Friday, May 30, 2014

Meski Sedikit Orang


 
1 Samuel 14:6b "...., sebab bagi TUHAN tidak sukar untuk menolong, baik dengan banyak orang maupun dengan sedikit orang."

Manusia sering menilai sesuatu berdasarkan jumlah atau kuantitas.  Kekuatan seseorang atau sebuah kelompok seringkali dilihat dari sebarapa jauh jumlah orang yang ada di dalamnya.   Misalkan dalam permainan bola (kebetulan saya suka bermain bola).   Seandainya satu pemain kena kartu merah dan jumlah pemain menjadi tidak imbang: 10 vs 11 orang, pasti semua orang akan berpikiran bahwa yang 11 orang itu pasti menang karena jumlahnya lebih banyak.  Padahal Cuma beda 1.  Permainan tarik tambang, seandainya jumlah anggota tidak sama, pasti pada protes, karena jumlah yang lebih banyak dari jumlah mereka.    Dalam perusahaan juga begitu, perusahaan yang memiliki tingkat produksi yang tinggi dan mendapatkan penghasilan yang lebih besar, kita akan mengatakan bahwa perusahaan itu perusahaan yang kuat.  

Dan kita tidak dapat memungkiri, di dalam gereja pun demikian.   Sebuah gereja akan dinilai hebat jika gereja itu memilki banyak jemaat, memiliki banyak SDM juga memiliki banyak pendoa-pendoa.    Sebab itu seringkali gereja mengeluh karena merasa SDM (Sumber daya manusia ) yang ada di gereja sedikit.   “Bagaimana mau melakukan sesuatu yang besar jika SDM kita itu itu saja?”  Keluh beberapa orang pemimpin.   Dan keluhan ini masuk akal.   Jika pekerja sedikit, sudah pasti yang dikerjakan juga sedikit.   Itu juga yang jujur seringkali saya pikirkan.   Namun ketika saat teduh bagian ini, saya mendapatkan sebuah pelajaran  berharga melalui iman Yonatan.

***

Konteks Alkitab dalam 1 samuel 14 ini adalah paada waktu itu umat Israel menghadapi peperangan yang sangat besar dengan bangsa Filistin.   Orang Filistin cukup menguasai daerah Kanaan pada waktu itu.  Secara jumlah orang Israel jelas kalah banyak.  Itu sebabnya di pasal 13, Saul gemetar ketika mereka hendak berperang, dan ia melanggar perintah Tuhan sampai ia menggantikan pekerjaan imam dengan mempersembahkan korban bakaran.   Ini pelanggaran yang luar biasa berat.   Seorang raja yang banyak membunuh tidak boleh mengambil peran imam yang mengorbankan korban bakaran.   Sebaliknya para imam juga tidak diperkenankan untuk menyandang pedang untuk berperang.   Tetapi kenapa Saul melakukannya?   Karena Saul menyadari bahwa mereka kalah jumlah.   Kekuatan tentara orang Filistin jauh lebih banyak dibanding tentara Israel.   Sebab itu Saul ketakutan dan mengambil langkah sendiri sesuka hati.

Memasuki pasal 14 dikisahkan sebelum mereka berperang, Yonatan mengajak bujangnya untuk pergi keperbatasan untuk mengamat-ngamati pasukan Filistin.   Sampai perbatasan, mereka berjumpa dengan kurang lebih 20 pasukan Filistin yang menjaga perbatasan.    Secara jumlah jelas Yonatan kalah banyak dengan pasukan itu.   Tetapi yang menarik, dengan iman Yonatan berkata di ayat  6 kepada bujangnya:  “Mari kita menyeberang ke dekat pasukan pengawal orang-orang tidak bersunat ini.  Mungkin Tuhan akan bertindak untuk kita, sebab bagi Tuhan tidak sukar untuk menolong baik dengan banyak orang maupun dengan sedikit orang.”   Saya kira iman Yonatan ini bukan iman yang nekad.  Tapi iman yang bergerak karena ada bukti-bukti sejarah.   Misal:  Kisah Gideon yang hanya dengan 300 orang bisa mengalahkan musuh yang seperti belalang banyaknya.     Dan banyak contoh lainnya yang membuat Yonatan mengambil kesimpulan bahwa bagi Tuhan tidak sukar menolong baik dengan banyak  orang maupun dengan sedikit orang.

