Friday, August 19, 2016

IMAN YANG BERPROSES





Keluaran 13:17-18
“17. Setelah Firaun membiarkan bangsa itu pergi, Allah tidak menuntun mereka melalui jalan ke negeri orang Filistin, walaupun jalan ini yang paling dekat; sebab firman Allah: "Jangan-jangan bangsa itu menyesal, apabila mereka menghadapi peperangan, sehingga mereka kembali ke Mesir."  18 .Tetapi Allah menuntun bangsa itu berputar melalui jalan di padang gurun menuju ke Laut Teberau. Dengan siap sedia berperang berjalanlah orang Israel dari tanah Mesir.”

  Zaman sekarang adalah zaman dimana orang mengejar sesuatu yang serba instant.  Instant itu berbicara tentang sesuatu yang serba cepat, cepat jadi, cepat selesai, cepat beres.  Dan harus diakui, banyak orang yang suka dilayani secara instant, termasuk kita.   Sesuatu pelayanan yang lama akan membuat nilai yang negatif dalam pandangan kita.  Misalkan, Kalau kita pergi kerumah makan. Pada umumnya tidak ada yang suka kalau rumah makannya pelayannnya sangat lama. Makanan seenak apapun tapi kalau masaknnya lama, kita jadi malas.  Seandainya kita pergi rumah makan ChouMien, enak sekali, harum sekali, tidak pernah ada masakah choumien seharum ini dan sepas ini dilidah.  Tapi kalau mau pesan itu, antrinya harus 1 jam, terus nunggu pesanan harus 1 jam, ah… mending jangan deh.   Terlalu lama.  Bukankah demikian?  Itu menunjukkan kita suka yang instan. Itu  sebabnya  dikatakan bahwa salah satu kekuatan sebuah rumah makan ialah, kecepatannya.  Semakin cepat makanan itu keluar, semakin positif nilai sebuah restoran.   Itu sebabnya makanan fastfood selalu rame.  Karena manusia suka yang instant.   Contoh lagi:  Kalau dulu nonton bioskop kita harus pergi beli tiket di bioskop.  Kalau film yang bagus, pasti kita ngantri disana.  Tapi kemudian diciptakanlah pelayanan M-tix, dimana kita bisa booking lewat internet.  Dan banyak orang mendaftar di Mtix karena instant, tidak perlu kebioskop, cukup dari rumah sudah bisa menonton film yang kita suka.  Itulah kita, kita suka sesuatu yang instant.  Dalam mengurus hal-hal apapun kita menyukai sesuatu yang instant.  Ngurus ktp kalau bisa intant.  Mngurus pasport kalau bisa instant.  Semakin cepat sebuah pelayanan, maka semakin baik kualitas sebuah pelayanan.  Itulah penilaian dunia kita, bahwa sesuatu yang instant itu meningkatkan sebuah keualitas.

Cilakanya  tanpa sadar, kitapun seringkali juga memperlakukan hal yang sama dengan iman kita.    Kita ingin memiliki iman yang besar, yang kata Firman Tuhan bahwa iman kecil seperti biji sesawi saja bisa memindahkan gunung,  (apalagi iman yang besar), tapi kita ingin memiliki iman yang demikian secara instant.  Kalau bisa iman itu didapat dengan mudah.  Cukup didoakan.  Cukup diberkati pendeta.  Cukup ke gereja tiap hari, dsb.  

Sayangnya  konsep itu berbeda dengan apa yang Firman Tuhan ajarkan.   Kalau kita mempelajari baik-baik Firman Tuhan, maka kita akan menemukan bahwa acapkali Tuhan lebih suka kita berproses dalam membangun iman kita.   Berproses itu bukan proses yang isntant, tapi proses yang acapkali tidak mudah, proses yang sukar, proses yang berat jalannya.  Iman yang Tuhan bentuk itu acapkali lewat proses yang penuh liku. Entah lewat kehilangan seseorang yang ktia kasihi, lewat penderitaan, lewat sakit penyakit, lewat kesusahan, bahkan lewat duri dalam daging dsb.

