Tuesday, March 27, 2012

Hanya Dekat Allah Aku Tenang -- Mazmur 62 #3



Alasan kedua, Di dekat Allah kita tenang, karena Tuhan adalah sumber pengharapan yang dapat dipercaya. Setelah menyatakan bahwa Tuhan adalah sumber keselamatannya, kini dengan yakin juga pemazmur mengungkapan bahwa Tuhan adalah satu-satunya sumber pengharapan yang dapat dipercaya. Di ayat 6 ia berkata “Hanya dekat Allah saja aku tenang, sebab daripadanyalah harapanku.”

Bukan cuma kalimat itu yang diulang sebanyak 2 kali, di ayat 7 pun ia mengulangi ayat 3 yang berbunyi “Hanya dialah gunung batuku dan keselamatanku, kota bentengku, aku tidak akan goyah.” Pada zaman dulu, ketika peperangan terjadi dimana-mana, dua hal yang memberikan keamanan bagi mereka adalah gunung batu dan kota benteng. Pernah ketika Daud dikejar-kejar oleh Saul yang hendak membunuhnya, ia segera berlari kegunung-gunung batu. Dan ia merasa aman disana. Mengapa? Karena pasukan musuh tidak mungkin naik keatas gunung dengan segala perlengkapan perangnya yang begitu berat. Kuda, kereta perang, dan baju perang yang berat harus dilepas untuk mengejar buronan diatas gunung. Dan Daud dapat bersembunyi dicelah-celah atau goa dalam gunung-gunung itu. Begitu juga dengan kota benteng. Pada jaman itu, walaupun sebuah kerajaan memiliki pasukan yang lemah, tetapi jika ia memiliki benteng yang kuat, maka musuh-musuh tidak akan mudah mengalahkan mereka.

Namun demikian semua pertahanan di dunia ini bukanlah tempat yang mampu menjamin keamanan 100% bagi kita. Dalam sejarah Israel, pernah ketika mereka bersembunyi diatas gunung batu yang kokoh dan kuat. Dan memang musuh susah untuk naik menghampiri mereka. Tetapi dengan mengepung mereka dibawah gunung, akhirnya pasukan-pasukan yang bersembunyi itu kelaparan sendiri, dan merekapun akhirnya mati bunuh diri di atas gunung, karena tidak mau menyerah terhadap musuhnya. China yang terkenal dengan tembok Chinanya (Gbr). Tembok ini merupakan salah satu keajaiban dunia yang begitu panjang mengelilingi negeri China. Tembok ini diciptakan untuk melindungi negeri china dari serangan Mongolia waktu itu. Akibatnya musuh pun begitu sukar menggepur China dengan tembok yang begitu kokoh. Tapi toh sejarah mencatat bahwa tembok ini pernah ditembus musuh. Bagaimana caranya? Ternyata ada beberapa pengawal benteng itu di sogok dan kemudian musuh bisa masuk dengan mudah. Hal ini menunjukkan kepada kita, sistem keamanan terkuat sekalipun masih dapat dibobol. Tidak ada sesuatu yang bisa diharapkan didunia ini. Kuasa, kekuatan, harta, dan apapun juga itu, tidak ada yang dapat menjamin keamanan hidup kita. Itu sebabnya Daud berkata di ayat 11 “Janganlah percaya kepada pemerasan, janganlah menaruh harap yang sia-sia kepada perampasan; apabila harta makin bertambah, janganlah hatimu melekat kepadanya.” Daud adalah seorang raja yang sangat makmur. Tetapi dalam segala kemewahannya sekalipun dia tidak menemukan ketenangan di dalamnya. Karena itu jangan pernah berharap pada manusia, jangan juga berharap kepada harta dan kekayaan, jangan berharap pada apapun juga didunia. Semua itu tidak memberikan ketenangan.

Sebaliknya, diayat 9 Daud menyerukan untuk Percayalah kepada Tuhan setiap waktu. Tuhan adalah gunung batu yang tidak akan goyah. Tuhan adalah kota benteng yang tidak dapat ditembus oleh musuh manapun juga. Hanya Tuhan sumber harapan yang dapat dipercaya. Sebanyak 4 kali Daud berkata ‘hanya’ Tuhan, yang mampu membuat kita tenang. Hanya dekat dia. Hanya saat kita bersandar padahnya. Hanya dia gunung batu kita. Hanya daripadanyalah.... Ya... hanya Tuhan gunung batu, dan kota benteng yang bisa kita andalkan, tidak ada yang lain. Karena itu percayalah kepada-Nya setiap waktu . Bukan Cuma percaya, tetapi curahkanlah seluruh isi hatimu, seluruh kekhawatiranmu, dan seluruh kecemasanmu dihadapan-Nya. Mengapa? Sebab Allah, Tuhan, Dialah tempat perllindungan kita.

Saya kira ketika berada didekat Tuhan, Daud merasakan ketenangan seperti gambar anak kecil ini (bayi yang tidur lelap ditangan ayahnya). Salah satu yang membuatnya merasakan tenang berada dekat Tuhan adalah karena kasih setia Tuhan. Kalau berbicara tentang pengharapan, memang orang yang paling dapat diharapkan adalah orang yang mengasihi kita. Sebaliknya orang yang paling tidak dapat diharapkan adalah orang yang membenci kita. Jika seseorang sudah begitu mengasihi kita, maka dalam pergumulan apapun yang kita hadapi, orang tersebut akan berusaha untuk menolang kita dengan segenap kemampuannya. Itulah yang menjadi dasar pengharapan Daud. Ia tau bahwa selain berkuasa, Allah itu juga adalah kasih. Diayat terakhir dikatakan ‘dari pada-Nyalah kasih setia.’ Karena itu ia merasakan tenang berada dekat Allah. Karena Allah yang mengasihi dia itulah yang akan menjaga dan memeliharanya.

Saya ingat sekali sewaktu saya masih kecil, saya paling takut jika terjadi mati lampu di malam hari. Karena mendadak suasana jadi panas dan saya tidak dapat melihat apa-apa. Saya kira rata-rata anak-anak takut akan hal yang sama. Acapkali setiap mati lampu saya akan berteriak dan menangis ketakutan. Papa saya yang kamarnya persis di sebelah kamar biasanya selalu terbangun karena tangisan saya. Dan saya ingat betul, biasanya dia dari sebelah sudah teriak “Dek....sudah jangan nangis...” dan segera ia akan menghampiri kamar saya dan berkata “Sudah tenang ada papa”. Kemudian biasanya papa saya akan membawa saya kekamarnya dan saya ditidurkan disampingnya, di antara papa dan mama saya. Anehnya setiap kali saya tidur di dekatnya, perasaan takut itu lenyap. Walau lampu di rumah belum juga menyala, saya tetap dapat tidur dalam ketenangan dan kedamaian. Mengapa bisa? Karena saya berada dekat dengan orangtua saya yang mengasihi saya, sehingga saya tidak lagi merasakan takut.

