Saturday, October 24, 2009

Keep Believe and Faithful.



Suatu ketika disebuah negeri adikuasa, terjadi sebuah keributan yang besar.  Tiga orang pemuda yang merupakan warga asing, dengan gagah berdiri dalam sebuah sidang penghakiman.   Orang-orang berkerumun menyaksikan jalannya pengadilan.  Banyak orang berbisik-bisik, sedang membicarakan perkara yang terjadi.  Beberapa orang mengatupkan mulutnya, dengan mata dingin dan senyum yang menyeringai sinis, menunjukkan rasa puas.  Ada juga yang menatap dengan mata cemas menyaksikan, rekan-rekannya sedang diadili.  "Celaka....celaka" mungkin itu yang ada di dalam benak mereka.   Persidangan yang menegangkan itu juga dihadiri para petinggi-petinggi negara.  Semua orang bijak dan pandai berkumpul disana.  Dan di hadapan ketiga orang tersebut, ada sebuah podium yang meninggi lebih dari pijakan lain.  Di sanalah duduk pemimpin negeri adikuasa tersebut.  Seorang pemimpin yang bervisi, tegas, berambisi, gagah, dan terhormat.  Tidak ada orang yang berani untuk menentangnya.  Sungguh sebuah suasana yang ricuh, jauh dari ketenangan.  Hanya ketiga orang itu yang menunjukkan sikap tenang dan berkeyakinan.

"Ada apa dengan mereka?" beberapa orang mulai penasaran.  "Mengapa tiga orang ini harus diperhadapan di depan seorang pemimpin negara?  Tentulah ini bukan kasus yang mudah".  Tiba-tiba salah seorang dari mereka mendapatkan bocoran, dan mulai membisikkannya kepada teman-temannya.  "Apa di hasut!" Teriak mereka.  "Ssstt, jangan berisik!" lalu ia mulai menceritakan semuanya.  Ternyata ketiga orang tersebut sedang diadili karena mendapat hasutan orang lain.  Sebenarnya bukan orang lain, tetapi rekan kerja mereka sendiri.  Tiga orang ini merupakan golongan orang-orang pandai di negeri itu.  Walaupun mereka adalah orang asing, pemimpin tertinggi telah mengangkat mereka dengan pangkat yang tinggi, bahkan sangat tinggi.  Rekan-rekannya sesama golongan orang pandai mulai iri hati.  Wajar saja.... Mereka penduduk asli namun tidak mendapatkan pangkat setinggi itu.  Karena itulah mereka selalu berusaha mencari kesempatan dalam kesempitan untuk menghasut ketiga orang asing itu.

Namun hasutannya bukanlah hasutan yang dikarang-karang.  Pemimpin negara pernah membuat suatu ikon tentang dirinya, dan mewajibkan semua orang untuk menyembah ikon itu.  Sebenarnya penyembahan ikon itu bukan semata-mata dimotivasi oleh ambisi pribadi belaka. Ada maksud politik dibaliknya. Pemimpin adikuasa itu mengharapkan agar negerinya, yang dihinggapi banyak orang asing itu dapat bersatu.  Jika masing-masing menyembah allah-allahnya sendiri mana mungkin dapat bersatu.  Karena itu ia membuat sebuah ikon tentang dirinya, agar penyembahan seluruh negeri berpusat kepada dirinya, dengan harapan bahwa hal itulah yang akan mempersatukan negeri yang luas itu.  Sebuah maksud yang baik.  Namun ketiga orang itu tidaklah mengindahkan maksud baik yang diharapkan sang pemimpin.  Karena itu mereka berdiri di ruang sidang saat ini.  Sang pemimpin dengan wajah memerah, dan dengan rasa geram memimpin persidangan itu.  Di matanya, tiga mahluk di hadapannya adlaah orang-prang pembangkang yang menyebalkan.  Bengal, tidak tau diri, bahkan tidak tau etika.

"Apa benar kamu tidak mau mentaati peraturan yang aku buat?  kamu tau hukumannya?  Hukumanya ialah mati!!..  Tidak mungkin ada yang dapat menolong kalian. Bahkan para allahmu pun tidak!!"  dengan marah pemimpin itu membentak.  "Sekarang, tunjukkan bahwa kalian tidak akan mengalami hal seperti itu, sembah ikon itu dihadapan ku?".

