Wednesday, March 23, 2011

Vertikal Purpose of Life




Jika ditanyakan kepada kita: apakah yang menjadi tujuan hidup ini, kira-kira apa jawab kita? Saya kira beragam jawaban akan dapat kita dengarkan. Bagi seorang anak kecil tujuan hidup ini terlukis oleh sebuah kata yang bernama ‘cita-cita’. Ada yang ingin jadi dokter, pilot, polisi, pedagang, dsb. Bagi orang dewasa tujuan itu kebanyakan tertera dalam sebuah kata “kebahagiaan”. Kebahagiaan itu tergantung dari masing-masing persepsi. Ada yang bahagia jika ia mendapatkan banyak uang. Ada yang bahagia jika mendapatkan kedudukan dan kekuasaan. Ada juga yang bahagia jika melihat anak-anak sukses dan kaya raya. Dan sebagainya. Apa yang mereka anggap dapat membuat mereka bahagia, itulah yang menjadi tujuan hidup yang terus menerus dikejar. Bagi beberapa pujangga dan orang-orang berdarah seni memiliki tujuan hidup untuk menggapai mimpi setinggi-tingginya. Namun ada juga orang yang tidak mempunyai tujuan hidup. Mereka bingung mau melakukan apa selama didunia ini. “Enjoy aja” mungkin itu slogan mereka.

Jika anak-anak Tuhan ditanyakan pertanyaan yang sama, kebanyakan akan menjawab bahwa tujuannya hidupnya adalah untuk memuliakan Tuhan. Setidaknya itu yang diajarkan oleh guru-guru sekolah minggu sejak kita kecil. Coba saja tanyakan hal ini kepada anak-anak remaja atau sekolah minggu kelas besar, beberapa mereka bisa menjawab jawaban demikian. Bahkan orang-orang Kristen yang dewasapun akan menjawab demikian. Tampaknya sebuah jawaban yang perfect dan manis didengar. Namun sayangnya ucapan yang manis itu hanya sebatas perkataan saja, namu tidak dalam keseluruhan hidup.

Sebenarnya jika kita bertanya tentang apa tujuan hidup ini maka kita harus kembali melihat kepada apa tujuan Sang Pencipta menciptakan kita. Dalam sebuah iklan import tentang produk laptop, dikisahkan ada seorang nenek hendak mencari talenan tempat untuk memotong bawang. Dicari dan dicari tapi ia tidak menemukannya. Akhirnya ia melihat sebuah laptop tipis yang bewarna hitam mengkilap. Langsung saja nenek tua itu mengambil laptop itu dan mengiris bawang di atasnya. Sebenarnya iklan ini ingin memamerkan kekokohan laptop ini. Namun iklan tersebut juga menggambarkan bahwa nenek itu tidak tau tujuan laptop itu diciptakan. Tentunya pencipta laptop itu tidak menciptakannya sebagai talenan. Jika seseorang ingin tau tujuan barang itu diciptakan secara detil maka kita harus bertanya kepada sang pencipta itu. Demikian juga kesempurnaan pemahaman kita akan tujuan hidup ini hanya dapat tercapai tatkala kita memahami maksud Tuhan menciptakan kita.

Menurut hemat saya (berlandaskan pemahaman Alkitab selama ini), tujuan hidup kita dapat dibagi kedalam dua garis besar. Pertama¸ merupakan tujuan secara vertikal, kedua merupakan tujuan secara horizontal. Namun dalam tulisan kali ini saya ingin memfokuskan tujuan hidup kita secara vertikal saja. Secara Vertikal tujuan kita diciptakan adalah untuk mengenal Allah. Sejak semula Allah menciptakan kita agar kita dapat bersekutu dan mengenal Dia. Allah menciptakan kita bukan karena Ia ingin dihormati dan dimuliakan oleh manusia. Tapi Ia menciptakan kita dari gambar dan rupa-Nya semata-mata agar setiap kita memiliki hubungan yang intim dengan Dia. Hubungan yang intim tersebut tidak akan diraih tanpa ada pengenalan akan Tuhan.
Kita tau bahwa setelah manusia jatuh dalam dosa, hubungan manusia dengan Allah rusak. Saya kira betapa sedih-Nya hati Tuhan. Kerinduan awalnya yaitu untuk bersekutu dan menikmati keintiman bersama dengan manusia jadi rusak karena dosa. Namun Tuhan tentunya tidak tinggal diam. Karena itulah ia mengirim nabi-nabi, para imam, dan utusan-utusannya agar manusia tetap bisa berkomunikasi dan mengenal Allah. Bahkan klimaksnya ialah Allah mengirim Anak-Nya yang tunggal yaitu Yesus Kristus kedunia untuk disalibkan. Untuk apa Yesus disalib? Jawabnya jelas: yaitu untuk menebus dosa dan menyelamatkan kita. Namun jika kita bertanya lebih jauh: untuk apa ia menyelamatkan dan menebus dosa kita? Maka kita akan mendapatkan bahwa Ia menebus dosa kita karena Ia ingin kita kembali bersekutu dengan-Nya dan mengenal Dia. Karena itu jugalah Tuhan memberikan Alkitab kepada kita, yaitu agar kita semakin mengenal Allah.

Beberapa ayat yang mendukung ini dapat kita lihat dalam Yohanes 17:3 “Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus.” Hosea 4:6 “Umatku binasa karena tidak mengenal Allah.” Hosea 6:6 “Sebab Aku menyukai pengenalan akan Allah lebih dari pada korban bakaran” dsb. Jelas bahwa tujuan kita diciptakan yaitu untuk bersekutu dan mengenal Allah.

Apakah saudara sudah menyadari hal ini? Kalau kita bilang kita ingin memuliakan Allah itu tidak salah. Namun kita tidak akan pernah dapat memuliakan Tuhan jika kita tidak memiliki pemahaman dan pengenalan yang benar akan Allah. Karena itu sebagai pertanyaan refleksi bagi kita adalah: seberapa jauh kita memiliki kerinduan untuk mengenal Allah? Seberapa jauh pengenalan akan Allah ini menjadi tujuan hidup kita? Dan seberapa jauh kita memiliki kerinduan untuk bersekutu dengan Dia?

