Monday, December 27, 2010

Menjadi Miskin (2 Kor 8:1-15)



Ada banyak hal yang menyebabkan seseorang jatuh kedalam kemiskinan. Pertama, kemiskinan bisa disebabkan karena kondisi negara yang masuk dalam krisis ekonomi. Ketika Krisis ekonomi melanda, barang-barang menjadi mahal, lapangan pekerjaan berkurang, pendapatan pun makin dikit. Akibatnya beberapa toko dan usaha tutup karenanya.

Ada juga kemiskinan yang disebabkan oleh kecelakaan atau bencana alam. Misalkan tiba-tiba kebakaran yang tak disangka memberangus usaha dan rumah kita. Harta benda yang kita simpan di rumah habis semua. Bahkan surat-surat penting semua lenyap terbakar. Akibatnya kitapun jatuh miskin. Atau mungkin karena bencana alam yang tidak kita sangka akan menimpa kita. Semisal orang Sidoarjo yang kehilangan penghasilan karena lumpur Lapindo. Beberapa orang menjadi stress, kehilangan harta benda, dan kehilangan usahanya. Dan merekapun kini terkatung-katung meminta kemurahan dari orang lain.

Kemiskinan juga dapat disebabkan oleh human eror. Dimana kita salah melakukan perhitungan atau salah menganalisa. Akibat kesalahan kita akhirnya kita menimbun utang dimana-mana, dan usaha kita pun akhirnya harus tutup karenanya. Selain itu bisa juga disebabkan karena kemalasan pribadi tersebut. Ia menjadi miskin bukan karena siapa-siapa. Tapi ia miskin karena ia sendiri tidak punya semangat untuk mengerjakan pekerjaanya. Akibatnya usaha dan karirnya mati termakan arus jaman yang penuh persaingan.

Selain itu kemiskinan juga dapat disebabkan karena orang lain. Misalkan ada orang yang berbuat licik sama kita. Kita ditipu dan diperalat habis-habisan, dan alhasil uang kita habis, malah mungkin kita jadi banyak utang. Atau mungkin kita dirampok dan menjadi korban kriminal. Misalkan peristiwa kerusuhan 98 di Jakarta barusan. Karena orang-orang yang tidak mengenal etika dan belaskasihan, akibatnya banyak orang yang stres karena tokonya dibakar dan semua penghasilannya diambil bgitu saja. Inilah kemiskinan yang disebabkan karena orang lain.

Kira-kira inilah beberapa hal yang dapat menyebabkan seseorang menjadi miskin. Tapi menariknya bukan cuman manusia saja yang bisa menjadi miskin. Alkitab mencatat bahwa Yesuspun pernah menjadi miskin. Namun apa penyebab Ia menjadi miskin? Apakah karena keadaan lingkungan? Apakah karena bencana? Karena human eror? Atau karena orang lain? Saya kira bukan itu alasan Tuhan menjadi miskin. Yesus tidak menjadi miskin karena itu semua. Yang paling tepat ialah Yesus menjadi miskin karena Ia begitu mengasihi manusia. Ayat 9 dengan jelas mengatakan “....bahwa Ia, yang oleh karena kamu telah menjadi miskin....”

Apa maksudnya Ia menjadi miskin? Kitab Filipi pasal 2 menggambarkan kemiskinannya ketika ia mengosongkan diri untuk menjadi manusia. Dimana Yesus yang seharusnya adalah Tuhan yang penuh dengan kemuliaan dan kekayaan serta keagungan itu mau menjadi manusia yang terbatas dan begitu lemah. Bahkan ketika sebagai manusia Ia rela terlahir di sebuah kandang binatang, dan mati di atas kayu Salib yang hina. Dari yang begitu agung mulia, menjadi begitu hina bahkan lebih hina daripada manusia pada umumnya. Inilah yang dimaksudkan bahwa Yesus menjadi miskin.

Mengapa Ia rela menjadi miskin padahal Ia kaya? Kembali dengan jelas ayat 9 mengatakan “....supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya.” Yah....Ia rela menjadi miskin agar kita menjadi kaya. Mungkin gambarannya sama seperti seorang ibu yang mengandung. Nutrisi, protein, zodium, dan banyak nutrisi-nutrisi dalam tubuh ini yang dicurahkan untuk perkembangan anaknya dalam kandungan. Si ibu semakin miskin dan anak semakin kaya. Mungkin itu gambaran kasarnya. Yesus rela menjadi miskin agar kita menjadi kaya. Bukan kaya dalam harta benda, tapi jauh lebih itu, kita menjadi kaya dalam iman dan dalam status kita. Kita yang dahulu adalah orang-orang buangan, kini menjadi anak-anak Raja. Kita yang dahulu adalah para hukuman, sekarang menjadi orang yang bebas. Karena itulah sekarang ini kita sudah menjadi kaya. Kita menjadi kaya bukan karena usaha kemampuan kita. Namun semua itu karena tindakan Yesus yang menjadi miskin untuk kita.

