Sunday, January 20, 2013

BRIDGING THE GAP (PELAKU FIRMAN) #2





Alasan kedua mengapa penting bagi kita untuk melakukan Firman Tuhan adalah:  Karena jika kita tidak melakukan Firman Tuhan maka kita tidak akan mendapatkan apa-apa.   Jangan mengharapkan perubahan dalam hidup kita jika kita tidak mau menjadi pelaku-pelaku Firman.
Mengenai ini Yakobus menggambarkan kita seperti orang yang sedang bercermin melihat rupa aslinya.  Namun setelah melihat bagaimana mukanya,  ia segera pergi dan tidak melakukan apa-apa di Cermin.  Tidak ada sesuatu yang diubah dalam dirinya walaupun ia tau ada banyak kekurangan dalam dirinya dalam cermin itu.  Saya tau setiap kita pernah becermin.  Bahkan tiap hari pasti kita becermin.   Apalagi kaum hawa.  Saya yakin tidak ada diantaara kita yang bangun pagi-pagi, melihat cermin, lihat rambut acak-acakan, terus kita biarin saja, lalu pergi kampus tanpa merapikan rambut kita.  Tidak mungkin bukan?  Kita pasti pergi didepan cermin, dan kita akan pergi dari cermin itu sampai ada sesuatu yang kita ubah. Hanya seorang anak kecil saja yang pagi-pagi bangun liat cermin, terus pergi kesekolah tanpa merapikan diri.  Harus dirapikan sama ortunya.  Demikian pula jika kita hanya mendengar dan mengerti Firman, namun jika kita tidak melakukannya kita seperti seperti anak kecil, yang bodoh (kata Yakobus) karena tidak melakukan perubahan apa-apa dalam dirinya.
Jangan harap untuk mendapatkan sesuatu yang baik dalam hidup kita belum melakukan Firman Tuhan.  Tidak ada berkat yang diberikan bagi mereka yang hanya menjadi pendengar Firman.   Di zaman PL juga menggemakan hal ini.  Ketika Musa membawa umat Israel keluar dari perbudakan Mesir.  Dan mereka akhirnya mengelilingi padang gurun selama 40 tahun lamanya, jumlah semakin banyak, dan terbentuklah bagsa Israel.  Disana Tuhan memberikan banyak hukum-hukum-Nya kepada umat Israel untuk dilaksanakan.  Setelah memberikan sekiatbanyak hukum itu, di ulangan pasal 7:12 -14  Musa memberikan janji Tuhan yang berbunyi demikian "Dan akan terjadi, karena kamu mendengarkan peraturan-peraturan itu serta melakukannya dengan setia, maka terhadap engkau TUHAN, Allahmu, akan memegang perjanjian dan kasih setia-Nya yang diikrarkan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu. 13  Ia akan mengasihi engkau, memberkati engkau dan membuat engkau banyak; Ia akan memberkati buah kandunganmu dan hasil bumimu, gandum dan anggur serta minyakmu, anak lembu sapimu dan anak kambing dombamu, di tanah yang dijanjikan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu untuk memberikannya kepadamu.  14  Engkau akan diberkati lebih dari pada segala bangsa: tidak akan ada laki-laki atau perempuan yang mandul di antaramu, ataupun di antara hewanmu.”  Perhatikan: bagi kalangan umat Tuhan, berkat Tuhan dicurahkan kepada mereka yang mau melakukan Firman Tuhan, bukan hanya mendengar.  
Sebaliknya jika saudara tidak mau melakukan Firman Tuhan, jangan mengharapkan akan berkat Tuhan datang dalam hidup saudara, keluarga anda, dan apa yang anda harapkan.  Jangan mengharapkan ada sesuatu perubahan yang berarti dalam hidup saudara .  Jangan mengharapkan kehidupan yang lebih baik jika kita tidak mau menjadi pelaku Firman Tuhan.  Analoginya sama seperti orang berlatih.  Suatu saat saya pernah bertemu dengan seorang bapak dirumahnya.  Dirumahnya lengkap alat fitnesnya.  Ada treatmill, banpress, alat untuk bentuk otot kaki, alat bantu situp dsb.  Lengkap.   Saya lihat alat fitnes yang lengkap itu, kemudian saya memandangi bapak itu:  gendut, besar, berlemak-lemak, bukan gendut otot.  Terus bapak itu berkata:  “Iyaa ini awalnya saja saya beli semangat.  Dulu pengen bentuk body biar bagus.  Tapi lama-lama malas latihan.  Lebih banyak makannya.”  Lalu kami tertawa bersama karena pernyataan bapak itu.   Demikian juga dengan hidup kita.  Jangan mengharapkan perubahan yang lebih baik dalam hidup kita jika kita tidak pernah melakukan Firman Tuhan.
Itulah sebabnya ada pepatah yang mengatakan Practice make perfect (dengan berlatih membuat sesuatu menjadi semakin sempurna)....tapi saya mau menambahkan istilah ini.  Practice make perfet, no practice there’s no effect.  Jika kita tidak mau melakukan Firman Tuhan dalam kehidupan kita sehari-hari, jangan harap ada perubahan dalam hidupmu.  Jangan harap berkat Tuhan akan melimpah atas hidupmu.  Jangan mengharapkan kehidupan yang lebih sempurna. 
Kita mau keluarga kita dipulihkan?  Namun jika kita tidak mau memulai dengan pengampunan, maka sia-sia.  Kita rindu terjalin kasih diantara orang-orang dekat kita, namun jika kita tidak mau memulai untuk mengasihi terlebih dahulu, maka jangan berharap anda akan mendapat kasih itu.  Tidak akan ada yang berubah jika kita tidak mau menjadi pelaku-pelaku Firman.
