, akhirnya dia malah ikut tenggelam dan teriak minta tolong. Waktu itu masi siang, kolam masi sepi pengunjung. Dalam benakku “matilah aku kali ini....matilah...” Ketakutan yang luar biasa menerpa diriku waktu itu. Namun tiba-tiba ada tenaga yang besar yang mendorong badan ini. Ada seorang guru renang berbadan besar yang melihat kami tenggelam langsung nyebur dan menolong kami. Akhirnya kami selamat. Guru renang itu sudah menjadi juruselamat bagi saya. Itulah yang Yesus lakukan. Menyelamatkan setiap kita yang sudah seharusnya binasa karena tenggelam dalam lautan dosa. Kita yang menderita karena dosa, dan seharusnya menanggung bahaya maut, dosa itulah yang dibebaskan-Nya.

Kabar baiknya lagi bagi kita ialah: Yesus lahir agar semua orang dapat menghampiri dia. Siapapun juga kita, dengan status apapun, kita dapat menghampiri Dia. Pernahkah saudara berpikir, bagaimana respon gembala ketika mendengar malaikat itu berkata “inilah tandanya bagimu, bahwa kamu akan menjumpai seorang bayi yang terbungkus dengan lampin dan terbaring di dalam palungan.” Kalau saya mungkin akan berespon “Yang benar malaikat, masak raja lahir hanya dibungkus lampin. Masak seorang juruselamat lahir di kandang hewan. Ga salah.” Bukankah demikian? Ga wajar jika seorang juruselamat yang melebih kaisar itu lahir di sebuah kandang. Yang wajar adalah jika Juruselamat itu lahir di istana. Makanya tidak heran para orang majus itu ketika hendak menemukan raja yang baru lahir tersebut, ia pertama mencarinya di istana Herodes. Karena itulah tempat lahir raja. Tapi ini di palungan dengan hanya terbungkus lampin. Ini pasti keliru.

Namun coba bayangkan. Seandainya Yesus lahir di istana, kira-kira apakah gembala itu dapat menghampiri dia? Tidak. Orang miskin, orang kelas dua, tidak boleh menghampiri raja yang baru lahir itu. Saya kira inilah alasannya mengapa Tuhan memilih palungan sebagai tempat lahirnya. Yaitu agar semua orang, baik orang berada maupun orang yang tidak terpadang, orang besar / kecil, siapapun juga, mereka dapat masuk menghampiri Tuhan, bersekutu denganNya, dan bersukacita bersama menyambut kelahiran-Nya. Ini merupakan contoh pemimpin yang baik. Pemimpin yang baik harus dapat menerima orang besar ataupun orang kecil.

Inilah semua kabar baik itu: Dimana seorang Raja akan lahir menjadi juruselamat untuk semua orang, agar semua orang dapat menghampiri Dia....Karena itu malaikat berkata ‘jangan takut....’ ‘inilah Kesukaan Besar’; Karena itu jugalah para gembala itu bersukacita. Padahal status mereka masih masyarakat kelas dua. Padahal mereka tetaplah seorang gembala yang miskin, yang dipandang sebelah mata. Namun perbedaannya ialah: kini mereka bersukacita karena sudah mendengar kabar baik itu. Bahkan mereka sudah berjumpa sendiri dengan Yesus. Karena itulah mereka bersukacita. Sudah semestinya respon yang kita berikan sebagai anak-anak Tuhan juga demikian. Bersukacita bukan setelah kita menjadi kaya, setelah status kita diperbaiki, dsb. Bukan! Namun kita bersukacita karena kabar baik itu, yaitu Yesus, sang juruselamat itu, mau lahir untuk kita, agar kita dapat menghampiri Yesus raja segala raja itu. Inilah makna Natal bagi kita.

