Monday, March 29, 2010

The Agony Of Christ (Yes. 52:13-53:6)



Setiap kehidupan manusia tidak pernah lepas dari penderitaan. Jika berbicara mengenal penderitaan maka saya menemukan ada 3 jenis atau tipe penderitaan.

Pertama, penderitaan karena alam. Penderitaan ini merupakan penderitaan kosmis yang ada sejak kejatuhan manusia dalam dosa. Firman Tuhan mengatakan semenjak manusia jatuh dalam dosa maka tanahpun menjadi terkutuk. (Kejadian 3:18). Sejak terkutuknya tanah, maka alam sering menjadi sumber penderitaan manusia. Misalkan kejadian tsunami di Aceh tahun 2004. Beberapa banyak orang yang menjadi gila karenanya. Kehilangan orang yang terkasih, kehilangan harta benda, dan kehilangan masa depan sangat memukul orang-orang yang ada di Aceh. Penderitaan ini dapat diklasifikasikan sebagai penderitaan karena alam.

Kedua, penderitaan karena kesalahan diri sendiri. Kita adalah manusia yang tidak dapat lepas dari kesalahan. Kesalahan-kesalahan inilah yang terkadang menjadi sumber penderitaan kita. Misalkan saja ketika kita berbuat dosa. Seringkali dosa tersebut membuat kita merasa bersalah bukan? Dan akhirnya jiwa kita tertekan karena kesalahan kita sendiri. Saya mengenal seorang rekan yang kehidupan masa lalunya sangat rusak. Karena pengaruh lingkungan sejak masih duduk di bangku SMP yang buruk, ia akhirnya menjadi kecanduan narkoba. Awalnya hanya ingin coba-coba, lama-lama ketagihan, dan menjadi kecanduan. Beberapa tahun kemudia ia menjadi orang yang sangat menderita. Uangnya habis untuk membeli obat. Dia jadi suka mencuri. Dan hidupnya berakhir dalam penjara. Memang akhirnya teman saya menyesal. Namun penyesalan itu terlambat, karena ia harus menderita karena kesalahanya sendiri. Misal juga ketika kita mengeluarkan emosi-emosi yang tidak perlu, akhirnya sikap emosi itu membuat orang-orang dekat kita menjauh dari kita. Akhirnya kita menyesal dan sedih. Kesedihan ini disebabkan karena kesalahan kita sendiri

Ketiga, penderitaan karena orang lain. Banyak di antara kita yang menderita akibat orang lain. Orang lain ini bisa jadi suami kita, tetangga, teman, atau orang lain yang tidak kita kenal. Mungkin kita sudah menjalankan hidup ini dengan baik, namun karena ada orang lain yang berbuat jahat, maka kita pun turut menderita. Misalkan ada suami atau istri kita selingkuh, maka pasangannya akan merasakan derita yang sangat karena ulah orang lain. Misal juga kejadian bom mariot beberapa tahun silam. Banyak orang yang tidak bersalah akhirnya harus terluka parah akibat sikap patriot yang keliru dari orang-orang yang tidak memiliki belas kasihan. Banyak orang yang menjadi menderita kehilangan orang yang dikasihi, dan kehilangan masa depan karena orang lain.

Saudara, inilah tiga tipe penderitaan yang ada di dunia ini. Setiap kita mungkin pernah mengalami salah satu dari tiga tipe penderitaan seperti ini. Bahkan mungkin kita pernah mengalami ketiga-tiganya. Tidak ada manusia yang menginginkan penderitaan-penderitaan seperti ini. Sebisa mungkin kita ingin menghindari semua penderitaan itu. Tapi sayangnya, semenjak kita jatuh dalam dosa, kita tidak dapat lagi terluput dari apa yang namanya penderitaan itu. Semua manusia pasti merasakan penderitaan.


Tahukah saudara, ketika Yesus turun kedunia menjadi manusia pun ia mengalami penderitaan. Bahkan penderitaan itu merupakan penderitaan yang sangat berat. Yesaya 53 melukiskan akan hal ini. Kitab Yesaya ditulis sekitar abad ke-4 / 5 SM. Yesaya yang merupakan nabi Allah sudah bernubuat akan Yesus yang akan datang dan yang akan menderita. Dan 500 tahun setelah itu, Yesus menggenapinya di atas kayu salib. Nubuatan yang disampaikan oleh Yesaya benar-benar terjadi. Penderitaannya seperti apa?

Diayat 14 dikatakan betapa buruk rupanya, bukan seperti manusia lagi. Inilah yang memang terjadi. Ketika ia dicambuk dipukul dan disiksa. Mukanya babak belur dan tidak lagi tampak seperti muka manusia. Kaki tangannya terpaku di kayu salib, kepalanya di mahkotai duri. Itulah penderitaan yang paling kejam yang bisa dilakukan oleh pasukan Romawi pada waktu itu. Secara fisik Yesus begitu menderita.

Di pasal 53:3 dikatakan “ia dihina bahkan sangat dihina.” Ss, tahukah bahwa ketika Yesus tergantung dikayu salib berapa banyak orang yang menghina dia? Alkitab dengan jelas melukiskan bahwa ia diludahi. Ia diolok-olok oleh banyak orang. Ia pernah dikatakan “jika engkau raja turun dari salibmu.” Kemudian kepalanya yang penuh dengan luka itu dipasangkan mahkota. Bukan mahkota emas yang biasa dipakai raja-raja. Tetapi mahkota duri. Sungguh merupakan penghinaan yang besar. Salib sendiri merupakan lambang hina. Hanya orang-orang bejat saja seperti pembunuh, perampok, pemberontak yang bisa digantung ditempat itu. Jadi ketika Yesus disalibkan ia disejajarkan dengan para penjahat itu. Jadi jelas bahwa itu merupakan suatu kehinaan yang sangat besar.

Bukan hanya itu, di ayat yang sama dikatakan bahwa “ia dihindari orang.” Ss, dimana murid-muridnya saat itu? Semuanya melarikan diri. Padahal ketika murid-murid ketakutan sewaktu kapal mereka diserang badai Yesus hadir bersama dengan mereka. Tetapi dimana mereka ketika Yesus disalibkan? Semuanya lari menghindari Yesus. Bahkan Petrus murid yang sangat dikasihi Tuhan, harus menyangkal Yesus sampai tiga kali. Ia pura-pura tidak mengenal Yesus. Petrus menghindari Yesus. Yang lebih menyakitkan adalah bahwa yang menjual dia adalah Yudas muridnya sendiri yang selama ini bersama-sama dengan Dia.

Pernakah saudara merasa dikhianati? Ketika suami atau istri kita kita tiba-tiba mengkhianati kita bagaimana perasaan kita? Ada begitu banyak orang yang akhirnya bunuh diri akibat dikhianati kekasihnya. Kemarin siang ketika saya melihat berita televisi, ada berita bahwa ada seorang pemuda yang sedang dibawa ke icu karna menengak racun serangga? Ketika ia sadar dan ditanya mengapa ia meminum racun serangga, ternyata diketahui bahwa ia sakit hati dan putus asa karena kekasihnya selingkuh dengan temannya. Ss, betapa sakitnya rasa dikhianati, apalagi jika pengkhianatan itu dilakukan oleh orang-orang yang dekat dengan kita.

Sekarang mungkin kita bisa membayangkan betapa menderitanya Yesus ketika disalib. Penderitaannya lengkap. Secara fisik ia sangat menderita, perasaannya juga mengalami kesedihan yang luar biasa, emosinya juga sedang dipermainkan oleh orang-orang yang mengolok dia, bahkan jiwanya sangat menderita karena merasa ditinggalkan oleh sang Bapa. Saudara, tidak ada penderitaan yang sekomplit penderitaan Tuhan Yesus. Tuhan Yesus sangat menderita ketika Ia datang ke dunia ini.


Sekarang pertanyaannya bagi kita adalah: Penderitaan Tuhan Yesus tersebut termasuk kedalam tipe penderitaan yang mana? Apakah Yesus menderita karena alam? tidak. Apakah Ia menderita karena dirinya sendiri? Saya pikir tidak. Apakah ia menderita karena orang lain? Bisa saja kita mengatakan demikian. Tapi saya melihat ada alasan lain mengapa Yesus menderita. Saya pikir penderitaan Yesus bukan penderitaan karena alam, bukan juga penderitaan karena diri sendiri. Dan bukan juga karena orang lain. Namun ada tipe keempat: YESUS MENDERITA UNTUK ORANG LAIN. Dia menderita untuk manusia. Ya, Dia menderita untuk kita.