Ada seorang anak pendeta yang berusia 3 tahun yang bernama Alden. Sejak kecil ia biasa mendengar bahwa kalau papanya pergi berarti ada pelayanan di gereja. Kemudian pernah ia bertanya kepada papanya “pa, papa mau kemana?” Papanya menjawab (Setelah berpikir panjang agar dapat menjelaskan dengan sederhana kepada anaknya): “Papa mau bekerja.” Sang ayah kira hal ini menuntaskan rasa ingin tahu anaknya. Ternyata tidak. Alden kembali bertanya," Kenapa papa harus bekerja?" Segera papanya berjuang untuk menemukan jawaban yang menyangkut kepentingan Alden. "Papa harus bekerja supaya dapat uang. Uang untuk beli susu Alden." Akhirnya jawaban itu menghentikan pertanyaan anaknya untuk hari itu. Namun keesokan harinya berbeda. Ketika Alden melihat papanya berganti baju, Alden mengulang pertanyaan yang sama," Kenapa papa kok pergi?" "Papa harus bekerja," papanya menjawab. "Papa harus bekerja supaya dapat uang," lanjutnya. Alden terdiam, kemudian tangannya sibuk membuka laci. Temen saya sedang menyisir rambut ketika mendengar Alden memanggilnya," Papa ..." Ia pun menoleh ke arah anaknya. Kemudian sambil mengulurkan tangan dengan tiga koin ratusan di telapak tangannya, Alden pun melanjutkan kalimatnya," Ini uang Alden untuk papa. Papa tidak usah bekerja. Papa di rumah saja, main sama Alden." Deg, langsung hati papanya terpana menatap Alden. Ia sudah tahu apa yang paling diinginkannya. Bukan susu kesukaannya, tetapi kehadiran dan berelasi degan papanya.

Dari sinilah timbul sebuah pemikiran: Seberapa jauh kita merindukan untuk bersekutu dengan Tuhan? Seberapa jauh kita merindukan untuk berelasi dan mengenal Dia? Adakah kita memiliki kerinduan sama seperti Alden merindukan papanya? Jika kita mempunya kerinduan itu, mari kita renungkan, seberapa jauh kita merindukan untuk mendalami firman Tuhan? Seberapa jauh kita merindukan untuk mengikuti persekutuan digereja dan mendengarkan khotbah-khotbah dari para hamba Tuhan? Seberapa jauh kita memaknai karya dan perbuatan Tuhan dalam kehidupan kita sehari-hari? Salah besar kalau kita berkata untuk mengenal Allah kita harus menjadi hamba Tuhan. Mengenal akan Allah dapat kita alami dalam kehidupan kita sehari-hari. Selain melalui firman Tuhan, kitapun dapat mengenal Allah lewat keluarga kita, pekerjaan kita, anak kita, bahkan mungkin masalah-masalah yang sedang kita hadapi. Tuhan dapat berbicara melalui semuanya itu. Yang penting ada hati dalam diri kita yang rindu untuk terus mengenal Allah. Karena dengan mengenal Allah, maka kita berada dijalan yang tepat sebagai mana yang diinginkan Tuhan ketika ia menciptakan saudara dan saya.

Saturday, March 19, 2011

KOPASUS (Komando Pasukan Kristus) #2



2. Seorang prajurit itu taat dan rela bekorban

Penguasaan diri itu berkaitan erat dengan ketaatan. Setiap prajurit dididik untuk selalu taat kepada atasannya. Bahkan dalam dunia militer, ketaatan itu bersifat mutlak 100%. Jika tuannya mengkehendaki prajuritnya untuk melakukan A maka sang prajurit harus melakukan A. Jika tuannya mau prajuritnya melakukan B, maka prajurit itu wajib melakukan B. Bahkan kalau tuannya mengatakan bahwa ia harus berada di garis depan dalam peperangan, ia tetap harus taat kepada perintah tuannya. Entah perintah itu menyenangkan entah perintah itu tidak menyenangkan seorang prajurit harus tetap taat.

Karena itu ketaatan membutuhkan hati yang rela untuk bekorban. Dalam perikop yang kita baca ia katakan kepada Timotius untuk siap menderita sebagai prajurit Kristus. Bukan hanya siap untuk menderita, Paulus pun meminta ia untuk tidak memusingkan kehidupannya seperti seorang prajurit. Tujuannya satu: Yaitu menyenangkan hati komandannya.

Paulus sendiri menjadikan dirinya sebagai prajurit Allah. Ia berusaha agar dirinya dapat selalu taat akan kehendak Allah. Dalam panggilannya ia berusaha untuk pergi ke tempat yang Tuhan inginkan dia pergi. Paulus melakukan segala yang diperintahkan Tuhan kepadanya. Bahkan dalam ketaatan itu ia mengatakan bahwa ia harus berjerih lelah. Ia harus dipenjara, dipukul, didera di luar batas, beberapa kali naywanya terancam, dilempari batu, mengalami karam kapal, terkatung-katung di atas laut, bahya dipadang gurun, bahkan ia mengatakan kalau ia tidak tidur, kelaparan, kehausan, dsb. Bahkan sejarah mencatat pada akhir hidupnya Paulus mati dengan kepala terpenggal karena membela Kristus. Demi ketaatan terhadap perintah Allah kepadanya, Paulus rela bekorban. Paulus sungguh-sungguh menjadikan dirinya sebagai prajurit Kristus.

Mengapa ia mau taat dan rela bekorban? Alasannya Cuma 1, karena Yesus sudah terlebih dahulu bekorban untuknya, bahkan taat sampai mati dikayu salib. Paulus menghayati anugerah yang diberikan itu begitu besar untuk hidupnya. Karena itulah Paulus tidak mau menjadikan anugerah itu tampak murah. Iapun mati-matian bekorban untuk Tuhan.