Ketika membaca bagian ini, saya terus menerus mengulang-ngulangi pernyataan Yonatan ini:  “bagi Tuhan tidak sukar untuk menolong, baik dengan banyak orang maupun dengan sedikit orang.”      Ya… Seharusnya kita haru memiliki iman yang demikian.    Iman yang mengandalkan kuasa Tuhan senantiasa, dan bukan mengandalkan kekuatan kapasitas yang ada dalam gereja kita.  Dan ketika kita mengandalkan Tuhan, meskipun sdm kita sedikit, meskipun orang-orang yang mau melayani tidak banyak, tapi kita bisa melakukan perkara yang besar untuk kita kerjakan.   Walau sedikit, namun jika Tuhan yang bekerja, perkara besar akan terjadi.  Yang diperlukan disini bukan kapasitan atau kuantity yang besar, tetapi lebih diperlukan iman yang besar.

Bukankah Tuhan pernah berkata “Seandainya iman kita sebesar biji sesawi saja, kita dapat berkata pada gunung untuk pindah dari tempatnya”?   Iman yang kecil, memiliki kuasa yang besar.   Bukankah juga kita ingat kisah bagaimana Tuhan memberi makan 5000 orang hanya melalui seorang anak kecil yang membawa makanan dengan jumlah yang kecil yaitu 5 roti dan 2 ikan, namun dengan Yesus, perkara kecil itu dapat dipakai untuk mengenyangkan dan memberkati banyak orang.  Hal kecil dapat berdampak besar jika hal kecil itu dibawa kepada Tuhan.

Kita mengenal suku Batak.   Saat ini orang-orang Batak mayoritas beragama Kristen.   Tahukah saudara siapa nama misionaris yang banyak mempertobatkan orang Batak pada mulanya?  Ia bernama Nommensen.   Ia seorang penginjil biasa yang diutus melalui zending belanda untuk menginjil disana.    Seorang diri mau mempertobatkan sekian banyak orang batak, rasanya susah.   Tapi kemudian peristiwa aneh terjadi.   Suatu saat Nommensen bertaruh dengan dukun-dukun orang batak.   Mereka menguji siapa yang ilmunya lebih tinggi dengan mengupayakan untuk menjatuhkan burung.   Dukun-dukun itu mencoba ternyata tidak bisa.  Kemudian Nommensen datang membawa senapan nya, dia mengeker dan menembak, eh kena.   Dan semua orang batak menjadi takut, dan kemudian banyak orang Batak yang mau jadi Kristen.   Setelah itu semakin banyak orang batak yang menyerahkan diri untuk dibaptis.   Nommensenpun dikenal sebagai rasul orang batak karena telah membaptis kurang lebih 180.000 jiwa.   Melalui seorang Nommensen dengan peristiwa sederhana, Tuhan mampu menjadikan itu sebagai perkara yang luar biasa.  

Sebab itu mari kita menjalankan tugas kita dengan iman.  Biarlah perenungan FT pada hari ini dapat membakar semangat kita untuk terus bekerja dan gigih berjuang walaupun keadaannya mungkin susah, mungkin kurang yang mendukung, mungkin fasilitas seakan tidak   memadai kita unutk melaksanakan sebuah proyek, tapi biarlah kita terus bersemangat mengingat bahwa bagi Tuhan tidak ada yang mustahil.  Ia dapat menolong kita baik dengan banyak orang maupun dengan sedikit orang.

 

 

Friday, April 04, 2014

SALING MEMBERKATI ( GALATIA 6:1-10)



 

Suatu ketika saya berjumpa dengan seorang anak remaja dan hendak menguji iman kristen dia dan bertnya:  menurut kamu, untuk apa sih kamu percaya kepada Tuhan?  Jawabnya simpel:  Supaya saya bisa masuk surga ko.    Cuma itu?   Terus dia diam dan berpikir panjang, seakan-akan tidak ada jawaban yang lain.   Dan tahukah saudara, bukan hanya anak ini, ternyata kalau kita bertanya kepada banyak anak Tuhan, merekapun akan menjawab sama, “Saya percaya Tuhan, agar saya diselamatkan dan kemudian saya bisa masuk surga.”  Jawaban ini tidak salah, namaun  jika tujuan kita mengikut Tuhan hanya untuk agar kita selamat, maka betapa egoisnya kita.   Mengapa egois?  Karena dengan demikian, kita hanya memikirkan kesenangan diri kita sendiri, yaitu agar kita bisa masuk surga.

Tentu tidaklah demikian.    Tuhan memanggil kita bukan hanya untuk menyelamatkan kita agar kita bisa masuk surga, tetapi lebih dari itu, Tuhan memanggil kita untuk hidup berbuah selama kita ada di dunia ini.   Panggilan kita adalah untuk berbuah dan memberkati sesama kita.  Itu sebabnya salah satu hukum terutama yang diberikan Tuhan kepada kita selain mengasihi Tuhan Allah kita adalah mengasihi sesama kita seperti kita mengasihi diri kita sendiri.  Dan itu juga yang di tulis oleh Paulus di ayat2:  Bertolong-tolonglah dalam menanggung bebanmu.  Ya.. Setiap kita dipanggil untuk memberkati sesama.  Untuk itu dalam perikop yang kita baca, Paulus memaparkan beberapa sikap yang diperlukan agar setiap kita dapat hidup berbuah dan memberkati sesama kita. 