Yesaya 53:4-6 jelas mengatakan kepada kita. Mari kita membaca ayat-ayat ini kembali dengan penuh penghayatan “4. Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya dan kesengsaraan kita yang dipikulnya. Padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah 5. Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-blurnya kita menjadi sembuh. 6. Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri, tetapi Tuhan telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian.” Ss, untuk kitalah ia menderita. Ia menderita untuk setiap kita manusia yang berdosa. Seharusnya kita yang harus dihukum. Seharusnya kita yang harus binasa. Namun Yesus menimpakan semuanya itu kepada diri-Nya.

Jika manusia berusaha sekuat-kuatnya untuk menjauhi penderitaan, Yesus malah mendekatkan diri pada penderitaan itu. Karena dengan penderitaan yang berakhir pada kematian itulah Ia dapat menyelamatkan manusia. Betapa besar kasih Yesus kepada kita.

Alkisah ada sepasang suami istri yang saling mencitai. Mereka hidup bahagia karena setiap waktu mereka saling berbagi kasih satu dengan yang lainnya. Hubungan mereka begitu indah walaupun mereka tidak memiliki anak, sehingga mereka menjalani hari-hari mereka dengan ringan. Namun sampai suatu ketika, hal yang tidak diinginkan terjadi. Karena ketidak hati-hatian sang istri, ketika ia ingin mengambil barang di atas sebuah lemari, ada air keras yang terjatuh dan menyirami kedua matanya. Singkat cerita ang istri itu menjadi buta.

Namun demikian, sang suami tetap menunjukkan kasihnya kepada sang istri walaupun ia buta. Perhatiannya tidak berkurang, bahkan semakin bertambah semenjak istrinya menjadi buta. Ia selalu menuntun istrinya kemana saja ia pergi dengan kursi roda. Ia selalu menyuapi istrinya setiap kali makan. Bahkan ia juga yang menyisiri rambut istrinya agar tetap terlihat cantik. Kasih sang suami tidak berubah sama sekali.
Namun ada satu hal yang berubah. Si istri menjadi sangat tertekan. Ia merasa sangat menderita dengan kebutaannya. Setiap hari ia merasa sedih karena tidak bisa melihat lagi. Kesedihannya ini terlalu besar sehingga kasih dan perhatian sang suami tidak lagi mampu menghibur hatinya. Hari-hari yang bahagia itu berubah menjadi hari-hari yang suram. Penderitaan itulah yang mencuri kebahagiaan mereka.
Waktu terus berjalan dengan kondisi seperti itu, sampai suatu ketika istrinya mendapatkan berita bahagia. Katanya ada seorang yang mau mendonorkan matanya kepada dia. Segera mereka menyetujui hal itu dan melakukan proses operasi. Dengan teknologi yang canggih, akhirnya pihak rumah sakit berhasil mengembalikan penglihatan sang istri. Istrinya bahagia sekali karena ia akhirnya bisa melihat kembali. Tentunya ia tidak lupa untuk mengucapkan terima kasih kepada orang yang mendonorkan matanya kepada dia. Iapun meminta pihak rumah sakit untuk dapat bertemu dengan pendonor. Tetapi ketika ia bertemu dengan si pendonor itu, tiba-tiba si istri menangis tersedu-sedu. Ternyata orang yang mendonor itu adalah suaminya sendiri. Sang suami tidak tega melihat istrinya menderita. Karena itu dia mendonorkan kedua matanya untuk sang istri, agar istrinya tidak lagi menderita. Sang suami sangat mengasihi istrinya. Ia rela menderita agar istrinya tidak menderita.

Saudara, seperti itu juga yang Tuhan kerjakan dalam hidup kita. Mengapa Ia mau menderita bahkan mati di kayu salib? Mengapa Ia berkorban bagi kita? Hal itu tidak lain karena Tuhan sangat mengasihi kita. Agar kita yang seharusnya menderita karena dosa ini mendapatkan kelegaan. Ia mendekati derita agar kita dapat menjauhi penderitaan itu. Ia mati agar kita hidup.

Saudara, mungkin kita masih merasakan penderitaan saat ini. Masih banyak pergumulan yang sedang kita hadapi. Masalah keluarga yang penuh tantangan; keuangan yang mencekik; belum lagi masalah perasaan-perasaan yang tidak menentu; atau sakit-penyakit yang terus menghantui kita. Tapi mari kita mengingat kembali akan penderitaan Yesus. Penderitaannya mengajarkan kita bahwa Ia peduli akan kehidupan kita. Ia peduli atas segala pergumulan manusia. Ia sudah lebih dahulu menderita agar Ia dapat merasakan apa yang kita rasakan.
Karena itu mari kita menghampiri kasih Tuhan yang besar itu. Kita gantungkan segala pergumulan kita kepada Tuhan. Mari kita bersandar pada kasih-Nya. Biarlah ketika kita sudah merasakan kasih-Nya, kitapun dapat belajar untuk semakin mengasihi Dia. Bukan hanya mengasihi, biarlah kasih-Nya yang besar itu juga memampukan kita untuk lebi sungguh lagi melayani Dia yang sudah terlebih dahulu mati bagi kita. GBu

Thursday, March 25, 2010

To Be One



Dalam kehidupan ini seringkali pesan terakhir merupakan suatu pesan yang sangat penting. Seperti pengalaman seorang kawan saya dari daerah Alor, yang merupakan anak laki-laki sulung dikeluarganya. Suatu ketika ayahnya mengalami sakit keras dan hampir meninggal. Sembari terbaring di pangkuan teman saya, ia menitip pesan agar ia menjaga baik-baik ibu dan adik-adiknya. Setelah si ayah menyampaikan pesan itu, berhentilah detum jantungnya. Pesan itu begitu tertanam di hati teman saya sehingga ia terus bekerja mati-matian untuk memelihara ibu dan adiknya yang masih kecil. Ia bekerja keras karena ia menganggap pesan sang ayah itu merupakan pesan yang sangat penting. Contoh lain, sebelum Pendeta Siauw yang saya hormati (almarhum gembala di GKKA Tenggilis Mejoyo Surabaya) mengakhiri kehidupannya, pesan yang terus didengungkan kepada istri, anak-anak dan para majelis yang hadir pada waktu itu ialah “gembalakanlah domba di gereja kita….jaga dan pelihara mereka.” Sepertinya menggembalakan gereja itulah kerinduannya yang terdalam. Sudah pasti itu merupakan pesan terakhir yang sangat penting untuk disimak.

Menjelang masa-masa paskah ini mari kita juga menyimak bersama, apa pesan-pesan terakhir Yesus sebelum Ia meninggalkan dunia ini. Sebuah pesan yang pastinya sangat penting karena mewakili lubuk hatinya. Yohanes 17 merupakan tulisan yang berisikan doa-doa Yesus yang terakhir sebelum ia ditangkap. Memang kita tidak tau secara tepat dimana dan kapan doa ini dipanjatkan. Dan kitab Yohanes memang belum tentu ditulis secara kronologis. Namun ketika Yohanes menempatkan doa Yesus dalam perikop sebelum Ia ditangkap (pasal 18), saya pikir pokok doa yang ada dalam pasal 17 itu merupakan pesan yang sangat penting untuk diperhatikan.

Dari sekian banyak pesan yang saling berkaitan dalam pasal 17 ini, saya menemukan ada penekanan yang terus di ulang dalam ucapan Tuhan Yesus. Jika kita membaca ayat 11, 20-23, maka kita menemukan ungkapan yang berbunyi “supaya mereka menjadi satu” di ulang sebanyak 4 kali. Penekanan yang berulang ini menunjukkan signifikansi dari perkataan itu, bahkan saya berani katakan, itulah kerinduan Yesus. Ya, Yesus ingin agar semua orang yang percaya dapat bersatu. Tuhan tidak berdoa agar orang percaya penuh dengan kekayaan, jauh dari kesusahan, dan dihindari sakit penyakit setiap hari. Ia lebih menginginkan agar umatnya dapat bersatu. Mungkin sama seperti seorang ayah yang ingin melihat anak-anaknya akur-akur, demikian juga Tuhan meninginkan untuk anak-anak-Nya menjadi satu.

