Wednesday, December 26, 2007

Nama Kita




Semua sibuk! Semua menjadi sibuk ketika anak di kandungan ipar saya hampir dilahirkan. Memang semuanya sudah di siapkan jauh-jauh hari, baik itu pakaian bayi, dot, tissue basah, keranjang, mainan dan semua perlengkapan bayi lainnya. Terus sibuk kenapa? Ternyata mereka masih sibuk mencari nama. Yang bikin sibuk itu karena banyak kepala yang memikirkannya. Tidak hanya ayah dan ibunya, tapi engkong, apho dari mama juga dari papa belum lagi paman-paman dan bibi-bibinya yang ikut-ikutan bikin semua tambah ruwet. Masing-masing memberi nama, dan masing-masing merasa nama pilihannya adalah yang the best. Tapi itu wajar sih.


Setiap orang tua pasti ingin memberikan sebuah nama yang terbaik bagi anaknya. Bukan hanya nama yang terdengar indah, tapi juga yang memiliki arti baik. Apalagi kalau nama Chinese, pastilah ia memiliki arti yang mewakili harapan dari sang pemberi nama. Misalnya nama saya “Yong Sing” memiliki arti, selamanya bahagia. Kakak saya “Yong Kuang” berarti selamanya bercahaya. Keponakan saya pun akhirnya diberi nama “Hui Chin” yang berarti pandai bermain piano di musim salju (apa maksudnya ya, saya juga bingung). Atau mungkin nama Indonesia seperti Mulyadi dengan harapan anak itu besarnya menjadi orang yang mulia. Sugiharto, agar anaknya sukses dan sugih. Ada juga yang diberi nama seperti tokoh-tokoh Alkitab agar anak tersebut memiliki iman, kemampuan dan keberanian atau agar ia diberkati seperti tokoh-tokoh tersebut. Ya…pasti setiap orang tua memberi nama berdasarkan harapan mereka.

Namun nama hanyalah sebuah nama. Kenyataan seringkali berbicara lain. Ternyata apa yang diharapkan itu malah tidak terjadi. Buktinya, nama saya yang berarti selalu bahagia juga tidak terbukti. Banyak kesedihan, kepahitan dan kekecewaan yang dirasakan. Kakak sayapun hidupnya tidak bercahaya tuh. Saya juga tidak tahu apakah keponakan saya nantinya bisa bermain piano atau tidak. Bahkan sekarang banyak penjahat kelas gurami yang bernama petrus, paulus, yohanes, daniel, josua dan nama tokoh lainnya. Tetapi meskipun demikian, setiap orang tua pasti tetap memberi nama sembari menyelipkan harapan didalamnya.


Ketika kita hidup di dalam Kristus dan telah diselamatkan oleh darah-Nya yang kudus, kita juga telah dilahirkan kembali (lahir baru). Kita pun diberi nama. I Yohanes 3:1a mengatakan “Lihatlah, betapa besarnya kasih yang dikaruniakan Bapa kepada kita, sehingga kita disebut anak-anak Allah.” Ya! kita dinamai sebagai anak-anak Allah. Sebutan ini adalah sebutan yang luar biasa bagi kita karena didasarkan oleh kasih Bapa. Dan tentu saja nama ini tidak hanya asal nama, tetapi di dalamnya juga terkandung harapan dari Sang Pemberi Nama. Apa harapan Allah? Harapannya tentu saja agar kita betul-betul menjadi anak-anak Allah. Menjadi anak-anak Allah berarti menjadi anak-anak terang. Anak-anak yang taat, penuh kasih, adil, berbuah baik, pendamai, sabar, rendah hati, mencintai Tuhan di atas segalanya, melakukan kehendak-Nya dan lain-lain. I Petrus 1:14-16 menuliskan “Hiduplah sebagai anak-anak yang taat dan jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu, tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus. Itulah harapan Allah. Kita di beri nama anak-anak Allah adalah agar kita semakin hari dapat menjadi semakin serupa dengan gambar dan rupa Allah yang sudah jelas dinyatakan di dalam anak-Nya Yesus Kristus.

Namun ironi sekali, saat ini banyak orang-orang yang mengatakan dirinya anak-anak Allah (bahkan ada yang menganggap dirinya adalah anak kesayangan Allah), tetapi tidak hidup selaras dengan sebutan anak-anak Allah. Hidupnya gelap, tidak taat, semakin hari semakin menjadi batu sandungan, penuh keangkuhan, penuh amarah, egois dan tidak ada kekudusan dalam kehidupannya. Bagaimana mungkin orang-orang ini dapat menganggap dirinya anak-anak Allah? Manusia mungkin dapat mengabaikan ketidakharmonisan antara harapannya (yang terkandung di nama anaknya) dengan realita pribadi anak-anaknya, tetapi Allah tidak begitu. Setiap orang yang di sebut anak-anak Allah sudah seharusnya memiliki kehidupan yang semakin hari semakin kudus dan serupa dengan-Nya. Kehidupan anak-anak Allah harus sejalan dengan kehendak-Nya.

Di moment natal ini mari kita merefleksikan bersama: Kristus telah lahir kedunia, karena kasih-Nya yang begitu besar kepada kita manusia yang berdosa dan hina ini. Ia rela menderita dan mati untuk memberi sebuah kado buat kita. Bukan hanya untuk menyelamatkan kita, tetapi juga untuk menguduskan sehingga kita dapat disebut sebagai anak-anak Allah. Apakah kita sudah menghargai anugerah tersebut? Apakah kita bangga di sebut sebagai anak-anak Allah? Dan yang terpenting, sudahkah kita hidup sebagai anak-anak Allah?

Tuesday, December 25, 2007

Dia Lahir



Ia lahir berjubah darah
Ia mati bertumpah darah
Ia lahir beriak menjerit
Ia mati mengerang kesakitan
Ia lahir dalam kandang kotor
Ia mati di atas salib hina
Ia lahir sarat akan kesederhanaan
Ia mati sarat akan penderitaan
Ia lahir dikeheningan malam
Ia mati dalam kesendiriaan

Ia lahir dan mati untuk kita
Agar kita yang mati dapat dilahirkan
Thanks God

Saturday, December 22, 2007

Pigura Biruku

Pigura biruku...
Mengurung sejuta kenangan
Kelam, indah tak terperi
Senyum membuai haru

Pigura biruku...
Mengalunkan khayal
Menguak rekaman masa lalu
Yang tak terlupakan

Pigura biruku...
Mengembalikan rasa hati
Suka gembira kasih
Duka derita kemelut

Pigura biruku
Menyulik jiwaku
Meninggalkan jasadku
Lewat air mata

Pigura biruku...
Membuatku bersyukur
Kepada Sang Pencipta
Akan keluarga biruku

Thursday, December 20, 2007

Jiwa, Harap & Iman

Suatu ketika si "Jiwa" terbakar emosi terhadap "harapan" karena si harapan ini tidak kunjung-kunjung datang. "Harapan mengapa engkau tidak mau datang? padahal setiap hari aku memanggilmu untuk datang menhampiriku!" omel si jiwa. Tetapi harapan senyap tak menjawab ocehan si jiwa. Sekali lagi si jiwa memanggil "Harapan, mari datang kepadaku, aku sungguh merindukanmu, kehadiranmu membuat aku gembira". Namun tetap si harapan tidak bersuara dan tidak datang menghampiri si jiwa.

Maka menangislah si jiwa, sekujur tubuhnya menjadi lemah tak bergairah. Hasratnya padam. Ia begitu sedih dan kecewa. Terduduk ia seorang diri ditemani air mata yang terus mengalir deras. Tak ingin ia berhenti menangis kecuali habis air matanya.

Tiba-tiba dalam deras air matanya, terlihat kabur sesosok yang datang menghampiri. Segera ia mengusap air matanya yang menghalang pandang. Semakin dekat....semakin dekat...... "Apakah itu harapan?" pikir si jiwa. Terus mendekat dan semakin jelas. Ternyata bukanlah harapan yang datang menghampiri, melainkan si "Iman". Maka kecewalah si jiwa dan ia pun marah kepada harapan "Hei harapan! dimana kamu! mengapa kamu tidak datang? Mengapa harus dia yang datang? Bukan si iman yang kuinginkan, tapi kamu!"

Lalu si harapan akhirnya keluar dari senyapnya. Dan dengan perlahan ia berbisik kepada si jiwa "Tahukah kamu, hei jiwa, iman itu jauh lebih penting buatmu. Dia dapat membuatmu jauh lebih bahagia. Bahkan ia dapat melakukan sesuatu lebih dari apa yang kau harapkan. Bergaullah erat dengannya.....bergaullah erat."

Thursday, December 13, 2007

Sekeping Coklat

Ku genggam sekeping coklat
Di tanganku erat
Karena betapa manis ia
Terlalu manis hingga aku takut kehilangan

Namun ternyata ku salah
Karena genggam eratku kuat
Meleleh ia mengotori jemari
Seakan ingin berontak keluar
Lepas dari genggamanku

Aku sedih sekali, telah kehilangannya
Kugenggam coklat yang lain
Nasibnyapun sama dalam tanganku
Memberontak tak senang
Dalam hina tanganku
Delapan.... tidak! Sembilan coklat
Melelehkan dirinya pergi dariku

Dan akupun menangis keras
Terdudukku dihamparan lantai
Tertundukku menyatu haru
Karena tak bisa kunikmati kemanisan
Tak bisa kurasakan kenikmatan

Tiba-tiba sebuah Tangan yang besar
membungkus diriku
Dan menaruh dalam genggaman-Nya
Mengusap duka air mataku
Menjadikanku miliknya berharga
Tak pernah Ia melepaskanku
Dan tak pernah bisa kulepas dari-Nya
Karena Tangan kuasa itu
Adalah Tangan Surgawi

Thursday, December 06, 2007

Rumput

"Gak adil! Apakah karena wanita diumpama sebagai bunga sehingga disekitarnya dihiasi tumbuhan rumput hijau segar?" kata asrama putra dengan kesel hati.
Itulah canda yang terbesit dibenakku ketika melihat disekitar asrama putra dipenuhi oleh pasir-pasir tak terurus, kotor berserakan. Berbeda dengan asrama putri yang didandani oleh rumput-rumput hijau. Bak domba yang bersukacita karena puas akan rerumputan yang mengenyangkan. "Tidak adil! pokoknya tidak adil!" Tersenyum aku sambil mengkhayalkan perkataan si asrama putra.
2 minggu kemudian, seakan Yang Mahatahu mendengar omelan si asrama putra, pekerja-pekerja itu datang membawa berjuta rumput yang siap ditanam. "Wah, sebentar lagi asrama putra tidak akan kalah cantik dengan si putri diseberang sono neh" pikirku lucu. Kuamat-amati, kusimak-simak bagaimana para pekerja itu memasang rumput, mempercantik asrama putra kami.
Kubayangkan memasang rumput itu mudah, tinggal menggali dan menanam. Ternyata tidaklah segampang itu. Untuk menanam rumput-rumput itu, selain harus menggali tanah, rumput itu harus ditumbuk keras-keras dengan alat penumbuk yang besar. "Buk...buk...buk..." suaranya berdentum kencang di dada meski dalam kejauhan. Tampaknya rumput itu kesakitan, berteriak-teriak "jangan tumbuk aku, sakit...sakit... rasanya mau mati..". Itulah yang kubayangkan, apakah rumput itu tidak rusak jika ditumbuk sekuat itu?
Sementara rumput itu ditumbuk, mereka dialiri air yang tentunya sangat dibutuhkan oleh rumput-rumput itu. Aliran air itu seakan menyegarkan para rumput itu ditengah tumbukan yang dialaminya.
Kini rumput-rumput itu tertanam cantik menghias asrama kami, kuat dan kokoh tak tergoyahkan oleh apapun, baik oleh angin, hujan maupun injakan pijak kaki manusia. Ternyata tumbukan yang begitu kencang dan aliran air itulah yang membuat mereka dapat berakat kuat.