Beberapa waktu yang lalu saya membeli buku yang bercerita tentang seorang misionaris Afrika yang bernama David Livingstone. Ketika saya membaca buku itu saya terkagum-kagum dengan ketaatannya. Sejak berusia 27 tahun ia memutuskan untuk pergi bermisi ke Afrika untuk menginjili disana. Melakukan penginjilan di Afrika sangatlah sukar. Pertama benua itu penuh dengan penyakit dan hewan-hewan buas. Kedua, David belum mengetahui tempat itu sama sekali. Bahkan belum ada peta yang bisa menuntun perjalannya. Ketiga, ia sama sekali tidak bisa bahasa Afrika. Ada banyak lagi tantangan yang seakan menyuruhnya untuk berhenti melayani. Disana ia pernah ditikam singa sampai tanggannya buntung sebelah. Kemudian sakit penyakit mendera dia. Dari malaria, demam tinggi, kolera, sampai borok-borok yang membuatnya kakinya pincang. Lebih tragisnya, salah satu anaknya meninggal karena terkena penyakit demam yang ganas disana. Meninggalnya sang anak membuat istri dan anak-anaknya yang lain diungsikan ke Inggris. Semenjak itu ia tidak lagi pernah berjumpa anak-anaknya. Perasaan sepi, tidak ada yang menemani, hidup sebagai orang asing saya kira kerap menimpa dirinya. Bahkan ketika anak-anak sudah mulai besar, dan ketika istrinya memutuskan untuk mengikuti perjalanan suaminya, hanya beberapa bulan setelah istrinya datang, ia pun dipanggil Tuhan karena penyakit yang ganas. Semua itu pasti sangat menyesakkan hatinya. Sebenarnya ia memiliki pilihan untuk mundur dari pelayanannya. Ia bisa kecewa kepada Tuhan. Ia pun dapat marah dengan Tuhan. Ia bisa saja berkata “Tuhan, kalau tau begini hidup saya mendingan saya tidak usah datang ke Afrika.” Tapi ia tidak mengatakan hal itu. David tetap taat menginjili, dan rela bekorban sampai mengakhiri hidupnya disana. David Livingstone sudah menunjukkan kepada kita bagaimana hidup sebagai prajurir Kristus yang taat dan rela bekorban.

Bagaimana dengan kita? Seberapa jauh kita taat akan perintah Tuhan bahkan rela bekorban untuk Tuhan? Ga usah jauh-jauh berpikir untuk mati bagi Tuhan; dalam keseharian hidup kita seberapa jauh kita bekorban untuk Tuhan? Seberapa banyak waktu yang kita berikan untuk Tuhan? Seberapa banyak pikiran kita diberikan untuk memikirkan pekerjaan-pekerjaan Tuhan? Atau jangan-jangan kita sibuk dengan bisnis, kuliah, dan urusan pribadi kita. Kemudian seberapa banyak uang yang kalian sediakan untuk pekerjaan Tuhan? Seberapa banyak tenaga, hati, dan kekuatan yang kita curahkan untuk Tuhan? Seorang prajurit yang menghargai anugerah Tuhan adalah seorang yang taat dan rela bekorban untuk Tuhan.

3. Seorang prajurit yang setia terhadap tuan-Nya

Ciri seorang prajurit berikutnya ialah: ia harus memiliki kesetiaan terhadap tuannya. Jika kita lari pagi di jalan Jendral Sudirman, kawasan para tentara, kita akan menemukan sebuah tulisan yang mengatakan “Setia sampai akhir.” Kopasus (Komando pasukan khusus) sendiri memiliki slogan yang sangat menarik yang mengatakan “Lebih baik tinggal nama daripada gagal tugas.” Dengan kata lain, bagi seorang prajurit lebih baik mati daripada mundur dalam peperangan. Semua ini menunjukkan bahwa kesetiaan merupakan prinsip yang penting yang harus dipegang oleh seorang prajurit.

Sebagai prajurit-prajurit Kristuspun kita diharapkan untuk selalu setia kepada Tuhan selaku pimpinan kita. Kesetiaan merupakan sesuatu yang diinginkan oleh Tuhan. Berkali-kali Firman Tuhan menyuarakan kepada setiap umatnya untuk setia. Nabi Mikha pernah menyuarakan isi hati Tuhan dalam Mikha 6:8 “Hai manusia, telah diberitahukan kepadamu apa yang baik. Dan apakah yang dituntut TUHAN dari padamu: selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu?”. Tentu kita masih mengingat tentang perumpamaan 5, 2, dan 1 talenta bukan? Kepada orang yang punya 5 dan 2 talenta dipuji Tuhan karena mereka mengembangkan talentanya. Menariknya dalam pujian itu Tuhan berkata “Baik sekali perbuatanmu itu hai hambaku yang baik dan setia!”. Pujian Tuhan diberikan kepada mereka yang setia. Sama seperti seorang suami yang menginginkan istrinya tetap setia, demikianlah Tuhan mau setiap prajurit-prajurit-Nya setia kepada komandan-Nya. Karena itu sebagai prajurit-prajurit Kristus kita harus setia kepada Tuhan. Seperti yang Paulus katakan di akhir ayat 4 bahwa seorang prajurit itu mencari perkenanan komandannya. Demikianlah kita mencari perkenanan Tuhan dengan berlaku setia.

Memang tidak ada nilai yang lebih tinggi daripada kesetiaan. Seorang bisa dihormati karena kedudukan dan kepandaiannya. Namun tidak ada orang yang lebih dihargai dan dihormati daripada seorang yang setia. Suatu ketika ada perlombaan lari yang diikuti oleh beberapa peserta. Ketika bunyi dor berbunyi, semua pelari langsung berlari sekuat-kuatnya dan secepat-cepatnya untuk meraih garis finish. Tiba-tiba ditengah-tengah pertandingan itu ada seorang peserta yang terkilir kakinya. Hal itu membuat ia berlari setengah pincang. Tentu saja dalam waktu sekejap ia ditinggal oleh pelari yang lainnya. Dan semakin lama jarak dengan pelari lainnya semakin jauh. Sampai di detik-detik terakhir di mana beberapa pelari telah mencapai garis finish, ia masih tetap berlari. Penonton sudah mengejek dia dengan berkata “sudahlah berhenti saja, kamu sudah kalah, gak usah dipaksa lagi, nanti kakimu tambah parah.” Namun menariknya meskipun banyak orang yang menyindirnya, pelari yang terkilir ini tetap terus berlari. Bahkan ketika semua peserta telah memasuki garis finish, ia tetap masih berlari seorang diri. Ia tidak kenal lelah. Penonton pun mulai tersentuh. Hingga akirnya ia memasuki garis finish, lalu terdengarlah tepukan tangan dari penonton. Mereka menghargai perjuangan pelari yang terkilir itu. Seusai pertandingan, pelari tersebut ditanya “mengapa anda tetap berlari, padahal anda sudah pasti kalah?.” Lalu ia menjawab “saya berlari bukan untuk sekedar menang. Tujuan saya berlari hanyalah untuk mencapai garis finish dengan baik. Walaupun semua orang menyuruh saya untuk berhenti, walaupun kaki saya terluka, saya tidak peduli, yang penting saya mencapai garis finish dengan segala yang ada pada diriku. Itulah yang pelatih saya perintahkan kepadaku.”