Kesatuan seperti apa? Apakah harus memiliki kesamaan yang identik dalam berbagai aspek atau bagaimana? Dalam ayat-ayat yang sudah kita baca, kesatuan itu di analogikan seperti kesatuan Yesus dengan Bapa. Ungkapan “Sama seperti kita (ay. 11),” “Sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau (ay. 21),” dan “sama seperti Kita adalah satu (ay. 22)” menunjukkan hal itu. Bagaimana bentuk kesatuan Yesus dengan Bapa, ini bukan hal yang mudah untuk dipahami. Untuk memahami hal ini kita harus terlebih dahulu dapat menangkap jelas model Allah Tritunggal. Dan sampai saat ini tidak ada yang bisa menggambarkan dengan sempurna kesatuan Allah tritunggal (setahu saya). Dalam pengertian Tritunggal Kesatuan Bapa dengan Yesus bukanlah kesatuan yang identik dalam semua aspek. Tetapi yang pasti mereka memiliki 1 kehendak, memiliki 1 tujuan, 1 visi, dan karakter yang sama (mis: Kasih, keadilan, kemurahan, dsb). Saya kira ketika Tuhan mengkehendaki kita untuk bersatu, maka kesatuan itu bukanlah berarti bahwa kita harus identik antara satu dengan yang lain. Setiap kita tentunya diciptakan unik dan memiliki peran masing-masing. Namun yang pasti harus ada kesatuan kehendak, satu tujuan yaitu memuliakan Allah, dan setiap kita seharunya sama-sama harus berusaha memiliki karakter Kristus. Yaitu karakter yang penuh kasih, keadilan, kemurahan, kelemahlembutan, kerendahan hati dan karakter-karakter lainnya. Saudara, inilah kesatuan yang dikehendaki Tuhan. Ia sama sekali tidak menginginkan perpecahan dan pertikaian.

Mengapa Tuhan mengkehendaki persatuan? Ayat 21 mengatakan “supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku.” Dan ayat 23 melengkapi “agar dunia tahu, bahwa Engkau yang telah mengutus Aku dan bahwa Engkau mengasihi mereka, sama seperti Engkau mengasihi Aku.” Tuhan menginginkan kesatuan umat karena dengan bersatunya umat maka umat akan merepresentasikan Kristus. Dengan demikian dunia dapat menjadi percaya kepada Yesus yang adalah Tuhan. Bukan hanya mengenal siapa Tuhan, namun dunia juga akan mengenal betapa besarnya kasih dan kemurahan Tuhan bagi dunia ini. Sebab itu betapa pentinganya persatuan umat Kristen. Kristus ada dalam persatuan umat-Nya.

Namun sungguh ironi jika kita melihat realita gereja saat ini, begitu banyak gereja-gereja yang terpecah dan bertikai. Jika gereja berbeda tipe saya pikir tidak masalah, karena masing-masing punya keunikannya sendiri. Tapi ketika gereja-gereja yang ada saling bertikai, bertengkar, dan suka dengan perselisihan, maka nama Kristuspun akan semakin buruk di mata dunia. Saudara mungkin sering mendengar perkataan kerabat atau sanak famili kita yang belum percaya demikian “Ngapain percaya Tuhan, sesama orang Kristen aja saling bertengkar kok!” Saudara, saya sering mendengar perkataan ini. Saya pikir mungkin ada benernya ungkapan seorang Pendeta yang mengatakan demikian “Perihal yang paling disukai oleh Iblis adalah perpecahan gereja. Jika gereja sudah terpecah maka nama Kristus tidak akan dimuliakan.”

Saudaraku, yang menentukan persatuan atau perpecahan gereja tidak lain tergantung oleh setiap kita yang hidup di dalamnya. Setiap kita memiliki andil untuk menjaga atau memecahbelah persatuan umat Kristen. Setiap ucapan kita dapat menyebabkan pertengkaran. Perkataan yang tidak berhati-hati dapat menyebabkan perselisihan. Keangkuhan dan hati yang meninggi juga seringkali memicu perpecahan gereja. Hati yang keras, egois, tidak pernah berpikir dari sudut pandang orang lain juga bisa menjadi salah sati penyebabnya. Sebaliknya hati yang penuh kasih, kerendahan hati, sikap yang tidak egois dan pikiran yang terbuka dapat menjaga persatuan umat. Dengan bersatunya umat, maka kerinduan Yesus akan terjadi. Saudara, mari kita hidup seiring dengan kerinduan Yesus, yaitu dengan menjaga persatuan dan kesatuan tubuh Kristus. Biarlah mulai hari ini setiap kita boleh memikirkan sikap-sikap yang membangun persatuan dan menjauhkan sikap-sikap yang dapat menyebabkan perpecahan. Kiranya hidup kita berkenan dihadapan-Nya.

Monday, March 22, 2010

KEHENDAKKU, BUKAN KEHENDAK-MU # 1




Yohanes 6:15
Karena Yesus tahu, bahwa mereka hendak datang dan hendak membawa Dia dengan paksa untuk menjadikan Dia raja, Ia menyingkir pula ke gunung, seorang diri.



Ketika merenungkan ayat-ayat di atas, saya pikir ayat-ayat tersebut sangat mencerminkan kekristenan zaman ini, secara khusus di Indonesia.
Yohanes 6:15 merupakan bagian penutup dari perikop Yesus memberi makan lima ribu orang. Orang banyak tertakjub-takjub tak berkedip melihat Yesus menggandakan roti dari 5 menjadi beribu-ribu. Mungkin dalam benak mereka Yesus adalah titisan Musa yang pernah membebaskan nenek moyang mereka dari penindasan Mesir. Sebagaimana pada zaman Musa pernah terjadi turunnya ribuan manna (roti yang turun dari Surga) dan memberi makan ribuan orang Israel, demikian juga Yesus memberikan makanan kepada ribuan orang yang mencari Dia. Dan kebetulan sekali, umat Israel pada waktu itu sedang berada dalam kekuasaan kerajaan Romawi; tentu ada harapan Yesus dapat membebaskan mereka dari penindasan orang Romawi sama seperti Musa membebaskan orang Israel dari tanah Mesir. Karena itu mereka hendak datang dan hendak memaksa Yesus untuk menjadikan Dia sebagai Raja (ay. 15). Wah, sepertinya usulan yang baik. Setidaknya Yesus dijadikan Raja, bukan bawahan mereka. Apalagi jika menjadi raja, Yesus akan dimuliakan. Tapi pertanyaannya, Mengapa Ia menyingkir dari orang-orang yang ingin menjadikan Dia raja? Ironi bukan? Ia menyingkir bahkan seorang diri.
Setelah meletakkan perenungan ini beberapa saat dalam memori saya, akhirnya saya menemukan jawaban bahwa Yesus menyingkir karena menjadi raja seperti yang orang banyak inginkan itu bukanlah kehendak-Nya. Ia tidak ingin mendirikan kerajaan secara fisik seperti zaman pemerintahan Daud (kerajaan seperti ini yang dikehendaki orang Israel pada waktu itu). Namun kerajaan yang dibangun-Nya memiliki spektrum yang jauh lebih luas, yaitu kerajaan Allah yang mencakup dimensi spiritual.

Sesungguhnya jika kita perhatikan baik-baik, ada suatu kontradiksi dalam ayat 15 tersebut. Orang banyak itu menginginkan Yesus menjadi Raja. Biasanya Raja adalah orang yang memerintah dan menguasai rakyatnya. Tapi yang mau dijadikan ‘raja’ ini malah dipaksa oleh rakyatnya. Mengapa mereka memaksa? Karena ada visi misi atau kehendak pribadi dalam komunitas mereka sendiri. Jika mereka menganggap Yesus sebagai raja, tentunya mereka yang akan mengikuti apa yang menjadi visi misi dan kehendak Yesus. Jadi sebenarnya mereka tidak sedang benar-benar menjadikan Yesus sebagai raja. Mereka sendirilah yang ingin menjadi raja. Yang penting kebutuhan dan keinginan mereka tercapai, bukan keinginan Yesus.

Orang-orang Kristen di Indonesia saat ini seringkali juga seperti itu. Mungkin dinegara lain juga, namun karena saya tidak tinggal ditengah-tengah mereka maka saya tidak mau berkomentar. Banyak orang Kristen yang hendak memuliakan Tuhan, menjadikan Yesus sebagai Tuhan, dan menganggap-Nya sebagai Raja, bahkan Raja atas segala raja; tapi semua itu untuk memenuhi visi misi dan kehendak mereka pribadi. Tidak sedikit ‘orang Kristen’ yang mengikut Tuhan supaya dapat menjadi sukses, pekerjaan lancar, dan kaya raya. Untuk apa kekayaan itu? Yah ujung-ujungnya untuk kepuasan dan kenyamanan pribadi. Supaya bisa beli mobil, bisa sekolah di luar negeri, dan supaya bisa beli HP terbaru dan tercanggih. Tidak sedikit juga ‘anak-anak Tuhan’ yang mengikut Tuhan supaya tidak ada sakit penyakit. Untuk apa kesehatan itu? Supaya mereka bisa kya-kya, keliling kota, bersenang-senang, dan menikmati kehidupan mereka sendiri. Ups, siapa ya yang jadi raja?