Seumpama rumput-rumput itu demikianlah anak-anak Tuhan. Untuk menjadi berkat bagi sesama, menghiasai dunia dan mewarna kehidupan untuk kemuliaan Tuhan, mereka membutuhkan tumbukan-tumbukan pencobaan dan penderitaan yang kuat dan menyiksa hati. Mereka membutuhkan tumbukan itu, agar mereka semakin hari semakin kuat dan berakar pada Tuhan. Tumbukkan-tumbukkan itu memang sangat menyiksa, mungkin membuat kita menangis bahkan seperti Ayub yang menyesali hari kelahirannya, seakan tidak ada lagi gunanya hidup. Tetapi ingatlah selalu, ada air Surgawi dari Tuhan yang terus mengalir, menyegarkan, menyejukkan dan menguatkan kita ditengah tumbukan penderitaan yang kita alami.
Kelak melalui semuanya itu, kisah hidup kita akan mempercantik, menghias dan mewarnai dunia ini dengan kemuliaan Tuhan. Dan kita akan berdiri tegar dalam melangkahi kehidupan kita bersama Tuhan. Oleh sebab itu, sabarlah dan jangan menyerah karena penderitaan yang kita alami. Ada Tuhan yang sedang menuntun kita. GBU

Nb: Oh ya, sekarang rumput-rumptu didepan asrama putra kami tidak lagi menerima tumbukan-tumbukan itu, karena rumputnya sudah tertancap kuat ketanah. Tetapi tahu gak, mereka terus mendapatkan aliran air yang menyegarkan. Tampaknya..... sekarang mereka bahagia.

Friday, November 23, 2007

Termegah

Kulihat Puncak gunung
Diseberang pandang
Menjulang tinggi megah
Termegah dari yang termegah

Ingin ku menggapai kesana
Agar ku-pun megah
Bahkan yang termegah
memandang kecil bocal lain

Lalu balung-balungku mendakinya
Hasrat mengepul dipuncak pandang
Tangga demi tangga kugapai
Keringat nafsu kurelakan

Tibalah jejakku dipuncak
Betapa kecil menatap bocah
Megahlah diriku
Dipuncak gunung gagah

Namun kusadari sekarang
Sepi hati mendera
seorang diri dipuncak
Kawan hidup tak disini

Bocah-bocah itu tak tampak
Akupun tak tampak
Sia-sialah berada dipuncak
Sia-sialah semuanya

Kapal Layarku

Kapal layarku
Melayari samudera waktu
Menuju suatu pulau
Ajaib indah kemilau

Tapi ditengah jalan
Samudra penuh hambatan
Angin tak berteman
Ombak tak berkawan

Seluruh awak menjadi ragu
Dapatkah terus melaju
Terombang-ambing kapalku
Ditengah samudera waktu

Namun ku beriman
Dan kurasa aman
Karena kuyakinkan
Akan kaptenku Tuhan

Kupercayakan kapalku
Pada Kapten kemudiku
Kuyakin tanpa ragu
Kukan sampai dipulau tertuju

Thursday, November 08, 2007

Mengayuh Dalam Ketaatan

Letih sekujur kakiku
Mengayuh langkah dalam ketaatan
Kupandang titik tujuku
Namun tak jelas tertampak
Kubuka kembali peta Firman-Mu
Diteguhkan lagi diriku
Untuk mengayuh dalam ketaatan

Sampai kapan kuterus mengayuh?
Sampai kapan tenaga ini tersimpan?
Ternyata kusadari
Semakin kukayuh
Semakin besar otot-ototku
Semakin kuat pula kayuhanku
Dalam ketaatan

Berjuanglah kawan
Bersama-sama kita mengayuh
Menuju titik tuju kita
Dengan peta Firman-Nya
Yang memampukan kita
Mengayuh dalam ketaatan

Kebaslah Aku

Kebaslah...
Kebaslah aku dengan kuat
Dengan tongkat-Mu ya Tuhan
Dibawah teriknya matahari
Agar debu-debu dosa
Yang melekat erat dalam ragaku
Terbang menjauh tak kembali

Sebab sudah terlalu lama
Aku berkancah dalam gudang dosa
Dan kunikmati kepengapan serta kepekatan
Bersama kawan-kawan berdebu

Tariklah aku kuat-kuat
Dengan ajaib tenaga-Mu
Dan kebaslah....
Kebaslah aku

Namun
Janganlah terlalu kuat kebasan-Mu
Hingga aku menjadi rusak sobek
Berhamburan terbang kian kemari
Hina tiada guna
Dan Kau taruh kembali aku
Dalam gudang dosa dan mengabaikanku

Friday, October 26, 2007

Lapuk

Melapuk jiwaku dalam kerentanan
Menunggu waktu sebuah hantaman
Mencerai beraikan segala isi jiwaku
Menyebar dan tak akan berpulang

Melemah diri dalam waktu-waktuku
Menanti siraman si jahat
Memberangus dan melenyapkan smua diriku
Menghilang, terus menghilang entah kemana

Kepada siapakah....ya, kepada siapa
Kutaruh lapukku? Kuletakkan rentanku?
Kujangkarkan seluruh hidupku
Agar aku berada dalam asramaku

Hanya kepada Gunung Batu
Yang kokoh tak tergoyah
Hanya kepada pimpinan
Yang berkuasa tak terbanding
Hanya Engkaulah Tuhan, hanya Engkau

Friday, October 19, 2007

Biarlah Aku

Biarlah aku,
menjadi awan mendung
menaungi jutaan mahluk
memberikan sukacita
walau berhujung
kepada hujan air mata
deras dimalam sepi

Biarlah aku,
menjadi pohon cemara
yang menjulang tinggi
dan berdiri tegar
menyejukkan sekitarku
dan meneduhkan duniaku
walau ku harus
dihajar angin kencang
menahan sengat mentari
dalam kesendirian

Biarlah aku,
Menjadi jalan raya
yang memberikan kenyamanan
dan kelancaran lalu lalang
untuk kepentingan sejuta umat
walau aku
harus diinjak-injak
dibuat lusuh sekujurku
tanpa kepedulian

Biarlah aku,
terus menjadi terang dunia
dan menjadi garam jagat raya
walaupun aku
harus memikul derita
untuk Tuhanku Yesus.

Senantiasa Menggendong

Sewaktu kami masih kecil
Engkau menggendong kami
Sebab kami masih tidak dapat berjalan

Sewaktu kami sudah remaja dan beranjak dewasa
Engkau masih menggendong kami
Padahal kami sudah bisa berjalan

Dan ketika kami sudah besar
Dimana kami dapat menggendong anak kami
Dan mengajarkan mereka untuk berjalan
Engkau...Ya...Engkau masih menggendong kami
Menaruh kami dipundakmu
Seakan kami ini anak kecil

Tetapi kami tidak malu, untuk terus digendong
Karena Engkau sendirilah...Ya Tuhan
Engkau sendirilah yang menggendong kami
Sehingga kami semakin hari semakin kuat
Dan keselamatan menghampiri kami

Saturday, October 06, 2007

Sukacita Dalam Doa

Masa yang paling mengairahkan
Adalah saat doa-doaku Kau jawab
Membuatku menyadari
Bahwa perhatian-Mu ajaib
Kasih-Mu terasa
Hidupku yang kotor ini
Telingaku yang tuli ini
Dan mulutku yang sembrono
Berkenan Kau dengarkan

Sedang ketika doa-doaku tidak terjawab
Tepatnya belum terjawab
Derita bergelora
Air mata tertumpah
Membuat sukmaku semakin hebat
Hebat untuk berharap
Kepada Engkau sumber pengharapan

Dan ternyata dalam harap
Kutemukan tambang emas
Yaitu emas sukacita
Yang memperkaya hatiku
Tidak tau dari mana datangnya
Mungkin saja dari iman lahirnya
Ya! Pastilah dari iman
Engkau memberikannya kepadaku

Jadi berbahagia mana,
Orang yang dijawab atau tidak doanya?
Bersukacita mana,
Doa yang didengar atau tidak?
Berbahagialah kedua-duanya
Sebab doa itu tertuju kepada Dia
Sumber sukacita
Asal tujuanya kepada Dia
Tambang emas sukacita akan berlimpah

Kebesaran Kasih

Bila kupandangi alam semesta ini
Hamparan langit menyelimuti bumi
Bintang bulan menghias selimut tebal
Matahari megah menghidupkan
Gunung-gunung kokoh tak tergoyahkan
Lautan lembut penuh kuasa
Hutan rindang menyejukkan

Betapa...betapa ajaib semuanya itu
Siapakah penciptanya?
Engkau..ya hanya Engkau
Pencipta yang jauh lebih besar dari semua itu
Oleh karena itu aku memuji
Akan keagungan dan kebesaran-Mu

Terlebih dari itu,
Kebesaran kasih-Mu ya Tuhan
Menyelimuti kami
Mewarnai kehidupan
Jauh lebih besar
Jauh lebih ajaib dari alam semesta
Tak tergoyahkan
Lembut, penuh kuasa dan menyejukkan
Membuatku terlebih rindu
Untuk memuji
Akan keagungan dan kebesaran-Mu

Wednesday, August 08, 2007

SESAT

Aku ada sebagaimana aku ada
Bukan cuma karena Dia yang mengatur
Namun karena dosa-dosaku sendiri
Dimasa usia beliaku
Yang menjebakku
Yang menjeratku
Kini arahku sudah salah
Jalanku sesat
Dan aku cemas

Seharusnya yang kupohonkan
Bukanlah nada "mengapa?"
Lengkapnya "mengapa Engkau menciptakan aku seperti ini?"

Namun yang lebih benar
Untuk kupohonkan
Adalah anugerah
Anugerah tuk menyelamatkanku
Dan menguatkanku
Serta meneguhkanku
Untuk kembali ke jalan yang benar
Sebab aku sudah tersesat

Thursday, July 19, 2007

3B


Berlibur dikota Manado memang mengasyikkan. Asyik karena saya memang suka berpetualangan ke tempat-tempat yang belum pernah diinjak sandalku. Mengamat-ngamati kebiasaan seseorang atau sekelompok orang disuatu daerah atau tempat ternyata cukup menyukakan hatiku. Selain itu asyik juga karena bisa mengistirahatkan otak dari tugas-tugas yang meneror selama 4 bulan sebelumnya.


Ternyata kota itu sendiri memang menarik. Dikelilingi bukit-bukit tinggi dan pantai yang terhampar luas dihantarkan dengan angin yang sepoi-sepoi, hmm sungguh indah. Makanan-makanan khas Manado yang puedes-puedes pun cocok dengan lidahku. Bukan karena pedesnya tetapi memang ramuan bumbu manado sudah menyihir banyak orang untuk menyukainya.

Apalagi 3B-nya Manado yang begitu terkenal. Kata orang kalo kesana harus mencicipi itu 3B itu, jika tidak belum ke Manado katanya. 3B itu adalah: Bubur Manado atau biasa disebut tinutuan. Rasanya memang lain dari bubur biasanya. Dengan campuran-campuran khas Manado membuat rasanya jadi sedap buanget.

Selanjutnya adalah Bunaken. pantai yang luas yang dapat ditempuh sekitar 40 menit dari pusat kota dengan menggunakan perahu boat. Pantainya sih biasa saja. Namun keindahan taman lautnya sangatlah memikat. Keindahannya dapat membuatku bertanya "siapa yang melukis semua ini?". Taman lautnya bagai lukisan indah kaya warna. Ikan-ikan yang beragam bertaburan menghiasi laut. Batu karang dengan beribu bentuk dan warna itu melengkapi keagungan lukisan bawah air itu. Pantas saja banyak turis asing yang hinggap di pulau tersebut.