Saudara....Tuhanpun menginginkan kita untuk tetap setia. Memang si jahat tidak akan senang ketika kita melayani Tuhan. Ia akan menggoda dan menggocoh kita untuk tidak lagi setia kepada Tuhan. Bisa saja kita diuji dengan penderitaan dan kesengsaraan. Mungkin kita diberi sakit penyakit, atau mungkin orang yang sangat kita sayangi dipanggil Tuhan. Kita tidak mengerti mengapa Tuhan mengijinkan ini terjadi. Jika saudara yang tertimpa penderitaan itu, apakah saudara akan tetap setia? Ada juga anak-anak Tuhan yang diberi banyak masalah dalam hidupnya.
Masalah keluarga, gesekan dengan rekan kerja, masalah dalam bisnis, atau masalah dengan pasangan hidup dsb. Lantas kemudian masalah-masalah itu acapkali membawa kita semakin jauh sama Tuhan. Kita lebih sibuk mengurusi persoalan-persoalan kita. Kemudian kita tidak lagi kegereja dan tidak lagi melayani. Ada orang yang karena disindir sama rekan kerja lantas sakit hati dan tidak mau kegereja. Apakah ada saudara juga yang demikian? Saudaraku, setialah melayani dan bekerja bagi Tuhan. Setia bukan berarti tidak pernah jatuh dan gagal. Namun orang yang setia adalah orang yang terus bangkit ketika ia telah terjatuh dan terus berusaha untuk lebih baik lagi sampai akhirnya ia mencapai garis finish. Kepada orang-orang yang setia melayani Tuhan berkata “Baik sekali engkau hambaku yang baik dan setia.....turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.”

Jadilah anggota Kopasus (komando pasukan Kristus) yang berkenan dihadapan Tuhan. Mari kita kuasai diri kita dengan menjaga kekudusan hidup ini. Mari kita taat kepada perintah komandan kita. Lakukan yang Ia perintahkan....dan jangan lakukan yang Ia larang. Dan terakhir....mari kita setia melayani untuk Tuhan. Karena itulah yang berkenan dihadapan Tuhan. Amin

KOPASUS (Komando Pasukan Kristus) #1



Dua tahun lalu ketika saya berada di Bandung, seorang rekan mengajak saya untuk mengikuti sebuah retret atau camp. Teman saya tidak mau memberitahukan tema, bentuk acara, dan jadwal acaranya. Saya mulai merasa aneh, karena camp-camp yang biasa saya ikuti selalu memiliki tema bahkan susunan acara yang jelas. Terus ketika saya bertanya kepada teman yang lain yang sudah pernah mengikuti camp ini, mereka hanya tersenyum dan tertawa sambil berkata “Sudah ga usah tanya-tanya.... ikut saja....” Hati jadi tambah penasaran dengan sikap-sikap orang disekitar. Akhirnya saya memutuskan untuk mengikuti camp yang diadakan di Lembang kurang lebih selama 3 hari tersebut. Dalam benak saya paling-paling camp ini sama aja dengan camp-camp yang pernah saya ikutin sebelumnya.

Namun betapa terkejutnya, karena di hari pertama saya baru menyadari kalau ada yang berbeda dari camp tersebut. Dalam ibadah pembuka tiba-tiba dua orang yang berbadan tinggi besar dengan pakaian seperti tentara masuk dengan muka yang garang tanap senyum. Mereka berteriak-berteriak dan membentak-bentak, bagai seorang jendral mendidik anak buahnya. Tahulah saya bahwa camp ini memakai konsep militer (walau tentu tidak sekeras camp militer yang sesungguhnya). Di camp ini kami dimarah-marahin, dibentak-bentak, dan sering mendapatkan hukuman jika melanggar ketentuan-ketentuan yang sudah ditetapkan. Tidak sedikit kaum perempuan menangis karena mendapat bentakkan dan hukuman. Bagaimana tidak menangis jika dua orang garang itu dengan suara keras membentak sekitar 10 cm persis didepan muka mereka. Jika duduk tidak tegap dihukum. Jika datang terlambat, tidak memakai keplek, topinya miring, terlihat ribut, dan tidak konsen, maka kita akan dimarahin dan dihukum. Juga kalau ada temen kelompok yang melakukan kesalahan maka temen-temen yang lain (yang tidak melakukan kesalahan) juga akan dihukum karena dianggap tidak peduli sama rekannya. Alhasil semua peserta camp terkena hukuman.

Awalnya saya tidak suka mengikuti camp seperti ini. Namun sebenarnya ada pesan kuat yang ingin disampaikan melalui camp tersebut. Pesan itulah yang terus saya ingat sampai sekarang (karena dikatakan berulang kali). Camp itu mengajarkan bahwa kita sebagai anak-anak Tuhan kita harus memaknai anugerah yang Tuhan berikan sebagai anugerah yang mahal, bukan anugerah murahan (Yang biasa dikenal dengan istilah cheap grace). Seringkali kita sering memurahkan anugerah itu dengan hidup yang seenaknya. Memang kita hidup di zaman anugerah. Tuhan sudah memberikan pengampunan yang sempurna untuk kita.

