Sunday, April 25, 2010

Di Balik Air Mata



Di balik air mata. . . .

Tersimpan kekayaan hati

Memberi berjuta makna

Menyingkap setitik kejujuran


Setetes yang terbuang. . . .

Turut menendang kesedihan

Mengumandang sumber bahagia

Terkadang cinta bicara

Sebuah air mata. . . .

Kadang menjadi bahan cibiran

Kadang memicu geliak tawa

Namun tercipta harta berharga

Di balik air mata . . . .

Ada sumber mata air

Menguak misteri kekayaan. . . .

Sebuah nurani yang terbiasa membisu

Terimakasih untuk air mata

Thursday, April 22, 2010

Berserulah Kepada-Nya (Mazmur 107)



Pada awal bulan ini kita baru saja merayakan apa yang namanya Paskah. Ketika kita mengenang kembali akan kematian dan kebangkitan Tuhan Yesus seringkali permenungan itu dapat membangkitkan kembali sebuah pengharapan akan sesuatu hal. Pengharapan seperti ini dialami oleh Pak Bahar bin matsar (67 tahun). Dia adalah seorang terpidana mati karena kasusnya yang kompleks seperti pembunuhan, perampokan, dan pemerkosaan. Sudah 44 tahun ia mendekap di balik jeruji besi di berbagai tempat.


Selama hampir separuh abad di dalam penjara itu ternyata telah membuatnya menyesal dan membawanya kepada pertobatan. Ketika dikunjungi oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis pada masa paskah kemarin, pak Bahar menangis sesegukan. Ia memohon menteri tersebut dapat membantunya untuk menyampaikan surat permohonan / grasi kepada pak Presiden agar dapat membebaskannya dari hukuman mati. Sembari menangis, tangannya yang gemetar itu memberikan sepucuk surat kepada sang Menteri, dan ia berkata kepada Menteri tersebut "Pak Menteri, tolong serahkan surat keluh kesah saya ini langsung kepada Bapak Presiden SBY di Jakarta, ya, Pak. Sekarang saya sangat menyesal dan sedih atas perbuatan yang telah saya lakukan. Kebesaran Tuhan membuat saya bisa bertobat. Di sini (Lapas Batu) saya dibina." Bukan hanya surat, pak Bahar juga mengirimkan beberapa foto perayaan paskah yang diikutinya.


Ada pengharapan yang besar dalam diri pak Bahar untuk mendapatkan pengampunan pada masa paskah tersebut. Sudah 3 kali pak Bahar mengirimkan surat permohonan itu ke Presiden namun semuanya itu ditolak. Entah surat itu ditolak setelah di baca presiden ataukah karena kurang lengkapnya prosedur yang harus diikuti. Betapa sukarnya memohon sesuatu dari pak Presiden. Harus melewati serangkaian prosedur yang rumit, itupun belum tentu sampai di tangan Presiden. Apalagi jika kita melihat status pak Bahar, siapakah dia? Dia hanya seorang terhukum yang hina. Betapa sukarnya seorang hina dapat berkomunikasi dan mendapatkan kemurahan dari orang yang paling berkuasa di negeri ini.


Tapi kita patut bersyukur kepada Tuhan, karena kita manusia yang hina karena dosa ini dapat berkomunikasi langsung kepada Tuhan dan Bapa Pencipta dan Penguasa dunia ini, tanpa harus melewati prosedur yang panjang. Tuhan mengijinkan setiap kita anak-anak-Nya untuk dapat langsung berkomunikasi dengan-Nya lewat doa-doa kita. Bukan hanya sejauh dapat berkomunikasi, Alkitab seringkali menggambarkan bahwa Ia adalah Allah yang mendengar setiap seruan doa kita dan menjawabnya seturut dengan kehendak-Nya yang terbaik bagi kita. Tidak peduli dalam keadaan apapun kita, Ia tetap memperhatikan seru doa kita.


****

Mazmur 107 dengan jelas menunjukkan bagaimana Allah mendengar setiap seruan umatnya yang sedang berada dalam pergumulan.


Pemazmur melukiskan ada 4 orang yang memiliki pergumulan-pergumulan yang berbeda. 4 tipe orang ini dapat terlihat dari pola penulis yang selalu mengawali setiap babak dengan pernyataan “Ada orang-orang yang. . . .” (ay. 4, 10, 17, 23). Adapun 4 tipe itu sbb:


1. Seorang pengembara di sebuah padang gurun (ay. 4, 5). Pemazmur hendak melukiskan seseorang yang terdampar dipadang gurun yang luas tanpa kehidupan. Padang gurun merupakan simbol kekeringan dan kematian, satu-satunya tempat dalam dunia yang hampir tidak ada kehidupan. Kebanyakan orang-orang yang terdampar disana tidak lagi memiliki pengharapan. Ia akan mencari-cari kota terdekat yang memiliki kehidupan. Bermil-mil ia berjalan tapi tidak mendapatkan. Akhirnya ia mengalami kekosongan hidup. Dia haus dan lapar untuk menemukan kehidupan yang lebih baik. Jiwanya menjadi hampa, orang ini pun menjadi lesu.