Jangan kira hanya dengan kegereja tiap minggu, menyanyi, dan duduk diam kita akan beroleh berkat Tuhan.  Tidak!  Berkat Tuhan tidak diberikan kepada mereka yang demikian.  Ingat!  Tuhan pernah berkata:  Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku ‘Tuhan, Tuhan!’ yang akan masuk ke dalam kerajaan Surga, melakinkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di Surga.  Ya….Berkat Tuhan diberikan kepada mereka yang rajin kegereja, sungguh-sungguh menyembah Tuhan, menghayati firman Tuhan itu, namun yang paling penting…. Ia mau melakukan kebenaran Firman itu.  Sebab itu saudara, mari menjadi pelaku-pelaku Firman.  Siapa disini yang hidupnya mau diberkati?   Saya yakin semua kita disini mau hidupnya diberkati.  Kita ingin usaha kita diberkati, keluarga kita diberkati, study kita diberkati, relasi kita diberkati,…. Ya… kita ingin diberkati dalam berbagai hal….  Namun jangan pernah lupa untuk melakukan Firman Tuhan yang kita dengarkan.  Karena tanpa melakukan Firman Tuhan jangan harap hidup kita akan diberkati.
Menjadi pendengar dan pelaku Firman itu seumpama dua pulau yang berbeda.  Pulau yang bernama ‘pendengar’ itu tempatnya gersang, tidak ada apa-apa.  Hanya banyak berisi petunjuk-petunjuk dan tulisan-tulisan serta peta bergambar yang berisi tentang sebuah pulau yang kaya harta karun.  Pulau yang penuh dengan harta karun itu bernama pulau ‘Pelaku Firman’…Hanya diantara kedua pulau itu terbentang lautan yang memisahkan.  Untuk mencapai kepulau harta karun yang bernama pulau ‘pelaku Firman’ itu harus dibangun sebuah jembatan untuk menghubungkannya.  Itu penting bagi kita untuk membangun jembatan antara apa yang kita dengar dengan apa yang mesti kita lakukan.
Bagaimana caranya?  Tentu menjadi pelaku Firman Tuhan itu tidak mudah.  Seringkali terjadi peperangan dalam roh dan daging kita.  Satu sisi seringkali kita tahu bahwa kita harus melakukan Firman Tuhan.  Roh kita sudah mendorong kita untuk melakukan Firman itu.  Ada keinginan untuk taat.  Namun disatu sisi kedagingan kita membuat kita merasa malas, buat apa capek-capek, mending melakukan hal yang kusenangi, mending melakukan yang nikmat untuk dagingku.  Dan peperangan antara roh dan daging ini terus ada dalam kehidupan kita anak-anak Tuhan.
Pertama, mari kita belajar untuk mengalahkan keinginan daging kita.  Jangan memanjakan keinginan daging dengan terus ‘memberi makan’ apa yang diinginkan daging.  Sangkal diri, dan lakukan yang Tuhan mau:  Mengasihi sesama lebih dari diri sendiri, mengampuni walau orang itu sudah melukai hati kita, memberi pipi kanan kepada orang yang menampar pipi kirimu, kasihilah musuhmu, jangan menghakimi sesamamu, dan banyak lagi kerinduan Tuhan untuk kita lakukan sesuai dengan Firmannya.  Mari kita berusaha untuk menekan keinginan daging kita, dan lebih menuruti keinginan roh yang ada dalam diri kita.
  Selain itu,  penting bagi kita untuk mencari spiritual partner, baik dalam persekutuan, maupun dalam kelompok-kelompok kecil yang telah dibentuk.  Kehadiran partner spiritual ini sangat penting sebagai pengingat akan apakah kita sudah melakukan Firman atau belum.  Berbahaya sekali jika tidak ada orang yang mengingatkan kita.  Kita bisa khilaf sewaktu-waktu. Dulu sewaktu kuliah saya memiliki beberapa spiritual partner.  Kami semua dekat, dan kami tidak malu untuk mengingatkan teman-teman kami kalau ada sikap kami yang tidak sesuai dengan Firman Tuhan: mungkin ada kesombongan, kemarahan, kebencian, pikiran kotor dsb yang menguasai diri kami..  Dan itu sangat membangun kami.  Sahabat-sahabat itu menjadi pagar untuk kami supaya bisa berada dalam track yang benar.  Sebab itu mulailah mencari partner-partner demikian.  Bukan hanya mencari partner demikian, namun jadilah partner yang demikian.  Yang berani, dan tidak malu untuk mengingatkan rekan-rekan kita kalau tidak sesuai dengan kebenaran Firman Tuhan.
Langkah terakhir yang bisa membangun jembatan untuk dapat melakukan Firman Tuhan ialah berdoalah dengan segala kerendahan hati.   Berdoalah kepada Tuhan agar Tuhan memampukan kita untuk dapat melakukan Firman-Nya setiap hari.  Renungkan firman setiap ahri dalam saat teduh, dan berdolah agar Tuhan boleh menolong kita untuk dapat melakukannya.  Memang langkah ini tampak sederhana.  Seakan-akan tidak cukup bagi kita hanya dengan berdoa.  Namun saya sering mengalami justru dengan berdoa saya akan mengingat tekad saya sepanjang hari itu untuk melakukan Firman Tuhan.  Doa membuat diri kita semakin rendah hati, dan semakin peka untuk melakukan apa yang Tuhan mau.  Sebab itu berdoalah kepada Tuhan untuk hal ini.