Saudara, memang sih tampaknya sangat baik dan sangat rohani ketika kita menjadikan Yesus sebagai Tuhan dan raja. Tapi tolong dipikirkan, apakah itu sesuai dengan kehendak-Nya RAJA SEGALA RAJA tersebut? Atau sebaliknya hal itu untuk memuaskan motif dan kehendak pribadi?
Saudaraku, intropeksi motif kita sekali lagi. Jangan-jangan Yesus sedang “menyingkir” dan “menjauh” karena kita terlalu memaksa DIA.

(Refleksi ini bukan hanya untuk menegur pembaca, tapi dapat kubagikan karena saya sendiri tertegur oleh kebenaran ini. Selamat bergumul)

Thursday, March 18, 2010

Eben-Haezer (1 Samuel 7:12)



(Renungan di retret Pengurus)

Fisik manusia diciptakan secara luar biasa oleh Allah. Begitu banyak ketelitian dan kinerja-kinerja dalam fisik ini yang sangat mengagumkan. Salah satu karya apik yang dimiliki oleh semua manusia adalah memori (ingatan). Memori manusia merupakan sebuah ciptaan yang sangat mengagumkan. Menurut penelitian, diperkirakan memori kita memiliki kapasitas beribu-ribu terabytes untuk menyimpan ingatan-ingatan yang pernah kita jumpai. Jika 1 terabyte itu 1000 gigabyte, maka satu bongkah otak kita mampu menyimpan begitu banyak hal yang terjadi.

Tentu setiap kita memiliki memori-memori sendiri. Pastinya ada banyak ingatan yang sedang tersimpan dalam benak kita saat ini. Mungkin kita masih mengingat masa-masa menyenangkan di mana kita merayakan ulang tahun pertama kita sewaktu kecil; Mungkin kita juga masi mengenang masa-masa di mana papa mama merangkul kita dan mencium kita; Mungkin kita juga masi mengenang pada saat kita pertama kali masuk sekolah, dan kita memiliki banyak teman. Dan banyak lagi memori-memori indah lain yang ada dalam benak kita.

Tapi tentu saja tidak hanya memori yang menyenangkan, memori yang burukpun tidak terhindarkan ada dalam benak kita. Mungkin masih teringat dalam benak kita ketika kita mendapat pelecehan dari seseorang; atau ketika orang tua kita bertikai dan saling memukul; Mungkin masih teringat juga masa-masa di mana kita merasakan ketakutan dan kekhawatiran yang sangat; atau mungkin kita juga masih terbayang saat-saat kekasih kita memutus hubungan kasih dengan kita. Kita tak kuasa menghapus semua memory buruk itu. Intinya, pikiran kita saat ini dipenuhi oleh begitu banyak memori. Semua memori indah dan memori buruk itu jalin menjalin tertanam dalam otak kita tergantung dari setiap pengalaman yang telah kita lewati.

Dalam perikop yang kita baca, bangsa Israel pun sedang memiliki memori-memori yang beragam. Dikatakan beragam karena ada memori yang indah, tetapi ada juga memori yang buruk. Tentu saja masih teringat dalam pikiran mereka ketika mereka dipukul kalah oleh bangsa Filistin. Bahkan dua kali mereka dipukul kalah oleh bangsa Filistin, karena Allah tidak berkenan kepada mereka. Mungkin mereka merasa ditinggalkan oleh Allah pada waktu itu. Tentu juga masih teringat jelas dimana tabut perjanjian, lambang kehadiran Allah itu direbut ke tangan musuh. Dan tentu mereka masih mengingat ketika pimpinan mereka imam Eli, yang telah memimpin mereka selama 40 tahun mati karena terjatuh dari tempat duduknya. Mereka kehilangan pemimpin bak anak ayam kehilangan induknya. Begitu banyak kenangan buruk yang di alami bangsa Israel pada waktu itu.

Tetapi tentu saja kenangan buruk itu tidak dapat menghapus memori-memori indah mereka bersama Tuhan. Tentu mereka masih mengingat bagaimana Tuhan telah membebaskan leluhur mereka dari perbudakkan Mesir. Dan tentu mereka masih mengingat bagaimana Tuhan memimpin nenek moyang mereka selama di padang gurun. Tentu mereka masih mengingat bagaimana Tuhan memimpin mereka memasuki tanah perjanjian, dan menolong mereka untuk mengalahkan musuh-musuh mereka. Termasuk kejadian yang terbaru dalam perikop ini, di mana Allah dengan kuasa-Nya yang ajaib menolong bangsa Israel yang sedang ketakutan memukul bangsa Filistin.

Semua memori indah dan memori buruk ini terjalin menjadi satu dalam benak umat Israel. Semua itu disimpulkan oleh Israel dalam ayat 12. Ia memahat sebuah batu yang cukup besar, dan ia memberi nama batu itu Eben Haezer yang berarti “batu pertolongan.” Setelah mendirikan batu itu, lantas ia berkata “sampai di sini Tuhan menolong kita.” Ya! Samuel ingin mengajak seluruh umat Israel melihat bahwa segala sesuatu yang telah mereka alami, entah itu pengalaman baik ataupun buruk, jika mereka masih bisa eksis sampai saat itu maka itu tidak lain karena Tuhan masih menolong mereka. Tuhan selalu hadir dalam setiap kehidupan mereka dan menolong mereka. Karena itu Samuel mendirikan tugu peringatan, dengan tujuan agar umat Israel boleh mengingat kembali akan semua kebaikan Tuhan dalam hidup mereka. Harapan lain, setiap kali semangat mereka mulai kendur, atau mereka berubah setia; batu itu menjadi peringatan bagi mereka untuk mengingat selalu bagaimana Tuhan sudah menolong mereka sejauh itu, dan ingatan-ingatan itu akan menjaga mereka untuk tetap setia. Mengingat kebaikan Tuhan seharusnya membawa kita lebih berkomitmen untuk lebih setia kepada Tuhan.

Saudara, kita tentu mengenal tokoh legendaris Mother Theresa. Ia adalah orang yang mendedikasikan diri untuk melayani negri India. Hatinya berkobar-kobar untuk mengangkat martabat orang miskin yang ada di India. Betapa besar komitmennya untuk pelayanan di sana walau tidak gampang. Dia mau mengajar anak-anak kecil yang masih buta huruf dengan sabar. Dia mau menolong orang-orang sakit yang tak terawat di jalan-jalan. Orang-orang yang terkena borok digendongnya, dirangkul dan dirawat. Ia tidak jijik dengan luka-luka yang sudah bau dihinggap lalat. Ia juga tidak terganggu tinggal ditengah-tengah rakyat kecil yang tidak pernah membersihkan diri selama beberapa minggu. Bahkan ia rela tidur di jalan bersama dengan orang-orang tersebut. Ia terus melayani walau ia pernah dianiaya. Mengapa ia rela? Mengapa ia begitu berkomitmen? Tidak ada alasan lain, karena Mother Theresa telah mengalami kasih Allah yang begitu besar. Setiap kali ia mengingat akan kasih Allah itu, di mana Allah telah menolong hidupnya dan menyelamatkannya, maka hatinya akan kembali berkomitmen dan berjuang untuk setia melayani orang-orang di India.

Saudara, mari kita kembali melihat akan kehidupan kita. Dalam memori kita mungkin tersimpan banyak kenangan indah dan kenangan buruk. Bahkan mungkin kenangan buruk itu lebih mendominasi kapasitas memori kita. Namun dapatkah kita menyimpulkan Eben-Haezer dan berkata “Sampai di sini Tuhan menolong kita”? Saudara, mari kita kembali mengingat akan segala kebaikan Tuhan. Bukankah Tuhan sudah datang ke dunia karena kasih-Nya kepada kita? Bukankah Ia mau menderita dan mati, agar kita terbebas dari penderitaan dan kematian kekal? Bahkan bukan hanya menyelamatkan kita, bukankah Ia berjanji untuk beserta dengan kita selama-lamanya? Saudara, terlalu banyak hal yang bisa kita syukuri saat ini. Bersyukurlah setiap kali kita membukakan mata untuk pertama kali disebuah hari, kita bisa hidup itu karena anugerah Tuhan. Ketika kita menjalani hari ini, dan kita menemukan ada orang-orang yang mengasihi kita dan orang-orang yang kita kasihi, itu pun adalah anugerah Tuhan. Ketika kita bisa kuliah dan diberi makan cukup itupun adalah kebaikkan Tuhan. Saudara, terlalu banyak kebaikkan Tuhan yang dapat kita renungkan. Mari kita ingat kembali satu-persatu. Biarlah ketika kita mengingat akan kebaikkan Tuhan, hati kita boleh kembali berkobar-kobar untuk melayani Tuhan. Biarlah juga dengan mengingat kebaikkan Tuhan, kita dapat kembali berkomitmen untuk hidup setia bagi Tuhan.
Amin

Sunday, March 14, 2010

Engkau Berharga




Apakah kita pernah memiliki sesuatu barang atau orang yang begitu berharga bagi kita? Mungkin barang itu bisa jadi cincin pernikahan kita, atau foto-foto kenangan masa lalu, atau bisa jadi piagam dan piala-piala kita. Sedangkan orang yang paling berharga itu mungkin saja suami kita, orang tua kita, atau mungkin anak-anak kita. Apa yang akan kita lakukan jika barang itu begitu berharga bagi kita? Apakah kita akan mengabaikan dan menggeletakkan barang tersebut di sembarang tempat? Saya kira tidak mungkin. Sudah pasti kita akan terus menjaga dan memelihara barang itu baik-baik. Mungkin kita akan menaruhnya di tempat teraman yang bisa kita simpan; entah dibrangkas atau di bank; kalau di bank pun kita akan mencari bank yang paling aman, yang terjamin masa depannya bukan. Hal itu karena barang itu begitu berharga.