Tetapi yang paling menarik adalah B yang terakhir, di mana orang-orang tersenyum kecil jika mendengarnya. B itu adalah "Bibir Manado". Ya, bibir Manado memang menarik. Bukan karena bibirnya berbentuk hati atau sebagainya. Bentuknya sih sama saja dengan bibir manusia lainnya tetapi yang dimaksud adalah kecantikan orang-orang Manado yang memukau. Kulitnya yang putih halus, matanya yang bercahaya, raut muka yang manis, hidung mancung dan bertubuh langsing membuat orang menjulukinya bibir Manado. Lelaki mana yang tidak terpikat melihat perempuan cantik bak bidadari. Sehingga mereka mengatakan, kalo ke kota itu haruslah mencoba bibir Manado.
Kalau dipikir-pikir semua pria bahkan wanita pasti tertarik dengan bibir. Siapa sih yang tidak ingin mencicipi bibir, apalagi bibir orang yang dikasihinya. Bibir itu bak karunia Tuhan yang indah yang diberikan bagi manusia untuk mencicipinya dari hati kecil yang mereka miliki. Dalam pernikahan pun moment yang paling ditunggu banyak orang adalah moment pertemuan bibir ke bibir yang lain. Baik di gereja maupun dalam sebuah pesta pastilah moment itu yang ditunggu-tunggu. Bibir kecil adalah karya Tuhan yang besar.

Namun bibir kecil itu juga dapat menjadi jerat maut bagi banyak orang. Bibir kecil itu dapat membuat orang berkhayal yang tidak wajar. Bibir itu juga dapat membuat orang mengeluarkan egonya. Selain itu bibir itu juga mampu menghancurkan relasi keluarga yang sudah terjalin bertahun-tahun. Yang paling parah, bibir itu dapat membawa manusia menjauhi mereka dari Pencipta bibir tersebut.

Sudah berapa banyak manusia termasuk hamba Tuhan yang sudah terjerat dalam jebakan bibir tersebut. Terutama bagi pria muda, itu merupakan salah satu godaan yang paling berat. Sebuah karunia dapat menjadi sebuah bencana jika salah dimanfaatkan.

Semua itu tergantung bagaimana kita menggunakannya. Apakah kita akan menggunakan itu sebagai karunia yang Tuhan berikan atau sebaliknya, hanya untuk pemuas nafsu kita. Ingat, bibir dapat menjadi jerat maut, yang dapat menghancurkan sisa hidupmu !

Monday, July 16, 2007

HARAPAN

Tahukah saudara
Terkadang kehancuran hati
Yang kita alami
Membuat kita ditemukan
Ditemukan oleh-Nya
Agar Ia
dapat mencurahkan kasih-Nya
Hingga kita
dapat tinggal di dalam-Nya
Dimana disana
Kaya akan sukacita
Raya air mata bahagia
Surya kehangatan kasih
Yang menyejukkan
Dan menghangatkan kita
Sepanjang masa

Wednesday, July 04, 2007

PECAH

Pecah…pecah sudah
Menjadi keping-keping kecil
Jiwa yang rapuh
Dalam bungkusan tubuh gempalku
Benakku pun pecah, terbagi-bagi
Berusaha mencari cara
Tuk merekat kepingan hatiku

Entah bagaimana! Tanyakan pada angin.
Kucoba mengeluarkan air mata
Sebanyak-banyaknya
Yang kukira dapat merekatkan
Namun tak berguna
Air mata hanyalah air mata
Kucoba juga beriak
Sekuat tenagaku
Kuperintahkan keping-keping itu
Untuk kembali bersatu
Namun sia-sia
Riakan hanyalah riakan
Habis dayaku
Mengerang rasa perih
Akibat luka pecahan

Untunglah IA datang
Menawarkan cara , menawarkan perekat
Yang tak pernah kutau
Namun kumau
Yaitu kasih-NYA…. Ya…. Hanya kasih-Nya
Hanya kasih-MU Tuhan
Yang mampu
Mengembalikan utuh
Pecahan hatiku

PERGUMULAN

Menyepi salah, menimbrung juga salah
Semua yang dilakukan salah
Sebenarnya bukanlah masalah menyepi
Atau menimbrung
Namun masalah hati
Yang tidak terpuaskan
Oleh kesendirian juga kebersamaan
Sesekali ingin mengasihi diri
Di lain waktu ingin dikasihani
Di saat menyepi ingin dikasihani
Di saat menimbrung ingin menyendiri daku
Tuk mengasihi diri

Tidak ada ! Tidak ada satupun yang mengena di hatiku
Seperti samudera laut
Yang tidak pernah lega
Meneguk curah air hujan
Seperti hidung kecilku
Yang tak pernah puas
Menghirup udara tiap hari
Demikianlah diriku
Derita! Sungguh derita!

Jadi bagaimana?
Haruskah kuakhiri semua derita?
Haruskah kukeringan samudera hidupku?
Haruskah aku berhenti bernafas?
Haruskah?

Ya Tuhanku, kekuatanku dan pertolonganku
Isilah kekosonganku
Puaskan jiwaku
Sentuhlah diriku
Pulihkanlah aku
Singkirkanlah segala nestapa
Tolong Tuhan
Kumohon

Tuesday, July 03, 2007

M E N T A R I H A R A P A N

Di suatu desa, jauh dari perkembangan teknologi yang serakah, hiduplah keluarga miskin di sebuah rumah reyot. Keadaannya serba sederhana dan “minimalis”. Tidur beralaskan tikar yang terhampar di atas tanah. Atap dan fondasi rumah terbuat dari papan-papan yang cukup rapuh. Jika gulita datang, rumah itu hanya diterangi oleh redupnya nyala lampu pijar. Luas tanahnya begitu mungil: 3x3 m, seukuran dengan gudang rumah orang-orang kaya yang serba “maksimalis” itu. Dengan ukuran seperti itu sudah jelas dapur, ruang tamu, ruang keluarga dan kamar tidur menjadi satu. Lebih tepatnya hanya ada tikar dan alat masak ditambah dengan sedikit perabot-perabot kecil yang turut menyesakkan gubuk tersebut. Alat masak yang mereka miliki pun sudah berkarat dan kotor tidak karuan, sebab si jago masak yang biasa memanjakannya baru saja berpulang kerumah Bapa. Kini rumah itu hanya tertinggal seorang bapak dan seorang anak laki-laki yang baru melakoni hidupnya selama empat tahun. Derita kesedihan menimpa mereka setiap hari. Terutama si bocah cilik tadi. Ia begitu sedih karena telah kehilangan seorang “malaikat” yang selalu memberikan rasa aman jika ia terlelap disampingnya.

Pada suatu hari, di keheningan malam saat semua raga sedang berehat, tiba-tiba terdengarlah suara isak tangis yang bergumam kecil. Begitu kecil hingga hampir tidak terdengar karena takut kalau-kalau tangisannya mengacaukan keheningan malam itu.

Si ayah yang berada di ambang batas kesadaran akhirnya tersadar jua. Ia menyadari bahwa isakan itu bukanlah suara dalam mimpinya. Itu adalah isakan dari buah hati semata wayangnya. Segera ia menghampiri si buah hati yang masih menangis pelan. Sesampai disisinya, si ayah memulai percakapan dengan suara yang lembut “nak, mengapa kamu menangis?”. “A…aku takut yah, a… aku takut!” dengan suara gemetar anaknya menjawab. “Tetapi, mengapa kamu takut nak?” lanjut ayahnya. “Aku takut gelap yah. Mengapa sih mataharinya menghilah yah? Aku kan takut?”. Lalu dengan lembut ayahnya menjawab “Nak, matahari itu tidak menghilang. Ia Cuma pergi sejenak”. Kemudian anaknya bertanya lagi “Ta…tapi kenapa matahari pergi sejenak yah?”. Ayahnya menjawab “Nak, matahari sedang pergi sejenak agar kita tidak melupakan bahwa ia itu ada. Dengan datangnya malam, kita pasti akan menanti dan berharap datangnya pagi. Jika tidak ada malam, kita pasti tidak akan pernah berharap akan kedatangannya. Percayalah nak, besok pagi ia pasti akan datang kembali”. Anaknya meneruskan “Sungguh yah? Ayah jangan bohong ya? Janji ya kalo ia pasti datang?”. Lalu ayahnya menutup percakapan itu “Iya nak, ayah janji, ayah tidak akan bohong. Sekarang jangan menangis lagi ya nak. Matahari pasti datang. Ia pasti datang untuk menyinari, menerangi dan menghangatkan segala mahluk ciptaan di bumi ini. Berharap saja ya nak, ia pasti datang lagi karena ia tidak pernah menghilang”.

Bak kegelapan malam tanpa sinar mentari yang dirindukan bocah tadi, begitulah juga dengan kehidupan ini. Terkadang hidup ini terasa begitu kelam, pekat dan gulita untuk dijalani. Terlampau kelam sehingga kita takut dan khawatir jikalau hidup ini terus-menerus berkutat di dalam kegelapan itu. Kita mencari secuil cahaya namun tidak menemukannya. Dengan tertatih-tatih kita berjalan. Lalu mulailah terpikir bahwa Tuhan sudah pergi meninggalkan kita dan tidak akan pernah datang kembali. Air mata pun mengalir deras tak tertahankan.

Tapi benarkah demikian? Pernahkah Tuhan meninggalkan kita? Sebagaimana mentari bersinar di pagi hari tanpa pernah ia terlambat setiap harinya, demikianlah Tuhan hadir dan bercahaya bagi anak-anak-Nya. Bahkan kelak ketika dunia akan sirna di mana mentari itu pun ikut lenyap, Ia tidaklah sirna. Ia akan selalu ada dan terus-menerus ada.

Namun terkadang Ia harus pergi sejenak. Bukanlah untuk meninggalkan, namun untuk menuntun hati kita berharap kepada-Nya. Selama Ia hadir menerangi anak-Nya, kita tidak pernah menganggap keberadaan-Nya. Kita mengabaikan-Nya dengan berjalan sesuka hati. Akal budi yang merupakan pemberian-Nya menjadi sandaran untuk melakoni kehidupan sehari-hari. Kita hidup seakan tiada Tuhan di alam semesta ini. Padahal tanpa-Nya kita tidak dapat hidup. Oleh karena itu Ia pergi sejenak. Ia mengijinkan gulita itu datang agar anak-anak-Nya kembali mencari serta berharap kepada-Nya. Ia menikmati hati yang berharap dan berseru pada-Nya. Bagai penjaga pintu gerbang yang lelah bekerja semalaman namun setia mengharapkan datangnya pagi hari, Ia ingin kita berharap dan menantikan kehadiran-Nya.

Saudara, mungkin engkau sedang berada di keheningan malam saat ini. Gelap gulita menyelimutimu. Jalanmu tertatih-tatih. Sudah habis air matamu. Naikkanlah secuil harapanmu kepada-Nya. Pengharapan yang mengambil sebagian kecil di dalam hati namun berkuasa mempengaruhi seluruh hatimu. Pengharapan yang ditujukan kepada Ia, mentari harapan kita, yang senantiasa hadir dan berkuasa menerangi kegelapan dan kesunyian malam.

Kelak, gulita itu akan sirna dan harapanmu tak akan sia-sia. Gelak tawamu akan senantiasa bergema dalam hatimu. Dan engkau akan merasakan sukacita bersama dengan-Nya. Disisi-Nya. Senantiasa.