Namun ketiga orang itu tetap berdiri dengan gagah.  Kakinya terpaku ke dalam bumi.  Dan lututnya membeku tak bergeming.  Dan terdengarlah sebuah ucapan agung:

"Tidak ada gunanya kami memberi jawab kepada tuanku dalam hal ini.  Jka Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja.  Tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikian" (Daniel 3:16-18)

Demikianlah, akhirnya Sadrach, Mesach, dan Abednego mendapat penghukuman berupa nyala api yang mematikan dari raja Nebudkanezar yang sangat geram.  Dan kita sudah mengetahui akhir kisahnya, bahwa mereka semua selamat karena Allah menyertai mereka.

Saya rasa perkataan tiga orang tadi merupakan sebuah perkataan yang harus dipelajari setiap anak Tuhan saat ini.    Kalimat-kalimat ini mengandung ajaran teologi yang mendalam.  Dalam keadaan sukar dan terancamlah kalimat ini diungkapkan.  Tapi justru pada saat-saat itu, suatu kalimat yang penuh iman kepercayaan yang terlontar.  Sadrach, Mesach, dan Abednego, tidak mengalami khawatir, karena mereka menyadari bahwa Allah jauh lebih berkuasa dari Nebudkanezar yang jelas-jelas pemimpin nomor satu di dunia saat itu.  Jika kita perhatikan, dalam kalimat itu mereka mengungkapkan bahwa Allah mampu menolong mereka dari segala kesusahan.  Itulah teologi yang pertama.  Kemahakuasaan Allah mampu melepaskan seseorang dari kesukaran yang paling sukar.  Namun menariknya, di kalimat selanjutnya mereka menyatakan: jika pun Allah tidak membebaskan mereka, mereka akan tetap setia pada Allah.  Dalam hal ini mereka meyakini bahwa Allah berdaulat.  Walaupun mereka pada akhirnya harus mati, mereka tetap meyakini bahwa itu adalah kedaulatan Allah, sehingga mereka memilih untuk tetap setia.

Saudaraku, mari kita belajar seperti ketiga tokoh Alkitab di atas.  Dalam segala perkara yang sulit, kita yakin seyakin-yakinya bahwa Allah mampu membebaskan kita dari segala kesukaran kita.  Jangan pernah meragukannya.  Terlalu banyak perkara besar  yang sudah Ia kerjakan dalam dunia ini, termasuk hidup kita.  Ia yang berkuasa mengelola dunia ini, Ia juga yang berkuasa dalam segala perkara kehidupan ktia.  Namun demikian, jika terjadi sesuatu yang tidak sesuai harapan kita, tetap lah meyakini bahwa Allah berdaulat.  Janggan pernah menghujani gerutu kita ke atas, yang toh akhir-akhirnya akan jatuh ke diri kita sendiri.  Jangan juga memarahi Tuhan, sebab siapakah kita sehingga kita berani memarahinya?  Tetapi tetaplah setia kepada Allah yang berdaulat dan mengasihi kehidupanmu.
Bagi para korban kekejaman dunia, bagi para korban bencana alam yang mengerikan, dan bagi semua anak-anak Tuhan yang menghadapi ujian, mari kita tetap PERCAYA DAN SETIA.

Sunday, October 18, 2009

Celakalah



Mendengar kata “celakalah” tentu saja terkesan kasar. Dan sudah pasti tidak menyenangkan jika 9 huruf itu ditujukan kepada kita. Sebab kata ini bukan sekedar makian, melainkan lebih seperti sebuah kutukan. Kutukan yang mengharapkan orang lain mengalami celaka. Tentu saja hal celaka tidak diingini semua orang di mana saja dan kapan saja. Ketika saya berkata kepada seorang kawan "wah moga besok kamu sakit perut (dalam konteks bercanda)", kebanyakan mereka akan berkata "kok gitu sih doanya!". Padahal itu cuma bercanda. Bagaimana jika saya berkata "semoga besok kamu celaka". Wah kasar banget. Bisa-bisa identitas ku sebagai orang Kristen diragukan.

Tapi menarikanya, dalam kitab Injil Yesus pernah mengatakan "celakalah" berkali-kali. Tentu saja kelemahlembutan Yesus tidak perlu diragukan lagi. Tapi jika Yesus guru yang lembut itu sampai berkata "celakalah" tentu saja ini bukan hal sepele. Sudah pasti orang yang menjadi objek sasaran ucapannya adalah orang-orang yang lebih baik mengalami semua itu daripada ia hidup dalam kebebalan.