Namun sayangnya anugerah itu acapkali kita sia-siakan begitu saja. Seperti orang yang tidak tahu berterima kasih, kita hidup seenak hati, ‘semau gue’, tetep menikmati dosa-dosa, melihat gambar-gambar porno, memfitnah, bergosip, mendendam, berbohong, dsb. Kita tidak lagi peduli dengan apa yang menjadi kehendak Tuhan. Kita menganggap murah anugerah yang Tuhan berikan kepada kita. D. Bonhoeffer, pencetus dari konsep cheap grace mengatakan “Anugerah murahan adalah sebuah pengampunan tanpa mengharuskan pertobatan, baptisan tanpa disiplin, perjamuan kudus tanpa pengakuan dosa, absolusi tanpa pengakuan pribadi. Anugerah murahan adalah anugerah tanpa pemuridan, anugerah tanpa salib, anugerah tanpa Yesus Kritus, hidup dan berinkarnasi…”

Konsep memurahkan anugerah itu tentunya adalah konsep yang keliru. Anugerah itu memang gratis namun tidak murah. Semestinya jika kita mendapat anugerah yang besar harus mengucap syukur dan menunjukkan ungkapan syukur itu dalam kehidupan kita. Seorang yang bener-bener menghayati akan betapa amazingnya anugerah itu, maka ia akan hidup dengan lebih serius, sebagai bentuk betapa ia menghargai kehidupan itu. Paulus adalah salah seorang yang sangat menghargai anugerah yang diberikan oleh Tuhan. Awalnya ia merupakan seorang pembunuh dan penganiaya orang Kristen. Namun setelah ia berjumpa dengan Tuhan dan matanya dibutakan, pada saat itu jugalah mata rohaninya dicelikkan. Ia bertemu dengan Tuhan yang memberikan anugerah yang begitu besar baginya. Ketika ia sudah mengalami anugerah yang dasyat itu dalam hidupnya, lantas apakah ia hidup dengan seenaknya dan hidup semau gua? Jawabnya tentu tidak. Sebaliknya ia menganggap kaya anugerah yang diberikan Tuhan itu.

Hal ini terlihat dari bagaimana ia sering menggambarkan dirinya sebagai seorang prajurit. Salah satunya terlihat dalam perikop ini, yaitu ketika ia meminta Timotius berjuang sebagai seorang prajurit. Dalam hidupnya Paulus sangat mengenal bagaimana kehidupan para prajurit. Ketika ia menganiaya orang-orang Kristen tentunya ada beberapa prajurit Romawi yang menyertai dia. Kemudian setelah ia percaya kepada Tuhan, ia sering ditangkap dan dipenjara, dan bertemu dengan banyak prajurit. Berefleksi dari itulah Paulus berkata kepada Timotius bahwa sebagai orang Kristenpun kita harus menjadi seperti prajurit. Prajurit yang seperti apa?

1. Seorang prajurit yang menguasai dirinya

Seorang prajurit yang baik adalah seorang yang harus mampu menguasai dirinya. Menjadi seorang prajurit tidak bisa melakukan apa saja yang diinginkannya. Ia harus terus melatih dirinya untuk disiplin, menguasai diri, agar dapat berperang dengan kekuatan yang maksimal. Dalam beberapa komando yang saya tahu, aturan-aturan itu begitu ketat.

Ga bisa tidur sesuka hati. Kemudian ga bisa seenaknya bersenang-senang. Mereka harus terus berlatih untuk meningkatkan skill mereka. Mereka tidak bisa sembarangan makan makanan yang enak; karena makanan yang enak biasanya penuh dengan lemak. Ipar saya yang dulunya adalah seorang tentara diwajibkan untuk makan telur mentah setiap hari, untuk meningkatkan energinya. Dan ada banyak lagi hal dimana mereka harus belajar untuk menguasai dirinya.

Mengapa demikian? Karena penguasaan diri bagi seorang prajurit itu sangat-sangat penting. Tanpa penguasaan diri seorang prajurit tidak layak disebut sebagai prajurit. Contoh seorang prajurit sejati dalam perjanjian lama adalah Uria, suami Batsyeba. Ketika Daud terjatuh dalam dosa untuk tidur bersama dengan Bastyeba; dan hal itu menyebabkan Batsyeba mengandung. Daud takut bahwa dosanya itu akan ketahuan. Karena itu ketika Uria pulang, Daud sengaja mengajaknya minum-minum dengan harapan ia akan pulang dan tidur bersama istrinya. Namun apa yang terjadi? Ternyata Uria lebih memilih tetap tinggal di istana. Ketika ditanya mengapa ia tidak pulang, iapun menjawab “Tuanku Yoab dan hamba-hamba tuanku sedang berkemah di padang (untuk berperang), masakan aku pulang kerumahku untuk makan minum dan tidur dengan istriku? Demi hidupmu dan demi nyawamu, aku tidak akan melakukan hal itu!” Sebagai prajurit yang baik Uria memilih untuk menguasai dirinya.

Dalam surat yang ditulis kepada Timotius inipun Paulus pernah berkata “Kuasailah dirimu dalam segala hal.... (2 Tim 4:5).” Kepada Tituspun ia berkata kepada untuk orang-orang muda “Demikian juga orang-orang muda, nasihatilah mereka agar mereka menguasai diri mereka dalam segala hal.” Di Galatia Paulus mengatakan bahwa penguasaan diri merupakan salah satu daripada buah-buah roh yang harus dimiliki oleh orang Kristen. Karena itu ketika Paulus berkata kepada Timotius untuk ikut menderita sebagai seorang prajurit, saya kira Paulus juga ingin menekankan kepada Timotius untuk senantiasa menguasai dirinya dari segala hal. Betapa penting sikap penguasaan diri dalam hidup ini.

Saya suka dengan sebuah gambar yang menunjukkan ada sepasukan anjing polisi yang garang-garang sedang berbaris rapi. Yang bikin menarik adalah ditengah barisan itu, lewatlah seekor kucing yang dengan santai berjalan dihadapan mereka. Anjing-anjing itu diam saja dan menahan dirinya. Padahal kita tau kucing merupakan musuh para anjing. Namun anjing-anjing itu sudah terlatih untuk menguasai diri tidak menerkam kucing itu.