2. Orang-orang yang hidup dalam kekelaman (ay. 10-12). Orang itu digambarkan seperti orang yang terpenjara dalam kesengsaraan mereka. Apa yang menyebabkan mereka sengsara? Ayat 11 dan 12 menggambarkan bahwa mereka sengsara karena dosa mereka yang melawan Allah. Mereka memberontak kepada Allah, bahkan lebih parah mereka menista yang Mahatinggi. Akibatnya Tuhan menundukkan mereka dalam kesusahan. Mereka tergelincir karena dosa-dosa tersebut. Lebih parahnya tidak ada yang mau menolong mereka. Akibat dosa itu mereka mengalami kesesakkan.


3. Orang yang bergumul dengan sakit penyakit (ay. 17,18). Pemazmur menggambarkan mereka dirudung sakit-penyakit yang cukup mematikan. Mereka kehilangan akan nafsu makan dan dikatakan bahwa mereka sudah sampai pada pintu gerbang maut. Kematian seakan-akan sudah begitu dekat dan tidak terhindarkan lagi oleh karena penyakit yang ia alami.

4. Orang-orang yang mengalami bencana. Mereka adalah para pedagang yang menjalankan kehidupannya seperti biasa. Namun ketika mereka berlayar untuk berdagang, tiba-tiba terjadilah angin badai yang dasyat yang mengombang-ambingkan kapal mereka. Orang-orang dalam kapal ini menjadi ketakutan. Mungkin mereka sudah membuang barang dagangan mereka agar mereka bisa selamat, namun tenryata hal itu juga tidak menyurutkan badai. Akhirnya mereka kehilangan akal. Bukan hanya akal, tapi mereka sudah kehilangan pengharapan.


****

Saya kira ke-4 tipe orang ini mewakili seluruh pergumulan manusia di dunia ini disepanjang zaman. Bukan hanya terjadi di zaman pemazmur, saya kira sampai saat ini kebanyakan manusia mengalami salah satu dari pergumulan-pergumulan di atas. Mungkin kitapun juga sedang mengalami masalah-masalah seperti ke-4 jenis orang tersebut.


Mungkin kita sedang mengalami kekosongan saat ini. Tujuan hidup kita tidak jelas. Kita mengembara mencari-cari sesuatu namun kita tidak menemukannya. Jiwa kita kosong dan hatipun terasa hampa. Kacaunya dunia ini membuat kita haus dan dahaga akan suatu kehidupan yang lebih baik. Hidup kita seakan-akan berputar dan rutin terjadi hal yang sama setiap hari sementara usia kita terus bertambah. Kita merasa seperti robot yang harus menyelesaikan hidup ini dengan kegiatan-kegiatan rutin itu. Hidup kita terasa sia-sia dan tak berpengharapan.


Atau mungkin kita seperti tipe orang kedua. Karena perbuatan-perbuatan dosa akhirnya kita harus mendapatkan ganjaran yang setimpal. Perasaan bersalah yang muncul terlalu mengintimidasi kita. Atau ada hukuman-hukuman yang konkrit diberikan akibat semua perbuatan kita yang bertentangan dengan kehendak Allah. Kita menyesal namun seolah penyesalan itu tidak ada gunanya lagi. Kita mau memutar kembali waktu supaya kita tidak melakukan kesalahan itu. Mungkin kita telah menyakiti suami, istri, orang tua, atau anak-anak kita. Kita menyesal tapi penyesalan itu tidak dapat mengubah keadaan lagi. Dan akhirnya kita hanya bisa menangis menanggung tekanan itu.


Bisa jadi juga kita mengalami seperti tipe orang yang ketiga. Entah kita atau orang yang kita kasihi sedang mengalami sakit penyakit yang berat. Tubuh kita menjadi lemah dan lunglai. Tidak ada lagi kekuatan untuk menengak sesuap nasi. Alat-alat bantuan kedokteran menancap di seluruh tubuh kita. Kita bergantung kepada kemampuan dokter, tapi dokter itu sendiri mengangkat tangan tanda menyerah. Seakan-akan tidak ada lagi harapan untuk sembuh. Sepertinya pintu ajal jelas terpampang di hadapan kita. Dan akhirnya kitapun putus asa.


Atau mungkin kita mengalami seperti tipe orang ke-4. Kita menjalani hidup baik-baik. Kita berdagang, study dan melakukan segala aktifitas kita dengan penuh harapan. Namun tiba-tiba tanpa disangka dan tanpa dikehendaki datanglah badai hidup melanda. Mungkin bencana alam terjadi melahap semua harta kita. Atau mungkin bisnis kita tiba-tiba runtuh karena kesalahan orang lain. Entah ada yang menipu kita, atau karena keadaan ekonomi negara. Kita menjadi stress berat. Tanpa disangka pekerjaan kita yang awalnya penuh harapan tiba-tiba pupus. Kita dipecat, usaha kita bangkrut, study berantakkan dsb. Harapan kita punah.