Proses itu terlihat juga dalam bagian yang baru kita baca.   Bagian ini mengisahkan tentang bagaimana umat Israel yang baru dibebaskan Tuhan dari perbudakan Mesir. Setelah perdebatan panjang antara Musa dan Firaun, dan bagaimana Firaun bersikeras menahan umat Israel.  Dan kemudian Tuhan memberikan tulah-tulah kepada orang Mesir.  Yang mau tidak mau melembutkan hati Firaun.  Akhirnya bangsa Israel dibebaskan.  Setelah dibebaskan, Tuhan segera memberikan ketetapan-ketetapannya. 
Kemudian masuk bagian perikop ini, disini diberi judul Allah Menuntun umatnya.   Inilah saatnya Allah menuntun umatnya untuk memasuki tanah perjanjian seperti yang dijanjikan kepada Abraham beberapa tahun lalu.  Tapi menariknya cara Allah menuntun umatnya unik.  Di ayat 17 dikatakan : “Setelah Firaun membiarkan bangsa itu pergi, Allah tidak menuntun mereka melalui jalan ke negeri orang Filistin, walaupun jalan ini yang paling dekat;…”  Ya, Allah tidak menuntun umat Israel lewat jalan Filistin.  Kalau kita melihat peta, dari mesir sampai ke tanah kanaan (negeri orang Filistin) itu mestinya kalau ditempuh dengan jalan kaki mungkin sekitar 3 tahun lamanya.  Tidak terlalu lama.  Tapi kalau kita pelajari dan kalau kita baca di ayat 18, Tuhan menuntun umat israel melalui laut Teberau dan mutar keliling dari bawah sampai ke tanah kanaan.  Sehingga perjalanan yang mestinya Cuma 3 tahun menjadi 40 tahun lamanya.  Mengapa Tuhan menuntun lewat jalan yang susah?  Bukankah kalau menuntun lewat negeri Filistin orang Israel bisa instant sampe ke tanah Kanaan?  Tapi kenapa Tuhan menuntun lewat jalan yang memutar?  Dan jalan memutarnya itu bukan jalan yang gampang.  Tapi padang gurun yang gersang, yang tidak memiliki banyak persediaan makanan.  Yang berat jalannya.

Disini saya menemukan sebuah kebenaran bahwa Tuhan lebih suka memproses iman kita tidak dengan cara yang isntant.  Tapi Iman itu diproses dengan cara yang panjang, yang tidak mudah, yang berliku, yang penuh dengan cobaan dan  tidak sedikit air mata yang kita  butuhkan dalam proses iman itu.   Sesuatu yang instan memang menyenangkan.  Tetapi iman yang instant tidak mendidik kita apa-apa.  Iman yang inntant juga akan pergi seinstant kedatangannya.