Saudara, tahukah bahwa Tuhan juga mengasihi saudara dan saya? Kasihnya sudah sangat terbukti ketika Ia menyerahkan dirinya di atas kayu Salib. Demi menebus dosa kita, Ia rela menderita, tersiksa, bahkan menyerahkan nyawa-Nya untuk saudara dan saya. Hal itu jelas membuktikan bahwa Tuhan sungguh mengasihi saudara. Karena itu, dalam pergumulan apapun yang saudara hadapi saat ini? Mari, mendekatlah kepada Tuhan. Carilah dia dalam doa-doa dan perenenungan Firman Tuhan kita sehari-hari. Curahkanlah isi hatimu kepada Dia. Berharaplah kepada-Nya. Percayalah Tuhan yang berkuasa dan yang mengasihi kita akan memberikan perlindungan dan tuntunan-Nya bagi kita. Sehingga kitapun dapat menyatakan dengan keyakinan bahwa: ‘Sesungguhnya! Hanya dekat Allah, Aku tenang.”

Hanya Dekat Allah Aku Tenang -- Mazmur 62 #2




Alasan pertama, Di dekat Allah kita tenang, karena Tuhan adalah sumber keselamatan kita. Kalau ditanyakan kepada umat Israel: Sejarah apa yang paling berkesan yang harus diigat oleh semua orang Israel? Mereka akan menjawab: Sejarah waktu Tuhan membebaskan umat Israel dari perbudakan Mesir. Dimana dengan tangan yang ajaib, Tuhan menyatakan kuasanya yang dasyat dan menyelamatkan Israel dari perbudakan Mesir. Kisah pembebasan Tuhan atas umat Israel ini adalah kisah yang harus diceritakan dari jaman kejaman. Karena itulah kalau kita membaca kitab PL, berkali-kali para raja, para hakim, atau para nabi, yang menyerukan “ingatlah Israel! Tuhan yang menyelamatkan kita dari perbudakan Mesir.” Hal itu terus diserukan kepada umat Israel, agar umat Israel tetap percaya Tuhan, bersandar kepada Tuhan, dan bergantung ketika menghadapi berbagai persoalan kehidupan ‘Tuhan adalah sumber keselamatan kita’.

Ini juga yang menjadi pegangan dari Daud. Walaupun Daud terkenal sebagai seorang raja yang berjaya dan sukses di zamannya. Namun tidak bisa dipungkiri, bahwa Daud juga merupakan seorang raja yang paling menderita. Mengapa bisa? Karena hidupnya tidak pernah lepas dari ancaman kematian. Berkali-kali ia harus hidup sebagai pelarian karena ingin dibunuh. Beberapakali ia dikhianati, bahkan anaknya sendiri pernah mau membunuh dia. Sampai-sampai ia pernah berpura-pura jadi orang gila supaya tidak dibunuh oleh musuhnya.

Dalam Mazmur 62 kali ini sekali lagi nyawanya sedang terancam. Banyak orang yang ingin mengambil posisinya sebagai raja. Banyak orang yang menginginkan jabatan yang dipegangnya. Dan dengan cara yang munafik mereka melakuakn semua itu. Di ayat 5 tertulis ‘mulutnya memberkati, tetapi dalam hatinya mereka mengutuki’. Posisi Daud sedang terjepit. Bahkan sangat terjepit. Karena itu di ayat 4 dia mengumpamakan dirinya seperti dinding yang miring dan seperti tembok yang hendak roboh. Apa artinya? Itu berarti kemampuannya untuk bertahan sudah hampir habis; kekuatannya untuk tetap berdiri tegak sudah hampir goyah; tinggal ditekan sedikit saja ia tekan. Itulah posisi Daud waktu itu.

Pernahkah saudara mengalami hal yang serupa? Walaupun pergumulan yang saudara alami berbeda dengan Daud, tetapi saudara merasa keadaan saudara seperti dinding yang miring, dan seperti tembok yang hendak roboh? Saudara merasa sudah hampir tidak lagi dapat bertahan. Kekuatan sudah hampir habis. Kaki sudah semakin goyah. Sedikit lagi kita akan menyerah. Lantas hati kita menjadi kacau, kekhawatiran dan rasa cemas mulai menghantui kita, rasa tentram perlahan-lahan pergi menjauhi hidup kita. Bahkan perasaan takut mulai merajalela di hati kita.
Jika itu yang saudara alami. Mari kita belajar dari tokoh Daud. Ditengah pergumulannya, ia masih berkata ‘Sesungguhnya! Hanya dekat Allah saja aku tenang... Sebab daripadanyalah keselamatanku.” Di ayat 12 Daud sadar bahwa “Kuasa itu dari Tuhan datangnya.” Saya kira Daud melihat karya Allah di masa lampau. Tuhan yang membebaskan umat Israel dari perbudakan Mesir itu jugalah yang ia yakini akan membebaskannya dari setiap persoalan hidupnya. Jika Tuhan berkuasa melakukan perkara yang besar di masa lampau, toh, pasti Tuhan juga yang berkuasa menolong masalah hidupnya. Karena itu ia sangat merasa tenang berada didekat Allah. Menariknya, ketenangan itu diraihnya bukan ketika permasalahan itu lenyap dari hidupnya. Tetapi ketenangan itu didapatnya justru pada saat permasalahan itu hebat dalam dirinya, namun dengan senyap ia duduk di dekat Tuhan yang adalah sumber penyelamatnya.

Saya suka dengan sebuah pepatah: “Lebih baik berjalan di tempat gelap, tetapi bersama dengan Tuhan, daripada berjalan di tempat terang seorang diri / tanpa Tuhan.” Pepatah ini saya kira sesuai dengan tema pemazmur. Kalau saya adopsi dengan ungkapan pemazmur, kira-kira bunyinya demikian: walaupun banyak pergumulan hidup, walau kita dalam lembah kekelaman, tetapi saat kita berjalan didekat Tuhan, kita akan merasa tenang dan damai. Sebaliknya, walaupun kita hidup dalam kemewahan, bahkan kita memiliki kekuasaan dan segalanya. Namun jika kita berjalan sendiri, maka tidak akan ada kedamaian dalam jiwa kita. Mengapa demikian: Karena Tuhan adalah sumber keselamatan kita.