****

Permasalahan-permasahan di atas mungkin sedang menimpa kita saat ini. Kita mengalami kegentaran, kekosongan, ketidakberdayaan, putus asa dan kehilangan pengharapan sama seperti 4 tipe orang yang digambarkan oleh pemazmur. Namun bersyukur karena pemazmur tidak berhenti hanya sampai di pemaparan akan ke-4 tipe manusia itu saja. Pemazmur memberikan sebuah solusi kepada pembacanya.


Dengan jelas pemazmur mengatakan Maka berseru-serulah mereka kepada TUHAN dalam kesesakan mereka, dan dilepaskan-Nya mereka dari kecemasan mereka. Hal ini dapat terihat di ay.6, 13, 19, 28. Setiap kali pemazmur memaparkan tipe-tipe orang dengan segala pergumulannya, pemazmur memberikan solusi yang sama, yaitu: mereka berseru-seru kepada Tuhan dan Tuhan melepaskan mereka dari segala kecemasan. Pergumulan boleh berbeda tetapi solusi mesti sama, yaitu berseru kepada Tuhan.


Saudara, ketika para pengembara itu mengalami kekosongan hidup dan putus asa menjalani kehidupan yang hampa, mereka berseru kepada Tuhan dan Tuhan menunjukkan jalan kepada mereka dan merekapun menemukan kota yang memiliki kehidupan. Ketika orang-orang terpenjara sengsara karena telah berbuat dosa melawan Allah, maka mereka berseru kepada Tuhan dan Tuhan melepaskan segala belenggu-belenggu kegelapan tersebut. Ketika seseorang bergumul akan sakit penyakit yang hampir saja membawa mereka kepada ajal kematian, jika mereka berseru kepada Tuhan maka Tuhan menyembuhkan mereka dan meluputkannya dari liang kubur. Dan ketika seseorang tertimpa badai hidup yang menghancurkan pengharapan masa depannya, maka merekapun berseru kepada Tuhan dan Tuhan meredakan badai yang mengamuk itu.


Inilah pesan yang ditekankan pemazmur kepada setiap kita. Berserulah kepada Tuhan dalam setiap pergumulan kita. Carilah Dia! Lengannya senantiasa terbuka untuk merangkul kita. Telinganya senantiasa terbuka untuk mendengar seru doa kita. Hatinya selalu terbuka untuk berempati bersama dengan kita. Tangan-Nya pun terbuka untuk menolong setiap kesusahan kita. Apapun yang menjadi pergumulan kita berserulah kepada-Nya. Nantikan pertolongan dari Tuhan. Berharaplah hanya kepada-Nya.


Saudara, pergumulan apa yang sedang kita alami saat ini? Apakah kita merasakan kehampaan dan kekosongan dalam hidup ini? Apakah kita terpenjara karena dosa-dosa kita? Apakah kita atau orang yang dekat dengan kita mengalami sakit-penyakit yang tidak dapat tersembuhkan lagi? Atau kita sedang mengalami permasalahan hidup yang begitu berat? Firman Tuhan hari ini mengingatkan kita untuk berseru kembali kepada-Nya. Tuhan kita penuh rahmat dan kasih. Ia akan mendengar setiap seru doa kita. Ia memperhatikan setiap titik air mata yang keluar ketika kita bertelut dan berdoa. Karena itu mari kita berdoa dan berseru kepadanya.


Saudara, pemazmur 4 kali memberi kesimpulan yang sama di setiap bagian “Biarlah mereka bersyukur kepada Tuhan karena kasih setia-Nya, karena perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib terhadap anak-anak manusia (ay. 8, 15, 21, 31).” Biarlah kita juga dapat bersyukur ketika kita melihat keajaiban yang Tuhan lakukan terhadap setiap seru doa kita. Berserulah kepada-Nya.

Saturday, April 17, 2010

Doa “Berjaga-jagalah”





Tuhan berjaga-jagalah….

Berjaga-jagalah di ambang daun bibirku Agar tidak terujar ucapan laksana pedang Namun perkataan ini dihinggapi hikmat-Mu

Berjaga-jagalah di jendela pikiranku Agar sampah-sampah tidak tertimbun di dalamnya Tetapi pikiran-Mu tertanam di benakku

Berjaga-jagalah dalam setiap derap langkahku Agar jejaknya tidak ditemukan di tempat-tempat perzinahan Namun terekam mengikuti jejak-Mu

Berjaga-jagalah di benak hatiku Agar tidak sembarang rasa dapat masuk ke dalamnya Sehingga cinta ini hanya tertuju pada-Mu
Dan. . . Berjaga-jagalah atas sejarah kehidupanku Agar dunia bisa melihat karya seni-Mu Sehingga semua orang bisa memuliakan nama-Mu
Kumohon pada-Mu Hanya pada-Mu Penjaga dan Tuhan atas hidupku

Sunday, April 11, 2010

Kehendakku, Bukan Kehendak-Mu # 2



Yohanes 6:66-67
Mulai waktu itu banyak murid-murid-Nya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia.
Maka kata Yesus kepada ke dua belas murid-Nya: “Apakah kamu tidak mau pergi juga?”