Seorang prajurit Kristus pun harus dapat menguasai dirinya. Salah satu bentuk penguasaan diri itu adalah dengan menjaga kekudusan hidup ini. Iblis musuh kita menawarkan begitu banyak macam godaan dalam hidup ini. Ia berusaha untuk menghancurkan kehidupan kita dengan menyesatkan atau membelokkan kita dari jalan yang benar. Karena itu iblis paling pintar untuk membuat kita jatuh dalam dosa. Dan karena itu jugalah dosa itu menjadi tampak menyenangkan. Sebagai prajurit Krisuts, kita harus dapat menguasai diri kita dengan baik. Pertanyaan untuk kita renungkan saat ini adalah: seberapa jauh kita sudah dapat menguasai diri? Ketika kita sedang mensearching gambar di google, tapi tiba-tiba yang keluar gambar-gambar yang tidak benar, apakah kita melanjutkan pikiran kotor itu atau kita berhenti berpikir yang tidak-tidak? Ketika anda seorang diri di kamar anda, apakah anda dapat menguasai diri anda? Ketika harta dunia begitu menggoda anda, terlebih harta itu akan banyak diraih jika kita menggunakan cara-cara curang, apa yang akan anda lakukan? Dan ketika kita merasa tidak senang dengan seseorang, apakah kita mencari teman untuk mengosipkan orang itu atau kita menguasai perkataan kita? Dan banyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang dapat diberikan, dan inti pertanyaan itu: Sebagai prajurit Kristus sudahkah kita menguasai diri kita untuk tidak menikmati kenikmatan dunia?

Tuesday, March 15, 2011

Tak Selamanya





Tak selamanya....
Tak selamanya jalan hidup bagaikan jalan tol
Tak selamanya hati manusia dapat tetap bersih terjaga
Tak selamanya orang sabar tidak mengeluarkan amarahnya
Tak selamanya kekayaan akan menjamah seseorang
Tak selamanya orang miskin terus melarat
Tak selamanya seorang pengkhotbah bisa berkhotbah dengan berkuasa
Tak selamanya seorang pemain bola bermain dengan baik
Tak selamanya sebuah nada-nada dalam lagu enak didengar
Tak selamanya sebuah kursi ditempati oleh orang yang sama
Tak selamanya cinta seseorang dapat tetap bertahan
Tak selamanya cinta seseorang tetap jernih tanpa pudar
Tak selamanya seorang pererempuan dapat mempertahankan kecantikannya
Tak selamanya tenaga seorang pria tetap dalam kemudaannya
Tak selamanya yang warna hitam akan tetap hitam
Tak selamanya hidup itu penuh tawa dan canda
Tak selamanya kedamaian tetap tinggal di jiwa
Tak selamanya perasaan suka berdiam di hati seseorang
Tak selamanya saya akan menulis tulisan-tulisan dan permenungan

Namun....
Ada Yang selama-lamanya:
Mzm 100:5 Sebab TUHAN itu baik, kasih setia-Nya untuk selama-lamanya, dan kesetiaan-Nya tetap turun-temurun.
Karena itu:
Mzm 86:12 Aku hendak bersyukur kepada-Mu, ya Tuhan, Allahku, dengan segenap hatiku, dan memuliakan nama-Mu untuk selama-lamanya;

Tuesday, March 08, 2011

Letter To God "Reflection of Life"




Dear God.... terima kasih karena kemarin sore anakmu ini dipercayakan untuk membawakan Firman di komisi usia indah. Disana saya melihat ada puluhan opa oma yang berkumpul untuk memuji dan menyembah Tuhan....Rambut yang hitam itu sudah menjadi putih..... tulang-tulang mereka sudah lemah.... suara mereka sudah mulai bergetar.....mata mereka mulai rabun....dan pendengaran mereka mulai susah....Tidak ada lagi otot-otot kencang di tubuh opa-opa.....tidak ada lagi kulit yang tidak berkerut di wajah oma-oma.....beberapa datang dengan tongkat....beberapa lagi datang dengan kursi roda.... sejenak saya mengamati.....dan tiba-tiba terbayang.... bahwa suatu saat saya juga akan sama seperti mereka....kekuatan saya akan sirna....tidak ada lagi yang dapat saya andalkan.....fiuhhhhh..... terima kasih Tuhan.....hamba jadi disadarkan....bahwa selagi muda.....biarlah hamba lebih giat bekerja untuk Tuhan.....dan jangan menyombongkan kekuatan dan apa yang ada pada diri....karena semua itu akan sirna... Thx God.... Pelayanan kemarin mengajarkan hamba arti kerendahhatian.... Amin

Friday, March 04, 2011

Knowing God # 2



3. Mengenal Allah merupakan tujuan hidup kita

Jika ditanyakan: Untuk apa manusia diciptakan? Makan Jawabnya adalah untuk mengenal Allah. Terus jika ditanyakan Apakah tujuan yang harus kita tetapkan dalam hidup ini? Yaitu mengenal Allah. Mari kita lihat beberapa ayat yang mendukung kebenaran ini:

Yohanes 17:3 “Inilah hidup kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus.” Menarik sekali disini jelas dikatakan bahwa jika seseorang ingin diselamatkan maka seorang bukan hanya harus percaya di bibir, namun setelah percaya ia harus terus berelasi dengan Tuhan untuk mengenal Tuhan lebih dalam. Sebelumnya Hosea pernah mengatakan “Umatku binasa karena tidak mengenal Allah.” Seorang yang tidak mengenal Allah akan binasa. Tetapi seorang yang mengenal Allah akan memperoleh hidup kekal. Dalam Kitab Amos Tuhan berkata demikian “Carilah Aku, maka kamu akan hidup (5:4)”

Selanjutnya jika kita bertanya: Kepada hal apakah kita sharusnya bermegah? Firman Tuhan menjawab dalam Yeremia 9:23-24 “Beginilah firman TUHAN: "Janganlah orang bijaksana bermegah karena kebijaksanaannya, janganlah orang kuat bermegah karena kekuatannya, janganlah orang kaya bermegah karena kekayaannya, tetapi siapa yang mau bermegah, baiklah bermegah karena yang berikut: bahwa ia memahami dan mengenal Aku, bahwa Akulah TUHAN yang menunjukkan kasih setia, keadilan dan kebenaran di bumi; sungguh, semuanya itu Kusukai, demikianlah firman TUHAN.” Ayat ini jelas mendukung bahwa mengenal Allah adalah kehendak Tuhan. Kitab Hosea 6:6 semakin mempertegas hal ini ketika Allah mengatakan “Sebab aku menyukai....pengenalan akan Allah, lebih daripada korban bakaran....”