Itu sebabnya kalau kita melihat di Alkitab, semua tokoh iman yang ada rata-rata adalah orang yang imannya diproses dengan cara yang tidak mudah dan tidak instant.  Abraham, untuk menguji imannya, ia harus belajar untuk taat ketika Tuhan memintanya untuk menyerahkan anaknya.  Ia, kadang-kadang Iman kita diproses ketika kita harus merelakan sesuatu yang berharga pergi dari hidup kita.  Iman kita kadang diproses dalam penantian yang tidak kunjung tiba.  Penantian itu yang membuat kita semakin dekat dengan Tuhan.  Ayub, demi pemrosesan imannya, ia harus kehilangan segalanya.  Istri, anak, harta bahkan kesehatannya.  Dari kisah Ayub kita melihat bagaimana iman itu dibentuk lewat kehilangan demi kehilangan.  Iman Ayub mungkin terasah dikit ketika ia mendapatkan segalanya.  Tapi imannya sangat terasah justru ketika ia kehilangan segalanya.  Yusuf, demi proses imannya sampai ia dapat berkata bahwa Tuhan yang mereka-rekakan untuk kebaikan, Yusuf harus melewati banyak masa-masa suram dalam hidupnya, dijual oleh saudaranya, difitnah, dipenjara, dsb.   Adakalanya iman kita dibentuk lewat lika-liku, turun kelamnya kehidupan kita.  Petrus, sebelum ia menjadi seorang yang sangat beriman, ia harus mengalami kegagalan demi kegagalan yang harus membuatnya hancur.  Kegagalan kadang perlu terjadi agar kita lebih bergantung kepada Tuhan dan mengandalkan dia.  Pada saat itu iman kita akan terasah.  Inilah tokoh-tokoh beriman.  Mereka adalah orang-orang yang diproses Tuhan bukan dengan cara yang gampang, mudah dan instant.  Tapi mereka memiliki iman yang matang karena mereka menjalankan proses.
Ketika berpikir, apa yang membedakan hamba Tuhan dengan jemaat?   Disatu sisi memang hamba Tuhan memang karena kami belajar Alkitab lebih banyak dari jemaat.   Tetapi apakah hamba Tuhan lebih rohani daripada jemaat?  Belum tentu.  Bisa iya bisa tidak.  Tapi saya menemukan bahwa acapkali orang-orang yang menyerahkan dirinya menjadi hamba Tuhan adalah orang-orang yang pernah mengalami pergumulan yagn berat dalam hidupnya, yang melalui proses kegagalan, kehilangan, dsb.  Dan kemudian iman mereka terbentuk dari masalah itu dan akhirnya mereka menyerahkan diri sebagai hamba Tuhan.  Tapi apakah semua mengalami proses demikian?  Saya rasa tidak.  Tapi orang yang mengalami proses yang berat itulah yang kemudian membentuk iman mereka yang kuat dan iman itulah yang membuat mereka bertekad menyerahkan hidup.
Ketika beberapa waktu lalu pemuda mengundang Jefri Adam, dia seorang anak Tuhan, yang sejak awal lahir sehat-sehat.  Namun menginjak usia 13 tahun ia mengalami kecelakaan, dan kepalanya terbentur.  3 hari kemudian matanya menjadi buta, dan ia menjadi tidak bisa melihat.  Awalnya ia bermimpi untuk menjadi seorang arsitek, karena banyak yang memuji hasil gambarnya.  Tapi semua cita-cita itu pupus dan sirna, dan ia kehilangan harapan.  3 tahun lamanya ia terus mengurung diri dikamar.  IA terus menangis.  Dan ia terus berpikir untuk mau mati saja.  Ia berpikir masa depannya hanyalah akan menjadi seorang pengemis yang meminta-minta di perempatan lampu merah.  3 tahun ia kecewa dan terpuruk.  Namun sampai ia mengalami jamahan Tuhan.  Dalam sebuah khotbah di televisi ia mendengar kisah tentang Yesus dan orang buta.  Ketika murid-murid Yesus bertanya:  Siapa yang berdosa, ia atau orang tuanya sehingga orang itu buta?   Yesus menjawab:  Bukan dia, bukan juga orangtuanya, namun supayan pekerjaan Tuhan dinyatakan lewat dia.  Mendengar Firman itu lantas Roh Kudus berkerja dalam hidupnya.  Menguasai hatinya.  IA menyadari bahwa kebutaan itu adalah alat Tuhan untuk memakai dia.    Ia kemudian bangkit, bersandar penuh kepada Tuhan.  Dan kini dia menjadi orang yang sangat memberkati banyak orang.  IA buta, namun ia bisa melihat.  IA bisa bermain musik, ia bisa mengoperasikan handphone, media sosial, laptop.  Ia bisa membuat web dengan bantuan teknologi yang canggih.  Dan ia mendirikan yayasan tuna netra guna memberikan harapan kepada semua orang buta yang ada di sekitarnya.   Kebutaannya justru memperkuat imannya.  Kehilangan, kekelaman, dan kejatuhannya jutru membangkitakan imannya.
Sekali lagi, iman yang Tuhan ingin terjadi dalam hidup kita ialah iman yang dibentuk lewat proses.   Jika bapak ibu saat ini sdang dalam pergumulan yang berat.  Entah itu masalah ekonomi, masalah keluarga, masalah dalam kesehatan dsb.  Mungkin engkau lagi kehilangan sesuatu.  Mungkin saudara lagi dalam penantian yang tidak kunjung tiba.  Mungkin saudara sedang dalam titik terendah dalam hidupmu.  Mungkin saudara baru mengalami kegagalan demi kegagalan.  Jangan putus asa, mungkin Tuhan sedang memproses iman saudara.   Bertahanlah.  Jangan padamkan harapanmu.  Tapi carilah secercah cahaya dalam setiap peristiwa buruk yang menimpa.     Pdt Benny Solihin mengatakan, ketika engkau berada dalam titik terendahmu, mungkin disana engkau akan berjumpa dengan kehendak Tuhan Iman itulah yang kemudian menjadi bekal dikedepan hari untuk menjadi berkat bagi orang lain.  Ijinkan Tuhan memproses iman kita, bukan dengan cara yang instant dan nyaman dan mudah..  Mungkin butuh waktu yang lama, yang pasti kita akan menjadi orang-orang yang tangguh dalam menjalani kehidupan ini.