Melanjutkan dari pemikiran yang pertama (bisa lihat Kehendakku bukan Kehendak-Mu #1), setelah banyak orang memaksa Yesus untuk menjadi raja dan Yesus menyingkir dari mereka; sekarang keadaan berbalik. Murid-murid yang mengambil bagian dalam pemaksaan itu kini memutuskan untuk menyingkir dari Yesus. Pertanyaan yang sama kuberikan dengan apa yang pernah kutanyakan dalam bagian yang pertama: “Mengapa mereka menyingkir?” Bukankah ada “Raja” mereka di sana? Lantas mengapa mereka menyingkir, menjauhkan diri dari raja mereka?

Setelah kejadian menyingkirnya Yesus dari orang banyak (6:15), cerita selanjutnya mengisahkan akan kepergian Yesus dan beberapa murid yang menyeberang danau (6:16-21). Namun orang banyak tetap bersikukuh untuk mencari dan mengikuti Yesus (6:22-24), mungkin disertai dengan motif pribadi mereka. Ketika orang banyak itu menemukan Yesus, Yesus malah menegur keras mereka dengan berkata “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kamu mencari Aku bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang. Bekerjalah bukan untuk makanan yang akan dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal. . . ., (ay.26)” kemudian Yesus memperkenalkan diri-Nya sebagai roti hidup itu. Roti yang berbeda dengan manna yang turun di zaman keluaran. Bukan roti secara fisik yang sekedar mengenyakan isi perut. Tapi roti yang memuaskan jiwa. Sepanjang pasal 6 sampai ayatnya yang ke 59 Yesus menjelaskan konsep-konsep ilahi yang dibawa-Nya mengenai roti hidup.

Karena konsep-konsep itu tidak sesuai dengan kehendak dan harapan orang banyak, maka mereka menyingkir. Ya, inilah alasannya. Ketidakinginan mereka menerima apa yang ditawarkan Yesus membuat mereka menyingkir menjauhi Yesus yang awalnya hendak mereka jadikan raja. Jika dulu Yesus menyingkir karena ada pemaksaan idealisme, sekarang mereka yang menyingkir ketika idealisme itu tidak sesuai yang mereka harapkan. Saya tidak tau kemana mereka menyingkir. Mungkin mereka kembali kepada lembaga agama mereka, atau mungkin juga mereka membuat sebuah sistem agama tersendiri yang sudah tersetting dalam pikiran mereka.

Saya kira seperti itulah keadaan kekristenan pada saat ini. Jika tulisan yang pertama saya memandang banyak orang Kristen hendak menjadikan Yesus sebagai raja untuk memenuhi kebutuhan pribadi mereka; pada tulisan ini saya melihat banyak orang Kristen yang sebenarnya sudah menyingkir dari Kristus dan ajaran-ajaran yang benar (basic on the bible) dan membuat suatu pandangan agama sendiri yang berkenaan dengan kepuasan diri yang dipenuhi dengan nafsu kedagingan. Contohnya, kita lihat saja teologi sukses. Siapa sukses dia diberkati. Siapa kaya dia penuh Roh Kudus. Orang yang paling berdosa adalah orang yang miskin dan tidak punya kedudukan. Heloooo…. Ajaran dari mana itu? Apakah Alkitab mengajarkan perihal tersebut? Bagaimana dengan ajaran Yesus tentang menyangkal diri dan memikul salib? Adakah teladan dari para rasul yang membuktikan kuasa Roh Kudus tercermin dari kekayaan? Tidak ada bukan? Bukan hanya tidak ada, sebaliknya mereka semua malah rela menjadi miskin untuk mendapatkan kekayaan rohani. Banyak lagi ajaran-ajaran lain yang sudah keluar dari jalur kebenaran FT, yang sebenarnya terbentuk dari kegagalan mereka untuk menangkap apa yang dikehendakki Tuhan.

Sekarang yang menjadi pertanyaan bagi kita? Apakah kita masuk dalam keadaan orang Kristen seperti ini? Apakah Yesus menyingkir karena kita sedang memaksa Dia untuk memenuhi semua kebutuhan kita? Atau kita yang sedang menyingkir dari apa yang diajarkan Tuhan untuk membangun sistem dan ajaran agama yang memuaskan hasrat kedagingan kita?