BRIDGING THE GAP (PELAKU FIRMAN) #1




Suatu waktu saya berjumpa dengan beberapa kawan saya untuk hanging out.  Kami kumpul di rumah salah seorang teman yang sudah ditentukan.   Sampai dirumah itu, setelah semua orang sudah berkumpul, tiba-tiba teman saya yang mempunyai rumah itu menyodorkan kunci mobil kepada saya meminta saya untuk menyetirkan mobilnya.  Akhirnya saya pun menyetir mobilnya kita hanging out bersama ke sebuah mall.   Sesampainya di mall itu kami mencari tempat makan karena sudah kelaparan.  Waktu kami semua sudah memesan makanan, tidak sengaja saya memperhatikan dompet teman saya yang punya mobil itu, saya melihat ada dua sim yang ia punyai antara lain sim A dan sim C.  Lantas sayapun bertanya kepada dia:  “Kamu punya sim kok suruh saya nyetir?”  Dia menjawab “Iya Fong, itu sim sudah lama saya buat, tapi saya sekarang ga bisa nyetir mi.”   Saya melanjutkan “Kok bisa kamu belum bisa nyetri tapi sudah dapat sim?”   Lalu ia mengatakan demikian “Iya, dulu saya pernah khursus mengemudi, setelah itu bisa dan saya buat sim.  Namun beberapa tahun lamanya saya tidak pernah menyetir lagi.  Kadang malas, kadang mobil dipakai, kadang takut, yah akhirnya karena lama tidak nyetir mobil, jadinya sekarang saya kagok / kaku, dan tidak bisa bawa mobil”.   “Yah… sia-sia dong kamu buang uang kursus dan buat sim tapi tidak pernah kamu pakai.”  Saya bilang begitu.   Mengapa ia tidak bisa menyetir mobil?  Karena ia jarang mempraktikan atau melakukan untuk mengemudi.  Ia menyia-nyiakan waktunya untuk berlatih dan ia menyia-nyiakan uangnya untuk membayar khursus dan membuat sim.