Biss, seandainya kita tahu betapa pentingnya kedatangan Yesus juruselamat itu, maka kita akan tahu seberapa jauh kita harus bersukacita. Keadaan kita sebenarnya seperti para penambang di Chile. Bulan Agustus yang lalu, ketika mereka sedang menambang di sebuah gua, tiba-tiba gua itu runtuh dan menimbun mereka di kedalaman hampir 1 km di bawah tanah. Awalnya orang-orang mengira para penambang itu sudah mati. Namun ternyata mereka berhasil menemukan suara sayup-sayup dari sebuah lobang kecil yang menunjukkan bahwa mereka masih hidup. Dari lobang itulah orang-orang memberi mereka makan dan memberi obat serta mengambil gambar ini. Penambang itu hidup dalam kekhawatiran. Bisa saja suatu saat gua itu menekan mereka. Bisa saja lubang sumber pengharapan mereka tertutup dan makanan dan obat ga bisa dikirim lagi. Dan banyak hal yang bisa terjadi. Hampir selama 2 bulan mereka di terkubur hidup-hidup. Istri-istri yang di atas berdoa dan menangis agar suami mereka dibebaskan. Harapan mereka Cuma satu “Pemerintah segera turun tangan menolong dan membebaskan mereka.” Bulan 11 yang lalu mereka berhasil di keluarkan. Semua orang yang menyaksikan bertepuk tangan. Semua orang bersukacita, karena para penambang yang dulunya hidup dalam kegelapan kini bisa dilepaskan. Namun tentunya yang paling bersukacita adlaah para penambang itu. Ketika satu persatu dikeluarkan dari lubang mereka menangis memeluk istri dan anak mereka. Perasaan sukacita yang begitu besar ada pada mereka.

Seharusnya sukacita itulah yang harus kita miliki ketika Yesus datang ke dunia. Karena Dia datang untuk menolong setiap kita yang terjebak dalam kegelapan dosa. Sudah semestinya setiap kita yang telah dibebaskan merasakan sukacita itu.

Pertanyaannya saat ini adalah: adakah kita bersukacita setiap kali mengenang kelahiran-Nya? Adakah kita bersukacita karena kabar baik tersebut? Atau jangan-jangan di momen natal ini kita malah kehilangan sukacita itu. Kesibukan natal; tugas-tugas yang harus diselesaikan di akhir tahun; keterlibatan dalam berbagai pelayanan di acara natal, baik di komisi maupun natal umum; semua ini ternyata malah menekan kita. Kita jadi semakin stress. Tensi semakin tinggi. Dan yang terjadi malah gontok-gontokan; bombe-bombean; dan saling menghakimi. Natal menjadi acara yang diwarnai emosi. Makna natal itu hilang. Jika demikian, sia-sialah kita merayakan natal itu. Bila biss ada dalam keadaan itu hari ini, mari kita diam sejenak. Jangan lewatkan makna natal di tahun ini begitu saja. Jangan sampai kabar baik itu terlewat tanpa arti di tahun ini. Mari kita bersukacita merayakan natal....ya....sesibuk apapun kita.

Atau...seringkali sukacita kita keliru. Pada waktu natal kita bersukacita karena waktu itu saatnya berlibur. Kita bersukacita karena kita mendapatkan hadiah. Kita bisa berkumpul bersama sanak Family. Atau karena toko-toko memberikan big sale khusus di bulan natal. Toko kitapun jadi rame. Itu semua bukanlah makna natal yang sesungguhnya. Itu hanya kesukaan kecil yang sementara. Bukan kesukaan besar. Para penambang Chile tadi tidak bersukacita karena makanan dan obat-obatan yang mereka terima. Itu hanya sukacita kecil. Yang mereka mau adalah kebebasan. Hayatilah makna natal yang sesungguhnya. Di mana Yesus datang sebagai juruselamat untuk menebus dosa kita. Ketika kita bisa sungguh menghayati semua itu, saat itulah kita akan menikmati kesukaan yang besar.

Atau mungkin kita berkata ‘bagaimana saya dapat bersukacita? Hidup saya penuh dengan masalah. Keadaan ekonomi menjerat, utang-piutang memusingkan, sakit penyakit menghantui, keluarga tidak ada yang peduli dan saya merasa kesepian. Hidup ini banyak masalah dan banyak persoalan. Bagaimana saya dapat bersukacita di waktu Natal ini?’ Kepada saudara yang mengalami itu semua Tuhan ingin berkata ‘Jangan Takut....Aku ada beserta dengan saudara....Aku sudah datang...untuk menolong dan menghibur kalian semua....untuk membebaskan kalian dari kekhawatiran hidup....dan memberikan damai sejahtera.” Biarlah berita natal pada hari ini boleh mengantar kita pada sukacita yang sejati. Sukacita yang besar karena juruselamat itu telah lahir untuk kita. Masih ada waktu sebelum kita mengikuti rangkaian acara Natal sepanjang bulan ini. Mari kita intropeksi diri kita. Sudah siapkah kita kembali menghayati Natal itu? Adakah sukacita karena kelahiran-Nya?