Hendra Fongaja 5 Juni 2007

Monday, July 02, 2007

Kembangkanlah Sayapmu

Kembangkanlah sayap kecilmu
Dibawah naungan sayap kasih-Nya
Melintasi smua awan mencekam
Yang mencoba tuk merintangimu

Larilah dan terus berlomba
Arahkanlah matamu pada-Nya
Terus berjuang meski kau lelah
sampai kau dapatkan mahkotamu

Hadapilah kehidupanmu
Dengan segala kekuatan-Nya

Tuhanmu akan jadi pembela kan hidupmu
Agar kau dapat mengalahkan
smua musuh yang menyerangmu
Tuhanmu akan menguatkan setiap langkahmu
Agar kau dapat berdiri tegak
Sampai akhir hidup

Tuesday, June 26, 2007

song "KEKUATAN TUHAN"

Ya Tuhanku , kekuatanku
dan mazmurku, keslamatanku

Ya Allahku, kumemujimu
Kau Allah Bapaku, kutinggikan

Dengan kasih setia-Mu Tuhan
Kau tuntun kami
Umat pilihan-Mu yang tlah Kau tebus

Dengan kekuatan-Mu Tuhan
Kau bimbing kami
ketempat kediaman-Mu yang kudus

song "KARYA-MU BAGIKU"

Kubersyukur karya-Mu bagiku
Kupercaya Kau mati untukku

Kubersyukur karya-Mu bagiku
Pengorbanan-Mu slamatkan hidupku

Ref
Ku mau memuji-Mu di spanjang hidupku
Walau badai menerpa, jiwa nelangsa
ku kan puji-Mu
Dan ku mau setia sturut kehendak-Mu
Walau iblis menyerang
ku akan tetap setia

Thursday, June 14, 2007

REFLECTION

Tuhan ketika kupandang orang-orang disekelilingku, Aku melihat banyak sekali orang yang ingin menunjukkan siapa dirinya. Mereka seolah ingin berkata "ini aku! lihatlah aku! contohlah aku! Bukan hanya itu mereka saling berebut dengan sembunyi-sembunyi untuk mendapatkan nama. Mereka berkata "aku hamba Tuhan", namun mereka tidak menonjolkan Tuhan. Diri mereka lah yang mereka tonjolkan. Kasih Kristus tidak tampak pada diri mereka.
Namun ketika kupandang sebuah cermin. Aku mendapati ada bagian dalam diriku yang sama seperti mereka. Betapa sedihnya aku. Tuhan ampuni aku, ubahlah aku agar semakin berkenan dihadapan-Mu.
Nb: hai kawan, pandanglah pada cermin

Thursday, June 07, 2007

S E L I N G K U H

“Sudah cukup! Aku sudah bosan denganmu! Sebaiknya kita akhiri hubungan ini! Pergi dari hadapanku, aku muak denganmu!”. Sang istri terus-menerus meneteskan air matanya yang bersumber dari hatinya yang tersayat-sayat oleh cacian sang suami. Yang membuat lebih menyakitkan lagi adalah karena perkataan itu diucapkan oleh seorang yang menjadi tempat bergantung baginya selama ini. Tangisannya terus terisak seakan ia telah kehilangan pegangan.

Hal ini dapat dipahami sebab perkataan itu dikatakan oleh suaminya tanpa suatu sebab yang jelas. Tiada angin, tiada hujan, cacian itu dilayangkan begitu saja kepada istrinya. Kesempatan untuk menjelaskan permasalahan tidak didapatkan istrinya. Manusia mana yang tidak sakit hatinya jika diperlakukan demikian dari seseorang yang sangat dikasihinya.

Namun apa jadinya jika cacian sang suami itu diucapkan oleh karena suatu perihal yang jelas. Ternyata kemarahan itu tak tertahankan lagi oleh sang suami karena ia menemukan istrinya telah mengkhianati dia dengan berselingkuh dengan lelaki lain. Perselingkuhan pertama begitu menyakitkan, namun pengampunan diberikan karena sang suami sangat mengasihi istrinya. Begitu juga dengan perselingkuhan yang kedua, ketiga dan keempat. Selalu ada pengampunan. Tetapi ternyata kali ini sang suami sudah tidak dapat menahan dirinya lagi. Perkataan yang menyayat itu akhirnya terucapkan juga. Ia terpaksa mengatakannya. Pilu dan kasih berperang dalam hati ketika ia mengucapkannya. Keadaanlah yang memaksa ia berkata seperti itu. Sesungguhnya hati sang suami jauh lebih terluka daripada apa yang dirasakan istrinya. Jika ini sebabnya, maka sangatlah wajar jika suami itu berkata demikian.

Itulah yang Allah rasakan dalam hubungannya dengan umat Israel. Betapa Allah mengasihi mereka dengan menjadikan mereka sebagai umat pilihan. Berkat yang melimpah diberikan-Nya kepada Israel, kekasih-Nya. Janji yang indah berulang kali diucapkan tanpa satupun yang diingkari. Israel diberikan negeri yang berlimpah susu dan madu. Ketika musuh menyerang, Allah-lah yang berperang. Ia selalu menolong umat-Nya dan menundukkan bahkan menghancurkan semua musuh-musuh mereka. Ia menjadikan Israel sebuah bangsa yang besar hingga semua bangsa menyadari bahwa Allahlah yang bekerja untuk mereka. Terlebih lagi Dia menjanjikan keselamatan yang dikaruniakan bagi bangsa itu. Sungguh besar kasih Allah kepada Israel umat pilihan-Nya.

Namun sungguh disayangkan, bangsa yang berlimpah akan kasih Allah itu berselingkuh dengan menyembah ilah-ilah lain. Mereka mencari ilah-ilah yang mereka senangi, yang dapat memuaskan keinginan daging mereka. Mereka lebih memilih ilah-ilah yang sementara, yang tidak jelas keberadaannya, yang hanya memberikan manipulasi-manipulasi berkat dan kesenangan bagi mereka. Allah yang mengasihi mereka ditinggalkannya demi ilah-ilah yang tidak mengasihi mereka dan tidak dapat berbuat apa-apa. Bahkan perselingkuhan itu dilakukan berkali-kali oleh umat Israel. Setiap kali ada tekanan dan penderitaan, mereka memohon berkat Tuhan, namun setelah diberkati mereka kembali berselingkuh dengan ilah-ilah mereka.

Dapat dibayangkan bukan, bagaimana sakitnya hati Allah. Bagai air susu dibalas dengan air tuba, demikian umat Israel melukai hati Allah. Sudah berapa banyak pengampunan yang begitu tulus diberikan Allah. Sudah berapa kali Allah begitu sabar menghadapi tingkah anak-anak-Nya itu. Namun suatu ketika, Allah berkata kepada umat Israel yang sedang berseru memohon ampun kepada-Nya “Bukankah Aku yang menyelamatkan kamu dari tangan musuhmu? Tetapi kamu telah meninggalkan Aku dan memilih allah lain. Sebab itu Aku tidak akan menyelamatkan engkau! Pergi saja kepada ilah-ilahmu! Biar mereka yang menyelamatkanmu.” Betapa sedihnya bangsa Israel mendengar hal itu, namun sesungguhnya hati Allah jauh lebih sedih ketika Ia harus mengucapkan perkataan tersebut. Meskipun Allah telah berkata demikian, sebenarnya Ia tidak meninggalkan mereka. Beberapa waktu setelah perkataan itu, bangsa Israel terus berusaha untuk taat kembali kepada Allah, sehingga dikatakan dalam Alkitab “maka Allah tidak dapat lagi menahan hati-Nya melihat kesukaran umat-Nya.” Sungguh Ia tidak dapat menahan diri-Nya karena kasih-Nya yang begitu besar bagi umat pilihan-Nya.

Sesungguhnya pada saat ini banyak anak-anak Tuhan seperti umat Israel. Mereka begitu dikasihi oleh Tuhan, bahkan berkat melimpah mereka dapatkan. Tuhan memberikan kehidupan, pangan yang cukup setiap hari, tempat tinggal untuk berteduh, keluarga, teman, sahabat, kekasih, usaha / bisnis, kepandaian dan masih banyak lagi. Bahkan terlebih lagi, Tuhan telah memberikan kehidupan kekal bagi setiap anak-anak-Nya yang percaya kepada-Nya. Namun sangat disayangkan mereka tidak dapat mensyukurinya. Mereka tidak menyadari bahwa semua itu merupakan berkat Tuhan. Mereka berpikir bahwa itu semua adalah hasil jerih payah mereka sendiri. Bahkan, mereka mulai menyembah “ilah-ilah” mereka melebihi pengagungan mereka kepada Tuhan. Harta dan kekayaan menjadi rebutan. Kekuasaan dan otoritas menjadi prioritas utama. Mereka siap melakukan apa saja untuk orang-orang yang mereka kasihi. Sedangkan untuk Tuhan, mereka lakukan dengan bersungut-sungut. Mereka mempelajari berbagai macam ilmu, bahkan mempelajari Alkitab sedalam-dalamnya agar mereka dipandang lebih oleh orang lain. Mereka mempercantik diri namun tidak mempercantik hatinya. Mereka belajar ini, belajar itu, melayani ini itu dan berkata “Ini semua berguna agar diriku dapat memberi kemuliaan bagi nama Tuhan”, ironinya ternyata itu semua dilakukan untuk kemuliaan mereka sendiri. Dan masih banyak lagi “ilah-ilah” yang memikat hati mereka untuk menjauhi Tuhan.

Tahukah saudara, bahwa sebenarnya Tuhan begitu perih melihat anak-anak-Nya berselingkuh dengan “ilah-ilah” pada masa modern ini. Betapa sedih hati-Nya ketika melihat anak-anak-Nya tidak mensyukuri anugrah keselamatan yang Ia berikan. Bahkan sebenarnya Ia murka karena tindakan dosa mereka. Ingin rasanya memberi hukuman bagi mereka. Tetapi kita patut bersyukur karena Tuhan yang kita miliki begitu mengasihi kita dan tidak pernah meninggalkan kita. Tuhan selalu memberikan pengampunan bagi setiap anak-anak-Nya yang sudah berbuat dosa. Ia sendiri tidak tahan melihat penderitaan anak-anak-Nya. Kasih-Nya selalu terbuka bagi setiap kita. Ia hanya menginginkan agar kita kembali taat kepada-Nya dan menjadikan Dia yang terutama dalam kehidupan ini.

Wahai saudara, mengingat kasih-Nya yang begitu besar buat kita, maukah kita taat dan setia kepada-Nya? Berbaliklah kepada-Nya! Jangan sia-siakan kasih-Nya yang begitu besar untuk kita anak-anak yang dicintai-Nya.

Hendra Fongaja, 17 Mei 2007

Wednesday, June 06, 2007

A-N-U-G-E-R-A-H

Kita tahu apa itu anugerah
Tahu tetapi juga tidak tahu
Tahu hanya sebatas pengetahuan
Tidak tahu jika tidak hanya sebatas itu
Tahu karena ada orang-orang yang memberitahu
Tahu karena "Firman Tuhan" yang memberitahukan
Tapi bukan karena Dia yang berFirman
Otak tahu, hati tidak tahu

Anugerah bukan sekedar pengetahuan
Anugerah itu kehidupan
Darimana asalnya kita tahu
Bagaimana ia bekerja kita tidak tahu
Anugerah itu hidup
Hidup dalam hati
Membuat hidup begitu berarti

Anugerah membawa orang bertobat
Anugerah tidak membawa orang bertaurat
Anugerah sejati mengajak kita memberitahukan
Kepada mereka yang tidak tahu
Akan Anugerah yang kita ketahui
Bukan melalui pengetahuan
Melainkan melalui kehidupan sehari-hari
Yang memberitahukan,
Akan anugerah dari yang begitu besar
Dari Dia yang Mahatahu

Monday, June 04, 2007

song "Cukuplah Kasih Karunia-Ku"

Jangan engkau bermegah akan dirimu
Jangan engkau bermegah pada kekayaanmu
Jangan engkau bermegah pada apa yang kau punya
Karena itu semua akan binasa

Jangan engkau bermegah akan kekuatanmu
Jangan engkau bermegah pada kepandaianmu
Jangan engkau bermegah pada apa yang kau punya
Karena itu semua akan binasa

Bermegahlah akan kelemahanmu
Dan kekuranganmu
Sandarlah pada-Nya
Yesus mau berkata "cukuplah kasih karunia-Ku"

Thursday, May 17, 2007

song "Engkau Berharga"

Ada waktu hidupku dalam kekelaman
Remuk hati datang menghampiriku
Kekosongan yang dalam
Putus asa tak pergi dariku, ia tak pergi dariku

Dunia mengejekku dan tertawakanku
Bahkan kawan merendahkan aku
Ku bertanya adakah hidupku berharga
Sungguhku tak berdaya

Namun ada kekuatan dan pengharapan
Dari Dia yang mengasihiku dan yang berkata

Ref:
Engkau berharga
Sungguh Engkau berharga dimataku
Jangan takut sbab Ku sertamu
Dunia tak peduli, namun Aku peduli
Kupegang tanganmu, dan kan teguhkanmu
Akulah Yesus.