Saya ingat pengalaman beberapa tahun yang lalu. Ketika menumpangi pesawat dari Surabaya ke Samarinda, awalnya cuaca begitu cerah. Tapi tiba-tiba ada awan tebal didepan, dan pesawat kami mulai masuk ke dalam awan tebal itu. Pramugari sudah mengumumkan agar setiap penumpang segera kembali ketempat duduknya, karena cuaca buruk, dan diharap semua penumpang memakai seatbelt. Awalnya saya kira ini hal yang biasa yang sering terjadi, dan tidak perlu khawatir. Namun pesawat itu mendadak terhempas kebawah. Penumpangpun terkejut. Ketika pesawat itu perlahan-lahan naik, kemudian pesawat itu terhempas kembali kebawah. Berkali-kali kondisi pesawat demikian. Beberapa penumpang sudah berteriak-teriak. “Ada yang teriak ketakutan, ada yang berteriak ‘ya Awlaah’ , ‘ yaTuhan’, dsb.” Jujur saya cukup khawatir waktu itu. Sebuah pertanyaan tiba-tiba terbesit dalam pikiran saya ‘Bagiamana kalau kamu mati saat ini?’ Disatu sisi pikiran ini berkata ‘Waduh Tuhan, saya masih muda, belum berbuat apa-apa, masa mati begini.’ Satu sisi ada perasaan takut. Tetapi disisi lain, iman ini berkata “Mengapa kamu harus takut seperti orang-orang dipesawat ini, toh jiwamu sudah aman bersama Tuhan. Toh hidupmu sudah diselamatkan. Apa yang perlu kamu kuatirkan.” Dan dalam pergumulan hati dan pikiran itu, akhirnya terlintas sebuah lagu “Aku berharap pada Tuhan ku, dingarai atau lautan menderu, kutak bimbang, Dia tak ingkar, Bapa Surgawi memeliharaku.” Saya menyanyikan lagu ini berulang ulang. Dan saat itu saya merasa tenang dan tentram. Karena ada Tuhan sang sumber keselamatan itu, yang sudah menyelamatkan hidup saya, jiwa saya aman di tanga-Nya.

Saudara, jika Tuhan sudah memberikan hal yang terpenting bagi hidup kita yaitu keselamatan jiwa kita, permasalahan apa sih yang mengkhawatirkan kita lagi? Hal apa sih yang patut kita cemaskan? Bukankah hidup ini hanya sementara. Pemazmur mengatakan ‘hanya angin saja orang-orang yang hina, suatu dusta saja orang-orang yang mulia’. Hidup kita seperti angin hembusan nafas. Begitu cepat, dan begitu singkat. Semua permasalahan yang kita hadapi akan berlalu, dan jika kita sudah mendapatkan kesalamatan dari Tuhan, kelak kita akan masuk dalam kebahagiaan yang kekal bersama Dia di Surga selamanya. Karena itu jangan takut, mendekatlah kepada Tuhan, kuatkan imanmu di dalam Tuhan, sebab hanya dekat Dialah kita mendapatkan ketenangan.

Hanya Dekat Allah Aku Tenang -- Mazmur 62 #1




Alkisah ada seorang pemuda yang banyak mengalami pergumulan hidup. Keluarganya seringkali bertengkar dalam kesehariannya. Entah masalah ekonomi, masalah pergaulan anak, masalah suami istri yang ribet, dan banyak lagi hal-hal yang selalu dipertengkarkan. Dia merasa tidak tentram dalam rumahnya sendiri. Pergumulan itu semakin komplit karena pemuda ini baru saja diputus oleh sang kekasih yang sudah bertahun-tahun dijalinnya. Akhirnya dalam kegalauan itu, terbesit dvbibenaknya untuk pergi keluar dari rumahnya untuk mencari tempat yang tenang. Lalu ia mengumpulkan semua uang tabungan hasil kerjanya, dan iapun mengambil waktu ‘cuti’ dari segala kehidupan rutin beberapa bulan lamanya untuk mencari apa yang namanya kedamaian tersebut.

Pertama pergilah ia ke kota metropolitan di Jakarta. Ia berpikir jika ia bisa setiap hari berbelanja barang-barang mewah disana, dan hidup elit, pasti dia akan merasakan damai. Lalu masuklah ia ke megamal-megamal yang ada di Jakarta. Dia mulai membeli pakaian bermerek, barang elektronik terkini, dan segala produk baru yang memuaskan keinginannya. Akhirnya iapun pulang dengan taksi ke tempat penginapan dengan perasaan puas. Ditengah-tengah perjalannya, tiba-tiba jalanan menjadi macet karena demo yang sedang terjadi disana. Dari kejauhan masa terlihat marah. Mereka mulai memukul mobil-mobil yang ada didekat mereka. Pemuda ini menjadi takut, karena barang belanjaannya banyak di taksi itu. Tapi syukurlah, ternyata para pendemo tidak sampai ke taksi yang ditumpanginya. Iapun pulang dan menikmati semua barang barunya. Tetapi ketika ia tidur, dan terbangun keesok harinya, ia merasakan kekosongan dan bertanya-tanya ‘untuk apa ia membeli semua barang itu, sepertinya semua sia-sia’.

Ia sadar bahwa kedamaian tidak ditemukan dalam harta benda yang dibelinya. Lantas dia merencanakan untuk pergi ke Bali, yang kata orang adalah pulau dewata. Dalam pikirnya, berada dikota ini pasti akan merasa damai, sebab namanya saja pulau dewata. Tetapi baru saja sesampai di Bali, sewaktu dia mau ke pantai kuta, supir taksinya berkata demikian “Pak, disini loh titik terjadinya bom Bali yang dasyat beberapa tahun silam, waktu itu banyak orang mati seketika.... tidak ada yang pernah menyangka... Sekarang di Bali tidak aman... banyak teroris berkeliaran.” Lalu pemuda ini tersadar bahwa di pulau dewatapun bukanlah sebuah tempat yang damai dan tenang.

Lalu dia pergi kesebuah pulau kecil terpencil yang memiliki pantai yang bersih dengan air laut yang jernih. Ia menginap di sebuah penginapan di pinggir laut. Iapun mulai merasa nyaman dan tenang. Air laut yang jernih, angin yang bertiup sepoi-sepoi, cuaca yang cerah, wah rasanya bahagia sekali tinggal disana. Diapun mulai berpikir kalau kedamaian ada di tempat itu. Tapi menjelang sore tiba. Tiba-tiba hujan deras turun di pulau itu. Air laut jadi bergelora, ombak-ombak mulai ganas menghantam ke pantai. Teras tempat dia tinggal sudah mulai banjir. Pemuda ini pun menjadi takut. Dan ia sadar bahwa di tempat itupun tidak ada ketenangan.