Sukacita Natal (Lukas 2: 8-20) #1



Dunia kita semakin hari bergerak menjadi dunia yang penuh kekhawatiran. Perekonomian semakin terpuruk. Harga barang semakin hari semakin mahal. Mau buka usaha apapun susah, modal besar, pendapatan sedikit. Krisis ekonomi semakin merajalela. Persainganpun semakin hari semakin ketat dan bejat. Segala cara dilakukan untuk menjatuhkan saingannya. Semua ini membuat kita khawatir. Kita jadi bekerja lebih keras untuk mendapatkan penghasilan yang lebih. Fokus pikiran kita acapkali tertuju pada usaha dan bisnis yang kita jalankan. Bahkan mungkin ada di antara kita yang tidak bisa tidur karena cemas dengan kondisi keuangan kita. Tidak jarang suami istri menjadi bertengkar hebat karena masalah ekonomi / keuangan. Ya...perekonomian membuat kita khawatir.

Bagaimana dengan perkembangan teknologi? Seharusnya teknologi diciptakan untuk membantu meringankan pekerjaan manusia. Seharusnya teknologi diciptakan untuk menghibur dan menjamu manusia yang membutuhkan hiburan. Namun apa yang terjadi? Dengan teknologi manusia semakin egois. Kasih semakin dingin. Dan manusia jadi semakin individualis. Akhirnya banyak orang yang semakin stress. Mereka kehilangan kasih sayang dan merasakan kesepian yang sangat. Justru negara seperti Amerika dan Jepang yang kaya akan hiburan teknologi, malah disana memiliki angka bunuh diri yang sangat besar. Sebaliknya penelitian menemukan di negara yang jauh dari industri hiburan lebih jarang mendapatkan tekanan hidup. Disamping itu teknologi yang disalahgunakan malah menyebabkan kerusakan moral manusia. 50% lebih anak-anak muda dan remaja pernah mengakses gambar-gambar porno di internet. Dulu sebelum ada internet, anak remaja susah mencari gambar-gambar demikian. Dengan internet, gambar-gambar dan video itu bisa diakses sewaktu-waktu dan tanpa ketahuan siapapun juga. Akibatnya moral manusia semakin bobrok. Mungkin anak kita salah satu korban tekonologi tersebut. Ya...teknologipun juga membawa kepada kekhawatiran.

Belum lagi bencana, kecelakaan, dan sakit penyakit yang bisa datang sewaktu-waktu. Rakyat Mentawai tidak pernah tahu bahwa tsunami akan menimpa mereka. Masyarakat di Wasior juga tidak menyangka akan terjadi banjir bandang di daerahnya. Kecelakaanpun bisa datang tanpa pemberitahuan. Seorang ibu bisa kehilangan 5 anggota keluarganya sekaligus karena kecelakaan pesawat terbang. Siapa yang menyangka? Tidak...Ia tidak pernah menyangka. Ditambah sakit penyakit yang tidak mengenal belas kasihan. Kanker bisa menyerang siapa saja tanpa memandang usia. Seorang anak yang berusia 12 tahun bisa mengalami stroke. Ketika pengobatan semakin berkembang, penyakitpun ikut berkembang. Lantas bagaimana kita tau bahwa kita akan lepas dari ini semua? Tidak...Kita tidak tau. Semua ini dapat begitu mengkhawatirkan kita.

Inilah keadaan dunia kita. Tidak salah saya mengatakan bahwa dunia yang kita tinggali ini semakin hari semakin mengkhawatirkan. Dunia yang kita tinggali bukanlah dunia yang ramah, yang selalu tersenyum manis kepada kita. Dunia kita juga bukanlah dunia yang menawarkan kedamaian. Sebaliknya dunia yang kita tinggali adalah dunia yang ingin merampas air mata dan sukacita dalam diri kita. Dunia akan selalu menawarkan kekhawatiran demi kekhawatiran. Mungkin kita adalah salah satu orang yang bergaul erat dengan apa yang namanya kekhawatiran tersebut. Masalah ekonomi menjerat. Keluarga berantakan. Sakit penyakit menimpa. Atau Kita merasa sendirian. Semua ini mau tidak mau membuat kita begitu takut dan khawatir. Memang semenjak manusia jatuh dalam dosa, kita akan berhadapan dengan apa yang namanya kekhawatiran.