Sunday, May 08, 2016

HARTA BERTAKHTA (Mark 10:17-27)




Cuplikan kilas tentang lagu: Andai aaaaku jadi orang kaya (1menit).  Lagu ini saya kira mewakili perasaan hati banyak orang.  Menjadi kaya,  Menambah harta, bukankah hal itu dambaan kebanyakan orang.  Mengapa menjadi dambaan banyak orang?  Sebab dengan harta yang banyak kita bisa melakukan banyak hal.   Ada uang kita bisa pergi keliling-keliling dunia melihat semua ciptaan Tuhan yang indah dibelahan dunia yang lain.  Jika ada uang, kita bisa beli barang-barang bermerek.  Kalau ada uang, kita bisa memiliki gadget-gadget yang canggih, kita bisa memiliki mobil yang bisa menaikan gengsi kita, yang kalau kata teman saya, turun dari mobil demikian rasanya berbeda. Dsb.  Karena banyak kenyamanan-kenyamanan yang bisa didapat, itu sebabnya banyak orang yang ingin menjadi kaya dan menambah kekayaan.

Itu sebabnya banyak orang bekerja mati-matian memeras keringat untuk mengejar dan menambah pundi-pundi harta mereka.  Bahkan untuk mendapatkannya, orang bisa melakukan segala cara. Dari cara yang paling jahat (korupsi, membegal, mencuri, menipu, dsb), sampai cara yang unik sekalipun mereka akan lakukan untuk mendapatkan kekayaan.  Barusan waktu jalan-jalan ke China bersama susuk-susuk ayi2 yang rata-rata udah usia 60 tahun ke atas.  Ada seorang susuk yang punya kebiasaan unik.  Disana kita beberapa kali mampir ke klenteng-klenteng kuno di China.  Setiap kali ke sebuah klenteng dan mampir ke tempat sembahyangan, susuk ini langsung menghentakan kakinya.  Kemudian sembahyang 3 kali, habis itu tangannya seperti ambil sesuatu dan memasukan kekantong.  Hari berikutnya tangannya lebih dasyat lagi.  Ketika ditanya: apa artinya itu?  Dia bilang menghentakkan kaki itu untuk membuat dewa disana bangun.  Habis itu dia sembah dan minta sesuatu.  Terus dia menganggap bahwa dewa itu sudah memberikan uangnya dan ia mengambil memasukan ke dalam kantong.  Bagi dia, itulah cara untuk bisa menambah kekayaan. Itu wajar, setiap kita ingin menjadi kaya.  Cara terunik bagaimanapun akan kita lakukan untuk menjadi kaya.

Tapi bagaimana semestinya sikap orang Kristen terhadap kekayaan?  Apakah kita turut mengejar kekayaan sebagaimana orang dunia pada umumnya? Bukankah Alkitab berkali-kali mengingatkan kita tentang bahaya harta?  Banyak ajaran-ajaran Alkitab yang seakan-akan menunjukkan sikap antipati terhadap harta.   Tentu kita masih mengingat bahwa Yesus pernah berkata agar kita tidak mengumpulkan harta di bumi ini, karena ngengat dan karat akan merusaknya.  Tuhan Yesus juga pernah memberikan sebuah perumpamaan tentang orang kaya yang bodoh, yang menimbun hartanya kemudia mati tanpa membawa apa-apa.   Tapi disatu sisi, kita butuh harta.  Di satu sisi, kita perlu memiliki harta lebih untuk kehidupan yang lebih baik, dan untuk memenuhi kebutuhan hidup kita.  Bukankah ini sedikit memberi dilema bagi kita?

Nah, murid-murid Yesus dalam perikop yang kita baca barusan juga kurang lebih mengalami dilema yang sama.    Mari kita simak kisah ini.  Dikisahkan waktu itu Yesus hendak melanjutkan perjalanan-Nya.  Mendengar itu datanglah seorang muda berlari-lari mengejar Yesus. Ia adalah seorang yang kaya raya, bahkan dalam Lukas ia disebut sebagai seorang pemimpin; seorang yang memiliki jabatan yang tinggi.  Bukan hanya itu, ia adalah orang yang rendah hati.  Ketika mendengar bahwa Yesus hendak meninggalkan kota itu, pemuda ini langsung segera berlari-lari mengejar Yesus seperti orang yang takut ketinggalan pesawat.  Dan ketika ia mendapatinya ia langsung berlutut di hadapan Yesus.  Pemimpin mana yang mau mengejar-ngejar seseorang, bahkan berlutut di depannya.  Gengsi kan!  Namun pemuda itu tidak.  Ia sangat mengenal siapa Yesus; dan ia mengakui otoritas Yesus lebih atas dirinya.    

Tapi mengapa ia mencari Yesus?  Apa yang ia cari lagi?  Bukankah ia punya segalanya?  Berpendidikan, kaya, berstatus tinggi, dan saya kira hidupnya bahagia.  Namun ternyata ada satu hal yang mengusik pemikiran dan menggelisahkan dirinya, yaitu masalah kehidupan kekal.  Karena itu ia bertanya  dengan sopan “Guru yang baik, apa yang harus saya perbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?”