Banyak lagi perjalanan yang dilakukannya, entah itu kegunung, ketempat hiburan, berpesta dengan kawan-kawannya, dan banyak lagi, tetapi ia tidak menemukan ketenangan dari semuanya itu. Akhirnya iapun kembali kerumahnya setelah melewati perjalanan panjang. Ia pulang tanpa membawa perasaan tenang itu. Hanya satu hal yang ia bawa, yaitu sebuah kesimpulan: bahwa tidak ada satupun tempat dan hal didunia ini yang dapat memberikan ketenangan dan kedamaian.

Saudara, kisah pemuda ini merupakan gambaran dari kehidupan manusia. Bukankah banyak manusia yang ingin mencari kedamaian? Dan bukankah banyak di antara kita yang mencari ketenangan dalam jiwa? Sama seperti pemuda tadi, kehidupan manusiapun adalah sebuah petualangan mencari kedamaian dan ketenangan hidup. Namun cobalah mencari tempat itu. Cobalah meneliti dengan seksama, dimanakah kita bisa merasakan ketenangan jiwa. Kita tidak akan pernah dapat menemukannya. Selama masih ada dosa dalam dunia ini, kekacauan akan tetap ada, masalah akan tetap hadir, kekhawatiran akan terus menghantui, dan pergumulan akan terus menghimpit.

Namun ada kabar baik hari bagi kita hari ini. Ternyata dalam kehidupan ini, kita tetap bisa menemukan ketenangan itu. Kurang lebih 3000 tahun yang lalu, seorang Pemazmur yang kita kenal sebagai raja Daud, pernah menemukan tempat itu. Dan ia telah membagikannya untuk setiap kita melalui Mazmur 62 yang ditulisnya. Dimanakah tempat itu? Dengan yakin pemazmur menjawabnya di ayat ke-2 dan ke-6 “Hanya Dekat Allah saja aku tenang.....” Bahkan kalau melihat bahasa aslinya, sebenarnya ada kata ‘Truly/ Sesungguhnya’ di depan ungkapan tersebut. Jadi Daud itu hendak berkata “Sesungguhnya!! Hanya Dekat Allah saja aku tenang.” Daud mengungkapkannya sebanyak 2 kali, sebagai penekanan yang pasti, bahwa ketenangan hanya didapatkan ketika berada didekat Allah. Tak heran kalau Mazmur 62 ini diberi judul ‘Perasaan tenang dekat Allah’. Ya... tempat yang damai sejahtera itu didapat ketika kita berada didekat Allah.

Tentu saja pemazmur tidak asal cuap-cuap, atau omong kosong ketika menyatakan hal itu. Ia bukanlah seorang yang fanatik yang asal bicara tanpa alasan yang jelas dan tanpa sebab yang jelas. Tetapi ada dasar yang jelas ketika ia menyatakan bahwa hanya dekat Allah aku tenang.

Monday, March 12, 2012

Kaulah Penulis Hidupku #2



2. Jika Tuhan adalah penulis hidup kita, berarti hidup ini memiliki tujuan yang pasti.

Mari kita membaca dari 2 Korintus 3:3 “Karena telah ternyata, bahwa kamu adalah surat Kristus, yang ditulis oleh pelayanan kami, ditulis bukan dengan tinta, tetapi dengan Roh dari Allah yang hidup, bukan pada loh-loh batu, melainkan pada loh-loh daging, yaitu di dalam hati manusia.” Disini Paulus sedang memberikan nasihat kepada jemaat Korintus melalui suratnya yang kedua. Surat Korintus yang kedua ini merupakan surat Paulus yang sangat pribadi. Norman Hillyer mengatakan bahwa di surat inilah Paulus mencurahkan seluruh pergumulan dan perasaan yang ada di dalam hatinya kepada jemaat di Korintus. Di surat ini Paulus menyatakan sakit hatinya ketika kerasulannya diragukan. Disinilah Paulus menyatakan keputuasaannya terhadap fitnahan-fitnahan orang-orang. Disini juga Ia menyatakan akan pergumulannya yang terberat, yaitu duri dalam daging yang begitu menggocoh dia. Begitu pribadi sifat surat ini.

Namun bukan hanya itu saja yang ingin diungkapkannya. Di ayat yang kita baca, Pauluspun dari hatinya yang terdalam ingin memberitahukan kepada jemaat Korintus dan tentunya kepada setiap kita sebagai anak-anak Tuhan, bahwa setiap kita anak-anak Tuhan itu telah ternyata adalah surat Kristus, yang bukan ditulis dengan tinta, namun oleh roh Allah yang hidup. Ya, kita adalah surat-surat Kristus. Apa maksudnya? Ketika saya merenung bagian ini, saya menemukan bahwa menjadi surat Kristus itu berarti hidup kita memiliki tujuan. Tidak ada sebuah suratpun yang ditulis dan dikirim tanpa tujuan. Setiap surat memiliki maksud dan tujuannya.

Paulus sendiri merupakan seorang penulis surat. Ketika ia tidak lagi bisa menginjili karena ditahan di tahanan rumah, ia cuma bisa menuliskan surat untuk menggembalakan dan mengajar. Dalam setiap surat-surat itu tentu saja memiliki tujuan masing-masing. Tidak mungkin setiap surat memiliki isi yang sama. Setiap surat pasti memiliki tujuan yang berbeda-beda tergantung dengan latar belakang atau kebutuhan penerimanya. Ada surat untuk menghibur, ada surat yang menguatkan, ada surat yang berisi teguran, ada surat yang banyak tujuannya dsb.

Nah, ketika Paulus mengatakan bahwa kita ada surat Kristus, dimana Kristus adalah sang Penulis kehidupan ini, itu berarti Tuhan memiliki tujuan dalam hidup kita masing-masing. Setiap kita di sini adalah surat Kristus. Tuhan sudah menetapkan masing-masing tujuan dalam masing-masing pribadi. Kita hidup karena memang Tuhan ingin menciptakan kita. Bahkan kalau Rick Warren berkata “Allah yang merancang setiap bagian tubuh anda. Dia dengan terencana memilih ras Anda, warna kulit Anda, rambut Anda, dan setiap karakteristik lainnya. Dia merancang dan membuat tubuh anda seperti yang Dia inginkan. Dia juga menentukan talenta-talenta alami yang akan anda miliki dan keunikan dari kepribadian anda.” Tuhan memiliki tujuan dalam hidup kita.