****

Gembala-gembala dalam perikop yang kita bacapun tidak lepas dari kekhawatiran dan ketakutan. Jangan bayangkan gembala waktu itu seperti gembala-gembala dalam iklan rokok yang memakai topi koboi, jeans, pakaian klimis, dan menunggang kuda gagah dengan tali lasonya sambil berteriak ‘Yihaa!’. Gembala palestina waktu itu tidak segagah itu. Mereka adalah masyarakat kelas dua yang dipandang sebelah mata. Seorang gembala itu biasanya tinggal di luar benteng kota berdekatan dengan penyandang kusta dan orang-orang buangan lainnya. Mereka tidak diijinkan kebait Allah dan mereka tidak punya hak untuk memberi kesaksian di pengadilan. Mereka adalah sekelompok orang yang menderita. Setiap siang harus bekerja dibawah terik matahari, dan tiap malam acapkali mereka harus berbaring dengan beratapkan langit malam. Bahaya serigala, ular, sakit-penyakit dapat datang sewaktu-waktu. Mereka adalah sekelompok orang yang hampir-hampir tidak memiliki hak. Pemerintah bisa sewaktu-waktu mengambil ternak mereka dengan harga murah. Seseorang kaya bisa menjerat mereka untuk mendapatkan ternak miliknya. Karena itu wajar saja jika para gembala ini hidup dalam kekhawatiran dan ketakutan.

Sampai suatu malam yang bersejarah, ketika mereka sedang menggembalakan ternak di malam hari; datanglah malaikat menghampiri. Mereka menjadi ketakutan setengah mati. Tapi tentu saja kehadiran Malaikat itu bukan untuk menakuti. Malaikat itu hadir justru ingin memberi pesan kepada mereka “Jangan Takut!” “Jangan Takut” ini merupakan sebuah perintah. Bukan hanya untuk tidak takut kepada malaikat yang mereka lihat didepan mata, namun juga merupakan sebuah perintah kepada para gembala tersebut untuk tidak takut dan khawatir kepada apapun juga. Baik kepada pemerintah Roma, ataupun jangan takut terhadap masa depan hidup mereka.

Saya kira perintah ini juga ditujukan kepada semua umat Tuhan di jaman apapun dan di manapun ia berada, termasuk kepada kita. Karena itulah pesan ini dituliskan dalam Alkitab. Berkali-kali Tuhan ingin memberikan pesan kepada kita untuk ‘Jangan Takut’. Walau kesusahan ekonomi melanda saudara; perkembangan zaman mengkhawatirkan; sakit-penyakit dan bencana meneror kita; janganlah kita takut. Itulah perintah tuhan. Tapi mengapa? Mengapa gembala itu tidak boleh takut? Mengapa kita tidak boleh takut?

Jawabannya ada di ayat 10, 11 (baca bersama): yaitu karena ada kabar baik untuk kita semua. Dalam Alkitab terjemahan Indonesia hanya dituliskan bahwa malaikat hendak memberitakan kesukaan besar. Namun sesungguhnya dalam bahasa aslinya ada kalimat yang tidak tertulis disini yaitu bahwa malaikat itu memberitakan kabar baik. Kabar baik (euangelion) atau biasa kita mengerti sebagai kata injil. Apa itu Euangelion? Apa itu kabar baik? Kata ini (euangelion) biasa dipakai ketika ada seorang Kaisar yang lahir. Kelahiran seorang Kaisar dipadang sebagai kabar baik – injil. Ketika Kaisar Aleksander yang terkenal itu lahir kedunia, semua orang bersorak sorai euangelion, ini kabar baik. Akan tetapi kabar baik yang hendak diberitakan oleh Malaikat itu jauh lebih daripada kelahiran seorang kaisar. Karena yang lahir ini jauh lebih dari seorang Kaisar. Ia adalah raja di atas segala raja. Ia adalah Yesus penguasa dunia. Dan raja segala raja itu mau turun ke dunia yang hina untuk menghampiri kita. Sungguh inilah yang dinamakan kabar baik.

Disebuah desa di daerah China awal bulan 2 yang lalu mendapatkan kabar bahwa presiden Hu Jintau, orang nomor satu di China itu akan mengunjungi desa mereka. Presiden Hu selalu mengunjungi kerumah-rumah rakyat kecil pada waktu imlek tiap tahunnya. Ia pergi tanpa pengawalan yang ketat agar dapat semakin erat dengan rakyatnya. Ia suka membumi bersama masyarakat yang dicintainya untuk menghayati kehidupan rakyatnya. Tanggal 14 Februari kemarin terjadilah di mana ia menghampiri sebuah rumah sederhana di sebuah desa, lalu ia membuat adonan kue bersama, bahkan mengikuti acara tarian adat yang ada di desa tersebut. Tentu saja perasaan bahagia tak dapat disembunyikan oleh masyarakat di desa itu. Senyum yang mengembang terus tampak dilayar televisi seakan tidak ada hari sebahagia hari itu. Inilah kabar baik bagi mereka.