Saudara, sadarkah bahwa ada berapa banyak orang Kristen yang demikian, yang suka menyia-nyiakan waktu hidupnya?  Yang setiap waktu kegereja, dan sering mendengarkan Firman Tuhan.   Mungkin mereka bersaat teduh setiap hari; mungkin mereka setiap minggu kegereja mendengarkan Firman, bahkan mungkin ada yang 2-3 kali seminggu ke gereja;  mungkin mereka sering mengikuti seminar-seminar tentang pendalaman Alkitab; dsb;….. Tetapi ia tidak melakukan Firman itu.  Tahukah saudara, jika saudara tidak pernah melakukan setiap Firman yang sudah saudara dengarkan, maka saudara sama seperti teman saya tadi, saudara telah menyia-nyiakan hidupmu, saudara telah menyia-nyiakan waktu-waktu saudara, dan saudara telah menyia-nyiakan sesuatu yang berharga.  Itu sebabnya penting bagi kita untuk tidak hanya duduk diam ditempat ini dan mendengar Firman, tapi jauh lebih dari itu, yaitu bagaimana kita duduk, mendengar, merenungkan, menghayati, dan yang paling penting melakukan Firman itu.  Harus ada jembatan yang menghubungkan antara Firman yang kita dengar dan apa yang harus kita lakukan.  Mari bersama kita melihat terlebih dahulu alasan-alasan mengapa penting bagi kita untuk melakukan Firman Tuhan.
****
Pertama, jika kita tidak melakukan kebenaran Firman Tuhan maka hidup kita rentan dan rapuh.  Mari kita membaca dari Matius 7:24-27  24 Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu.  25  Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu.  26  Tetapi setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan tidak melakukannya, ia sama dengan orang yang bodoh, yang mendirikan rumahnya di atas pasir.  27  Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, sehingga rubuhlah rumah itu dan hebatlah kerusakannya.
Perumpamaan ini di katakan oleh Yesus ketika Yesus mau mengakhiri khotbah di bukit yang di mulai dari pasal 5.  Setelah berkhotbah panjang lebar dan mengajarkan banyak hal, kemudian Yesus menutup khotbah-Nya dengan perumpamaan dua macam dasar.  Di Israel cuaca sangat tidak menentu.  Seringkali hujan lebat mendadak datang dan menyebabkan dasar sungai yang kering berubah menjadi aliran sungai yang sangat deras.  Orang Israel sudah umum melihat pemandangan demikian.  Nah, orang-orang yang di pedesaan umumnya suka membangun rumah diatas lumpur yang mengeras ini.   Sementara orang-orang yang bijaksana biasa memilih membangun rumah jauh dari aliran sungai dan mencari batu karang sebagai pondasi rumahnya.  Akibatnya sudah umum di Israel waktu itu, ketika cuaca mendadak berubah, hujan lebat melanda, dan aliran sungai tiba-tiba meninggi dan deras, rumah-rumah yang dibangun diatas lumpur ini  hancur berantakan terseret arus air.  Sebab dasarnya tidak kuat.  Sementara orang yang membangun rumah diatas batu tidak perlu khawatir, sebab rumahnya akan kokoh berdiri karena pondasi yang kuat.