Be carefull bro. Gbu

Wednesday, April 07, 2010

Dia Bangkit Ku Ada Hari Esok (1 Tes. 4:13-14)



(Khotbah Penghiburan)

1 Tesalonika 4:13
Selanjutnya kami tidak mau, saudara-saudara, bahwa kamu tidak mengetahui tentang mereka yang meninggal (sleep), supaya kamu jangan berdukacita seperti orang-orang lain yang tidak mempunyai pengharapan.
1 Tesalonika 4:14
Karena jikalau kita percaya, bahwa Yesus telah mati dan telah bangkit, maka kita percaya juga bahwa mereka yang telah meninggal dalam Yesus akan dikumpulkan Allah bersama-sama dengan Dia.



Saudaraku, barusan ini kita baru saja merayakan Jumat Agung dan Paskah di mana kita kembali mengingat akan Kematian dan kebangkitan Tuhan Yesus. Kemarin sewaktu kita mengadakan ibadah paskah, saya sangat terharu dengan sebuah lagu yang begitu indah. Ref lagu itu mengatakan demikian:

“Yesus hidup kini tetap hidup; Ia sertaku Ia dekatku jalan yang kutempuh; Yesus hidup ku memasyurkan-Nya….; Kau bertanya Ia hidupkah?.....Benar….Yesus hidup.”

Penulis lagu ini hendak menyadarkan setiap kita yang menyanyikannya bahwa Tuhan kita sungguh-sungguh hidup. Ia bukan Tuhan yang mati. Ia juga bukan Tuhan yang ada pada 2000 tahun silam saja. Tetapi Ia adalah Tuhan dari hari kemarin, saat ini, juga yang akan datang. Dia adalah Tuhan atas seluruh sejarah kehidupan manusia. Memang Alkitab menuliskan bahwa Yesus pernah mati terpalang di atas kayu salib. Namun tidak berhenti disana, Alkitab pun mencatat pada hari yang ketiga Ia bangkit kembali dari antara orang mati karena Ia adalah Allah. Ia adalah Allah yang hidup!

Saudara, sebenarnya kebangkitan Tuhan ini memiliki signifikansi bagi kehidupan orang Kristen saat ini, terutama bagi keluarga yang sedang baru saja berduka pada hari ini.

Kebangkitan Tuhan menyatakan kepada kita bahwa ada kebangkitan orang mati.

Seringkali kita sebagai umat Kristen sudah mengetahui akan adanya kebangkitan orang mati. Namun sayangnya seringkali pengetahuan itu hanya dikemas dalam bentuk teori tapi tidak disertai dengan keyakinan yang teguh dalam hati kita.

1 Tesalonika 4:13-14 berbicara akan hal ini. Surat Tesalonika ini ditulis kepada jemaat Kristen mula-mula yang mengalami penganiayaan dari orang-orang kafir. Banyak orang Kristen yang akhirnya harus mati sebagai martir karena imannya. Banyaknya peristiwa kematian dihadapan mereka menyebabkan mereka menjadi bertanya-tanya akan kehidupan setelah kematian. Bukan hanya bertanya-tanya, banyak dari mereka yang akhirnya kehilangan pengharapan akan hal itu. Oleh sebab itu Paulus menegur mereka. Di ayat 13 Ia mengatakan “Selanjutnya kami tidak mau, saudara-saudara, bahwa kamu tidak mengetahui tentang mereka yang meninggal, supaya kamu jangan berdukacita seperti orang-orang lain yang tidak mempunyai pengharapan.”

Mengapa Paulus mengatakan demikian? Selanjutnya di ayat 14 ia mengatakan “Karena jikalau kita percaya, bahwa Yesus telah mati dan telah bangkit, maka kita percaya juga bahwa mereka yang telah meninggal dalam Yesus akan dikumpulkan Allah bersama-sama dengan Dia.” Inilah alasannya. Kebangkitan Tuhan menyatakan kepada kita bahwa ada kebangkitan orang mati. Saudara, Allah kita adalah Allah yang maha kuasa. Dari zaman PL Allah sudah menunjukkan kepada kita bahwa Ia berkuasa membangkitkan orang mati (contoh anak seorang janda yang dibangkitkan oleh Elisha). Dalam PB kita bisa melihat Lazarus yang dibangkitkan oleh kuasa Tuhan. Dan kebangkitan Tuhan sendiri telah menunjukkan kepada kita akan kemahakuasaan-Nya. Ia bangkit dan Hidup! Ini menunjukkan bahwa semua kita yang percaya kepada Tuhan pun akan dibangkitkan. Bukan kebangkitan fisik yang fana, namun kita akan diberi tubuh yang baru dalam sebuah kehidupan yang baru juga.

Jika demikian, janganlah kita berduka seperti orang yang tidak memiliki pengharapan. Kalau kita perhatikan, Paulus bukannya menegur untuk tidak boleh berduka sama sekali. Berduka karena kehilangan tentu tidak dapat kita elakkan. Tapi ia menegur setiap kita yang berduka seperti orang yang tidak mengenal Tuhan. Seakan-akan tidak ada lagi kehidupan setelah kematian.