Melihat pemuda ini, Yesus segera menjawab berdasarkan kitab PL “Engkau tentu tahu segala perintah Allah:  Jangan membunuh, jangan berjinah, jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta, jangan mengurangi hak orang, hormatilah Ayahmu dan ibumu.”  Konsep ini yang dimiliki orang Israel waktu itu.  Mereka akan selamat jika mereka dapat memegang hukum-hukum Taurat mereka.  Dan mengagumkan, ternyata pemuda ini sudah melakukan semua itu sejak ia masih muda.  Jadi sudah muda, kaya, sopan, seorang pemimpin, rendah hati, saleh pula.  Saya kira jarang kita dapat menemukan orang seperti ini.  Dapat dikatakan ia adalah orang yang perfect.  Kalau ayi-ayi di Makassar melihat pemuda begini pasti sudah rebutan untuk dijadikan mantu.  Saya kira semua orang disekitar Yesus waktu itu akan berkata “Kamu pasti masuk dalam kehidupan kekal, karena kamu adalah orang yang diberkati, dan taat kepada Tuhan.”  Merekapun pasti mengira Tuhan akan berespon hal yang sama.

Tapi respon Tuhan berbeda.  Ia memandang pemuda itu, ia menaruh kasih, sambil tersenyum Yesus berkata “Ada satu lagi kekuranganmu, juallah apa yang kau miliki dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di Surga....”  Saya membayangkan betapa terkejutnya pemuda kaya itu mendengar syarat yang diberi Yesus.  Dan akhirnya iapun kecewa dan ia pergi dengan sedih, sebab banyak hartanya.  Saat ia pergi itulah, Yesus langsung memandang murid-murid-Nya dan berkata “Alangkah sukarnya orang yang ber-uang masuk ke dalam kerajaan Allah.  Lebih mudah seekor unta masuk ke dalam lubang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam kerajaan Allah.”  Hal inilah yang kemudian membuat dilema dan membingungkan.  Dan kalau orang berpikir secara harafiah, jadinya demikian:  Apakah kita harus menjual semua kekayaan kita untuk pelayanan untuk mendapat hidup kekal?  Kalau demikian syaratnya, pasti banyak diantara kita yang tidak masuk ke dalam kerajaan Surga, karena kita tidak akan rela menjual harta yang sudah kita kumpulkan selama ini.
****
Namun apakah demikian maksud Yesus?  Apakah Tuhan anti terhadap kekayaan yang dianggap mamon itu?    Kalau ingin memahaminya mari kita melihat Alkitab yang adalah Firman Tuhan ini secara keseluruhan.  Itu pentingnya kita membaca Alkitab setiap hari, sebab Alkitab kita tidak bisa hanya dibaca sepenggal-sepenggal.

STATUS HARTA

Kalau kita pahami, Sebenarnya sejak awal Tuhan menciptakan materi atau harta itu baik adanya.  Asal mula manusia pertama diciptakan yaitu Adam dan Hawa, memang mereka tidak berpakaian, namun mereka diberi kepercayaan untuk mengelola segala properti atau harta yang ada di taman eden.  Tuhan yang menyediakan harta itu kepada mereka.  Tujuannya apa?  Agar segala harta properti itu dapat memenuhi hidup manusia, sehingga manusia dapat fokus melaksanakan misi dan rencana Tuhan, yang pada waktu itu adalah penuhilah bumi dan kuasailah bumi.
  Namun setelah manusia jatuh dalam dosa keadaan menjadi terbalik.   Harta dan materi menjadi suatu yang dikejar-kejar dan didewa-dewakan; dan untuk mencapainya Allahpun dimanfaatkan supaya mendapat tujuan itu.  Allah dijadikan seperti mesin atm, di mana jika kita membutuhkan uang barulah kita menghampiri Allah, tapi setelah kita mendapat uang itu kitapun mengabaikannya.  Kalau semula Allah ditempat yang paling tinggi, dan harta di tempat paling bawah, dan harta melayani manusia agar manusia bisa melayani Allah.  Tapi setelah manusia jatuh, kondisi berbalik.  Allah dibawah, harta diatas, dan Allah disuruh melayani manusia agar manusia bisa mendapatkan harta.  Makanya ada beberapa orang yang percaya Tuhan supaya Tuhan memberkati hidunya supaya menjadi lebih kaya.  Kalau ikut Tuhan tidak tambah kaya, ngapain ikut Tuhan.  Dan Tuhan ditinggalkan.  Bukankah demikian berarti orang tersebut sudah menjadikan harta sebagai yang utama?   Jadi, secara status, harta itu Tuhan ciptakan untuk maksud baik dan mulia.  Tapi dosa merubah status harta itu di mata manusia.