Saudara, Tuhan mengumpamakan orang yang mendengar Firman namun tidak melakukannya ini seperti orang pedesaan yang membangun di atas pasir tersebut.  IA rapuh, ia lemah, tampaknya saja bagus, namun ketika ada cobaan datang, maka hancurlah semua pendiriannya;  Runtuhlah imannya; dan hilanglah harapannya.  Habis terhempas bersama arus dunia yang begitu kencang.  Sebaliknya jika saudara mendengar Firman Tuhan dan melakukannya, saudara akan menjadi kuat dan tidak tergoyahkan, sebab kita sudah menjadi pelaku-pelaku Firman.
Ya saudara, Sekalipun kamu mendengar Firman dan memikirkannya; sekalipun kamu mendengar Firman dan merenungkannya; bahkan sekalipun kamu mendengar firman dan kamu tersentuh karena Firman itu (bahkan mungkin sambil menangis tersedu-sedu sambil berkata: Tuhan…Tuhan); tetapi kalau saudara tidak melakukannya,….  Saudara seperti orang yang bodoh, yang membangun rumahnya di atas pasir.  Dimana ketika ada cobaan datang menerpa, maka segala iman keyakinan, kekuatannya, akan sirna karena rumah itu tidak dibangun dengan melakukan Firman Tuhan.
Suatu ketika ada seorang ayah yang mengajarkan kedua putranya mengendarai mobil.  “Nak, cara mengendarai mobil begini ya…kamu harus masuk gigi perlahan, injak kopling baru koplingnya dibuka sedikit sambil injak gas, bla...bla...bla….bla…”  Setelah menjelaskan panjang lebar, sang ayah berkata: “Kalian sudah mengerti kan, silahkan kalian pakai mobil butut ini untuk latihan disekitar perumahan kita ya.  Jangan pakai mobil baru ya”  Anak pertama merasa sudah mengerti caranya, ia meremehkan dan tidak pernah berlatih, karena merasa sudah tau.  Sementara anak kedua dengan bersemangat segera memakai kesempatan itu untuk berlatih dan berlatih supaya dia bisa jalan-jalan dengan teman-temanya.  Beberapa waktu kemudian bapak ini mengajak kedua anaknya keluar kota.  Anggap saja ke Malino.  Papanya menyetir anak pertamanya duduk didepan, anak keduanya duduk dibelakang.  Ditengah jalan tiba-tiba dada papanya merasa sesak, ia langsung  memarkir mobil dipinggir jalan, dan papannya memegang dada mereka sambil berusaha menahan sakit.   Segera saja anak kedua ini berkata kepada kokonya: ko, cepet gantikan papa nyetir.  Kita harus membawa papa ke rumah sakit.  Kokonya langsung pindah ketempat supir papanya ditidurkan dibelakang.  Tapi ketika memegang setir, kokonya bingung, setelah starter, lantas dia bingung bagaimana masukkan gigi, setelah berhasil masuk, bagaimana lepas kopling pelan-pelan, dan gas nya harus bagaimana.  Akhirnya mobilnya sering termati-mati, terkejut-kejut karena sering salah injak.  Adiknya yang melihat hal itu langsung mengambil alih tugas kokonya.  Ia menyuruh kokonya kebelakang dan adiknya yang menyetir.  Akhirnya mereka bisa.
Saudara demikian juga orang yang mendengar Firman tapi tidak melakukannya, ia seperti anak sulung yang hanya mendengar dan mengerti, namun ketika ada masalah datang, ia tidak bisa apa-apa, rapuh, dan tidak berdaya.  Itu sebabnya penting bagi kita untuk bukan hanya mendengar Firman dan menghayatinya setiap hari.  Tapi jauh lebih itu, mari kita bersama-sama melakukan Firman itu, agar ketika persoalan-persoalan kehidupan datang, ujian, pencobaan, dan pergumulan hidup menerpa hidup kita.  Kita tau apa yang harus kita lakukan, karena kita adalah pelaku-pelaku Firman itu.