Saya suka dengan lagu yang mengatakan ‘Kaulah penulis hidupku, Kau membuat sgalanya baru....” Setelah di bait pertama ia menyatakan bahwa Tuhan yang menulis hidupnya, di bait kedua ia mengatakan “Ku dicipta untukmu, tuk membawa harum nama-Mu,...” Penulis lagu ini menyadari bahwa Tuhan yang menulis kehidupan kita, Tuhan juga yang menetapkan tujuannya dalam hidup kita: yaitu memuliakan nama Tuhan.

Hidup saudara dan saya pun memiliki tujuan. Tuhan sudah menuliskannya dengan tujuan-Nya yang sempurna. Dan jika Dia yang sudah menetapkannya, maka sudah pasti pimpinan-Nya sempurna. Saya ingat sekali seorang dosen saya di seminari suka mengatakan ‘Bagi anak-anak Tuhan, tidak ada sesuatu yang kebetulan didunia ini....’ Jika anda ditempatkan bekerja di tempat tertentu, jika anda study di tempat saudara study saat ini, jika saudara ditempatkan di gereja tertentu, jika saudara ditempatkan di keluarga anda saat ini (entah keluarga yang baik-baik, entah keluarga berantakan, entah keluarga kaya atau miskin), semua ada maksud dan tujuan Tuhan di dalamnya. Ingat! Kita adalah surat-surat Kristus. Kristus tidak menulis kehidupan kita tanpa tujuan. Setiap hidup kita pasti memiliki tujuan.
Sekarang tergantung dari masing-masing kita. Seberapa jauh kita mau dipimpin oleh Tuhan. Tuhan memang menulis hidup kita. Tetapi Ia juga memberikan kepada kita kehendak bebas, apakah kita mau dipimpin oleh-Nya atau tidak. Karena itu jika hidup kita ingin maksimal dan memiliki tujuan yang pasti , hiduplah dalam pimpinan-Nya. Terus bergumul mencari kehendak Tuhan dalam doa dan melalui firman-Nya. Biarkan hidup kita sejalan dengan apa yang menjadi maksud Tuhan dalam hidup ini.

3. Jika Tuhan adalah penulis hidup kita, berarti hidup kita berharga dimata-Nya

Yesaya 49:16 menuliskan ‘Lihat, Aku telah melukiskan engkau ditelapak tangan-Ku; tembok-tembokmu tetap di ruang mata-Ku.’ Bukan hanya menulis hidup kita, di bagian lain dalam Alkitab dikatakan bahwa Tuhan melukiskan hidup kita ditelapak tangan-Nya. Kalau kita melihat orang yang biasa membuat tato di tubuhnya, kita akan menemukan bahwa seseorang akan menggambarkan sesuatu atau seseorang yang berharga ditubuhnya. Ada orang yang menggambar tato kekasihnya di lengan untuk menunjukkan cintanya pada sang kekasih. Karena cintanya Mandela kepada orang-orang Afrika maka ia melukiskan benua Afrika di telapak tangannya. Tidak ada orang yang melukiskan foto musuhnya atau negara yang pernah menjajah dia (misal: orang indo zaman dulu memasang tato negara belanda yang pernah menjajah dia). Semua yang dilukiskan di tubuhnya pasti sesuatu yang berharga.

Demikian juga ketika Tuhan berkata “Aku telah melukiskan engkau di telapak tangan-Ku”, Tuhan ingin menyatakan akan betapa berharganya setiap umat Tuhan di mata-Nya. Hidup kita sungguh berharga dihadapan Tuhan, sehingga ia melukiskan hidup kita di telapak tangan-Nya. Kalau kita melihat konteks percakapan ini dikatakan, perkataan ini diungkapkan Tuhan kepada umat Israel ketika umat Israel sedang berada dalam pembuangan. Dalam pergumulan yang berat yang mereka rasakan selama di pembuangan itu mereka merasa Tuhan sudah meninggalkan mereka. Di ayat 14 mereka berkata “Tuhan telah meninggalkan aku dan Tuhanku telah melupakan aku.” Kemudian ayat 15 Tuhan merespon “Dapatkah seorang perempuan melupakan bayinya, sehingga ia tidak menyayangi anak dari kandungannya? Sekalipun dia melupakannya, Aku tidak akan melupakan engkau.” Menarik sekali ungkapan ini. Tidak ada kasih yang lebih besar kepada seorang anak daripada kasih seorang ibu. Karena itu hampir tidak mungkin jika seorang ibu bisa melupakan anaknya. Tetapi Tuhan berkata: Sekalipun ada ibu yang melupakannya, Aku tidak akan melupakan engkau. Dan setelah ia mengungkapkan hal itu, di ayat 16 Tuhan berkata “Aku melukiskan engkau di tangan ku....” Hal ini menggambarkan betapa kita berharga dimata-Nya, bahkan lebih daripada mama kita menghargai kita. Karena itu betapa kita bersyukur bahwa hidup kita berharga di mata-Nya. Dia melukiskan setiap kita satu persatu di telapak tangan-Nya. Dia begitu mencintai setiap kita. Tak peduli apa latar belakang kita, tak peduli apa status kita, tak peduli siapa kita, setiap kita adalah pribadi yang berharga dimata-Nya.

Karena itu mari kita terus mendekat kepada Dia. Bagi Dia, kita begitu berharga. Dan Dia adalah Tuhan yang maha kuasa. Saat kita bergantung, bersandar, dan melekat kepada Dia, kita akan mendapatkan kekuatan dari Dia yang mengasihi kita.
Tuhan sudah melukiskan diri kalian di tangan-Nya. Kalian begitu berharga. Bersyukurlah akan hal itu. Hiduplah semakin bergantung kepada Tuhan. Rasakan kasih-Nya. Rasakan kebaikan-Nya. Nikmati penyertaan-Nya. Biarlah hidup kalian berada dalam pimpinannya.
Ingat, Tuhan penulis hidup kita. Itu berarti ia mengenal kita. Bukan hanya mengenal, Dia pun sudah merencankana tujuan-Nya yang indah bagi setiap kita yang mau dipimpin oleh-Nya. Dan hidup kita sudah dilukiskan di telapak tangan-Nya. Sungguh bahagianya jika kita menjadi anak-anak Tuhan. Hiduplah terus berada didekat-Nya.