PRINSIP UMUM ATAU PRINSIP KHUSUS
Apa maksudnya?   Jadi ketika kita mempelajari Firman Tuhan, maka kita harus memperhatikan konteknya.  Apakah ia prinsip umum atau khusus.  Ia menjadi prinsip umum kalau keseluruhan Alkitab membicarakan yang sama.   Tapi ia menjadi prinsip khusus, jika aturan itu Cuma berlaku pada perikop atau cerita itu.

Nah sekarang mari kita melihat, apakah menjual harta itu merupakan sebuah prinsip yang umum yang berlaku dalam Alkitab ataukah prinsip khusus?  Apakah sungguh Tuhan Yesus membenci kekayaan karena manusia sudah jatuh dalam dosa?  Ternyata ketika saya meyelediki Firman Tuhan, saya menemukan bahwa menjual harta itu bukanlah prinsip umum.

Kalau itu merupakan prinsip umum maka seharusnya Yesus berlaku sama dengan semua orang kaya yang dekat padanya.  Namun ia membiarkan perempuan-perempuan kaya yang ditulis dalam Lukas 8:3 mendukung pelayanannya.  Ketika Zakeus pemungut cukai itu bertobat, Zakeus mengatakan bahwa ia akan menjual setengah hartanya dan memberikannya kepada orang-orang miskin.  Yesus memuji dia sebagai orang beriman.  Yesus tidak mencela Zakeus untuk menjual seluruh hartanya, tidak boleh setengah-setengah.  Bahkan kalau kita melihat konteks Perjanjian Lama, maka kita akan menemukan bagaimana Tuhan mengijinkan Daud, Salomo, dan raja-raja yang lain memiliki harta yang melimpah ruah, walaupun dalam konteks kenegaraan.  Jadi saya kira prinsip menjual harta ini  cuma berlaku kepada pemuda kaya itu.  (huff lega, ga jadi jual harta propertiku)

Namun ada apa dengan pemuda itu?  Saya kira Yesus tahu isi hati pemuda kaya itu yang terdalam.  Yesus tahu benar bahwa pemuda itu sudah menjadikan hartanya sebagai sandarannya.  Hartanya sudah bertakhta dalam hatinya.  Hatinya sudah terikat dan terbelenggu dengan harta, dan baginya harta adalah segala-galanya.  Itulah yang membuatnya sangat berat dan kecewa untuk melepaskan hartanya demi mengikut Yesus.  Sebab ia sangat kaya.  Ketika ia menjadikan harta sebagai Tuhan, maka ia tidak lagi menempatkan Tuhan di posisi sebagai mana mestinya.  Sekali lagi, sesungguhnya  Tuhan tidak anti terhadap kekayaan.  Tuhan sendiri yang menciptakan harta kekayaan untuk manusia nikmati.  Namun yang Tuhan anti adalah hati yang menyembah kekayaan itu. 

 Itu sebabnya Tuhan murka terhadap Akhan dalam kitab Yosua.  Karena demi harta, ia rela mencuri barang-barang yang seharusnya dikhususkan untuk rumah Tuhan.   Itu sebabnya juga Tuhan mengatakan:  Jangan kumpulkan harta didunia, karena ngengat dan karat merusaknya, tetapi kumpulkanlah harta di Surga. Itu juga sebabnya Tuhan mengatakan:  kita tidak mungkin mengabdi kepada dua tuan, yaitu Allah dan Mamon.  Allah tidak mungkin diprioritaskan sama seperti harta.  Ketika kita mendahulukan kekayaan diatas segalanya, termasuk lebih daripada Tuhan, pada saat itulah kita sedang menyembah mamon, bukan Tuhan.  Menjual  harta bukan prinsip umum dalam Alkitab.  Prinsip umum yang Alkitab ajarkan kepada kita ialah, jangan jadikan harta menjadi nomor satu dalam hidupmu.  Jangan biarkan harta bertahkta dalam hidupmu.