Wednesday, January 16, 2013

Ayub 7




Kehidupan manusia dibumi ini dipenuhi oleh banyak pergumulan.  Pergumulan itu bagaikan sahabat yang selalu menemani disepanjang hidup kita.     Pergumulan itupun bersifat mistery; kita tidak tau kapan ia akan menghampiri kita, dan menggoncang kehidupan kita.  Ada pergumulan yang berat, ada pergumulan yang ringan, ada juga pergumulan yang sedang-sedang saja.   Gagal atau tidaknya kita menghadapinya seakan-akan tergantung dari seberapa besar kekuatan yang dimiliki masing-masing orang.  Tetapi walau demikian….Yang pasti, tidak ada manusia yang terlalu kuat untuk yang tidak pernah menangis dalam menghadapi pergumulan hidup.   Sebab kekuatan manusia ada batasnya.

Kekuatan Ayubpun ada batasnya.   Pasal 7 menunjukkan akan hal ini.  Pasal ini menyatakan akan betapa rapuhnya dan tidak berdayanya Ayub.  Jika di pasal 1 kita masih terkagum-kagum dimana Ayub begitu tegar menghadapi penderitaannya;  pasal 7 menunjukkan akan kerapuhannya dan keterbatasannya dalam mengatasi masalah hidup.  Dan saya kira apa yang Ayub rasakan mewakili apa yang semua manusia rasakan, termasuk setiap kita disini, pada saat kita mendapatkan pergumulan yang berat.

Di ayat 1-10 ini di pasal ini Ayub menyatakan isi hatinya yang terdalam.  Diawali dengan pernyataan: bukankah manusia harus bergumul di bumi ini, dan hari-harinya seperti orang upahan?  Ayub menggambarkan pergumulan itu bagaikan seorang budak, yang terikat pada tuannya, yang tidak bisa lari kemana-mana, dan tidak berdaya, hanya dengan sabar menerima nasib menjadi orang rendah yang tidak berpengharapan.  Demikian pergumulan itu membuat dia seperti budak.  Ia tidak berdaya, tidak bisa melawan beban berat itu, dan mau tidak mau harus menuruti kemauan dari pergumulannya.  

Berikutnya di ayat yang ke-3 & 4 Ayub mulai merasa hidupnya sia-sia.   Setiap malam ia merasakan gelisah yang berat.  Ia tidak bisa tidur karena dihantui pergumulan itu.  Dan pergumulan yang berat itu membuatnya dadanya sesak.  Setiap malam datang mungkin ia berkata pada dirinya, semoga hari esok sudah tidak ada daripada hidup terus menderita.  Saya yakin saudara juga pernah mengalami hal ini.  Pergumulan yang begitu berat, membuat hati kita sesak tidak bisa tidur, menangis sepanjang malam sampai matahari terbit.  Dan rasanya tidak ada kekuatan kita mulai sirna untuk menghadapi hari esok.

Selanjutnya Ayub juga merasakan tiada lagi harapan.  Di ayat 6 dikatakan hariku berlalu lebih cepat daripada torak dan berakhir tanpa harapan.  Torak itu seperti bekas bahan sewaktu orang menenun, yang dipakai sebentar lalu kemudian dalam sekejap bekas bahan tenunan itu menjadi sampah dan dibuang.  Ayub merasakan hidupnya seperti itu.  Ia kehilangan pengharapannya.   Di ayat 7 dikatakan bahwa matanya tidak sedikitpun melihat yang baik.  Bukankah itu yang dialami ketika kita tidak lagi memiliki pengharapan.  Segala sesuatu yang ada didepan kita tampak tidak jelas.  Semuanya buruk.   Kita seperti tersesat dalam sebuah gua, dan tidak sedikitpun melihat secercah cahaya.  Semuanya gelap…. Tidak ada harapan.

Bukan hanya itu yang dialami oleh Ayub.  Selain merasa hidupnya sia-sia, selain kehilangan pengharapan, iapun merasa bergumul seorang diri.  Di ayat 8 dikatakan: orang yang memandang aku tidak akan melihat aku lagi, sementara Engkau memandang aku, aku tidak ada lagi.  Ayat 10 melengkapi: Ia tidak lagi kembali kerumahnya, dan tidak dikenal lagi oleh tempat tinggalnya.  Ayub merasa seorang diri.  Pergumulan itu begitu hebat sehingga ia merasa tidak ada satu orangpun yang dapat mengerti dirinya.

Saudara, saya kira setiap kita pernah merasakan apa yang Ayub rasakan ketika menghadapi pergumulan yang hebat.  Perasaan tidak berdaya menghadapi semua masalah yang menekan.  Rasanya kekuatan kita hampir sirna menghadapi pergumulan itu.  Perasaan hidup yang sia-sia.   Mungkin sakit penyakit, masalah ekonomi, atau segala duri dalam daging kita telah menghancurkan semua impian dan cita-cita kita.  Bahkan kita mungkin pernah merasakan apa yang namanya putus asa.  Kehilangan harapan.  Semua tampak gelap, seakan tidak ada jalan keluar.  Kita merasa berjalan seorang diri, tidak ada satu orangpun yang mengerti perasaan kita.  Suami tidak, istri tidak, anak-anak tidak, sahabat-sahabatpun tidak.  Saya yakin saudara ditempat ini pernah merasakan apa yang dirasakan Ayub.  Bahkan mungkin saja saat ini bapak ibu datang dengan membawa segala perasaan itu.