Kaulah Penulis Hidupku #1

Hidup manusia itu dapat digambarkan seperti sebuah buku.
Memiliki pendahuluan atau pengantar, memiliki bab-bab yang terus berprogesif, memiliki subbab-subbab yang membangun bab tersebut, memiliki kerangka, dan yang pasti memiliki ending atau penutup. Demikian juga dengan kehidupan manusia, setiap kita memiliki awal kelahiran, memiliki bab-bab kehidupan tersendiri (masa anak-anak, masa sekolah, masa remaja, masa smu, masa kuliah, dst), memiliki sub bagian dalam setiap masa itu (misal: peristiwa terbesar dimasa kanak-kanak, papa membawa saya keliling dunia, dsb), dan yang pasti akan ada penutup diwaktu kematian menjemput kita.

Yang pasti buku satu dengan buku lainnya tidak ada yang sama. Ada buku yang cerita hidupnya menarik (misalkan kisah bunda Theresa yang mungkin akan terus didengungkan sampai beratus-ratus tahun kedepan), ada buku yang ceritanya biasa-biasa saja, bahkan ada buku yang menyebalkan kalau di baca (misal: melihat sejarah nazi, pembantaian hitler, sikap koruptor, dsb). Menarik tidaknya suatu bukupun begitu relatif, tergantung siapa pembacanya dan peminatnya. Ada buku yang tebal, ada juga buku yang tipis, yang menandakan akan waktu kehidupan manusia yang berbeda.

Namun walaupun ada banyak ketidaksamaan dalam masing-masing buku tersebut, satu hal yang pasti setiap buku itu tidak pernah tericipta dengan sendirinya. Dengan kata lain, dibalik sebuah karya tulis, pasti ada seorang creator, atau seorang penulis, yang merencanakannya. Hanya saja kalau buku-buku yang ada didunia ini ditulis oleh ribuan bahkan jutaan penulis, tetapi dalam buku kehidupan ini hanya ditulis oleh Seorang Penulis Agung, Sang penguasa kehidupan ini, yaitu Tuhan kita. Alkitab sendiri berkali-kali meyatakan bahwa Tuhanlah yang merancang kehidupan kita. Bukan hanya merancang, tetapi Ia juga yang membentuk, melukiskan, dan tentu saja Ia menulis setiap lembaran kehidupan manusia. Apa maksud: Tuhan sebagai penulis hidup kita? Ketika saya merenung-dan merenung, saya menemukan ada 3 hal yang dapat diaplikasi dalam hidup kita.

1. Jika Tuhan penulis hidup kita, berarti IA sangat mengenal kita

Mari kita membaca dari Mazmur 139:13 “Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku.” Dengan jelas Firman Tuhan mengatakan bahwa Tuhan yang membentuk kita sejak dari kandungan. Dia yang menenun kita, dan Dia yang mengetahui hidup kita.

Hal ini sekaligus ingin memberitahukan kepada kita bahwa Tuhan sangat mengenal kita, bahkan lebih daripada orang terdekat sekalipun. Kita sepakat jika ditanyakan: siapakah orang yang paling mengenal diri kita? Kebanyakan kita akan menjawab: ibu kita bukan? Tidak ada orang yang mengenal diri kita selain ibu kita. Tanpa bicara dia bisa tau kita lagi sedih atau lagi senang. Hanya melihat mata kita, ia mengerti apa yang kita rasakan. Tetapi pengenalan seorang ibu itu terbatas. Ketika ia mengandung kita ia tidak tahu apakah kita laki-laki atau perempuan sebelum memasuki kehamilan 6 bulan. Ia tidak tau bagaimana bentuk muka kita nantinya. Ia tidak tau bagaimanakah sifat kita. Yang ia tahu hanya ada orang yang sangat ia sayangi sedang menendang-nendang perutnya.

Tetapi ketika Firman Tuhan mengatakan “Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku”, itu berarti Ia mengenal siapa diri kita bahkan sebelum ibu kita mengenal siapa kita. Sebab Ia sudah tau siapa kita sejak hidup kita berada dalam kandungan, karena itu tidak ada seorangpun yang lebih mengenal hidup kita lebih daripada Tuhan.

Jika kita melihat Mazmur 139 dari awal, kita akan semakin diyakinkan bahwa memang Tuhan itu maha tahu dan mengenal kita. Di ayat pertama yang merupakan ide utama dikatakan “Tuhan, Engkau menyelidiki dan mengenal aku”. Selanjutnya di ayat 2-6 dijelaskan bahwa Tuhan tau waktu kita duduk atau berdiri; Ia tau semua apa yang kita pikirkan dan apa yang akan kita katakan; Ia tau jalan hidup kita; dsb. Setelah menyatakan kemahatahuan Tuhan, di ayat 7-12, pemazmur mengungkapkan akan kemustahilan pemazmur untuk terpisah dari Tuhan. Di ayat 7-10 dituliskan ‘Ke mana aku dapat pergi menjauhi roh-Mu, ke mana aku dapat lari dari hadapan-Mu? Jika aku mendaki ke langit, Engkau di sana; jika aku menaruh tempat tidurku di dunia orang mati, di situpun Engkau....dst’ Tidak ada satu tempatpun yang tersembunyi dimana Tuhan tidak dapat melihat dan mengetahui kita.

Sesudah menyatakan kemahatahuan Tuhan, dan kemustahilan manusia menjauh dari Tuhan, selanjutnya di ayat 13 pemazmur memberikan sebuah alasan utama ‘sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku’. Dengan kata lain, Tuhan jauh lebih mengenal kita daripada seorang ibu/mama yang merupakan orang terdekat kita. Tuhan tahu diri kita sejak dalam kandungan. Tuhan tahu semua sifat-sifat kita. Ia tau karakter kita, kelebihan-kelebihan kita, kelemahan-kelemahan kita. Bahkan isi hati kita yang terdalampun Tuhan tau.