Hal ini seharusnya mengintropeksi diri kita.  Sudahkah kita menjadikan Tuhan sebagai yang utama di hati kita, ataukah jangan-jangan pekerjaan dan kekayaan sudah begitu memikat kita sedemikian rupa sehingga kita menjadikannya sebagai nomor 1 di hati kita.  Bukankah ada banyak anak Tuhan yang demikian?   Ketika mengalami kerugian cukup besar dalam pekerjaan, lantas stress berlebihan sampai lupa bahwa hidupnya dipelihara oleh Tuhan, bukan harta.   Ketika kehilangan harta, kemudian jadi bersungut-sungut dan menyalahkan Tuhan, bukankah itu menunjukkan harta sudah bertakhta dalam hati kita sehingga ia rela menyalahkan Tuhan?   Atau ketika kita terlalu fokus terhadap pekerjaan, sampai kita tidak lagi serius mengikuti ibadah di gereja, atau kita bisa meninggalkan ibadah-ibadah dimana Firman diberitakan demi pekerjaan kita.  Kita meremehkannya.  Kita menganggap ibadah tidak lebih penting dari pekerjaan kita, bukankah kita sedang mempertuhankan harta kita.  Mari kita kembali mengintropeksi diri, apakah Tuhan sudah lebih berharga daripada segala kekayaan yang kita miliki.  

Seorang teman saya, seorang pengusaha, seorang Kristen tapi tidak aktif dalam kegiatan gereja.  IA kegereja hanya karena terbiasa dari kecil.  Sementara istrinya aktif di gereja.  Suatu saat teman saya ini menemukan istrinya suka memberikan perpuluhan kegereja.  Teman saya agak marah karena pikirnya, kita kerja capek-capek, gereja tinggal menerima aja uang dari jerih payah kita.  Kemudian ia melarang istrinya untuk memberi perpuluhan ke gereja.  Cukup persembahan hari minggu saja katanya.  Namun beberapa tahun kemudian, teman saya ini bbm saya dan mengatakan: bisa tidak saya titip perpuluhan saya untuk dibagikan kepanti asuhan dan ke gereja-gereja kecil?   Saya cukup terkejut lalu bertanya:  Kenapa tiba-tiba berpikir untuk memberi perpuluhan?  Lalu dia bercerita:  Ia, dulunya saya juga berpikir tidak perlu memberikan perpuluhan.  Merasa kita capek kerja tapi sebagian besar uang malah harus diberikan ke gereja.  Padahal masih banyak cicilan dsb.  Tapi kemudian, karena semakin banyak permasalahan dipekerjaan, saya seakan-akan diingatkan Tuhan bahwa harta yang kita punya itu milik Tuhan.  Kita jerih lelah bekerja tidak akan menjadi kaya kalau Tuhan tidak memberikanya.  Saat itu ia mulai memberi perpuluhan.  Dan anehnya katanya, pekerjaannya membaik setelah itu.  Tidak mengerti logikanya bagaimana.  Saya tidak memberi perpuluhan untuk mendapat uang, tapi saya sadar, bahwa saya harus mendahulukan kehendak Tuhan diatas semua keinginan peribadi saya.”  Ia tidak memberi untuk menambah kekayaan, seperti yang diberitakan di gereja-gereja, memberi perpuluhan untuk dibalas 1-rb kali lipat.  Tidak!.  Tapi ia memberi murni karena ia sadar bahwa Tuhanlah sang sumber berkat.  Tapi justru pada saat itu pekerjaannya diptolong dan diberkati.  

Pengalaman teman saya ini bukanlah hal yang bisa digeneralisasikan.  Ini mungkin Cuma terjadi di teman saya dan beberapa orang lain.  Tapi ada kebenaran umum dalam pengalaman yang ia alami, yaitu kita tidak boleh menaruh Tuhan di bawah kekayaan dalam hati kita.  Harta kita jangan sampai bertakhta dalam hati kita. Sebab itu mari kita belajar untuk senantiasa menyadari bahwa harta kekayaan adalah pemberian Tuhan, yang diciptakan untuk menolong hidup kita, bukan untuk ditaruh menggantikan Tuhan dalam hati kita.
Ingat, tujuan harta diberikan ialah agar kita menjalankan kehendak Tuhan dalam keberadaan kita saat ini, ditempat dimana Tuhan percayakan untk kita tinggal saat ini.  Untuk memuliakan Tuhan.   Amsal 3:9 mengatakan:  “ Muliakanlah Tuhan dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu.” Sebab itu jika ada diantara yang diberi banyak harta, mari kita pergunakan itu untuk pekerjaan Tuhan.  