Karena itu mari kita melihat kembali kepada tokoh Ayub.  Ditengah kesesakannya, ditengah keputus asaaanya, ditengah ketidakberdayaan dan keputusasaannya menghadapi pergumulan hidupnya,  Ayub memilih untuk berseru dan memohon kepada Tuhan.   Pasal 7 ini dibagi 2 bagian.  Bagian pertama ayat 1-10 berisikan apa yang dirasakan Ayub terhadap pergumulannya, sementara ayat 11-21 berisikan seruan Ayub kepada Tuhan.  

Diawalin di ayat 11dimana dengan susah hati Ayub berkata: oleh sebab itu, aku pun tidak akan menahan mulutku, aku akan berbicara dalam kesesakan jiwaku, mengeluh dalam kepedihan hatiku.  Hatinya sudah tidak tahan lagi, ia ingin segera menyampaikan keluh kesahnya dihadapan Tuhan.  Ayat-ayat selanjutnya ia menyatakan kepada Tuhan akan keluh kesahnya.  Ya… Ayub menyatakan isi hatinya kepada Tuhan.  Walaupun ia tau bahwa mempertanyakan kedaulatan Tuhan itu tidak baik, namun kesesakan hatinya mendorongnya untuk berseru kepada Tuhan secara apa-adanya.  Ia memilih untuk menjadi seperti seorang anak kecil yang bertanya kepada Bapanya segala sesuatu yang ia tidak mengerti.  Ia menyatakan dihadapan Tuhan bahwa ia lebih baik mati daripada hidup demikian.  Ia bertanya sebenarnya siapakah manusia, sehingga Tuhan mengagungkannya.  Bahkan Ayub bertanya: apa salah dan dosaku ya Tuhan?  (mengingat pada jaman dulu ada konsep bahwa sakit penyakit itu merupakan kutuk atas kesalahan yang diperbuat manusia).  Bahkan dalam pergumulan yang berat itu, Ayub berani bertanya kepada Tuhan:  Mengapa Engkau tidak mengampuni pelanggaranku dan tidak menghapus kesalahanku?  Mengapa Engkau tidak mencari Aku?   Ayub merasa Tuhanpun tidak peduli terhadap dirinya.

Saudara, memang doa yang disampaikan Ayub ini tidak benar.  Tidak benar kalau Tuhan tidak peduli terhadap Ayub.  Tidak benar kalau Ayub bertanya apa dosa dan salahku.  Tidak benar kalau dikatakan Tuhan tidak mau mengampuni.  Semua itu tidak benar.  Tapi bukan poin ini yang ingin saya ajak jemaat renungkan.  Namun mari kita belajar sperti Ayub, yaitu belajar menyerukan segala isi hati kita dihadapan Tuhan.  Saya yakin Ayub merupakan seorang yang saleh.  Ia tau bahwa Tuhan itu peduli.  Ia tahu bahwa Tuhan itu maha kasih dan maha pengampun.  Dan Ia tahu bahwa bukan Tuhan yang menyebabkan Ia menderita.  Namun semua kesesakan dan pergumulan yang hebat itulah yang mendorongnya mencurahkan isi hatinya kepada Tuhan.  Segala sesuatu yang terlintas dalam pikirannyapun di ajukan kepada Tuhan.  Seperti seorang anak kecil yang bertanya kepada papanya mengapa ini terjadi, mengapa itu terjadi.

Saudara, mari pada saat ini kitapun berseru kepada Tuhan untuk segala pergumulan yang kita hadapi.  Mungkin diantara kita ada yang sedang merasa tidak berdaya karena permasalahan kehidupan yang berat, mungkin diantara kita mulai berpikir bahwa hidup ini sia-sia, atau bahkan ada yang mulai kehilangan harapan, merasa seorang diri menghadapi.  Mari kita mengambil langkah seperti Ayub.  Mari kita berseru kepada Tuhan.  Berdoa, curahkan seluruh isi hatimu dihadapan-Nya.  Mazmur 62:9 berkata “berharaplah kepada Allah setiap waktu; curahkanlah isi hatimu kepada-Nya, sebab Dialah tempat kita berlindung.”