Saudara, jika Yesus telah mati dan bangkit, maka kita orang percayapun kelak akan dibangkitkan dan dikumpulkan bersama-sama dengan Dia yang telah lebih dahulu dibangkitkan. Jika Yesus tidak dibangkitkan, mungkin kita bisa sangat berduka. Karena jika Yesus mati, maka kitapun tidak ada kehidupan lagi. Tetapi sekali lagi, karena Ia sudah bangkit dan hidup, maka kitapun percaya bahwa orang yang sudah percaya kepada Tuhan akan dibangkitkan juga.

Saudara, ini merupakan penghiburan yang luar biasa bagi kita. Orang yang telah meninggalkan kita kini bersama-sama dengan Tuhan, menikmati persekutuan yang indah dengan Tuhan. Mungkin saat ini kita masih dalam keadaan duka. Tidak apa-apa, itu proses yang sangat wajar dan normal yang harus kita lalui. Manusia pasti berduka karena kehilangan orang yang kita kasihi. Tuhan Yesus pun pernah menangis sewaktu kematian Lazarus. Tapi tentunya kita tidak boleh berhenti dalam kedukaan saja, tentunya kita juga harus bersukacita, karena orang yang kita kasihi kini ada bersama-sama dengan Tuhan yang Hidup. Itulah pengharapan kita orang Kristen.
Kebangkitan Tuhan bukan hanya menunjukkan bahwa kebangkitan orang mati itu ada.

Namun kebangkitan Tuhan juga menyatakan bahwa Tuhan hadir beserta dengan kita.

Hanya orang yang hidup yang dapat menyertai kita. Sewaktu kekasih kita masih ada, ia akan menyertai kita. Tetapi jika kekasih atau orang yang kita kasihi sudah meninggal maka mereka tidak lagi dapat beserta dengan kita. Ss, ketika Tuhan bangkit dari kematian, dan hidup untuk selama-lamanya, maka selama hidup kita Ia akan menyertai kita. Kita adalah orang yang sangat dikasihi dan disayangi-Nya. Orang yang percaya kepada-Nya merupakan biji mata-Nya yang sangat berharga. Karena itu Tuhan kita yang sudah bangkit dan hidup selamanya itu akan senantiasa beserta kita.

Saudara, ini merupakan penghiburan bagi kita. Ia ada bersama-sama dengan kita. Karena itu di masa-masa duka ini, mari kita menyerahkan semua kesedihan dan pergumulan kita kepada-Nya. Karena Ia hidup Ia bisa diandalkan. Karena Ia bangkit, maka kita bisa bersandar kepada Dia. Mari datang kepada-Nya. Bawa segala kesedihan kita kepada-Nya. Kira-Nya Tuhan menghibur kita semua dengan kasih-Nya yang limpah.
GBu

Friday, April 02, 2010

Masukkan Pedangmu (Mat. 26:51-56)



Dalam sepanjang sejarah gereja, kekristenan pernah memasuki masa-masa kelam bahkan dapat dikatakan masa yang terkelam. Sekitar abad 13 M (ketika gereja masih satu) kebenaran Firman Tuhan dibuang oleh gereja dan diganti dengan ajaran-ajaran yang diciptakan sendiri oleh petinggi-petinggi gereja yang sangat mendominasi gereja pada waktu itu. Para imam menyuarakan untuk mengangkat pedang melawan semua orang yang menentang doktrin-doktrin yang mereka buat. Bersamaan dengan itu terjadi jugalah perang salib, di mana dengan berbaju jirahkan salib mereka membunuh orang non Kristen dengan pedang mereka.

Masa-masa itu merupakan masa yang penuh kalbu. Banyak orang Kristen yang menjadi martir karena dibunuh oleh pemimpin gereja sendiri karena dianggap melawan doktrin yang ditetapkan. Orang-orang Kristen sejati malah dibinasakan. Kekudusan, kesalehan, kerendahhatian, dan kemurahan mulai disingkirkan. Para imam menciptakan doktrin yang hanya memuaskan fisik serta status mereka. Setiap orang yang tidak setuju dengan doktrin mereka akan di cap bidat dan kemudian ditangkap. Orang-orang tersebut diberi kesempatan untuk ‘bertobat’ serta bersumpah untuk mengikuti doktrin mereka; jika tidak mau maka pihak gereja akan mengangkat pedang untuk membunuh orang-orang tersebut.

Inilah masa-masa terkelam dalam sejarah gereja. Ketika kekerasan dikumandangkan dan kasih dikandangkan maka gereja tidak lagi dapat disebut sebagai gereja. Gereja dapat dikatakan gagal jika unsur kasih lenyap dari teori yang diajarkan dan praktisi yang dilakukan. Mereka gagal karena mereka lupa bahwa Tuhan yang mereka sembah adalah Tuhan yang penuh dengan welas asih. Jika Tuhan yang adalah kepala merupakan Tuhan yang maha kasih maka gereja yang merupakan anggota tubuh itu juga harus memiliki belas kasihan. Karena itulah kasih menjadi hukum yang terutama dari seluruh hukum yang ada. Seluruh oknum yang ada di dalam sebuah gereja wajib / kudu memiliki dan menerapkan kasih.