Jika ada seseorang yang begitu berharga bagi kita, tentu juga kita akan memperhatikan orang tersebut. Misalkan anak kita menjadi orang yang paling berharga bagi kita, sudah jelas kita akan memelihara dan merawatnya. Kita akan menolong anak kita setiap kali mereka mengalami kesusahan. Atau jika istri kita menjadi sesuatu yang paling berharga bagi kita, tentu kita akan memperhatikan, menolong, dan tidak akan membuat mereka tertekan atau stress. Mengapa ada perceraian? Mengapa ada perselingkuhan? Saya pikir hal itu dikarenakan bahwa suami atau istri yang berselingkuh atau yang mengajukan cerai itu tidak lagi memandang pasangannya sebagai sesuatu yang berharga. Jika mereka berharga, tentu kita akan menyayangi dan memelihara mereka sebaik-baiknya.

Biss, tahukah bahwa kita berharga di mata Tuhan? FT di hari minggu kemarin mengatakan bahwa kita adalah manusia yang berharga di mata Tuhan. Jika kita berharga maka sudah pasti Tuhan akan menyayangi kita sedemikian rupa dan memelihara kita dengan baik.

Biss, perumpamaan tentang domba yang hilang ini sekali lagi menunjukkan akan betapa berharganya kita di mata Tuhan. Cerita ini memiliki makna yang sama dengan perumpamaan dirham yang hilang, dan anak yang hilang, dimana kita orang berdosa begitu berharga di mata Tuhan.

Dalam perumpamaan ini Tuhan diumpamakan seperti seorang gembala yang memiliki 100 ekor domba. Gembala domba adalah pekerjaan yang umum dilakukan oleh orang-orang di Palestina. Seorang yang memiliki 100 ekor domba pada waktu itu bukan terhitung sebagai orang kaya tidak juga dapat dibilang miskin, namun orang yang menengah. Biasanya sang gembala itu mengenal domba-dombanya satu persatu. Dalam 1 hari biasanya mereka melakukan minimal 1 kali perhitungan jumlah domba yang mereka gembalakan.

Diperumpamaan ini ceritakan ketika gembalanya sedang menghitung domba-dombanya, salah satu dombanya keluyuran sendiri. Biasanya domba seperti ini adalah domba yang nakal, suka menggigit sana sini, main-main sendiri dan tidak mau mendengarkan suara gembalanya. Begitu asyiknya akhirnya ia berpisah dari kumpulan domba yang lain. Domba merupakan binatang yang penakut dan harus hidup dalam kumpulannya. Ketika seekor domba tersesat, ia akan menjadi sangat ketakutan dan biasanya domba itu akan merebahkan diri dan tidak mau bergerak sambil menunggu sang gembala.

Gembala mengetahui akan ketakutan dan kekhawatiran domba itu. Sehingga ketika ia tau bahwa 1 dombanya tidak ada, ia akan pergi mencari dombanya yang tersesat itu. Dikatakan ia akan meninggalkan 99 domba yang lain bukan berarti ia mengabaikan 99 lain itu. Tentu dia akan membuat pagar perlindungan dan menyediakan makanan yang cukup untuk ke-99 domba lain itu. Sang gembala tidak akan berhenti mencari sampai ia benar-benar menemukannya. Walaupun harus masuk ke dalam hutan, dan walaupun harus menuruni jurang terjal, gembala itu akan lakukan agar 1 domba itu dapat ditemukan. Mengapa? Karena 1 ekor domba begitu berharga di mata sang gembala. Ketika ia menemukannya ia akan menggendongnya di atas bahunya, mungkin karena gembala itu masi mengalami ketakutan, dan tujuan lain tentunya agar mereka bisa lebih cepat pulang kerumah. Bukan hanya sampai disana, sesampainya dirumah ia akan mengadakan pesta syukuran besar-besaran untuk 1 domba yang ditemukan itu. Betapa berartinya 1 domba itu di mata sang gembala.

Saudara, kitapun sama seperti 1 domba yang hilang itu. Bukankah kita adalah orang-orang yang berdosa dan tersesat? Tapi di mata Tuhan kita begitu berharga sehingga ia mau turun kedunia untuk kita. Bukan hanya mau turun ke dunia, bahkan ia mau mati untuk kita semua. Mengapa? Karena kita adalah orang-orang yang sangat berharga di matanya.

Tentu masih teringat akan kejadian gempa yang baru terjadi di Padang beberapa bulan yang lalu. Banyak kisah sedih yang ada, dan banyak kisah yang memilukan. Namun ditengah-tengah kisah yang menyedihkan itu ada sebuah kisah yang mengharukan. Ketika gempa terjadi dan banyak bangunan yang runtuh, dan ketika regu penyelamat membongkar bongkahan-batu untuk mencari korban yang mungkin masih hidup, ditemukan seorang ibu dengan posisi terlungkup ke tanah. Petugas bingung, mengapa ia mati terlungkup. Ternyata setelah diperhatikan baik-baik, dalam pelukan sang ibu ada seorang bayi yang masih kecil. Bayi itu terlindung aman dalam pelukan ibunya, dan akhirnya bayi tersebut dapat diselamatkan. Mengapa ibu itu mau berkorban? Karena anaknya begitu berharga bagi dia, jauh melebihi kehidupannya sendiri. Karena itu ia mau melindungi anaknya itu.

Saudaraku, kita pun berharga di mata Tuhan. Betapa berharganya kita sehingga Dia akan terus menyertai setiap kehidupan kita. Dia akan menjaga kita dan menolong kita. Biss, mari kita mensyukuri karena kita punya seorang gembala yang setia beserta kita untuk menuntun dan menjaga kehidupan kita. Apapun yang sedang menimpa kita hari ini, mungkin itu karena kelalaian kita dan karena kesalahan kita, tapi mari kita kembali datang kepada Tuhan yang adalah gembala kita. Ia begitu menyayangi kita, dan ia akan senantiasa melindungi setiap kita. Amin

Tuesday, March 09, 2010

Come To Him



Yoh 5:39, 40 “Kamu menyelidiki Kitab-kitab Suci, sebab kamu menyangka bahwa olehnya kamu mempunyai hidup yang kekal, tetapi walaupun Kitab-kitab Suci itu memberi kesaksian tentang Aku, namun kamu tidak mau datang kepada-Ku untuk memperoleh hidup itu.”




Pagi ini dalam permenungan FT yang biasa saya lakukan tiap hari, saya dihentakkan sekaligus disadarkan oleh dua ayat di atas.
“Kamu menyelidiki kitab-kitab suci….”  Merupakan sebuah ungkapan yang ditujukkan kepada orang Yahudi pada waktu itu. Mungkin secara spesifik mengarah kepada ahli-ahli Taurat dan tokoh-tokoh agama. Memang kesukaan mereka ialah men-goggling dan menyelidiki kitab suci. Dalam satu hari mereka bisa meluangkan waktu berjam-jam untuk duduk berdua dengan kitab-kitab itu. Saya berpikir mungkin ada miripnya dengan saya (dengan status mahasiswa teologi). Walau tidak setekun para ahli taurat itu, tetapi pekerjaan dan kesukaan saya ialah menyelidiki Firman Tuhan. Setiap pagi saya meluangkan waktu untuk melahap beberapa buku commentary (tafsiran) yang tebal-tebal, bahkan terkadang begitu rakus. Namun sampai sejauh ini pikiran saya belum terusik.