Saturday, April 14, 2007

BERGEMBIRA DI ATAS PENDERITAAN ORANG LAIN

Bergembira diatas penderitaan orang lain adalah tindakan yang sangat tidak terpuji. Jangankan bergembira, seandainya kita melihat seseorang terjatuh dari kendaraan bermotor hingga ia tidak dapat berjalan karena terluka, dan sikap kita cuek-cuek saja, maka kita adalah manusia yang tidak berperikemanusiaan. Apalagi sampai mentertawakan dan bergembira diatas kejatuhannya, wah! sungguh merupakan sikap yang sangat-sangat tidak terpuji.

Rasa-rasanya tidak ada satu agamapun yang mengajarkan umatnya untuk bergembira di atas nelangsa orang lain. Tidak pernah ada kitab suci yang mengatakan ”tertawalah terbahak-bahak jika kamu melihat ada orang yang berduka” atau ”berbahagialah jika sahabatmu sedang menangisi kematian kekasihnya” ataupun kalimat-kalimat senada lainnya. Setiap agama pastilah mengajarkan agar para penganutnya memiliki hati yang penuh dengan belas kasihan, empati, kemurahan, rela berkorban bahkan siap menolong setiap orang-orang yang membutuhkan.

Alkitabpun mengajarkan kita untuk berempati dan berbelaskasihan terhadap orang-orang yang sedang menderita. Dalam Roma 12:15 rasul Paulus mengatakan ”bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, berdukacitalah dengan orang yang berdukacita” sebagai salah satu nasehat Paulus tentang mengasihi sesama. Tuhan Yesus sendiri menunjukan sikap empatinya terhadap kesusahan-kesusahan orang lain. Ia seringkali menolong orang-orang kecil yang tidak berdaya. Ia memberi makan 5000 orang yang sedang kelaparan, menyembuhkan orang sakit kusta yang begitu hina dimata manusia, mengampuni seorang perempuan yang hampir mati di lempari batu karena kedapatan berjinah, mengusir setan pada orang Gerasa yang dihindari oleh penduduk sekitar dan banyak lagi cerita-cerita lainnya yang mengajarkan untuk berbelaskasihan terhadap penderitaan orang lain. Tuhan menginginkan setiap anak-Nya dapat mewujudkan kasih dengan menolong sesamanya melalui tindakan yang nyata. Tuhan Yesus berduka jika kita bergembira diatas penderitaan orang lain.

Namun sebenarnya Alkitab juga mengajarkan kita untuk bergembira diatas penderitaan orang lain. Sungguhkah ? Bahkan lebih tepatnya dikatakan bahwa kita harus besukacita diatas penderitaan orang lain.

Ya, Tidak diragukan lagi. Kita harus bersukacita di atas penderitaan orang lain, yang tidak lain adalah Tuhan Yesus sendiri. Kita harus bersukacita dengan penuh ucapan syukur yang meluap dari hati kita karena penderitaan-Nya di atas kayu salib. Ia membiarkan diri-Nya dipaku, dipukul, diejek, diludahi, dimahkotadurikan dan dikhianati dengan satu tujuan, yaitu untuk memberikan pengharapan bagi setiap anak-anak yang dikasihi-Nya. Pengharapan yang membebaskan kita dari belenggu dosa. Sudah semestinya kita ini dibinasakan di penghukuman neraka yang kekal. Mulanya memang kita adalah manusia-manusia yang tidak berpengharapan. Namun karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia mengaruniakan anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal. Wow, sungguh luar biasa ! Ia rela turun kedunia dan menderita bahkan mati di kayu salib sekali lagi agar kita memiliki pengharapan yang sejati dan tidak tergoyahkan. Betapa bahagianya setiap orang yang percaya dan terus berharap kepada-Nya.

Di momen paskah ini mari kita merefleksikan diri bersama. Apakah kita masih berduka atas kehidupan kita yang seolah tidak memiliki harapan ? sudahkah kita memiliki sukacita yang melimpah karena pengharapan yang telah diberikan Tuhan Yesus di atas penderitaan-Nya ? Mengapa terus berduka jika pengharapan kekal itu telah diberikan dihadapan kita ? Sudahkah kita menghargai penderitaan-Nya dengan bersukacita di dalam Dia ? Bersukacitalah di atas penderitaan-Nya. Jesus Love You


Hendra Fongaja, 14-April-2007

Friday, April 06, 2007

KAWAT BERDURI

Sembari menunggu ibadah doa di sebuah seminari, saya duduk diam meneduhkan diri di dekat jendela dalam ruangan itu. Suasana hening dalam ruangan itu mengajakku untuk mengamati kondisi lingkungan di sekitar ruangan itu. Sorotan mataku mulai menyapu seluruh isi di dalam ruangan tersebut. Segala sesuatu kuamati, mulai dari meja, susunan kursi, papan tulis, plafon, lantai dan sebagainya . Setelah semua yang ada di dalam ruangan tersebut tersapu bersih oleh amatanku, akupun mulai melemparkan pandanganku keluar dari jendela tersebut dan melihat pohon-pohon rindang yang seakan berbisik kepada pohon-pohon yang ada di sampingnya. Namun ada yang kurang dari pohon itu. Batang pohon itu tertutupi tembok pembatas yang tinggi, setinggi batang pohon itu. Di atas tembok itu ditancapkan tiang-tiang penyangga untuk melilitkan kawat-kawat berduri yang saling berkaitan. Kawat-kawat itu berjejer meninggi sehingga tembok itu serasa menjadi lebih kokoh.

Tiba-tiba tercenung dalam benakku, kenapa harus di pasang kawat berduri sebanyak itu ? Bukan hanya di seminari, namun di setiap rumah, gedung-gedung megah, sekolah-sekolah, bahkan di gereja-gereja, hampir di setiap tempat kita dapat melihat kawat-kawat berduri itu.

Kawat-kawat berduri itu di pasang agar si pemilik rumah, gedung, gereja dsb mendapatkan rasa aman terhadap pejahat-penjahat dan perampok-perampok yang berkeriapan di negara kita ini. Itulah jawabannya. Semakin banyak kawat duri yang kita gunakan, semakin tinggi kita memasangnya, semakin banyak lilitannya, maka rumah dan gereja kita akan lebih terlindungi dari orang-orang jahat sehingga kita akan merasa lebih terjaga dalam rasa aman kita.

Saya teringat sekitar 2000 tahun yang lalu, anyaman mahkota duri yang menyerupai kawat berduri itu melingkar dikepala Tuhan Yesus. Sebuah film yang begitu populer yang di sutradarai oleh Mel Gibson dengan judul ”The Passion Of The Christ” memvisualisasikan dengan sangat baik adegan-adegan tentang penyiksaan Tuhan Yesus. Salah satu adegan yang merenyuhkan hati dan membuat banyak penonton berteriak histeris adalah ketika prajurit-prajurit yang bertugas untuk menyiksa Tuhan Yesus menancapkan anyaman mahkota berduri itu dengan paksa di atas kepala-Nya. Bahkan setelah ditancapkan, kepala-Nya di pukul dengan kayu pemukul sehingga mahkota duri yang sudah melingkar dikepala-Nya itu semakin menancap menembus daging-daging yang ada di kepala-Nya. Kulitnya terkoyak, darahpun menetes deras dari kepala-Nya. Anyaman berduri itu bukannya memberi rasa aman, namun memberi rasa sakit yang luar biasa. Semakin banyak duri dan lilitannya maka semakin perih rasanya dan semakin banyak cucuran darah yang mengalir. Mahkota berduri hanyalah merupakan salah satu adegan penyiksaan dari sekian banyak penyiksaan seperti dipukul, diludahi, ditolak dan ditinggalkan oleh orang-orang yang dikasihinya, dicambuk dengan cambuk berduri, dihina, diejek, ditendang dan banyak lagi sampai pada puncak penderitaan-Nya yaitu diatas kayu salib dengan tangan dan kaki yang terpaku.

Mengapa Tuhan Yesus membiarkan semua ini menimpa Dia ? Bukankah sebenarnya Ia dapat melawan semua musuh-musuh yang menyiksa diri-Nya ?

Alasan mengapa Ia melakukan semua ini tak lain adalah agar setiap kita manusia yang berdosa ini, mendapatkan rasa aman akan jaminan keselamatan. Ketika kita percaya kepada-Nya dan berserah di dalam dekapan-Nya maka jaminan akan kehidupan yang kekal sudah diberikan-Nya pada kita. Itulah kasih yang begitu sempurna. Kuasa kegelapan atau kuasa apapun juga, tidak akan pernah dapat memisahkan kita dari kasih Kristus. Dan ketika kita sudah berada di dalam genggaman-Nya, kita tak akan pernah dilepaskan-Nya untuk selama-lamanya. Hingga suatu saat kelak, kita akan bersukacita bersama-Nya di dalam kerajaan Surga.
Milikilah damai dalam hatimu karena Dia sudah menjamin keselamatan kita melalui penderitaan-Nya. Ketidaknyamanan dalam penderitaan-Nya telah membawa rasa aman bagi setiap anak-anak-Nya.



Hendra Fongaja, 10 januari 2007

Thursday, April 05, 2007

Puisi.. it

Terkadang hidup ini terasa sulit
Banyak persoalan yang melilit
Masalah-masalah datang berkait
Ingin rasanya untuk berkelit

Kasih dari sekitar terasa begitu irit
Orang-orang bahkan kawanpun tampak pelit
Diri ini serasa tidak berbeda dari parit
Semua tampak begitu rumit

Tetapi mohon pamit
Tahukah bahwa Tuhan mengasihi setiap orang yang amit-amit
Kasih-Nya seperti dinamit
Luka-lukamu pasti dijahit
Dan engkau akan menjadi bibit-bibit
Yang akan terbang sampai kelangit
Menjadi terang bagi bumi yang hangit.
GBU..it

Nb: Puisi ini dibuatit untuk semua teman-temankuit, semangat yait !! never give upit !! kita saling mendukungit ! dan saling menguatkanit ! Frien Foreverit “_”v .
Hendra Fongaja”it”

Copy paste

Gelar sarjana merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi orang-orang yang menyandangnya. Namun sesungguhnya gelar itu tidaklah menunjukkan bahwa mereka menguasai apa yang telah mereka pelajari. Hal itu disebabkan karena sistem di beberapa universitas memiliki tingkat disiplin yang rendah. Misalnya, ada pengawas yang membiarkan mahasiswanya melakukan aksi contek-mencontek ketika ujian akhir semester dilangsungkan. Lebih ironis lagi, tidak hanya membiarkannya, malahan ada pengawas yang memberikan contekan kepada mahasiswa agar murid didiknya mendapatkan kelulusan. Sehingga nilai-nilai yang mereka peroleh sangatlah menakjubkan. Namun sayangnya nilai-nilai tersebut tidaklah murni.