Mengenal Allah merupakan kehendak Allah ketika menciptakan manusia. Saya kira itulah alasan mengapa Tuhan Yesus mau berinkarnasi menjadi manusia. Tujuan pertama memang adalah untuk keselamatan kita manusia yang berdosa. Tapi tujuan kedua ialah agar kita dapat bersekutu dan mengenal Allah. Tentunya kita masih ingat ketika Yesus mati di atas kayu salib, tabir bait Allah terbelah dua, yang menandakan bahwa tidak ada satu hal pun yang menghalangi kita untuk berhubungan dengan Allah. Ketika Yesus mati, hubungan kita dengan Allah diperdamaikan, dan setiap kita dilayakkan untuk bersekutu dengan Allah. Mengapa Tuhan mau kita bisa dengan bebas bersekutu dengan Allah? Karena Ia mau kita mengenal Allah.

Dari ketiga hal diatas jelas mengatakan bahwa setiap kita harus mengenal Allah. Pengenalan akan Allah merupakan perihal yang sangat penting. Dengan mengenal Allah kita dapat memahami siapa diri kita. Dengan mengenal Allah kita juga dapat mengembangkan potensi kita. Dan pengenalan terhadap Allah itulah kehednak Tuhan, dan itulah tujuan kita diciptakan.

****

Bagaimana langkah praktis kita dapat mengenal Allah:

- Lakukan meditasi atau saat teduh setiap hari. Tuhan sudah menyiapkan Firmannya agar kita dapat mengenal Dia. Karena itu kalau kita mau mengenal allah, tidak ada jalan lain, yaitu kita harus merenungkan firman-Nya setiap hari. Renungkan dan lakukan apa yang Yesus ajarkan kepada kita melalui firman-Nya. Selain itu mari kita tekun berdoa. Kebanyakan kita mengira bahwa doa itu adalah sarana kita meminta kepada Tuhan. Tidak salah. Tapi itu bukan tujuan utama dalam doa. Sebenarnya tujuan doa ialah agar kita semakin mengerti akan kehendak Allah. Semakin kita sering berkomunikasi dengan Tuhan, maka sudah semestinya kita lebih mengenal akan Allah.

- Membaca buku-buku yang berbicara tentang dunia Alkitab. Terkadang banyak hal yang tidak kita pahami dalam Alkitab kita. Karena itu kita butuh buku-buku penunjang. Dimana para penulis sudah menggali dengan seksama dan mendalam, dan kita tinggal nikmati. Saudara, janganlah kita malas untuk membaca buku-buku rohani. Seringkali kita bilang baca buku renungan saat teduh saja cukup. Padahal ada banyak hal yang masih belum kita ketahui. Karena itu mulailah kosumsi buku-buku rohani yang dapat membantu pengenalan kita akan Allah. Tanyakan kepada penginjil-penginjil gereja utnuk buku apa yang baik dibaca.

- Memperhatikan khotbah-khotbah dengan seksama. Kebanyakan para hamba Tuhan adalah orang-orang yang sudah mengalami pengenalan akan Allah. Kepada mereka dipercayakan untuk mengajarkan Firman Tuhan. Lagipula hampir semua Hamba Tuhan sudah mendalami lebih banyak dunia Alkitab daripada orang awam pada umumnya.

- Hiduplah dalam kekudusan. Satu-satunya hal yang menghalangi hubungan kita dengan Allah ialah dosa. Seorang yang terus menerus berbuat dosa dalam hidupnya tidak akan dapat mengenal Allah dengan baik. Karena itu kita yang sudah diselamatkan wajib menjaga kekudusan hidup kita.

- Terakhir, tanyakan kehendak Allah dalam setiap peristiwa di hidupmu. Saya percaya setiap kita punya pengalaman yang berbeda-beda mengenai hal ini. Banyaklah merenung akan maksud Tuhan dalam hidupmu. Saya percaya ketika kita melakukan semuanya ini kita akan semakin mengenal Allah.

Knowing God # 1



Gambar di atas merupakan buku karya J. I. Packer, salah seorang guru besar dan teolog dari Kanada yang sangat terkenal pada abad 20. Buku ini dituliskan sekitar tahun 1970an, dan sampai sekarang sudah hampir 20 tahun, buku ini tetap masih laris terjual. Sebelum menuliskan buku ini Packer sudah menulis banyak sekali buku-buku rohani. Namun sangat sedikit peminatnya. Lantas ada seorang kawannya yang ingin memintanya untuk menuliskan sebuah buku yang berbicara tentang Allah. Maka iapun menulis buku yang berjudul ‘Knowing God’ ini dan diserahkan kepada penerbit. Awalnya ia menyangka buku ini juga hanya akan diminati oleh sedikit orang-orang Kristen. Namun ternyata ia salah besar. Buku yang ia tulis itu berhasil terjual lebih dari 1 juta eksemplar dan diterjemahkan ke dalam 12 bahasa. Dan saat ini buku ini banyak dipakai untuk penunjang pertumbuhan rohani diberbagai kalangan dan berbagai negara.

Kalau dipikir-pikir, mengapa buku ini begitu banyak diminati? Saya kira ini berkaitan juga dengan prediksi dari seseorang teolog yang pernah mengatakan bahwa “Memasuki akhir abad 20 manusia akan mencari sesuatu yang bersifat spiritual.” Sebelumnya manusia tidak terlalu berminat akan hal-hal yang bersifat spiritual. Bagi manusia abad yang lalu, hal yang paling dipentingkan adalah rasio dan logika. Karena itulah abad yang lalu merupakan abad dimana perkembangan teknologi dan penemuan ilmiah sangat berkembang progresif. Namun setelah waktu demi waktu berlalu, manusia mulai sadar bahwa rasio tidak dapat menjawab dan menolong persoalan mereka. Bahkan semakin rasional manusia, tindak-tanduknya semakin irasional dan ugal-ugalan. Kemajuan ilmiah malah semakin membuat manusia lebih garang dan menyakiti sesama mereka. Karena itulah manusia mulai beralih mencari hal-hal spiritual.