“Sebab kamu menyangka bahwa olehnya kamu mempunyai hidup kekal. . . .”  orang Yahudi selalu beranggapan bahwa dengan membaca kitab suci; ketika mata beradu dengan teks-teks, dan ketika kepala menunduk menghadap gulungan yang terbuka; maka pada saat itu proses keselamatan sedang terjadi. Mereka berpikir kitab taurat merupakan penyelamat mereka. Karena alasan inilah mereka menyelidikki kitab-kitab suci. Pada point ini, bersyukur saya (sekali lagi sebagai mahasiswa teologi) tidak memiliki presepsi seperti itu. Bagi saya membaca kitab suci itu membuat saya semakin memiliki pengetahuan tentang Tuhan, Allah, dan kebenaran yang objektif. Membaca kitab suci beserta tafsirannya sangat memuaskan pikiran, perasaan, dan memiliki sukacita tersendiri. Tapi sekali lagi bukan sebagai penyelamat hidupku. Sampai point ini pun tidak ada masalah sama sekali. Yang menjadi teguran buat saya ialah….

“tetapi walaupun Kitab-kitab Suci itu memberi kesaksian tentang Aku, namun kamu tidak mau datang kepada-Ku untuk memperoleh hidup itu….”  tetapi….namun…. kamu tidak mau datang…. Sebuah kesadaran entah berasal dari mana tiba-tiba menyentak saya. Orang-orang Yahudi memang menyelidiki kitab suci secara tekun dengan motif agar kitab suci itu dapat menyelamatkan mereka. Tetapi ironinya, mereka adalah orang-orang yang tidak mau percaya kepada Yesus yang menjadi inti pemberitaan dari kitab-kitab itu. Gengsi mereka terlalu besar untuk menghampiri Dia. Pikiran mereka yang menentukan ‘orang seperti apa Yesus itu’. Kitab suci berkata A tetapi mereka maunya B. Kitab suci tertulis agar manusia dapat datang kepada Allah, namun orang-orang Yahudi itu tidak mau datang kepada Allah. Sungguh ironi.

Namun ironi ini ternyata saya temukan dalam diri saya (sekali lagi, seorang mahasiswa teologi). Seorang penyelidik kitab suci…. bahkan dengan motivasi yang lebih benar dari pada orang Yahudi (bagi saya). Tetapi sangat di sayangkan, sering kali saya pun tidak datang kepada Tuhan. Yah, pembelajaran kitab suci seringkali malah membawa hati ini semakin tidak berpaut kepada-Nya. Motif untuk mengetahui kebenaran ternyata tidak diikuti dengan relasi intim dengan Tuhan. Membelalakkan mata besar-besar saat menterjemahkan buku-buku commentary ternyata malah menyipitkan mata hati. Rasanya semakin banyak meng-goggling Alkitab, semakin jauh diri ini dari Dia yang sedang kupelajari itu. Ahhh….. Ada apa dengan diriku. Aku tidak mau seperti ini. Aku ingin memiliki keintiman dengan-Nya. Ya, keintiman seperti dulu ketika pertama kali mengenal Dia.

Pagi ini saya berdoa sembari menangis di hadapan Tuhan. Memohon ampun untuk segala kekeliruan ini. Dan mencoba kembali untuk datang mendekat kepada Dia.


NB: Wai, teman-temanku pecinta dan penyelidik kitab suci. Mari kita melihat diri kita. Janganlah keranjingan kita akan firman malah membuat kita menjauh dari Firman Hidup itu sendiri. Jika kita semakin menjauh tentu ada yang keliru dengan apa yang sedang kita lakukan. Come To Him Friend!!

Friday, March 05, 2010

TALENTA & PELAYANAN (Matius 25:14-30) #2



4. Harga 1 talenta itu sangat besar

Ss, kita harus tau bahwa 1 talenta itu bernilai sangat besar. Karena itu jangan kita meremehkan talenta yang ada pada diri kita walaupun cuma 1, melainkan bersyukurlah. Talenta pada zaman dulu merupakan satuan nilai mata uang yang sangat besar. Kalau kita membaca di bagian belakang Alkitab kita, ada informasi yang menuliskan bahwa 1 talenta sama dengan 6000 dinar. Terus jika kita melihat harga 1 dinar, kita akan menemukan bahwa 1 dinar itu merupakan 1 upah pekerja dalam 1 hari. Jadi 1 talenta bernilai upah pekerja 6000 hari bukan? Nah 6000 hari itu jika saya bagi hari kerja (yang mungkin setahun 310 hari kerja jika dipotong hari libur dan hari sabat) maka kita menemukan bahwa 1 talenta itu sama dengan upah kerja 19 tahun. Itu merupakan jumlah yang sangat besar. Gaji seperempat umur hidup kita. Dengan 1 talenta, kita bisa berbuat banyak. Karena itu bersyukurlah untuk talenta yang kita punya dan jangan pernah meremehkan talenta yang kita miliki.

Ss, satu kemampuan yang kita miliki dapat membuahkan pekerjaan besar. Ss, mengingat hal ini saya kembali teringat kepada seorang rekan saya. Ia bukan seorang yang pandai bicara; ia tidak bisa bermain musik; bahkan ia bukan orang yang menyenangkan untuk diajak berteman; tapi ia dipercayakan untuk mengendarai mobil sementara teman-teman yang lainnya pada ngekos dan berjalan kaki. Dengan apa yang dipercayakan padanya itu, ia betul-betul memanfaatkan talentanya. Setiap hari sebelum persekutuan ia selalu menjemput satu-persatu para pemuda pemudi yang kesusahan untuk pergi persekutuan. Walaupun di mobil itu ia diam saja, namun pelayanannya sudah sangat memberkati setiap orang. Akhirnya perannya itu sangat berdampak bagi persekutuan itu.

Ada juga teman saya yang begitu pemalu; ia bukan orang kaya; ia juga bukan orang yang pandai untuk berbicara; namun ia dipercayakan ketekunan dan ketelatenan. Hampir setiap pagi ia memberi sms kepada rekan-rekanya sms kekuatan dan menanyakan pokok doa yang mau di doakan. Ketekunannya dan ketelatenannya sangat membuahkan hasil. Banyak orang yang dikuatkan ketika menghadapi pergumulan.

Ss, saya yakin setiap kita di sini juga dipercayakan begitu talenta masing-masing. Dan ketahuilah, setiap talenta itu mampu melakukan pekerjaan-pekerjaan yang luar biasa. Mungkin ada yang dikaruniakan karakter yang lemah lembut, pakailah itu untuk menjadi pendengar yang baik. Mungkin ada yang dikaruniakan kepandaian; pakailah itu untuk memikirkan program-program gereja. Mungkin ada yang dikaruniakan ketekunan; pakailah itu juga untuk pekerjaan-pekerjaan Tuhan. Ss, ingat satu talenta bernilai besar. Dengan satu talenta kita bisa berbuat sangat besar.

Sekarang point yang paling penting adalah “Apa yang Tuhan kehendaki dari talenta kita?”


5. Tuhan mengkehendaki kita mengembangkan talenta kita, bukan memendamnya / mendiamkannya.

Ss, sesudah kita memahami sampai sejauh ini, point yang terpenting untuk kita ketahui ialah, Tuhan menginginkan kita mengembangkan talenta kita, dan bukan memendamnya.

Dalam cerita 3 hamba tadi dikisahkan sewaktu sang tuan pergi setelah memberikan talenta kepada masing-masing hamba-Nya, hamba yang memiliki 5 dan 2 talenta bekerja keras dan berupaya untuk melipatgandakan talenta yang mereka miliki. Alhasil mereka berhasil dan akhirnya mendapatkan 10 dan 4 talenta. Namun hamba yang ketiga itu berbeda, ia menimbun talenta itu. Ia berdiam diri dan tidak mau mengembangkannya. Alhasil tentu saja hasil yang diperoleh tetap sama yaitu 1 talenta.

Singkat cerita, sang tuan datang, dan ia pun mulai menagih talenta yang sudah dipercayakan itu kepada hamba-hamba-Nya. Ketika hamba pertama datang menghadap, ia senang sekali karena hamba-Nya itu mau mengembangkan talentanya. Kerena itu tuan itu memuji dia dan berkata “Baik sekali perbuatanmu itu hai hambaku yang baik dan setia, engaku telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jwaba dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu. (ayt 21)” Coba kita perhatikan pujian ini. Tuhan tidak memuji “hai hambaku yang pandai” atau “hai hambaku yang kaya” atau “hai hambaku yang punya banyak talenta” tidak ss. Ia memuji karena hamba itu baik dan setia dalam perkara kecil.

Perhatikan, walau ia mempunyai 5 talenta, bagi Tuhan itu adalah perkara kecil. Yang ia inginkan hanya satu, yaitu setia dan bertanggung jawab atas talenta yang diberikan.