Rick Warren mengatakan “Jauh sebelum anda ada dalam benak orang tua Anda, Anda sudah ada di dalam pikiran Allah. Dia memikirkan anda terlebih dahulu.” Tuhan mengenal setiap kita. Ya....Tuhan mengenal hati kita. Bukan cuma mengenal, Ia pun mengerti hati kita.
Saya sendiri pernah tersentuh dan dikuatkan melalui sebuah lagu. Sewaktu masih kuliah di universitas Surabaya, saya pernah mengalami pergumulan yang cukup berat. Tidak perlu saya ceritakan di sini, yang pasti pergumulan itu cukup membuat saya merasa bahwa hidup saya tidak berarti didunia ini. Bahkan sampai pada tahap pertanyaan: Buat apa hidup kalau begini. Di saat pergumulan itu berat menyerang kehidupan saya, pada saat itu juga semua sahabat, keluarga, dan orang-orang terdekat menjauh dari saya. Entah salah paham, entah konflik, entah memang jarak yang terlalu jauh untuk berkomunikasi. Akhirnya di suatu sore, dan kebetulan hujan sedang deras pada waktu itu. Saya buka komputer saya, dan mengaktifkan winamp saya yang diputar secara suffle. Ketika saya sedang termenung melihat pohon cemara di depan rumah dan menikmati dinginnya hujan, dari winamp itu terdengar sebuah lagu yang mengatakan ‘Sedalamnya hatiku Kaupun tahu, dan kasihmu tak jauh dalam jiwaku, di dalam kesesakkan, di dalam kemenangan, ku tau Engkau slalu bersama-ku.” Saya pun mulai menangis, dan lalu saya memutar lagu itu berulang-ulang sambil menikmati hujan di sore itu. Saya tersentuh dengan perkataan ‘Sedalamnya hatiku Kau (Tuhan) tau.’ Kala semua orang tidak mengerti apa yang kita rasakan, Tuhan tau sedalam-dalam-Nya hati kita.

Ya. Tuhan mengenal kita. Karena itu mari kita bersandar kepada Tuhan. Dalam setiap pergumulan hidup ini, mari kita mengandalkan Dia. Hanya Tuhan satu-satunya yang mampu menopang kita, dan hanya Dialah yang mengerti isi hati kita yang terdalam. Ia yang merajut setiap hidupmu, dan Ia yabng menuliskan masa depan hidupmu, Ia juga yang mengerti setiap pribadi kita masing-masing.

Sunday, March 04, 2012

Mengapa Engkau Datang Lagi




Ahhhh.... Mengapa engkau datang lagi
Engkau yang sering melukaiku
Menghujam relung hati yang dalam berulang kali
Dengan ketajaman melebihi sbilah belati
Belati yang terasah berjuata-juta kali

Kini engkau datang untuk menusukku kembali
Tidak....engkau tidak menusukku dari belakang
Dengan jelas engkau melakukannya didepanku
Tanpa peduli tatapan mata yang sudah meneteskan bertitik-titik air

Tetapi aku tersenyum....
Aku tidak mengelak, tak menghindar.
Karena engkau sendiri yang menusukku
Ya.... engkau yang terlanjur kucintai

Namu aku tidak akan membiarkan kau membunuhku
Aku tidak mau mati karenamu
Karena ada BAPA-ku....
Yang memeluk hangat diriku

Ahhhh, rasa sepi... mengapa engkau datang lagi

Thursday, March 01, 2012

Jangan Berhenti Berharap



(2Raja-raja 18-19)
Berbicara tentang pengharapan, secara khusus tentang berharap kepada Tuhan, ada kalanya kita akan merasa begitu mudah berharap kepada Tuhan, namun ada pula kalanya kita merasa begitu susah untuk berharap kepada-Nya. Hal itu sangat tergantung dari seberapa besar harapan yang dinaikkan. Jika harapan itu memiliki kemungkinan besar untuk terjadi maka akan terasa mudah untuk berharap kepada Tuhan. Tetapi sebaliknya jika harapan yang dimiliki itu rasanya sangat tidak mungkin bahkan mustahil terjadi, maka tingkat kesulitan untuk menaruh pengharapan itu juga semakin besar. Mis: Kalau tiba-tiba dokter memvonis kita bahkan kita sakit demam berdarah, mungkin masih gampang untuk kita tetap berharap kepada Tuhan. Kita tahu banyak orang yang sembuh dari penyakit ini. Penyakit ini belum tergolong terlalu berbahaya. Karena itu akan mudah bagi kita untuk mengharapkan kesembuhan dari Tuhan. Namun seandainya dokter memvonis kita terkena penyakit kanker stadium akhir. Pengobatan sudah dilakukan selama 2 bulan. Sudah ke singapur dan malaysia untuk berobat, dan memakan biaya ratusan juta. Tetapi kanker itu bukannya membaik melainkan semakin ganas. Sampai akhirnya dokter angkat tangan, dan berkata “Waktu hidupnya tidak lama lagi”. Pada saat itu terjadi, maka kita akan susah berharap kepada Tuhan. Kebanyakan orang akan pasrah dan berhenti berharap. Hal ini menunjukkan bahwa berharap pada kondisi yang tampak mustahil itu tidaklah mudah.

Hizkia pernah menghadapi pergumulan ini. Yehuda pada waktu itu sedang berada dalam keadaan terdesak. Negri Asyur begitu berkuasa dan merupakan negara adidaya yang tak tertandingi. Banyak daerah yang dijajah dan daerah kekuasaannya semakin besar. Bahkan Israel Utara juga yang beribukota di Samaria juga sudah direbutnya. Orang-orang Israel Utara sudah ditawan dan dibuang ke negeri lain. Dan saat itu yang tersisa tinggal Israel Selatan dengan daerah geografis yang sangat kecil. Orang-orang Asyur sudah mengepung mereka dari segala lini. Beberapa kota di Yehuda juga sudah direbut. Yang tersisa hanya Yerusalem dan sedikit daerah sekitarnya. Secara pasukan jelas orang Yehuda kalah banyak. Walaupun orang Yehuda memiliki benteng yang kuat, namun benteng itu tidak dapat bertahan lama. Bahan persediaan makanan di Yerusalem tidak banyak. Mereka hanya dapat mengandalkan hasil tanah mereka yang sempit. Dan orang Asyur tau jika mereka terus mengepung, suatu saat orang Yehuda akan kehabisan bahan panganan dan secara otomatis mereka akan menyerah. Hizkia dan rakyatnya sangat terdesak waktu itu, dan rasanya mustahil untuk melewati permasalah itu. Seakan-akan tidak ada jalan lain yang dapat dilakukan selain mengangkat bendera putih.