Dalam seluruh catatan Injil, Tuhan Yesus menegur 4 jenis orang dengan perkataan kutuk ini. Pertama adalah orang yang sudah mendapat pengajaran namun tidak beriman. Kedua, adalah orang-orang yang mengandalkan kekayaannya untuk masuk Surga. Ketiga, adalah orang-orang yang mengkhianati Yesus, secara spesifik Ia tunjukkan kepada Yudas. Dan yang terakhir ialah kepada orang-orang munafik. Dan ungkapan celaka ini paling sering ditujukan kepada orang jenis terakhir ini.

Berkaca dari 4 tipe di atas, bagaimana dengan kita. Apakah kita berada dalam orang-orang yang cocok dikategorikan sebagai orang celaka? Apakah kita adalah orang yang tidak beriman walaupun sudah menerima berbagai pengajaran FT? Apakah kita mengandalkan kekayaan kita untuk masuk Surga? Apakah kita sedang mengkhianati Tuhan? Atau apakah kita sedang berada dalam kemunafikan ntah sadar atau tidak? mungkin kita giat melayani keagaamaan kita. Tapi sungguhkah itu dengan motivasi yang tepat. Di mana tanpa sedikitpun ingin menonjolkan narsisme dan ego kita?
Think about it.....

Saturday, October 10, 2009

Menurut Perbuatan




Coba renungkan beberapa ayat dari Roma 2:6-10 di bawah ini, dengan judul perikop, hukuman Allah atas semua orang:

6. Ia akan membalas semua orang menurut perbuatannya,
7. Yaitu hidup kekal kepada mereka yang dengan tekun berbuat baik, mencari kemuliaan, kehormatan dan ketidak binasaan
8. tetapi murka dan geram kepada mereka yang mencari kepentingan diri sendiri, yang tidak taat kepada kebenaran, melainkan taat pada kelaliman.
9. Penderitaan dan kesesakan akan menimpa setiap orang yang hidup yang berbuat jahat, pertama orang-orang Yahudi dan juga orang Yunani,
10. tetapi kemuliaan, kehormatan dan damai sejahtera akan diperoleh semua orang yang berbuat baik, pertama-tama orang Yahudi, dan juga orang Yunani.

Refleksikan:

Seringkali orang Kristen merasa cukup hanya dengan percaya kepada Tuhan. Mereka puas karena mereka sudah diselamatkan, hingga mereka tidak terlalu peduli akan tindakan dan perbuatan-perbuatan mereka. Tak heran kan, banyak orang Kristen yang begitu egois, serakah, melakukan korup, kecurangan dalam dunia kerja mereka, pikiran-pikiran kotor, bahkan ada yang selingkuh.
Sepertinya paradigma yang selama ini beredar cukup menyimpangkan kita. Tuhan juga mengadili seseorang menurut perbuatannya. Kata perbuatan (erga) mengacu kepada segala aktifitas yang keluar sebagai tindakan kita. Perbuatan baik itu sebenarnya bukanlah sebagai ungkapan syukur atas keselamatan yang Ia berikan. Tapi perbuatan baik itu merupakan tuntutan yang Tuhan wajibkan untuk kita. Memang perbuatan baik bukanlah penyebab seseorang diselamatkan, melainkan hanya iman. Tapi iman itu menuntut suatu perbuatan baik untuk dilakukan. Karena itu Yakobus 2:24 mengatakan "jadi kamu lihat, bahwa manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya karena iman."
Coba juga perhatikan di kitab-kitab Injil. Didalamnya sebagian besar berbicara tentang tindakan dan pebuatan yang harus ditiru dariNya. Entah kasihnya, kepeduliannya, kebaikannya, kemurahannya, dan kelembutannya.. Tak heran Tuhan pernah berkata "Mereka yang melakukan kehendak Bapa, itulah saudara-saudaraku". Yesus sangat menekankan akan perbuatan-perbuatan baik dari orang percaya.
So, perbuatan baik itu juga tuntutan. Perbuatan bukanlah sekedar ungkapan syukur kita.

Ingat ini:
7. Yaitu hidup kekal kepada mereka yang dengan tekun berbuat baik, mencari kemuliaan, kehormatan dan ketidak binasaan
8. tetapi murka dan geram kepada mereka yang mencari kepentingan diri sendiri, yang tidak taat kepada kebenaran, melainkan taat pada kelaliman.
Jika saudara adalah seorang Kristen yang terlalu fokus dengan keuntungan diri sendiri sehingga menghalalkan segala cara dalam pekerjaan; jika saudara adalah seorang Kristen yang tidak mau melepaskan dunia pornografi; dan jika saudara adalah seorang Kristen yang tidak mempunyai kasih; ingatlah murka dan geram ada pada saudara, penderitaan dan kesesakkan akan menimpa saudara.