Tuesday, July 17, 2012

DILEMAHKAN UNTUK MENJADI KUAT



Di dalam kekristenan terdapat banyak sekali pengajaran-pengajaran yang bersifat paradoks.  Paradoks itu artinya kelihatannya seperti saling bertentangan, namun kalau diteliti baik-baik, sebenarnya mereka tidak bertentangan sama sekali.  Misal:  Menjadi pelayan untuk menjadi pemimpin, hal ini tampak bertentangan bukan?  Menjadi pelayan tidak mungkin jadi pemimpin.  Namun sebenarnya hal ini tidak bertentangan.  Kita bisa menjadi pemimpin yang melayani.  Contoh pengajaran Kristen lainnya yang bersifat paradoks antara lain:  Melayani, bukan dilayani; menjadi mulia dengan melepaskan hak; orang yang dikasihi justru dihajar; melihat yang tidak terlihat; dsb. 

Namun dari semua paradoks itu, ada satu paradoks yang menarik perhatian saya.  Paradoks itu mengatakan “Ketika kita menjadi lemah, kita akan menjadi kuat”.  Hal ini sungguh tampak bertentangan.  Bagaimana mungkin seorang yang lemah bisa sekaligus disebut kuat?  Hal ini tampak tidak masuk akal bukan?  Namun realita menunjukkan demikian:  Ketika kita lemah, justru kita akan menjadi kuat.  Tentu saja semua ini ada penjelasannya.  Karena itu saya mengajak setiap kita untuk merenungkan kisah dari seorang yang bernama Gideon.

Kisah Gideon ini di awali dari pasal 6:1 yang menceritakan demikian “Tetapi orang Israel melakukan apa yang jahat di mata Tuhan; sebab itu Tuhan menyerahkan mereka ke dalam tangan orang Midian, tujuh tahun lamanya.”  Selama tujuh tahun itulah umat Israel itu mengalami penderitaan dan tekanan yang berat.  Setiap kali mereka menanam sesuatu, pas sudah dekat musim menuai, orang-orang Midian datang untuk merampas hasil panen mereka.  Domba, lembu, dan segala ternak yang dimiliki orang Israel selalu di rampas. Sampai-sampai di ayat 6 dikatakan “sehingga orang Israel menjadi sangat melarat oleh perbuatan orang Midian itu...” yang menunjukkan penderitaan yang begitu hebat.   Penderitaan itu tidak lain disebabkan oleh karena dosa mereka sendiri.  Karena perbuatan jahat itulah, maka Tuhan membiarkan mereka berjuang sendiri melawan orang-orang Midian.

Singkat cerita umat Israel menyesal atas perbuatan mereka, dan merekapun mencari Tuhan.  Lalu Tuhan yang begitu mengasihi umat Israel bagai seorang ibu mengasihi anak-anaknya, Ia menolong Israel untuk keluar dari penjajahan bangsa Midian.  Tuhan membebaskan Israel dengan mengirimkan seorang hakim yang muda belia yang bernama Gideon.

Namun pada saat itulah kepercayaan umat Israel kepada Tuhan di uji.  Ketika mereka hendak berperang melawan Midian, bergabunglah bersama Gideon 32.000 pasukan siap tempur.  Sebenarnya ini merupakan jumlah yang cukup banyak, namun jika dibanding dengan pasukan Midian, jumlah 32.000 itu tidak ada apa-apanya.  Alkitab mengatakan pasukan orang Midian itu seperti belalang banyaknya, bahkan seperti pasir di laut.  Yang menyatakan terlalu banyak hingga tidak lagi dapat terhitung.  Mungkin diperkirakan ada ratusan ribu bahkan jutaan pasukan Midian.  Dengan modal keberanian, orang Israel berusaha melawan orang Midian dengan segala pasukan yang ada.

Tetapi apa yang terjadi sebelum mereka berperang?  Tiba-tiba Tuhan berfirman kepada Gideon bahwa pasukan yang bersama Gideon itu terlalu banyak, dan Tuhan mau Gideon mengurangi jumlah pasukannya.  Kemudian diadakanlah pengujian pertama.  Pasukan yang semula berjumlah 32.000 orang kini tersisa 12 ribu orang.  Semakin jauhlah perbedaan jumlah pasukan mereka.  Tapi tidak cukup disana.  Tuhan berfirman lagi menyuruh Gideon mengurangi jumlah pasukannya lagi.  Masih terlalu banyak kata-Nya. Diadakanlah pengujian yang kedua, alhasil yang tersisa tinggal 300 orang.  Bayangkan saja, dari 32.000 orang pasukan melawan ratusan ribu, menjadi 300 orang melawan ratusan ribu.  Dan Tuhan menyuruh Gideon berperang dengan 300 orang itu.  Itulah sebabnya saya mengatakan bahwa iman percaya umat Israel dan Gideon sangat diuji. 