Setelah hamba yang pertama, berikutnya hamba yang kedua menghadap, ia pun memberikan 4 talenta kepada tuannya. Tuannya sangat senang, dan iapun memuji tindakan hamba yang diberi 2 talenta itu sama dengan pujian yang diberikan kepada hamba yang diberi 5 talenta (ayt 23). Coba kita perhatikan, pujian yang diberikan tuannya sama persis. Ini menunjukkan tuannya tidak membeda-bedakan kedua hamba ini. Tuhan tidak memuji yang memiliki 5 talenta lebih dari hamba yang memiliki 2 talenta. Tuhan tidak melihat hasilnya, tetapi Tuhan memuji sikap mereka yang setia dan bertanggung jawab atas kepercayaan yang diberikan.

Berbeda dengan dua hamba yang pertama, hamba yang terakhir datang dan ia pun diminta pertanggungan jawab. Tapi hamba yang terakhir ini hanya mengembalikan satu talenta. Selama ini dia hanya berdiam diri, menimbun talentanya dalam tanah, dan tidak mengembangkan. Kemudian dengan berbagai alasan ia datang memberikan 1 talenta itu kepada tuannya. Ss, apa yang menjadi respon tuannya? Tuannya begitu marah atas apa yang dilakukan hamba terakhir ini. Di ayat 26 sang tuan mengatakan “Hai kamu hamba yang jahat dan malas!”. Menyimpan sebuah talenta merupakn salah satu bentuk kejahatan bagi Tuhan. Dan tuan itu menyuruh para penjaga untuk mencampakkan hamba yang tidak berguna itu ke dalam kegelapan yang paling gelap.

Ss, Tuhan jelas menginginkan setiap anak-anaknya untuk mengembangkan talenta kita. Ketika kita sedang menyimpan talenta kita, sebenarnya itu merupakan suatu bentuk ketidaksetiaan dan ketidakbertanggungjawaban atas apa yang telah Tuhan berikan kepada kita. Ss, setiap kita pun kelak akan menghadapi pengadilan dari Tuhan. Dan Ia akan meminta pertanggungan jawab dari kita tentang talenta yang sudah dipercayakan kepada kita.

Bagaimana mengembangkannya tentu saja bisa lewat keterlibatan kita dalam pelayanan. Jika kita tidak memakai apa yang telah dipercayakan Tuhan untuk mengerjakan pelayanan, itu sama saja dengan kita memendam talenta kita.
Ss, sekali lagi, diam terkadang adalah emas. Namun dalam hal talenta, jika kita berdiam diri maka itu merupakan suatu kejahatan dan suatu bentuk ketidaktanggung jawaban. Karena itu kembangkanlah talentamu. Ambillah bagian dalam pelayanan. Setialah dalam perkara kecil. Sehingga kelak dalam pengadilan nanti, kita akan mendengar pujian dari Tuhan yang mengatakan “Baik sekali hai hambaku yang baik dan setia, masuklah ke dalam kebahagiaan tuanmu.” Amin

TALENTA & PELAYANAN (Matius 25:14-30) #1



Saudara, kita sering mendengar pepatah yang mengatakan bahwa “Diam adalah Emas.” Ini merupakan sebuah pepatah bijaksana yang biasa digunakan untuk tujuan mendatangkan perdamaian. Misalnya dalam sebuah rapat terjadi pedebatan yang hangat. Kita tau jika kita teruskan pembicaraan maka perkelahian dapat terjadi. Lantas kita memilih diam. Pada saat itu diam akan mendatangkan perdamaian. Selain itu diam dapat dikatakan emas karena diam dapat membantu kita menjadi terpusat, tenang, introspektif, dan bahkan bijaksana. Dan diam sering dapat menyampaikan maksud kita dengan jauh lebih efektif daripada argument yang paling persuasif sekalipun. Misalnya ketika ada teman kita yang sedang berduka, terkandang kata-kata penghiburan malah menggusarkan hatinya, sebaliknya diam duduk bersama orang itu bisa menjadi kekuatan yang sangat menghibur. Karena alasan inilah maka diam dapat dikatakan adalah emas.

Namun ternyata tidak selamanya diam itu emas. Terkadang diam menunjukkan bahwa orang tersebut tidak memiliki pengetahuan. Misalnya ketika seorang guru bertanya kepada muridnya tentang pelajaran yang sudah dijelaskan minggu lalu, dan jika murid itu diam, maka murid itu dapat dikatakan diam karena kurang memiliki pengetahuan. Terkadang juga diam itu malah “keterlaluan”. Misalnya jika kita melihat ada anak-kecil berusia 5 tahun sedang berusaha mengambil bola yang jatuh di parit. Dan dengan jelas kita tau, kalau anak itu meneruskan maka ia akan jatuh ke parit itu. Posisi kita bisa meraihnya, tetapi jika kita diam saja itu namanya keterlaluan. Jadi sebenarnya diam itu tidak selalu positif. Terkadang sifatnya negatif. Baik atau tidaknya hal ini tergantung dari situasi dan kondisi yang sedang terjadi.

Kisah perumpamaan tentang talenta tadi juga menggambarkan sikap diam yang negatif. Dimana Tuhan menegur sikap diam dari hamba yang dipercayakan 1 talenta. Sebelumnya harus memahami terlebih dahulu bahwa perumpamaan talenta itu berada dalam konteks akhir zaman mengenai kedatangan Yesus yang kedua kalinya. Bukan masalah kapan Yesus datang (seperti keinginan banyak orang untuk mencari tau) namun perumpamaan ini sebenarnya lebih mengajarkan kita tentang bagaimana kita harus bersikap selagi menunggu kedatangan Tuhan yang kedua. Karena itu pelajaran mengenai talenta ini penting bagi kita, karena kitapun sedang menantikan kedatangan Kristus yang ke-2 kali.

Saya rasa kita sudah sangat sering mendengar tentang kisah ini, yaitu kisah tentang 3 orang hamba yang diberi talenta masing-masing 5, 2, dan 1. Yang 5 dan 2 mengembangkan uang yang dipercayakan, sedangkan orang yang ke 3 menimbunnya. Dan kemudian Tuhan memuji yang memiliki 5 dan 2 talenta, dan memarahi orang yang punya 1 talenta. Saya yakin sudah betapa seringnya kita mendengar kisah ini. Namun mungkin ada beberapa point dasar yang kita lewatkan. Karena itu pada malam ini kita akan melihat beberapa point yang penting untuk kita pelajari, yang kemudian dapat kita refleksikan kembali dalam hidup kita.

1. Talenta dimilikki oleh semua orang


Saudara, setiap orang telah dipanggil untuk percaya kepada Tuhan itu mesti diberi talenta. Ayat 14 menuliskan “Sebab hal Kerajaan sorga sama seperti orang yang mau bepergian ke luar negeri, yang memanggil hamba-hamba-Nya dan mempercayakan hartanya kepada mereka.” Kata memanggil ini berasal dari kata “kaleo” yang sama dipakai ketika Tuhan memanggil orang-orang untuk percaya kepada-Nya. Kita adalah orang-orang yang sudah dipanggil dari gelap kedalam terang. Dan setiap orang yang sudah di panggil pasti dipercayakan minimal 1 talenta kepada dirinya. Jadi tidak ada orang percaya yang boleh mengatakan “saya tidak mau melayani Tuhan karena saya tidak punya talenta apa-apa”. Itu ungkapan salah, karena setiap kita sudah memiliki talenta itu.

Saudara, talenta itu jika pada zaman PB merupakan satuan mata uang, namun jika kita tafsirkan ke zaman sekarang, talenta itu bisa apa saja yang dipercayakan Tuhan kepada kita. Bisa kepandaian, kemampuan main musik, bernyanyi, kemurahan, memberi, kekayaan, pengalaman-pengalaman kita, keluarga kita, karakter kita, dan sebagainya. Apa pun juga jenis talenta itu, yang pasti…..

2. Talenta merupakan pemberian Allah


Sebaliknya, di satu sisi kita tidak boleh merasa tidak mempunyai talenta apa-apa. Tapi di sisi lain, setiap kita yang dipercayakan banyak talenta juga tidak boleh menyombongkan diri, karena talenta yang kita punyai itu merupakan pemberian Allah. Allah yang empunya setiap talenta, ia hanya mempercayakan itu semua kepada kita untuk kita kelola dan bukannya untuk disombongkan.
Berdasarkan apakah Tuhan memberikan talenta itu? Mengapa tiap-tiap orang memiliki talenta yang berbeda?