Bagaimana memuliakan Tuhan dengan harta kita?   Bisa dengan banyak cara.  Pertama mari kita gunakan harta kita untuk mendukung pelayanan di gereja.  Gereja merupakan lembaga yang Tuhan percayakan untuk menyatakan kehendaknya.  Untuk itu ketika kita mendukung pelayanan di gereja dengan harta kita, kita bisa memuliakan Tuhan.  Misal:  Gereja kita sebentar lagi mau dibangun, membutuhkan banyak sekali dana.  Gereja kita dibangun tentu bukan karena kita ingin terlihat megah dengan gereja yang besar.  Tapi gereja kita dibangun tentu agar pelayanan semakin efektif.  Orang bisa beribadah dengan lebih leluasa dsb.  Sebab itu dengan memberi harta kita untuk pembangunan gereja kita sedang memuliakan Tuhan.  Atau banyak lagi keperluan gereja yang lain, misal:  kebutuhan sosial untuk memberikan bantuan uang sekolah kepada orang-orang yang ga mampu.  Memberi uang kita untuk sosial, kita sedang membagi kasih lewat gereja.  Bisa juga untuk pekerjaan misi.  Atau mungkin kita terbeban dengan suasana ibadah, kita bisa memberi uang kita untuk keperluan ibadah. Dan sebagainya.  Belum berbicara kebutuhan komisi dan sebagainya.  Dengan kita menyumbangkan uang kita lewat gereja, kita sedang memuliakan Tuhan.

Kedua, kita bisa gunakan harta kita untuk membagi kasih kepada sesama.  Kalau kita melihat sekitar kita, kita akan menemukan banyak sekali orang yang membutuhkan bantuan.  Tidak perlu menjadi kaya untuk membagi kekayaan kita.  Selalu ada orang yang lebih kurang dari kita yang membutuhkan bantuan.  Kita bisa membagikannya lewat lembaga-lembaga sosial, seperti panti asuhan, panti jompo, dsb.  Kita bisa juga memberikannya kepada orang-orang yang kita tau berkekurangan dan kesusahan yang ada disekitar kita.  Dan taukah teman-teman, bahwa kasih yang orang rasakan lewat pemberian kita membuat kita dan orang yang diberi dapat merasakan hadirat Tuhan.

Saya ingat pengalaman saya sewaktu di asrama malang.  Saya mengajar dipos kecil di sebuah perumahan kumuh di kota malang.  Setiap sabtu sore saya dan rekan-rekan kesana untuk mengajar sekolah minggu.  Disana ada sebuah keluarga yang neneknya hidup single fighter.  Maksudnya, neneknya ini harus mengurus 4 cucunya karena anaknya yang adalah orang tua murid sekolah minggu itu hidupnya tidak benar, dan membuat mereka bercerai, jadi anak-anak mereka dipelihara sama nenek mereka.  Suatu saat salah satu anak dari mereka terlihat murung.  Dan kami bertanya, kenapa kamu murung?  Ia terdiam dan menjawab:  Gak kak, kayaknya ini terakhir saya sekolah.  Nenek sudah tidak sanggup bayar uang sekolah katanya.  Kaget mendengar hal itu, saya dan teman-teman langsung datang kerumah nenek  itu.  Dan kemudian ia menceritakan segala kesusahan yang dialaminya.  Dia bilang, itu keputusan satu-satunya yang ia bisa ambil.   Karena tidak adalagi dana.  Ketika pulang dari rumah itu, saya kepikiran.  Di tabungan saya ada beberapa.  Walaupun tidak banyak, Cuma saya kumpulin buat mau beli sesuatu.  Kemudian nurani saya berkata, bukankah mereka jauh lebih memerlukan uang?.  Tanpa banyak berdebat dengan diri sendiri, saya langsung pergi ke atm, saya ambil 1,2 juta yang jumlahnya termasuk banyak bagi saya waktu itu, separuh uang jajan saya, dan saya kembali kerumah dia dan memberikannya.  Ketika saya memberikannya, apa yang menjadi respon nenek itu, ia langsung terdiam sejenak, dan kemudian ia menangis, sambil menangis ia terus mencium tangan saya bilang terima kasih.  Dia tidak tahu bagaimana membalas budi.  Tapi kiranya Tuhan membalas.  Lihatlah bagaimana uang kita bisa memuliakan Tuhan.  Sebab itu jangan kita mencari kemuliaan dengan mengumpulkan harta sebanyak-banyakan, sebaliknya, muliakanlah Tuhan dengan harta kita.   Jangan biarkah harta bertakhta memerintah diri kita.  Tapi biarkan Tuhan yang bertakhta, dan harta kita gunakan untuk menjunjung tinggi Tuhan kita.