Demikian pula kelahiran Kristus itupun merupakan kabar baik bagi kita. Raja segala raja / pemimpin nomor 1 itu mau menghampiri ‘desa’ kita yang hina ini. Bahkan lebih lagi, ia datang bukan cuma untuk bersenang-senang dan jumpa fans. Ia datang dengan tujuan yang jelas: yaitu untuk menjadi juruselamat bagi kita semua.

Friday, December 10, 2010

Berkat 'Kecil' di Hari Senin



Kurang puas rasanya jika tidak membagikan berkat kecil yang terjadi dalam hidup ini. Senin malam yang lalu; sebelum berangkat latihan untuk drama Natal, saya memutuskan untuk makan di sup sodara langganan saya di Jl Irian. Sup dengan daging, tanpa isi dalam, ditambah nasi dan krupuk belinjo, itu kegemaranku. Sembari menikmati kehangatan sup tersebut mendadak kota Makassar diguyur hujan deras. Sudah biasa di kota ini kalau kita tidak bisa memprediksi cuaca yang akan terjadi.

Pukul 19.10 saya selesai menyantap semua itu dan hendak membayarnya. Namun alangkah ‘naas’ nya malam itu. Saya kelupaan untuk membawa dompet. Dengan kebingungan saya merogoh seluruh saku dan mencari di tas tenteng yang saya bawa, tetapi tidak ada serupiahpun yang saya miliki. Untungya penjual tersebut cukup peka. Sebelum saya mengatakan sepatah kata, ia berujar terlebih dahulu “Gak apa-apa kok. Besok juga tidak apa-apa. Sudah biasa pelanggan kalo kelupaan.” Itu anugerah yang pertama: kemurahan sang penjual.

Saya duduk terus di depot itu sambil menunggu hujan reda. Sebab motor saya terparkir tanpa atap. Waktu pun terus berlalu. Waktu sudah mendekati pukul 19.30. “Saya harus latihan, ga boleh telat. Udah deh nekat dikit” benakku sambil melipat celana panjang. Sewaktu saya melipat celana, seorang anak remaja yang saya bimbing beserta keluarganya masuk ke depot itu juga untuk menyantap makan malam di sana. Sayapun menyapa mereka dan sedikit berbincang-bincang. Namun karena waktu sudah tidak memadai akhirnya saya berpamitan: “Mari, saya duluan, mau latihan di gereja.” Tidak lupa saya berbisik kecil pada penjual sup itu “pak....Besok ya.” Bapak penjual itupun mengangguk kecil.

Akhirnya saya berlari ke motor saya dengan sedikit basah-basahan. Sesampainya di motor, tiba-tiba anak remaja saya keluar dan berkata “ko Hendra, supnya sudah di bayar sama papa. Koko ga usah bayar.” “Hah, kok tau kalo aku belum bayar?” benakku. Ternyata mereka menangkap maksud saya ketika berkata kepada penjual tersebut “Pak....besok ya.” Saya segera turun dari motor dan berkata “Tidak usah asuk /ai, ga usah repot-repot.” Mereka pun berkata “ga apa-apa kok. Anggap aja berkat Tuhan melalui kami.” Saya pun berterima kasih atas kemurahan mereka. Jauh di dalam hati, saya berterimakasih untuk kepekaan yang mereka miliki. Ini anugerah kedua.

Sepanjang jalan menuju gereja saya berpikir sederhana ‘wah...hal kecil seperti ini juga Tuhan perhatikan....Bagaimana dengan persoalan yang besar? Pasti Dia lebih peduli lagi.” Semenjak itu saya semakin yakin bahwa Tuhan akan memelihara kehidupan ini sampai pada akhirnya.

Sunday, December 05, 2010

MENCINTAI CINTA


Ah....

Aku mencintai cinta

Entah dari mana Ia tercipta

Membuat ujar tak berkata

Hanya terbubuh segores tinta


Sungguh....

Aku mencintai cinta

Tanpanya aku derita

Bersamanya aku jadi buta

Dengannya aku berpesta


Namun....

Cinta itu perlahan sirna

Menjadi begitu hina

Mata tidak lagi terpana

Hati tidak lagi mengena


Kini....

Hatipun merana

Menangisi sebuah cinta

Yang sebenarnya masih kupinta

Namun entah dimana


Karena itulah aku berdoa.....

“Tuhanku....

Guyur aku dengan cinta-Mu

dan biarkan cinta itu merembes kedalam pori-pori tubuhku

Sampai hati ini tidak menjadi beku”


Amin