Yang pertama ialah sikap mengampuni.  Di ayat 1 dikatakan “Saudara-saudara, kalaupun seorang kedapatan melakukan suatu pelanggaran, maka kamu yang rohani, harus memimpin orang itu ke jalan yang benar dalam roh lemah lembut, sambil menjaga dirimu sendiri, supaya kamu juga jangan kena pencobaan.”    Sikap pengampunan merupakan sikap ilahi, karena Yesus sudah menunjukkan kepada kita ketika ia mau mengampuni kita orang berdosa.   Sebab itu sikap yang dapat kita lakukan ketika orang bersalah kepada kita ialah, mari kita berikan pengampunan.   Pengampunan itu sangat memberkati sesama kita.

Kedua, jauhi sikap kesombongan.   Kesombongan merupakan perusak utama daripada relasi antar sesama manusia.  Ketika seorang menjadi sombong, maka ia akan cenderung untuk merendahkan orang lain.  Untuk itu Paulus berkata di ayat 3 “Sebab kalau seorang menyangka, bahwa ia berarti, padahal ia sama sekali tidak berarti, ia menipu dirinya sendiri.”  Kita harus menyadari bahwa kita ini bukan siapa-siapa.   Kalau saudara merasa diri saudara berarti, dalam arti kita merasa kita lantas menganggap kita terlalu berjasa untuk orang lain, maka sebenarnya kita menipu diri sendiri.   Sebab sebenarnya setiap kita tidak ada artinya.   Tuhan yang memberikan segala kemampuan kepada kita dalam segala hal.   Sebab itu kita harus menghindari sikap sombong.

Berikutnya Paulus berkata di ayat 4 dan 5 “Baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri; maka ia boleh bermegah melihat keadaannya sendiri dan bukan melihat keadaan orang lain.  Sebab tiap-tiap orang akan memikul tanggungannya sendiri.”  Dalam arti Paulus meminta kita untuk tidak lekas menghakimi.  Setiap kita diminta untuk menguji pekerjaan sendiri.  Umumnya kita lebih suka menguji atau menilai pekerjaan orang lain bukan?    Ketika orang lain berbuat sesuatu, kita komentari, kita kritik, kita ceritakan kejelekannya, tanpa sadar kita jatuh dalam penghakiman.   Tapi giliran pekerjaan kita yang di nilai dan dikritik, ooo kita defend mati-matian.  Kita berusaha untuk menang argumen.   Bukankah hal ini banyak terjadi?  Mungkin kita salah satu orang yang demikian.   Paulus sekali lagi mengingatkan kita untuk menguji pekerjaan sendiri.   Karena setiap kita akan memikul tanggungan kita sendiri.

Inilah ketiga hal yang ingin ia tekankan yang sesuai dengan pergumulan jemaat Galitea, yang saya kira juga baik untuk kita pelajari dan lakukan.   Mari kita suka memberi pengampunan, mari kita ringan tangan untuk menolong sesama kita, dan mari kita menjauhi sikap angkuh dan sikap menghakimi sesama kita.

 Dalam kesimpulannya, Paulus berkata di ayat 9: “Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah.”  Ya… jangan pernah jemu untuk berbuat baik.  Tapi jalani panggilan kita untuk mengasihi sesama, dan jadilah berkat bagi orang-orang yang ada disekitar kita.  Paulus mengatakan jangan jemu karena ia tahu, kadang kita bisa jemu dalam berbuat baik.   Apalagi jika perbuatan baik itu di salah artikan atau disalah pahami.   Atau orang yang kepadanya kita sudah berbuat baik, eh..kita malah mendapat balasan yang tidak baik.   Namun apa pun yang terjadi, jangan pernah jemu untuk berbuat baik.  Karena itu adalah panggilan kita ketika kita mengikut dan percaya Tuhan.