3. Setiap orang diberi menurut kesanggupan.

Di ayat 15 dikatakan ada yang diberikan lima talenta, ada yang diberi dua, dan ada yang diberi satu, masing-masing menurut kesanggupannya. Ss, Tuhan kita adalah Tuhan yang maha tau, ia tau segala kesanggupan dan keterbatasan kita. Mengapa ada yang diberikan 5, ada yang 2, dan ada yang 1 itu sebenarnya bukan karena unsur pilih kasih dari pihak Tuhan. Namun sekali lagi, karena Tuhan melihat kemampuan kita. Ia memberi menurut kesanggupan kita masing-masing. Dia tau seberapa batas kemampuan kita, karena itu ia menaruh yang tidak lebih dan tidak kurang, namun tepat sesuai dengan keadaan kita.

Keadaannya seperti ini: Misalkan suatu saat ada seorang bapak penjual beras dan 3 anak laki-lakinya yang berusia 14, 10 dan 7 tahun. Pada suatu ketika, karena hari libur, tokonya kekurangan pegawai dan si ayah hendak memperkejakan ketiga anaknya tersebut. Ayah ini tau jelas kemampuan anak-anaknya, karena itu ia tidak menyuruh mereka memikul beban yang sama. Yang besar memikul 10 kilo, yang 10 tahun 5 kilo, dan yang paling kecil cukup mengangkat 3 kilo saja. Sang ayah tau bahwa anak yang paling kecil tidak akan mampu mengangkat yang 10 kilo. Demikian juga ia tau bahwa sayang sekali kalau anak yang paling besar hanya mengangkat tiga kilo. Karena itu sang ayah membagi porsi sesuai dengan kesanggupan mereka masing-masing. Anak yang paling kecil tidak boleh protes kepada papanya untuk beban yang kecil, karena itulah kesanggupannya. Jika ia diberi beban yang lebih sudah pasti ia tidak akan mampu mengangkatnya.

Saudara, demikian juga dengan kita. Tuhan memberi kepada setiap kita talenta kita masing-masing menurut kesanggupannya. Ada yang diberi banyak ada juga yang diberi sedikit. Ada yang dapat melayani di berbagai bidang, dari menulis buku, memimpin pujian, berkhotbah, bermain musik, dsb. Ada juga yang diberi kemampuan untuk bersosialisasi yang baik, walaupun tidak mempunyai kepandaian. Ada juga yang mungkin dititipkan harta yang banyak untuk melayani gereja. Ada juga yang diberikan ketekunan untuk menjalankan tugas-tugas administrasi yang memang membutuhkan ketelatenan. Minimal setiap kita memiliki pengalaman yang berbeda yang dapat menjadi bekal untuk melayani sesama kita. Setiap orang memiliki talentanya masing-masing. Dan sekali lagi itu semua diberi menurut kesanggupan kita. Ss, tahukah berapa harga sebuah talenta?

Monday, March 01, 2010

Seorang Yang Mengagumkan




(Renungan Di Doa Pagi)

Jika kita ditanya “siapakah orang yang paling mengagumkan bagi kita?” kira-kira siapakah orang tersebut? Kebanyakan kita akan menyebutkan beberapa nama-nama terkenal seperti Mao Ce Tung, Kong Fu Tze, Obama, Soekarno, lady Diana, mother Teresa, dll. Atau olahragawan terkenal seperti Michael Jordan, Tiger Woods, Maradona, dll. Mungkin kita juga akan menyebutkan beberapa nama-nama artis terkemuka atau tokoh-tokoh politik lain. Wajar saja bukan?! karena mereka adalah orang-orang hebat, yang berhasil memempengaruhi dunia, dan mencantumkan nama harum di hati banyak orang. Mereka adalah orang-orang yang pantas ditiru dibidang masing-masing, dan mereka adalah orang besar yang pantas untuk dikagumi. Hampir tidak ada orang yang memilih untuk mengagumi rakyat kecil yang tidak terkenal sama sekali.
Namun bacaaan kita sedikit berbeda. Seorang janda yang dikisahkan tadi merupakan seseorang yang mengagumkan, meskipun ia adalah orang kecil. Kita tidak kenal siapa janda ini dan dari mana datangnya. Begitu tidak terkenalnya sehingga namanyapun tidak dituliskan di perikop ini. Tetapi walaupun janda tersebut tidak terkenal, ia termasuk orang yang mengagumkannya sehingga Tuhan Yesus memberikan pujian kepadanya. Apa sih yang mengagumkan darinya? Saya menemukan ada dua hal.

1. Janda itu mampu memberi dalam keadaannya yang terpuruk.
Biss, perlu kita ketahui bahwa kebanyakan janda-janda di Israel pada waktu itu adalah orang-orang miskin. Perempuan adalah masyarakat kelas dua pada strata sosial di jaman itu. Jadi para wanita banyak mengharapkan suaminya untuk memberikan nafkah. Ketika suami mereka meninggal, maka mereka akan menjadi seorang janda yang harus bekerja sangat keras untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Jarang para wanita bisa mendapat penghasilan yang tinggi waktu itu. Belum lagi, janda-janda pada waktu itu sering diperlakukan secara tidak adil oleh para ahli Taurat. Di ayat 40 (dibaca), dikatakan bahwa Ahli-ahli Taurat itu sering menelan rumah para janda. Para janda adalah kaum yang sangat tertindas pada waktu itu. Mereka tak berdaya dan tidak mempunyai kekuatan untuk melawan. Karena itu wajar saja jika mereka menjadi sangat miskin. Tak heran Alkitab menuliskan bahwa kekayaan janda itu hanya 2 peser (mata uang terkecil pada zaman itu) Tapi ditengah-tengah kesengsaraan dan kemiskinannya, janda itu masih mempersembahkan apa yang ia miliki, bahkan dikatakan seluruh uang yang ia punya. Padahal persembahan itu ditujukan kepada para ahli-ahli Taurat yang ada di bait suci. Ahli-ahli Taurat itu memeras dia, namun ibu janda ini malah mempercayakan uang persembahannya dipegang oleh para ahli Taurat yang memerasnya.

Mengagumkan bukan? Karena itulah Yesus memuji janda tersebut. Ia mau memberikan apa yang ia miliki kepada Tuhan walau dalam keadaannya yang sedang terpuruk. Biss, bagaimana dengan kita? Sudahkah kita memberikan apa yang kita miliki dalam segala kondisi yang ada pada kita saat ini? Bukan masalah jumlah yang disoroti Tuhan. Apa artinya dua peser itu bagi Tuhan pencipta langit dan bumi. Tapi masalah hati lah yang diperhatikan-Nya, yaitu hati yang berkobar-kobar untuk memberi yang terbaik bagi Tuhan. Biss, apapun yang sedang kita alami saat ini, mungkin keadaan itu membuat posisi kita berada di dalam kertepurukan, tetaplah memiliki hati yang berkobar-kobar untuk memberikan yang terbaik bagi Tuhan. Tuhan mengagumi hati yang seperti itu.

2. Janda itu memberi dengan iman.
Biss, diayat 44 Yesus jelas sekali mengatakan bahwa janda tersebut memberi seluruh nafkahnya. Sluruh nafkahnya! Dalam arti ia tidak mempunyai uang sama sekali untuk kehidupan selanjutnya. Jika kita dalam posisi janda itu mungkin kita akan berkata “Tuhan, maaf, engkau tau keadaanku, saya tidak usah kasih persembahan ya” dan nada-nada doa semacamnya. Namun Alkitab tidak menuliskan demikian. Janda itu memberikan seluruh nafkahnya. Ya! Seluruh nafkahnya, termasuk mungkin uangnya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Biss, mengapa ia mampu memberi semua nafkahnya? Karena janda ini memiliki kepercayaan yang radikal kepada Allah, di mana Allah akan memeliara dia dan akan mencukupi segala kebutuhannya. Biss, janda ini memberi dengan iman. Sungguh bukan situasi yang mudah. Tapi pemberian seperti inilah yang berkenan di hadapan Tuhan.

Biss, mari kitapun belajar untuk memiliki hati yang penuh iman seperti ini. Hati yang dipenuhi keyakinan bahwa Allah akan memelihara kehidupan kita. Hati yang penuh dengan keyakinan bahwa Allah akan mencukupkan kita. Alkitab mengatkan “Carilah dahulu kerajaan Allah dan kebenaran-Nya maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.” Hati yang percaya akan pemeliharaan Allah adalah hati yang yang berkenan dihadapan Tuhan.

Biss, mari kita belajar untuk memiliki hati yang mengagumkan. Yaitu hati yang mau memberi yang terbaik untuk Tuhan dalam segala kondisi dan hati yang percaya penuh akan pemeliharaan dan perlindungan Tuhan. Kiranya FT ini memampukan kita untuk menjadi orang-orang yang mengagumkan.