Ketika saya merenungkan hal ini, saya bertanya-tanya “apa maksud Tuhan akal hal ini, mengapa Ia sengaja mengurangi jumlah pasukan Israel sampai sesedikit itu.”  Ketika merenungkanya saya menemukan sebuah jawaban.  Terkadang Tuhan sengaja mengurangi kekuatan kita supaya kita dapat melihat kekuatan-Nya yang jauh lebih perkasa.  Terkadang Tuhan sengaja membuat kita lemah terlebih dahulu, agar kita dapat melihat kekuatan-Nya yang besar menaungi diri kita.  Inilah bagian yang hendak diajarkan oleh Alkitab.  Paulus sendiri pernah berkata “Saya suka bermegah dalam kelemahanku, sebab, dalam kelemahanku lah kuasa Tuhan menjadi sempurna.”  Semakin kita lemah, semakin kita memandang kepada Tuhan, dan semakin kita bergantung kepada kuasa-Nya.  Semakin kita lemah, maka semakin kita menjadi kuat
Pernahkah bapak ibu berada dalam kondisi demikian?  Saya  mengenal seorang perempuan yang baru menikah ketika usianya sudah menginjak kepala 3.  Perempuan ini dapat dikatakan seorang Kristen-Kristenan, yang tidak terlalu peduli tentang Tuhan, tapi ia tetap ke gereja tiap minggu karena rutinitas sejak kecil. Satu kerinduan bagi seorang perempuan yang baru menikah umumnya adalah ingin memiliki momongan.  Tapi perempuan ini belum juga memiliki momongan dalam 2 tahun usia pernikahan mereka.  Dengan segala upaya ia mengusahakan untuk bisa memiliki anak.  Ia pergi ke dokter, konsultasi, minum ramuan yang katanya bisa menolong perempuan untuk mengandung, masih tidak bisa lagi, ia mencoba keluar negeri untuk dibantu pengobatannya.  Ia menjaga kesehatannya dengan baik. Dan banyak lagi upaya yang dilakukannya.  Tapi 1 tahun berlalu, 2 tahun, 3 tahun, 4 tahun, 5 tahun... perempuan ini tidak kunjung mengandung.  Akhirnya karena kekuatannya sudah sirna, iapun menangis dihadapan Tuhan.  Dengan tanpa daya ia datang kepada Tuhan dan memohon pertolongan Tuhan.  Ia mulai sungguh-sungguh beribadah. Mulai rajin bersaat teduh.  Mulai suka mendengarkan khotbah-khotbah yang ada di televisi dan sebagainya.  Walaupun belum juga dikaruniakan anak, tapi perlahan-lahan imannya mulai tumbuh.  Emosinya mulai stabil.  Dan dalam dirinya ia yakin bahwa Tuhan akan menyediakan yang terbaik.  Dan iapun menjadi orang yang kuat dan tegar.

Terkadang memang Tuhan harus mengambil kekuatan kita agar mata kita dapat tetap memandang kepada-Nya.  Tuhan merindukan agar setiap kita dapat semakin percaya kepada-Nya dan semakin mengandalkan Dia.  Bagaimana dengan saudara di tempat ini? Mungkin saat ini saudara sedang mengalami banyak pergumulan.  Mungkin tekanan-tekanan dalam pekerjaan, masalah ekonomi, sakit penyakit yang menyerang, bencana alam, dan banyak lagi permasalahan yang datang menyerbu hidup kita.  Mungkin saat ini kita merasa kekuatan kita sudah hampir habis.  Kita mengharapkan sesuatu, namun bukannya semakin dekat dengan apa yang kita harapkan, realita menyatakan bahwa hampir mustahil kita bisa menggapai apa yang kita harapkan.  Jika itu yang saudara alami saat ini, janganlah putus asa, mungkin Tuhan sedang mengambil kekuatanmu agar engkau bisa semakin mengandalkan Tuhan.  Jangan pernah sekalipun menyerah, sebaliknya arahkan pandanganmu kepada-Nya.  Dan mari kita belajar untuk tetap percaya kepada kedaulatan Tuhan atas hidup kita.  Rencana Tuhan tidak pernah meleset atau keliru.  Ia tau jalan yang paling tepat buat kita.  Ia tau apa yang harus diperbuat bagi masa depan kita.  Ia mau kita menjadi anak-anak Tuhan yang kuat.

Tuesday, July 10, 2012

Mendengar Perkataan Tuhan


Yeremia 35:17b “Aku telah berbicara kepada mereka, tetapi mereka tidak mau mendengarkan, dan Aku telah berseru kepada mereka, tetapi mereka tidak mau menjawab”

Sebagaimana setiap orangtua menginginkan anaknya mendengarkan setiap nasehat yang diberikan, saya kira demikian juga Tuhan menginginkan setiap kita anak-anak-Nya untuk mendengarkan suara-Nya.  Namun sayangnya, ada banyak anak Tuhan yang tidak lagi mau mendengar suara Tuhan.  Mereka meremehkan Firman Tuhan yang diungkapkan setiap minggu dimimbar-mimbar gereja; mereka meremehkan Alkitab dengan enggan membuka dan membacanya dalam waktu-waktu teduh; mereka tidak lagi peka akan maksud Tuhan dalam setiap peristiwa yang mereka alami hari lepas hari.  Kondisi mereka sama seperti orang Yehuda waktu zaman Yeremia yang menutup telinga erat-erat terhadap suara Tuhan; menutup hati; bertindak sesuai kesenangan diri; padahal Tuhan selalu berbicara kepada mereka.  Sungguh hal ini sangat mendukakan hati Tuhan.  Tuhan yang adalah Bapa kita juga merindukan kita untuk selalu peka terhadap suaranya.   (HF)
Mari intropeksi diri....jangan-jangan kita salah satu orang yang tidak suka mendengar suara-Nya.