Beberapa bukti yang menunjukkan perubahan ini adalah: jika dahulu dalam perekrutan karyawan baru yang ditekankan adalah IQ (inteligent question), sekarang karyawan dituntut untuk memiliki SQ (spiritual question) yang baik. Terus kalau kita melihat fenomena-fenomena yang terjadi, jika ada sesuatu hal yang bersifat mistik, yang mengandung roh-roh tertentu, pasti banyak orang yang datang menyaksikan. Misal kejadian Ponari dan batu ajaibnya setahun yang lalu. Dikabarkan bocah ini memiliki batu ajaib, sehingga membuat setiap air yang disentuh olehnya akan menjadi obat. Mendengar kabar itu ribuan orang datang kepadanya, bahkan ada yang rela menunggu ditempat pembuangan airnya untuk mendapatkan air yang disentuh oleh ponari. Keadaan ini memastikan kita bahwa dunia sekarang sangat berhasrat terhadap hal-hal yang bersifat spiritual. Saya kira fenomena-fenomena itu sebenarnya ingin menjelaskan bahwa manusia mulai sadar ada kuasa yang jauh lebih besar dari kemampuan manusia. Mereka mulai mencari hal-hal mistik dan gaib yang melampaui kekuatan mereka.

Dalam keadaan manusia abad 20 seperti inilah maka keberadaan buku seperti ‘Knowing god’ laris terjual. Manusia mulai menyadari bahwa mereka butuh Allah yang mengasihi mereka, dan mereka tidak dapat berbuat apa-apa tanpa Allah yang berdaulat atas hidup mereka. Karena itu, sebagai orang yang membutuhkan Allah kita harus berusaha untuk mengenal Allah. Itulah inti yang mau disampaikan oleh buku ini. Saya tidak akan membahas seluruh isi buku ini. Saya hanya mengupas dasar yang ditawarkan oleh buku ini. Untuk mengerti lebih lanjut silahkan saudara bisa membelinya sendiri di toko-toko buku sekitar.

Mengapa kita harus mengenal Allah? Mengapa ‘Knowing God’ itu penting?

1. Dengan mengenal Allah, maka potensi kita akan lebih maksimal

Dalam bukunya Packer mengutip perkataan dari Spurgeon yang mengatakan “Orang yang sering memikirkan tentang Allah akan memiliki pikiran yang lebih luas daripada orang yang sekadar menyelidiki dunia yang sempit ini. Tidak ada hal yang akan begitu memperluas intelek daripada upaya untuk mengenal Allah.” Ada pepatah mengatakan: Dengan siapa kita bergaul maka kita akan menjadi sama seperti orang itu. Saya kira pepatah ini ada benarnya. Ketika kita bergaul dengan orang yang tidak punya visi, yang malas berpikir, dan tidak punya masa depan, maka kitapun akan terbawa dengan pola pikirnya. Namun ketika kita bergaul dengan seorang pemimpin yang berwawasan luas, bervisi, dan penuh analisa yang dalam, mau tidak mau kita akan belajar dari cara dia berpikir dan menganalisa. Dan dari sana kita bisa memiliki pemikiran yang baik. Sekarang bayangkan jika kita bergaul dengan Allah yang mahatau; yang hikmatnya terlalu luas untuk diselami; dan yang paling bijaksana dalam merencanakan segala sesuatu; apa jadinya kita? Semakin kita mengenal Allah, maka pengetahuan kita akan lebih baik.

Bukan hanya itu, J. I. Packer mengatakan bahwa bersamaan dengan pengenalan akan Allah, maka perasaan damai sejahtera, kekuatan, dan sukacita kita juga akan bertambah. Sepertinya ini bukan hanya sekedar teori. Banyak anak-anak Tuhan yang hidup dekat dengan Tuhan memiliki tiga aspek itu lebih daripada orang yang tidak dekat dengan Tuhan. di Alkitab sendiri menyaksikan bagaimana tokoh-tokoh Alkitab yang mengenal Allah bisa mengalami aspek-aspek tersebut. Ayub tetap kuat walau dihantam oleh badai kehidupan yang mengamuk kepadanya. Daud bisa tetap merakan damai walau sedang dikejar-kejar oleh musuhnya. Paulus dapat tetap bersukacita walau ia berada di dalam penjara. Semua itu mereka alami karena mereka dekat dengan Allah. Karena itu benarlah bahwa dengan mengenal Allah potensi kita akan lebih maksimal.


2. Mengenal Allah memampukan kita untuk mengenal siapa diri kita

Dalam hal ini J. I. Packer mengatakan “Pada saat kita merenungkan akan keagungan dan kemuliaan Allah, maka dampaknya akan menjadikan kita sebagai pribadi yang rendah hati dan menyadari akan ketidakberartian dan keberdosaan kita.” Hanya ketika kita semakin mengenal Allahlah maka kita semakin objektif dalam menilai diri kita. Dalam kitab Kejadian dituliskan bahwa manusia merupakan gambar dan rupa Allah. Tapi sayang sekali gambar dan rupa kita itu sudah rusak karena dosa. Kerusakan gambar kita membuat kita tidak lagi mengenal bagaimana semestinya gambar kita. Sama seperti ketika kita becermin pada diri, tapi cermin yang kita gunakan itu cermin pecah atau cermin cekung dan cembung. Semua itu membuat kita tidak lagi dapat mengenal siapa diri kita. Karena itu kalau kita mau mengenal diri dengan baik, tentunya kita harus melihat kembali kepada gambar yang utuh yang tidak rusak dan yang sempurna, yaitu kepada Allah.

Orang yang mengenal Allah seharusnya ia akan sadar siapa dirinya, yaitu manusia yang begitu kecil dan hina namun mendapatkan belas kasihan Tuhan. Ketika Ayub berjumpa dengan Allah Ayub menjadi sadar bahwa ia tidak layak untuk protes kepada Allah. Ketika Musa berjumpa dengan Allah ia sadar bahwa ia hanyalah alat Tuhan. Ketika Paulus berjumpa dengan Allah, Paulus sadar bahwa dirinya adalah seorang berdosa. Sebelumnya ia berpikir ia benar ketika menganiaya orang-orang Kristen. Perjumpaan dan pengenalan akan Allahlah yang membuatnya sadar akan siapa dirinya. Karena itu jika kita ingin memahami siapa diri kita sebenarnya kita harus mengenal Allah.