Dalam pengerjaan tugas atau paper yang memberikan sumbangsih untuk penilaian akhir seringkali juga terjadi kecurangan. Salah satu pelayanan Microsoft office yang diberikan untuk menggembirakan para penggunanya ialah perintah ‘ctrl C’ & ‘ctrl V’ atau biasa disebut copy paste. Hanya dengan menekan keempat tombol tersebut, maka kita bisa menggandakan suatu tulisan, dokumen, folder dan banyak data-data lain menjadi dua data yang kembar siam. Persis! tidak ada bedanya. Perintah ini memang sangat membantu dalam banyak hal. Namun, perintah ini juga mendukung para pemalas untuk menjadi lebih malas lagi. Separuh lebih mahasiswa di berbagai universitas menjadi pemalas dengan melakukan kecurangan-kecurangan ini. Sangat sedikit dari mereka yang sungguh-sungguh mengerjakan kewajiban-kewajiban tugas mereka dengan kemampuan mereka sendiri. Paper sebanyak empat sampai lima halaman dapat dikerjakan 30 menit sebelum pengumpulan tugas. Pinjam saja data milik teman yang sudah mengerjakan tugas, tekan copy lalu paste, beres deh. Tinggal melakukan sedikit finishing seperti mengganti nama, nomor induk, mengubah susunan kalimat, kata penghubung dan mengubah sedikit kata-katanya, jadilah sebuah tugas yang baru dengan owner yang baru.

Andaikata layanan copy paste ini berlaku juga dalam pembentukan karakter kita sebagai umat Kristiani agar menjadi serupa dengan Kristus, pastilah menyenangkan. Hanya dengan menekan tombol control C dan control V, lalu mengganti nama Yesus dengan nama kita, maka jadilah kita manusia baru dengan karakter yang serupa dengan-Nya. Yang dulunya pemarah menjadi panjang sabar. Yang egois menjadi murah hati. Yang pemurung menjadi penuh dengan sukacita. Yang keras menjadi lembut. Yang lemah menjadi kuat. Yang sombong menjadi rendah hati. Yang juahat menjadi buaik seperti Dia. Wah ajaib, bukan ? Hidup ini akan dipenuhi dengan keindahan. Kedamaian dan sejahtera merebak keseluruh bumi. Dunia ini seakan berubah menjadi Surga.

Tapi sayangnya tidak ada perintah copy paste dalam kehidupan manusia. Tuhan sendiri tidak menginginkan perubahan yang instant seperti itu. Ia tidak menginginkan kita menjadi anak-anak gampang. Perintah copy paste hanya akan menjadikan kita anak-anak yang pemalas. Penulis surat Ibrani 12:7-11 mengatakan bahwa setiap anak-anak membutuhkan ganjaran. Jikalau tidak ada ganjaran maka anak tersebut hanyalah anak-anak gampang. Memang tiap-tiap ganjaran yang diberikan-Nya tidak mendatangkan sukacita, melainkan dukacita. Tetapi itu semua terjadi untuk kebaikan kita, yaitu agar anak-anak Tuhan menghasilkan buah kebenaran (ay. 11). Dalam Yakobus 1:2-4 juga dituliskan mengenai pembentukan anak-anak Tuhan. Untuk menghasilkan buah yang matang dibutuhkan ketekunan. Ketekunan didapat dari pencobaan-pencobaan yang merupakan ujian dari iman kita. Dan ujian-ujian tersebut akan membentuk setiap anak-anak Tuhan menjadi sempurna dan utuh serta tidak kekurangan suatu apapun.

Itulah kehidupan! Bak mengerjakan sebuah tesis, dalam pembentukan karakter yang serupa dengan-Nya kitapun harus menorehkan tulisan ini satu persatu dalam setiap halaman kehidupan kita. Dari sebuah kata, lama-lama menjadi sebuah kalimat, lalu menjadi sebuah paragraf, terus berkembang menjadi sebuah sub-bab dan akhirnya menjadi satu bab kehidupan. Lalu kita harus menyelesaikan target bab-bab berikutnya serta terus menyempurnakan setiap bab itu dengan hati-hati sampai di penghujung kata.

Memang tidaklah mudah ketika harus mengerjakan pembentukan karakter ini. Tekanan-tekanan seringkali mengusutkan pikiran dan membuat jiwa ini nelangsa. Terkadang terjadi ketika bab akhir sudah hampir selesai, kita menemukan adanya kesalahan pada bab-bab awal. Sehingga kita harus merombak ulang tulisan itu secara menyeluruh dari awal. Memang sukar dan berat rasanya untuk merombak ulang. Tetapi mau tidak mau kita harus melakukannya. Mungkin beratus-ratus halaman yang telah kita kerjakan harus dibuang untuk menggantinya dengan tulisan yang baru. Belum lagi adanya kesalahan di dalam kata-kata, titik koma dan pengejaan. Mungkin juga ada banyak pemikiran dan konsep-konsep yang salah yang tidak kita sadari dan tidak layak untuk dicantumkan dalam tesis kehidupan. Terkadang hambatan itu juga berasal dari luar seperti diganggu oleh teman, kerusakan computer, mati lampu, ada masalah keluarga dan sebagainya. Tekanan-tekanan ini membuat kita serasa tak sanggup untuk memenuhi deadline yang diberikan yaitu pada akhir kehidupan. Kita membutuhkan dosen pembimbing yang dapat mengarahkan dan menuntun kita.

Namun ada kabar baik buat kita semua ! Kita mempunyai Tuhan yang bersedia menjadi Dosen Pembimbing. Dosen pembimbing yang setia menemani kita dan selalu mengoreksi setiap pekerjaan dengan kasih. Dia tidak hanya mengoreksi kesalahan, namun Dia juga memberikan jalan keluarnya. Ketika kita merasa diri kita tidak sanggup, Dia yang akan memberikan semangat dan kekuatan. Dengan anugrahNya Dia akan menyempurnakan segala usaha yang telah kita lakukan. Sehingga kelak kita akan melihat hasil tesis buatan tangan-Nya yang begitu kaya, bewarna, indah, ajaib dan luar biasa yaitu… kehidupan kita.


Hendra Fongaja, 16 February 2007

Mama ! Doakan ma !

Pada tanggal 2 januari 2007 pukul 18.00, ketika saya sedang asyik membaca buku sembari menunggu makan malam, tiba-tiba seorang teman memanggil saya “Hendra ada telepon”. Segera saya meninggalkan bacaan yang ada di tangan saya dan segera pula saya meraih gagang telepon yang ada di ruang counter. Ternyata kepala sekolah dari murid sekolah minggu saya yang menelepon. Betapa kagetnya saya ketika kepala sekolah itu mengabarkan bahwa salah satu murid sekolah minggu saya yang bernama Ezra mengalami kecelakaan. Tulang lengannya terlepas karena terjatuh sewaktu sedang bermain. Katanya anak itu sekarang dalam keadaan ketakutan dan orang tuanya meminta tolong saya selaku guru sekolah minggunya untuk menjenguk dan mendoakannya.

Tanpa pikir panjang lagi, saya langsung meminta izin kepada penguasa asrama untuk pergi mengunjungi Ezra. Kemudian saya segera melaju menuju ke rumah sakit Lavante tempat anak itu terbaring. Dengan mengendarai sepeda motor dengan seorang teman saya, kami berjalan menerjang gerimis hujan yang membasahi tubuh dan pakaian kami setetes demi setetes.

Sesampainya dirumah sakit, fokus kami langsung kearah kamar VIP no 2 tempat Ezra dirawat. “Tok..tok..tok” kami mengetok pintu. “ Ya silahkan masuk” ayah Ezra membukakan pintu dan mempersilahkan kami masuk ke kamar itu. Di dalam ruangan itu ada beberapa keluarga yang sedang menjaga. Ayah, ibu, adik, paman dan sepupu Ezra sedang berkumpul disana. Sedang Ezra sendiri masih tertidur dengan tangan kiri yang terbalut. Dan kamipun berbincang-bincang dengan kedua orang tuanya. Sang ayah mulai menceritakan kronologis terjadinya kecelakaan itu. Dengan semangat ia terus bercerita sedang kami menyimak ceritanya dengan serius.
“ Iya, si Ezra terjatuh di selekta waktu dia sedang bermain tadi”. Ujar ayahnya.
“Kami terkejut kerena mendengar teriakannya dan ketika kami menghampirinya, tangannya sudah bengkok” ayahnya meneruskan.
“Terus Ezranya bagaimana pak ?” saya bertanya.
“ Waktu terjatuh ia hanya berteriak – Mama ! mama ! Doakan ma ! doakan ma ! – terus-menerus ia berteriak seperti itu” ujarnya lagi.
Setelah sekitar 20 menit kami menyimak cerita dari ayahnya, akhirnya Ezra terbangun dari tidurnya. Kami segera menghiburnya dan mendoakannya agar dia mendapatkan kekuatan dan ketenangan dari Tuhan.

Dalam perjalanan pulang, dengan sepeda motor yang sama saya berjalan santai sambil menikmati gerimis yang tak kunjung sirna. Sementara angin yang cukup kencang berhembus merasuki tulang-tulangku, saya merenungkan peristiwa yang baru saja terjadi. Tiba-tiba rasa malu datang menghinggapi. Terbesit dalam ingatanku kejadian 1 bulan yang lalu. Pada saat itu saya sedang jatuh sakit dan hal pertama yang kulakukan adalah mencari obat-obatan, menghangatkan badan dengan pakaian yang tebal-tebal dan mengistirahatkan tubuhku di atas kasur kapuk. Segala upaya kulakukan untuk dapat menyembuhkan raga lunglaiku ini. Satu-satunya hal yang kulupakan adalah berdoa. Doa hanyalah menjadi usahaku yang terakhir kali setelah aku melakukan berbagai upaya yang kusebutkan tadi. Doa yang kunaikkanpun hanyalah sekedar ritual yang biasa kulakukan sebelum tidur. Sangat berbeda dengan apa yang di lakukan Ezra. Di tengah kesakitan yang luar biasa dan ditengah ketakutan-ketakutannya, yang dia teriakkan bukanlah keluhan kesakitan minta tolong. Yang dia teriakkan adalah permohonan untuk didoakan. Berdoa merupakan langkah awal yang dipilihnya.

Betapa malunya saya. Ternyata seorang guru sekolah minggu harus diajari berdoa oleh murid sekolah minggunya. Konsep mengenai “doa sebagai nafas hidup” diterapkan dengan baik oleh Ezra. Padahal, seringkali saya mengajarkan kepada murid-murid sekolah minggu untuk berdoa ketika mereka sakit, merasa takut dan sebagainya.

Betapa seringnya kita “para dewasa” merasa lebih pandai dari pada anak-anak yang usianya jauh dibawah kita. Kita merasa jauh lebih berhikmat dari pada mereka. Begitu berhikmatnya, sehingga ketika ada masalah dan kesukaran yang menimpa, yang lebih diandalkan adalah cara-cara, rasio dan pengalaman-pengalaman kita daripada bergantung pada kemurahan Tuhan dalam doa-doa kita. Tentu saja Tuhan lebih mengkehendaki setiap anak-Nya untuk datang dan bersandar kepada-Nya. Begitu juga Dia selalu mendambakan setiap kita menjadikan-Nya yang utama dalam setiap perkara dalam kehidupan ini. Sama seperti Ezra, Dia menginginkan setiap anak Tuhan untuk mencari-Nya terlebih dahulu ditengah kesakitan-kesakitan yang kita alami. Mungkin pada saat erangan “Mama ! Mama ! Doakan ma ! Doakan ma !” diteriakkan, Tuhan Yesus sedang tersenyum simpul melihat anak-Nya mencari Dia. Tetaplah berdoa, dan selalu berjaga-jagalah untuk terus berdoa dalam segala keadaan. GBu

Nb : Saya berharap dan percaya kondisi Ezra akan dipulihkan. Doakan yah !

Seberapa Layakkah Anda

Dia adalah seorang gadis desa yang cantik, energik, semangat, ceria juga smart. Kulitnya sawo matang, rambutnya lurus dan panjang, matanya berbinar-binar, wajahnya tampak bersih dan segar. Usianya pun masih muda belia. Masih 16 tahun. Wajar saja banyak kumbang-kumbang desa yang menginginkannya untuk menjadi kekasih hatinya. Nama gadis tersebut adalah Sri Wulaningsih. Panggil saja Sri.