Bacaan kita hari ini mengajarkan akan hal ini. Semalaman Yesus berdoa dan bergumul berat akan dosa yang harus dipikul-Nya. Sesudah Yesus berdoa, kira-kira ketika hari subuh menjelang pagi, Yesus dan murid-murid-Nya didatangi oleh serombongan besar orang yang membawa pedang dan pentung. Awalnya murid-murid tidak tau apa maksud kedatangan orang-orang tersebut. Namun dengan pentung dan pedang yang terdapat di tangan mereka, kira-kira murid-murid sadar bahwa akan terjadi tindakan kekerasan waktu itu. Memang itulah yang terjadi. Setelah Yudas mencium Yesus, beberapa pengawal yang membawa pedang segera menangkap Yesus. Para murid menjadi panik. Sehingga ada salah satu dari mereka (dalam kitab Yohanes disebutkan namanya, yaitu Petrus) langsung berusaha membela guru sekaligus raja mereka dengan melibaskan pedangnya dan mengenai telinga hamba imam besar sampai putus. Tetapi tindakan itu tidak berkenan di mata Yesus sehingga Ia menegur Petrus dengan keras.

Jika kita perhatikan, ada perbedaan antara sikap yang ditunjukkan oleh Petrus sebagai murid Yesus dengan harapan Yesus tentang bagaimana seorang murid Yesus seharusnya bersikap.

Petrus memberikan contoh seorang murid yang fanatik. Ia membalas kekerasan dengan kekerasan. Ketika musuh membawa pedang, ia pun menggunakan pedangnya untuk melawan. Ia menjadikan dirinya seperti seorang pengawal kerajaan dunia yang sedang membela rajanya. Sehingga cara yang dilakukanpun adalah cara dunia, yaitu kekerasan dibalas dengan kekerasan. Tindakan Petrus seakan-akan merupakan bukti kesetiaannya kepada Tuhan.

Namun sayang Yesus tidak mengkehendaki pembelaan seperti itu. Yesus memberikan contoh bagaimana sikap mengasihi. Ketika pengawal yang bertentengkan pedang menangkap Tuhan Yesus dengan kekerasan, Yesus malah menyembuhkan telinga orang tersebut. Padahal siapakah pengawal imam itu? Mungkin ia adalah orang yang sangat membenci Yesus. Tetapi Yesus tetap konsisten dengan pengajaran yang pernah diberikan-Nya “kasihilah musuh-musuhmu.” Yesus membalas kekerasan dengan kasih. Itu perbedaan yang pertama. Petrus dengan fanatik menunjukkan kesetiaannya kepada Tuhan, namun tidak mengenakan kasih yang merupakan inti ajaran Tuhan Yesus.

Saudara, saya pernah membesuk seorang anak remaja yang terbaring di rumah sakit. Dia terkena penyakit yang cukup aneh sehingga kakinya menjadi lumpuh. Kita mengunjungi dia untuk menguatkan dan memberikan penghiburan kepadanya. Namun tiba-tiba kita kedatangan seorang ibu yang tidak dikenal. Ia langsung masuk dan berkata “bolehkah saya mendoakan anda? Apakah saudara agama Kristen?” Anak remaja itu mengatakan iya. Kemudian karena sesama Kristen maka kami membiarkan ibu itu masuk untuk mendoakan anak pemuda tersebut. Kami pikir tidak ada masalah, toh sama-sama percaya sama Tuhan. Tapi sebelum berdoa ibu ini bertanya “kamu sakit apa? Oo, lumpuh ya. Itu pasti karena kamu sudah berbuat dosa. Kalau lumpuh ini biasa hubungannya karena kamu suka tidak hormat sama orang tua. Terus kamu pasti juga berkumpul sama teman-temanmu yang nakal. Kamu harus bertobat!.” Mendengar ucapan ibu ini saya sangat terkejut. Dan sejujurnya saya marah, apalagi setelah melihat anak remaja itu tampak semakin tertekan. Seakan-akan sudah jantu tertimpa tangga. Ibu ini semangat dalam melayani Tuhan dengan memasuki setiap kamar di RS satu persatu. Namun jika semangat itu tidak diimbangi kasih buat apa.

Sebuah pelayanan, kesetiaan, atau pengorbanan kita untuk Tuhan, jika tidak diikuti dengan kasih Kristus maka kita menjadi sama seperti Petrus yang begitu fanatik namun tidak sesuai dengan apa yang dikehendaki Yesus, yaitu kasih. Karena itu jika kita melayani mari kita melayani dengan kasih. Jika kita memimpin mari kita memimpin dengan kasih. Jika kita berkorban, mari kita berkorban karena kasih. Jika kita setia, mari kita dasarkan kesetiaan itu dari kasih kita. Kita sebagai murid-murid Kristus jangan pernah kehilangan apa yang namanya kasih. Jika kita sudah tidak memiliki kasih, mungkin kita harus bertanya “apakah sungguh saya adalah murid Kristus?”