Baru baru saya sangat tersentuh ketika melihat acara Kick Andy.   Pada waktu itu yang menjadi nara sumber adalah seorang dokter yang dikenal sebagai dokter gila.   Namanya dokter Lie A Dharmawan.    Ia terkenal sebagai dokter gila.  Mengapa?   Karena ia mendedikasikan hidupnya untuk memberikan pengobatan kepada orang-orang daerah terpencil di Indonesia dengan menggunakan perahu kayu yang jelek.  Ia menamakan proyek ini adalah proyek rumah sakit apung.  Dengan kapal kayunya ini ia mengelilingi indonesia, kedaerah-daerah tidak terjangkau untuk memberikan pengobatan gratis.  Saat ini usianya sudah 70 tahun.   Dalam perjalanan hidupnya persama perahu apungnya, dr lie sudah mengoperasi dan bedah sebanyak 177 kali, dan telah merawat ribuan pasien.  Dan semua itu tidak mendapat bayaran.   Uangnya hanya didapat dari sukarelawan dan sponsor-sponsor serta beberapa tabungan yang ia miiliki.  Tahukah apa yang memotivasi ia melakukan hal ini?   Yang pertama, dr Lie sendiri dulunya adalah orang miskin.   Ia pernah merasakan bagaimana rasanya tidak bisa makan, Cuma minum air putih.   Mamanya pernah suatu ketika menyuruh ia bermain keluar, sementara ia menemukan, mamanya lagi menangis karena tidak punya beras dirumah.    Namun hal kedua yang memotivasi dokter lie adalah karena cintanya kepada Tuhan.   Dalam kesaksiannya di luar kick andy, ia pernah bersaksi.   Suatu saat ketika ia sedang mengambil waktu teduh:  kemudian ia merasa Tuhan berkata kepada dia:  “Maukah engkau melayani-Ku?” Spontan Dokter Lie menjawab, “Tuhan, jangan aku. Aku sudah terlalu capek.” Meski jawabnya bertendensi mengelak, dorongan untuk melayani sesama yang tak mampu dan sulit terjangkau secara geografis, terus bergema di relung hatinya. Ia pun “menyerah”; ia tak dapat lari dari kehendak-Nya.Akhirnya, Dokter Lie menjawab panggilan Tuhan melalui profesinya. “Ya Tuhan, aku mau. Aku mau melayani-Mu,” ungkapnya sambil berkaca-kaca. “Saya mendeklarasikan kesetiaan untuk melayani Tuhan,” imbuhnya seraya menyeka air mata yang berguguran di pelupuk matanya.   Cinta kepada Tuhan, membuat ia berkomitmen untuk memuliakan Tuhan dalam pekerjaannya.  Kini smua mata yang melihat kisah hidupnya memuliakan Tuhan.

Mari saudara,  Dr. Lie telah menjalani panggilannya untuk berbuat baik dengan talenta dan bidang yang dipercayakan kepadanya.  Mari kitapun mengambil bagian, dalam apa yang telah dipercayakan kepada  kita, untuk berbuat baik kepada sesama kita.  Mari kita saling tolong menolong dalam menanggung beban sesama kita.  Marilah kita saling memberi pengampunan, dan hindari sikap angkuh dan sikap menghakimi.  Jangan pernah jemu untuk berbuat baik,  sebab itulah panggilan kita sebagai pelayan Tuhan.

 

Friday, January 17, 2014

Bersukarialah, Tetapi….




Pengkhotbah 11:9 “Bersukarialah, hai pemuda, dalam kemudaanmu, biarlah hatimu bersuka pada masa mudamu, dan turutilah keinginan hatimu dan pandangan matamu, tetapi ketahuilah bahwa karena segala hal ini Allah akan membawa engkau ke pengadilan!”

Hidup ini cepat berlalu.   Masa mudapun terbatas jangka waktunya.   Sebab itu Pengkhotbah meminta kita untuk bersukarialah.   Jangan menambah beban yang tidak perlu atau menumpuk-numpuk kesedihan.   Bersukarialah! Selama kesempatan itu masih ada.   Biarlah hati kita bisa bersukaria.  Namun bersukaria dan bersenang-senang itu ada batasnya.  Pengkhotbah mengingatkan kita, bahwa karena segala hal ini, Allah akan membawa engkau ke pengadilan.   Silahkan menikmati hidup, tapi ingat, suatu saat nanti kita harus mempertanggung jawabkan apa yang kita perbuat dihadapan Tuhan.   Sebab itu kesenangan dan bersukaria itu ada batasnya.   Batasnya adalah apa yang tidak bertentangan dengan Firman Tuhan.   Jangan sampai sukaria ktia bertentangan dengan apa yang menjadi kehendak Tuhan.   Ketika kita bersukaria dalam kehendak Tuhan, maka hidup kita akan benar-benar dipuaskan.   Nikmatilah hidup, tapi tetap bertanggung jawablah atas hidupmu.  (HF)

Hidup Cuma satu kali.   Bersukarialah!   Tapi juga bertanggungjawablah atas hidupmu.