Sesuai dengan adat di desa itu, setiap anak-anak yang sudah menginjak fase remaja (sudah lulus smp) harus belajar untuk hidup mandiri dan mencari pekerjaan sendiri untuk menghidupi keluarga dan membantu biaya sekolah saudara-saudaranya. Begitu pula dengan sri. Dia harus melangkahkan kakinya keluar dari desa itu untuk pergi kekota yang lebih besar untuk melakoni tugas dan kewajiban yang harus dijalani. Apalagi dia adalah anak sulung sehingga ia menjadi tulang punggung harapan keluarganya.

Segera saja Sri pergi untuk hidup merantau menjauh dari keluarga yang dikasihinya. Karena dia memiliki semangat, keceriaan dan kepandaian maka tidak sukar bagi dia untuk mendapatkan pekerjaan di kota besar. Sri akhirnya mendapatkan pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga di kawasan perumahan elit di Surabaya. Beruntungnya dia karena majikan yang mempekerjakannya adalah seorang Kristen yang baik hati dan yang sungguh-sungguh melakukan setiap Firman Tuhan yang didengarnya. Setiap hari Sri dipersilahkan untuk makan bersama-sama dengan sang majikan di meja yang sama. Tiap-tiap malam Sri boleh menonton televisi 29 inch di ruang keluarga yang biasa dipakai oleh keluarga majikannya. Dia pun diberi serangkaian kunci-kunci di rumah itu sehingga dia bebas masuk keluar rumah sesuka hatinya. Sri juga diberikan kepercayaan untuk mengurus beberapa pekerjaan-pekerjaan dari sang majikan seperti menandatangani surat-surat kerja, menerima barang-barang perusahaan dan sebagainya. Meskipun majikannya memberikan banyak kemurahan kepadanya, majikan itu tetap menuntut Sri untuk memenuhi setiap tanggungjawab-tanggungjawab yang harus dilakukannya.

Namun lama-kelamaan Sri menjadi lupa diri. Dia mulai hidup seenaknya dan sering menunda-nunda pekerjaannya. Ternyata dia sedang menjalin hubungan dengan seorang laki-laki muda yang tinggal di sebelah rumahnya. Pacaran membuat dia jarang dirumah dan membuat dia seringkali melalaikan tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang pembantu. Diapun mulai bergaul dengan teman-teman kekasihnya yang modis dan funky. Sebagai anak muda tentu saja Sri juga ikut terpengaruh. Pergaulannya membuat karakternya semakin egois, keras kepala dan susah diatur sehingga tidak jarang konflikpun terjadi antara Sri dan majikannya. Sebagai seorang yang sungguh-sungguh mengasihi Tuhan, sang majikan tetap bersabar dalam menghadapi perilaku Sri.

Sampai suatu ketika, pada malam minggu dimana para muda-mudi pada asyik bercumbu, Sri si pembantu rumah tangga ini meminta kepada majikannya agar diijinkan untuk pergi ngeluyur bersama kekasih dan teman-teman kekasihnya untuk merayakan ulang tahun sang kekasih sampai larut malam. Tetapi ternyata keinginannya itu ditolak oleh majikannya, sebab pada hari itu sang majikan sekeluarga harus pergi kota Malang untuk mengunjungi pernikahan saudaranya. Majikannya meminta agar Sri menjaga rumah itu sehari penuh dengan alasan keamanan yang cukup rawan diperumahan elit itu.

Tetapi apa yang terjadi ? Sri marah kepada majikannya. Dia memaksa untuk diijinkan pergi keluar rumah karena ia sudah berjanji pada kawan-kawannya untuk menghadirinya. Tentu saja si majikan tetap menolak permintaannya karena majikan tersebut mempunyai hak untuk menolaknya. Sri pun bertambah marah, dia mengeluarkan kalimat-kalimat bernada protes kepada tuannya, dia mulai berdebat dengan majikannya bahkan sebelum perdebatan itu selesai ia meninggalkan ruangan itu dengan membanting pintu dan pergi begitu saja. Sri sudah lupa bahwa ia adalah pembantu dirumah itu.

Bagaimana pendapat anda ? Mari bersama-sama kita menempatkan diri dalam dua sudut pandang. Yang pertama dari sisi Sri, kemudian dari sisi sang majikan dan terakhir dari sisi pembaca (tokoh netral).

Apa yang terjadi jika kita menempatkan diri kita sebagai Sri ? Mungkin kita akan bersikap seperti dia bukan ? Mungkin kita juga akan marah dan ngambek karena keinginan-keinginan kita tidak dikabulkan. Padahal kita selama ini sudah kerja mati-matian. Kita merasa sudah melakukan banyak jasa bagi majikan kita. Jadi wajar saja jika keinginan kita seharusnya dikabulkan setidaknya sekali ini saja. Kita juga akan protes dan memaksakan apa yang menjadi kehendak kita. Keperluan kita akan terlihat lebih penting dibandingkan dengan keperluan majikan kita. Bahkan tidak mustahil jika kita akan mengajak berdebat serta membanting pintu dan meninggalkan majikan kita begitu saja.

Tapi, bagaimana jika kita berada dalam posisi sang majikan ? Mungkin kita akan naik pitam. Segera saja kita akan mengeluarkan surat pemecatan. Atau mungkin kita lebih memilih untuk diam dan bersabar. Namun pandangan kita sudah mengecap Sri sebagai sesosok pembantu yang tidak tau diri dan tidak tau diuntung. Kita merasa sudah melakukan terlalu banyak untuk dia, tapi dia kok…… wah ! sungguh keterlaluan !.

Kita akan melihat bahwa apa yang dilakukan oleh Sri tidaklah pantas bukan ? Tidak layak jika seorang pembantu marah, protes dan berlaku tidak sopan kepada majikannya. Apalagi kita sebagai majikannya sudah memenuhi kewajiban-kewajiban kita untuk membiayai dan menghidupi kebutuhan si pembantu. Bahkan kitapun memberikan “bonus plus” kepada dia berupa kepercayaan-kepercayaan dan kesempatan untuk menjadi bagian dalam keluarga kita sang majikan. Seharusnya Sri menyadari kebaikan kita, dan menyadari bahwa dia adalah seorang pembantu dirumah itu.

Dalam relasi kita dengan Tuhan, bukankah kita lebih sering menempatkan posisi kita sebagai Sri ? Begitu sukar bagi kita untuk melihat secara objektif apalagi melihat dari sisi Sang Majikan. Bukankah kita seringkali marah, protes dan mendebat Tuhan ketika kehidupan kita tidak seenak yang kita inginkan dan harapkan atau juga ketika Tuhan berkata “tidak” terhadap doa-doa kita ? Sebenarnya boleh saja kita marah kepada Tuhan. Tuhan tentu tidak akan memberikan becana-bencana atau kutukan-kutukan karena kita memprotes apa yang telah terjadi dalam kehidupan kita. Namun pertanyaannya, apakah layak ? Apakah pantas ?

Sungguh tidaklah pantas jika kita ciptaan Tuhan yang kecil dan terbatas ini melakukan aksi protes kepada Dia “sang majikan” yang menciptakan kita. Sebenarnya kehidupan kita akan menjadi lebih buruk dari kehidupan (baik suka maupun duka) yang kita jalani sekarang jika Tuhan tidak datang kedunia dan menebus dosa-dosa kita. Ketika Dia datang kedunia, Dia sudah membebaskan kita dari dosa-dosa yang membelenggu kita. Dia membeli kita untuk menjadi hamba-hamba-Nya. Bahkan kita juga diberikan “bonus plus” berupa kesempatan untuk memanggil Dia Abba Bapa. Dia ingin mengangkat kita menjadi anak-anak-Nya yang sangat dikasihi-Nya. Dan ini semua sudah direncanakanNya dari semula. Rencana-Nya begitu sempurna dalam kehidupan kita.

Seringkali ketika doa dan permohonan kita tidak dijawab bahkan dijawab tidak oleh Tuhan, serta harapan-harapan kita tampak begitu mustahil untuk diraih, dalam benak kita timbul pertanyaan-pertanyaan kritis “mengapa begini ? mengapa begitu ? mengapa dia ? mengapa ? mengapa ? dan mengapa ?” Begitu kritisnya pertanyaan itu sampai-sampai kita sendiri tidak dapat menjawabnya. Dan kemudian kita mulai menyalahkan Tuhan karena segala sesuatu berjalan tidak seperti yang kita harapkan. Namun, adakah pertanyaan yang begitu kritis yang tidak dapat dijawab oleh-Nya ? Tidak ada !! Semua bisa dijawab ! Terkadang Tuhan menjawab “tidak” akan doa-doa kita adalah agar kita dapat belajar beriman dan bersandar penuh kepada rencana-Nya yang terbaik bagi kita.

YESUS CINTA PADAKU

Di pagi hari langit mendung sedang memayungi bumi, terdengarlah suara sepasang langkah kaki di dalam ruangan ibadah sebuah gereja. Tidak ada seorangpun yang berada dalam ruangan tersebut sehingga derap langkah kaki itu terdengar begitu jelas dan menggema. Suara langkah kaki itu milik seorang pemuda yang terlihat sedang merenungkan sesuatu. Dia berjalan pelan dengan kepala tertunduk dan dengan langkah luntai. Matanya menunjukkan tiada pengharapan. Wajahnya mengisyaratkan kesepian yang ada di dalam hatinya. Ia berjalan menuju bangku-bangku yang tersusun rapi di dalam ruangan ibadah yang megah itu. Dan duduklah ia di tempat duduk yang paling belakang. Dia menghempaskan tubuhnya ke sandaran kursi, kepalanya tetap tertunduk dan pandangan matanya begitu kosong.

Kemudian mulailah ia meratapi kehidupannya. Segera terlintas dalam ingatannya bagaimana ia ditolak oleh keluarganya sendiri. Ia selalu dianggap bodoh oleh keluarganya. Sejak kecil ia selalu menyaksikan pertengkaran yang hebat dirumah yang didiaminya. Tamparan, pukulan, penganiayaan dan cacian menghiasi hari-harinya. Ketakutan, kekhawatiran, kesedihan, kejengkelan dan amarah semuanya bercampur menjadi satu dalam hati dan pikirannya. Terlintas juga dalam ingatannya bagaimana ia ditolak oleh teman-teman sebayanya. Tidak seorangpun yang mau bersahabat dengannya. Dia selalu menjadi bahan olokan dan tertawaan bahkan seringkali dirinya menjadi boneka mainan teman-temannya. Sehingga ia terjebak dalam kehidupan gelap anak-anak muda agar ia dapat diterima dan dihargai oleh kawan-kawannya. Ia mulai merokok, minum-minuman keras, mengkonsumsi ratusan vcd porno, dugem, ngomong kasar, berkelahi dan banyak lagi. Semua ini dilakukannya agar keberadaannya diakui. Lalu terlintas juga dalam benaknya bagaimana ia selalu ditolak oleh orang-orang yang sangat dia kasihi. Tidak tau kenapa, semua orang yang dikasihinya pergi darinya dan meninggalkannya. Kisah cintanya penuh dengan penolakan. Hasrat yang begitu besar untuk mencintai seseorang hanya dapat dipendam dalam hatinya selama berhari-hari bahkan bertahun-tahun. Masa depannya tampak begitu kelam untuk dijalani.