Perbedaan yang kedua adalah perbedaan dalam ketaatan. Petrus dan Tuhan Yesus sama-sama menjalankan sebuah ketaatan. Namun perbedaannya ketaatan Petrus didasari atas kepentingannya dagingnya sendiri sedangkan ketaatan Yesus dilakukan atas kehendak Bapa.

Dalam bayangan Petrus, seorang Mesias seperti Yesus harus bertahta menjadi raja sama seperti Daud. Yesus tidak boleh mati. Yesus harus bertahta. Karena itu Petrus membela Petrus mati-matian. Petrus lupa bahwa sudah 4 kali Yesus memberitahukan bahwa seorang Anak Manusia akan diserahkan dan mati dikayu salib. Ss, tentu juga masih mengingat ketika Yesus mengatakan bahwa Ia akan menderita dan diserahkan kepada imam-imam; Petrus segera menarik tangan Yesus dan berkata “Tuhan kiranya Allah menjauhkan hal itu. Hal itu tidak akan menimpa Engkau.” Tapi Tuhan menengking Petrus secara keras dengan perkataan “enyahlah Setan.” Petrus tidak dapat menangkap apa yang menjadi kehendak Allah. Dia hanya taat terhadap konsep yang diciptakannya sendiri.

Tapi bukan ketaatan seperti itu yang dikehendaki Tuhan. Ketaatan kepada kehendak Allahlah yang dikehendaki-Nya. Saudara, bukannya Yesus tidak dapat melawan kekerasan dengan kekerasan. Betapa mudahnya bagi Dia untuk membinasakan semua orang tersebut. Dikatakan bahwa Ia bisa memanggil lebih dari 12 pasukan malaikat. Pasukan ini dalam bahasa Yunani di sebut juga Legion. Dalam budaya Romawi, 1 legion memiliki 6000 prajurit. Jadi jika Yesus mengumpakan ada lebih dari 12 legion malaikat maka diperkirakan ada lebih dari 72.000 pasukan malaikat. Dalam Yesaya 37:36 seorang malaikat Tuhan dapat membunuh 185.000 tentara Asyur. Ini menunjukkan bahwa 1 malaikat memiliki kekuatan yang sangat besar. Dengan 72.000 malaikat maka seluruh dunia pun tidak ada yang bisa melawan Tuhan. Pembelaan Petrus menjadi tidak ada artinya bukan?

Tapi sekali lagi, bukan hal itu yang menjadi tujuan Yesus datang ke bumi. Yesus datang ke dunia untuk memenuhi kehendak Bapa sekaligus menggenapkan nubuatan kitab suci, yaitu kehendak Bapa agar Ia menyelamatkan manusia melalui kematian-Nya di atas kayu salib. Itulah sebabnya Ia tidak melawan sama sekali ketika Ia ditangkap. Karena memang sejak semula itulah yang menjadi tujuan-Nya ke dunia ini. Yaitu untuk tujuan keselamatan. Inilah ketaatan kepada kehendak Bapa. Dan ketika Ia disalib, itulah puncak dari ketaatan Yesus.

Saudaraku, Yesus sudah mati bagi kita. Ia telah menunjukkan sejak semula akan kasih-Nya yang besar kepada manusia. Sehingga ia menjalankan ketaatan-Nya kepada Bapa. Dia taat walau ia harus menderita. Ia taat walau Ia harus terpisah dari sang Bapa. Ia taat kepada kehendak Bapa-Nya. Sekali lagi itu karena kasih-Nya yang sangat besar bagi kita.

Peristiwa pemotongan telinga di taman Getsemani ini memberikan pelajaran penting bagi setiap kita. Yang pertama mari kita syukuri akan karya kasih dan ketaatan-Nya. Kasih dan ketaatan-Nya membawa kita terlepas dari segala dosa. Mari kita berysukur atas semua karya-Nya bagi kita. Syukurilah dengan menjadi murid-murid yang serupa dengan Dia. Milikilah hati yang penuh kasih. Mari kita jalani kehidupan kita dengan penuh kasih. Melayanilah dengan penuh kasih. Lakukanlah segala sesuatunya dengan dasar kasih. Bukan hanya dengan kasih, mari kita lakukan panggilan kita dengan ketaatan. Bukan ketaatan kepada visi golongan atau visi pribadi kita, tapi mari kita taat sesuai dengan kehendak Bapa. Apa yang menjadi kehendak Bapa, yang telah difirmankan-Nya dalam Alkitab, itulah yang kita taati. Biarlah kita boleh menjadi murid-murid Tuhan yang berkenan dihadapan-Nya. GBu