Pada saat itu jugalah salah seorang utusan raja Asyur datang dan berteriak kepada orang-orang Yehuda ‘Hai orang Yehuda, Dengarkanlah.... Jangan biarkan Hizkia, raja kalian, memperdayakan kalian...Sebab ia tidak akan sanggup melepaskan engkau dari tanganku... Janganlah Hizkia mengajak kamu berharap kepada TUHAN dengan mengatakan: Tentulah TUHAN akan melepaskan kita; dan kota ini tidak akan diserahkan ke dalam tangan raja Asyur. Janganlah dengarkan Hizkia,....: (sebaliknya) Adakanlah perjanjian penyerahan dengan aku dan datanglah ke luar kepadaku, maka kamu akan hidup makmur, aman, nyaman, dengan demikian kamu akan hidup dan tidak mati. (Sekali lagi) janganlah dengarkan Hizkia, sebab ia membujuk kamu dengan mengatakan: TUHAN akan melepaskan kita! (Alasan) Apakah pernah para allah bangsa-bangsa melepaskan negerinya masing-masing dari tangan raja Asyur? Di manakah para allah negeri Hamat dan Arpad? Di manakah para allah negeri Sefarwaim, Hena dan Iwa? Apakah mereka telah melepaskan Samaria dari tanganku? Siapakah di antara semua allah negeri-negeri yang telah melepaskan negeri mereka dari tanganku, sehingga TUHAN sanggup melepaskan Yerusalem dari tanganku?”

Ini bukan kondisi yang mudah. Ditengah keadaan yang terhimpit dan terdesak ada bisikan-bisikan yang mengatakan untuk berhenti berharap kepada Tuhan. Kalau dalam keadaan terhimpit mungkin kita masih dapat berharap kepada Tuhan. Namun kalau kondisi itu seakan-akan mustahil bagi kita untuk keluar dari permasalahan itu, maka saya kira ini hal yang sukar untuk tetap berharap kepada Tuhan. Dan mungkin kita akan beralih untuk berharap kepada manusia yang tampak lebih nyata. Saya kira penduduk Yehuda dapat tergoda untuk berharap kepada Asyur. Bisa saja mereka berpikir ‘bener juga, buat apa kita berharap kepada Tuhan, toh Tuhan tidak pernah kita lihat, dan keberadaannya tidak terasa. Didepan jelas-jelas ada tawaran pertolongan yang lebih bisa diharapkan, yang lebih nyata. Sepertinya berharap kepada Asyur lebih masuk akal bukan?’

Kalau saudara berada dalam posisi demikian kira-kira apa yang akan saudara lakukan? Ketika saudara berada dalam pergumulan yang berat, dan kondisi seakan-akan mustahil untuk keluar dari pergumulan itu.... apakah saudara tetap akan berharap kepada Tuhan? Misalkan anda terkena sakit penyakit yang begitu parah sehingga dokter memvonis tidak ada harapan lagi, dan tinggal menunggu waktu saja. Apakah kita masih bisa berharap kepada Tuhan? Atau misalkan kita berdoa untuk orang-orang terdekat kita agar mereka bisa berubah sikapnya dan terlebih bisa percaya Tuhan, tetapi sekian tahun kita berdoa, mereka tidak kunjung-kunjung berubah. Malah sikap mereka malah semakin tidak baik. Kitapun merasa mustahil bahwa mereka akan berubah. Pada saat itu terjadi, apakah kita akan tetap berharap kepada Tuhan? Atau pergumulan apapun juga yang saudara hadapi, dimana saudara merasa mustahil bisa melewati pergumulan itu. Apakah sdr masih berharap kepada Tuhan? Atau saudara memilih untuk mendengar bisikan-bisikan yang meminta kita berhenti berharap kepada Tuhan? ‘Sudah, jangan lagi berharap kepada Tuhan.... Berharap saja pada dukun ini, banyak yang sembuh oleh dia.... atau berharap saja pada si a atau si b, dia punya uang, orangnya baik, dia bisa diandalkan.... jangan lagi berharap kepada Tuhan’ Apakah saudara akan mengubah arah pengharapan anda?

Mari kita belajar dari apa yang raja Hizkia lakukan. Raja Hizkia merupakan raja yang benar dihadapan Tuhan. Dikatakan sebagai raja yang benar ialah karena ia memiliki hubungan yang dekat dengan Tuhan. Ketika ia menghadapi situasi yang begitu sulit dan terdesak, bahkan seakan mustahil untuk mengatasi pasukan Asyur yang sudah mengepung mereka, di pasal 19:14b-15a dikatakan “kemudian pergilah ia ke rumah Tuhan dan membentangkan surat itu dihadapan Tuhan, Hizkia berdoa dihadapan Tuhan....” Ya... Hizkia tetap berharap kepada Tuhan. Bahkan ia membentangkan surat yang menjadi permasalahannya itu di hadapan Tuhan, seakan ia mau berkata ‘Tuhan ini semua permasalahanku, saya menyerahkan semuanya dihadapanmu.’ Apa yang menyebabkan Hizkia berani terus berharap? Dalam doanya ia berkata “Ya Tuhan, Allah Israel, yang bertakhta di atas Kerubim, Hanya Engkau sendirilah Allah segala kerajaan di bumi; Engkaulah yang menjadikan langit dan bumi.” Hizkia sangat menyadari dan menghayati akan kemahakuassaan Tuhan yang menciptakan langit dan bumi. Ia tahu bahwa Tuhan dapat dijadikan pegangan untuk berharap. Tentu ia belajar dari pengalaman raja-raja sebelumnya. Ketika banyak raja Israel yang berhenti berharap kepada Tuhan dan mulai menyembah dewa-dewa lain, atau berharap kepada mesir atau bangsa lain, bukannya keadaan makin baik tetapi tambah runyam. Sebaliknya ketika ia melihat ada raja-raja yang berharap kepada Tuhan walau dalam keadaan terdesak, ia malah mendapatkan pertolongan dari Tuhan. Karena itu Hizkia memutuskan untuk berharap pada Tuhan. Hizkia tahu bahwa Tuhan tidak pernah mengecewakan orang yang berharap kepada-Nya. Dan memang Tuhan tidak pernah mengecewakan orang yang berharap kepadanya. Di akhir cerita, ratusan ribu pasukan Asyur mati begitu saja, dan Alkitab mencatat bahwa malaikat Tuhanlah yang berperang untuk Israel.

Hal ini mengajarkan kepada kita untuk senantiasa berharap kepada Tuhan. Dalam keadaan apapun itu, entah kita terdesak dengan segala permasalahan kita, entah kita merasa sedang menghadapi kemustahilan-kemustahilan, mari kita tetap berharap kepada Tuhan. Jangan pernah sedikitpun kita berpikir untuk berhenti berharap. Jangan dengarkan bisikan-bisikan nurani yang hendak menyuruh kita untuk berharap kepada manusia atau hal lain di luar Tuhan. Berharap kepada Tuhan tidak akan pernah sia-sia. Dalam pengharapan pasti kita akan mendapatkan sesuatu. Sekalipun apa yang tidak harapkan tidak terjadi, setidaknya dalam proses berharap itu kita akan belajar banyak. Karena itu terus bersandar dan berharap kepada Tuhan.