Tanpa terasa orang banyak mulai berdatangan memasuki ruang ibadah tersebut. Satu-persatu mereka memenuhi tempat duduk yang masih kosong. Pianis pun mulai memainkan nada-nada yang lembut untuk mempersiapkan hati jemaat-jemaatnya sebelum beribadah. Setelah 10 menit sang pianis memainkan alunan musiknya, naiklah pemimpin ibadah keatas mimbar. Pemimpin tersebut memulai ibadah dengan mengajak setiap jemaat yang datang untuk bersaat teduh sejenak dan kemudian dilanjutkan dengan pujian yang diambil dari kidung puji-pujian Kristen nomor 175. Pujian itu berbunyi demikian :

Yesus cinta padaku. Alkitab mengajarku
Meskiku kecil lemah. Tapi aku milikNya
Ref
Yesus Tuhanku. Yesus cintaku
Yesus cintaku. Ia cinta padaku

Seluruh jemaat menyanyikan pujian ini dengan riang, hujan pun mulai turun dengan derasnya. Semua jemaat bersukacita menyanyikan lagu sederhana yang biasanya dinyanyikan oleh anak-anak sekolah minggu itu.

Namun apa yang terjadi dengan pemuda yang baru meratapi nasibnya tersebut ? Pemuda tersebut terdiam, bibirnya gemetar, kepalanya semakin menunduk dan dadanya mulai terasa sesak. Dan tak tertahankan lagi, pemuda tersebut akhirnya menangis deras. Air matanya menyatu dengan derasnya aliran air hujan yang jatuh ke atas bumi. Buku pujian yang di pegangnya semakin mengabur karena dibasahi oleh isakan air matanya. Kedua tangannya menutupi wajahnya untuk menampung tumpahan air matanya. Dia terus menangis dan menangis tanpa memperdulikan orang-orang disekitarnya yang akan memperhatikannya. Lagu yang membawa sukacita kepada orang lain itu ternyata hanya membawa air mata baginya.

Apa yang ditangisi pemuda tersebut ? Pemuda itu tidak sedang menangisi penderitaan yang dialaminya. Dia juga tidak sedang menangisi akan buruknya nasib yang menimpa kehidupannya. Pemuda itu menangis karena ia tidak dapat memungkiri bahwa Yesus cinta kepadanya. Meski berkali-kali dia berteriak kepada Tuhan “mengapa Engkau membiarkan semua ini terjadi dalam kehidupanku !” dan tidak jarang juga dia berkata “Yesus tidak pernah sayang kepadaku”, namun sesungguhnya hati kecilnya tak dapat menyangkali bahwa Yesus selalu cinta kepadanya. Yesus tetap cinta padanya meskipun permasalahan yang dialaminya begitu berat. Yesus tetap cinta padanya walaupun semua orang menolak dia. Bahkan, Yesus tetap mencintainya meskipun dia berkali-kali berbuat dosa dan menyakiti hati Tuhan. Ya! pemuda itu menangis karena kasih Tuhan yang terlampau besar kepada dia. Iman percayanya kepada kasih Tuhan melebihi rasio yang didapat dari pengalaman-pengalaman kehidupannya.

Mazmur 34:19 menuliskan “ Tuhan itu dekat dengan orang-orang yang patah hati, dan ia menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya”. Tanah yang gersang jauh lebih membutuhkan curahan air daripada tanah yang subur. Begitu pula orang-orang yang patah hati dan remuk jiwanya akan mendapatkan curahan kasih Tuhan yang mengalir deras. Kasih Tuhan itu kekal sampai kelangit dan setia-Nya sampai ke awan-awan.

Ketika Tuhan Yesus menunjukkan kasih-Nya melalui pengorbanannya dikayu salib, itu bukanlah kasih kepada orang-orang tertentu dan pada zaman tertentu. Kasih itu ditujukan kepada semua orang di segala tempat dan di segala abad yang mau percaya kepada-Nya. Ketika kita percaya kepada-Nya maka Allah akan mencurahkan kasih-Nya yang luar biasa itu kedalam hati kita oleh Roh kudus yang dikaruniakan kepada kita. Kasih-Nya membawa kita menjadi sahabat-sahabat-Nya bahkan menjadikan kita anak-anak yang dikasihi-Nya.

Apakah kita sedang meratapi kehidupan kita saat ini ? apakah masalah-masalah yang kita alami terlalu berat bagi kita sehingga kita meragukan kasih Tuhan ? Mungkin penderitaan yang kita alami lebih menggenaskan dari pada yang dialami pemuda tersebut. Tetapi bagaimanapun, kapanpun dan apapun yang terjadi dalam kehidupan kita, kita tidak akan pernah dapat memungkiri bahwa Yesus cinta kepada kita.

IKAN ATAU KAWAN ?

“Jika Anda ingin melatih konsentrasi, cobalah untuk memelihara ikan dan perhatikanlah ikan-ikan itu setiap hari.” Demikian kata seorang dosen kuliah kami di sela-sela pelajarannya.
Wah kebetulan sekali. Saya memiliki kelemahan di dalam hal ini. Bagi saya konsentrasi merupakan hal yang sangat sukar. Setiap kali dosen mengajar atau pendeta berkotbah, 10-15 menit awal pikiranku terfokus pada ajaran dan kotbah tersebut. Sisanya, pikiran ini sudah mengikuti tour keliling dunia di tempat-tempat yang kusuka. Padahal, konsentrasi merupakan hal yang sangat penting untuk masa depanku dan untuk profesiku. “Memelihara ikan? bisa dicoba” ujarku pada telingaku sendiri. Semoga konsentrasiku bisa semakin membaik.
Hasratku menggebu-gebu untuk segera memiliki seekor ikan, bukan untuk perut namun untuk menemani hari-hariku. Tetapi hasrat itu tertahankan untuk beberapa waktu. Kesibukan, tugas-tugas yang membeludak dan ujian-ujian yang mengancam pikiranku serta tangungjawab-tanggungjawab yang harus dipenuhi menyita waktuku untuk dapat membeli teman baruku.
Tiba-tiba saya tersadar bahwa saya memiliki teman yang memelihara dua ekor ikan cupang yang cantik. Warnanya merah dan biru menyala berpadu harmoni membuat ikan-ikan itu menjadi begitu menarik dan indah dipandang. Segera saja saya meminjamnya dari teman saya. Berhasil ! Dia meminjamkan satu ekor ikannya kepadaku beserta wadahnya. Ah, Hatiku senang sekali. Setiap hari saya memberinya cukup makan. Jika airnya sudah keruh maka segera saat itu kuganti dengan air yang jernih dan segar. Tiap-tiap hari saya meluangkan waktu untuk memperhatikan teman baruku itu. Saya sangat menyayangi ikan itu bagaikan milikku sendiri.
Namun keesokkan harinya saya begitu terkejut ketika melihat ikan cupang yang begitu indah tadinya berubah warna menjadi pucat pasi dan kehilangan daya tariknya. Saya tahu ikan itu “stress.” Dia depresi berat tanpa sebab yang jelas. Tentu saja saya menjadi ikut-ikutan panik, bingung dan khawatir kalau-kalau ikan itu mati. Oh,Tidak ! saya baru memeliharanya selama tiga hari. Segala upaya kulakukan untuk menolong ikan itu. Saya mecoba memberinya makan, karena jangan-jangan dia kelaparan. Saya mengganti airnya sebab saya takut ikan itu stres karena airnya yang keruh. Saya mencoba mendekatkan wadahnya dengan ikan-ikan yang lain, dengan harapan ikan itu tidak kesepian dan kembali memiliki warna-warna semula yang begitu indah. Namun semua usaha saya sia-sia. Semua yang kulakukan tidak berpengaruh terhadap ikan tersebut. Saya sudah tidak tahu harus berbuat apa lagi.
Sudah cukup. Cerita ini tidak perlu dilanjutin lagi. Saya rasa kita tidak perlu mengetahui akhir kisah dari ikan cupang yang stres tersebut.
Sekarang mari kita melihat disekitar kita. Ditengah dunia yang penuh dengan gejolak permasalahan yang semakin hari semakin kompleks ini, banyak sekali manusia-manusia yang “berubah warna” dan “kehilangan keindahannya”. Banyak diantara mereka yang stres, putus asa dan tertekan dalam menghadapi pergumulan-perumulan hidup yang begitu berat. Mereka tertekan dengan keruhnya dunia yang mereka hadapi. Mereka lapar akan kasih sayang, perhatian, percaya diri, harga diri dan sukacita. Mereka membutuhkan orang-orang lain yang dapat mengerti isi hati mereka dan memenuhi kekosongan dalam diri mereka.
Namun sungguh ironis. Begitu banyak manusia saat ini yang bergeming dan tidak bertindak ketika melihat sesamanya mengalami tekanan-tekanan dan penderitaan-penderitaan tersebut. Mereka jauh lebih responsif jika ikan yang mereka pelihara mengalami depresi daripada melihat sesama mereka yang depresi. Bukannya mereka tidak tau, mereka tau! Tetapi “No Action”. Mereka berkata “apa peduliku ! itu urusanmu!”. Bahkan yang lebih tragis lagi ada yang sengaja untuk semakin memperkeruh keadaan. Mereka berbahagia di atas penderitaan orang lain.
Bagaimana dengan kebanyakan umat Kristen saat ini ? Tampaknya sama saja. Jarang yang peduli lagi terhadap sesamanya, kasih begitu langka, tidak ada persahabatan dan persaudaraan. Yang ada hanyalah unjuk diri, merendahkan orang lain bahkan menghakimi. Mereka berlomba-lomba untuk memiliki harga diri yang lebih dibandingkan orang lain. Mata mereka tertutup pada lingkungan sekitar mereka termasuk pada saudara seiman mereka. Mereka hanya mau memperhatikan dan memperdulikan orang-orang yang dapat memberikan keuntungan bagi mereka. Tujuan mereka hanya satu yaitu kepuasan diri mereka sendiri. Mengerikan ! hukum rimba terjadi diantara umat Kristiani. Mungkin seekor ikan peliharaan jauh lebih berarti daripada kawan-kawan mereka.
Saudara, apakah kita berada dalam posisi itu sekarang ? Ataukah kita belum sadar jika saat ini kita berada dalam posisi tersebut ? Ataukah kita menyadarinya namun kita mengeraskan hati kita untuk berubah ?
Belajarlah dari Tuhan Yesus hai umat Kristiani. Dia mengasihi semua orang-orang yang terbuang seperti pemungut cukai, orang-orang samaria, perempuan yang berdosa, janda-janda miskin, orang-orang cacat dan anak-anak serta perempuan-perempuan yang tidak dianggap pada saat itu, termasuk kita orang-orang yang berdosa ini. Dia mengasihi mereka seperti sahabat-Nya sendiri dan memperhatikan mereka tanpa mengeruk keuntungan sedikit pun dari mereka. Dia juga sangat mengasihi murid-murid-Nya. Dengan tidak memandang kesenioritasan-Nya, Ia membungkukkan badannya dan membasuh kaki murid-muridNya. Dan banyak lagi perbuatan-perbuatan yang dilakukan-Nya yang menunjukkan kerendahan hati yang luar biasa.
Hukum terutama yang diajarkan Tuhan Yesus kepada kita adalah “kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu”. Tetapi jangan lupa di dalam kitab matius 22:39-40 mengatakan hukum yang sama pentingnya dengan itu adalah “kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”. Di injil Markus ditekankan bahwa tidak ada hukum yang lebih utama daripada kedua hukum tersebut. Bahkan lebih ekstrem lagi, Tuhan mengajarkan kita untuk mengasihi musuh-musuh kita. Kasih merupakan basic untuk seseorang menjadi anak-anak Tuhan yang memperkenankan-Nya. Bukan kasih yang pura-pura, namun kasih yang tulus yang keluar dari hati yang memancarkan kasih Kristus yang dibagikan kepada sesama kita yang membutuhkannya.
Jika Tuhan bertanya kepada kita “siapakah yang lebih berharga ? kawanmu sesama manusia (termasuk musuh kita) ataukah kesenangan pribadi kita ?” Apa jawab kita “ ikan atau kawan ?”

Nb: Oh ya ikan itu ternyata tidak mati, dia tampak stress karena dia ternyata bertelur. Telurnya buuuuaaanyaaakk sekaliiiiiiiii !!!