Atas dasar inilah Paulus meminta agar setiap jemaat Tuhan meniru teladan Yesus, yaitu untuk berani bertindak untuk “menjadi miskin.” Tentunya kita tidak bisa melakukan apa yang Tuhan Yesus lakukan. Kita hanya dapat menangkap unsur-unsur atau prinsip-prinsip di dalamnya. “Menjadi miskin” itu membutuhkan penyangkalan diri dan pengorbanan untuk orang lain. Itu prinsipnya. “Menjadi miskin” itu merupakan sebuah tindakan yang tidak mementingkan diri sendiri. Sebaliknya ia mengutamakan orang lain. “Menjadi miskin”.

Dalam aplikasinya Paulus mengajak jemaat di Korintus untuk belajar memberi kemurahan kepada orang lain yang membutuhkan kemurahan. Jemaat di Korintus diminta untuk meneladani Jemaat di Makedonia, yang merupakan jemaat yang miskin, tapi mereka kaya dalam kemurahan. Dalam kekurangan itu mereka malah memberi lebih banyak dari pada kemampuan mereka. Dalam hal itulah jemaat Makedonia sudah “menjadi miskin” untuk memperkaya orang lain. Paulus menyebutnya sebagai pelayanan kasih. Hal itulah yang harus dipelajari oleh Jemaat Kristus. Sebuah pelayanan yang membagi kemurahan, untuk kepentingan orang lain. Menyangkal dan mengorbankan diri, serta memperhatikan orang lain.

Bukan hanya kepada jemaat di Efesus, saya kira undangan ini juga diberikan kepada setiap anak-anak Tuhan saat ini. Yaitu undangan untuk “menjadi miskin” untuk orang lain. Sebentuk pelayanan yang membutuhkan pengorbanan, penyangkalan diri, dan rasa kepedulian yang besar. Pelayanan seperti ini sudah ditunjukkan oleh seorang ibu yang kita kenal sebagai Ibu Theresa. Hatinya yang bekobar-kobar untuk rakyat miskin di India menghantarnya untuk melepaskan semua kekayaannya dan pergi ke tempat yang tidak pernah ia ketahui. Di india dia mengajar anak-anak kecil untuk membaca. Dia merawat orang-orang yang sakit namun tergeletak tanpa ada yang peduli. Dia menemani dan menghibur orang-orang yang lemah. Baginya kemiskinan terburuk adalah ketika seseorang tidak lagi merasa dicintai dan dikasihi. Karena itulah ia membagikan seluruh kasihnya kepada rakyat India. Beliau rela menjadi miskin, agar orang lain menjadi kaya. Namun sebenarnya justru orang-orang yang rela menjadi miskin seperti beliaulah yang kaya di hadapan Tuhan.

Karena itu mari kita mengambil bagian dalam undangan ini. Mari kita mengambil bagian dalam pelayan kasih, dimana kita menyangkal diri untuk menjadi miskin demi kepentingan orang lain. Terlalu banyak hal yang dapat kita lakukan untuk pelayanan ini. Kita bisa membagi sedikit uang kita kepada orang yang kesusahan ekonomi. Kita bisa membagikan perhatian kita kepada mereka yang merasa kesepian. Kita juga bisa berbagi telinga kepada mereka yang ingin didengarkan. Kitapun bisa membagikan pelayanan kita kepada mereka yang membutuhkan pelayanan. Memang semua ini membutuhkan pengorbanan. Karena itulah pelayanan ini disebutkan pelayanan “menjadi miskin”. Namun biarlah dengan melakukan ini semua, justru kita menjadi kaya di dalam Tuhan.

Monday, December 20, 2010

Sukacita Natal (Lukas 2: 8-20) #2



Kata juruselamat ini berasal dari kata soter /savior. Kata ini dapat diartikan sebagai seseorang pembebas yang mampu membebaskan orang lain dari bahaya, kesesakan dan penderitaan. Di PL Yoahaz pernah disebut sebagai juruselamat karena ia membebaskan Israel dari penjajahan bangsa Aram. Seorang dokter juga dapat disebut sebagai juruselamat waktu itu. Seorang penolong dalam kesesakan itulah juruselamat. Tuhan Yesus menjadi juruselamat bukan hanya masalah sakit penyakit, politik dsb. Lebih dari itu semua, Ia menjadi juruselamat dari dosa-dosa kita. Gambarannya seperti orang yang mau tenggelam.

Sewaktu SD saya suka berenang bersama koko saya di kolam renang. Sampai suatu ketika; lagi asyik-asyiknya renang tiba-tiba kaki saya keram, dan kebetulan saya berada di kolam yang dalam yang tidak terjangkau oleh kaki saya. Lantas saya pun mulai tenggelam, dan mulai kelelep. Saya berteriak keras-keras tolong-tolong. Koko saya berusaha untuk menolong. Namun karena dia juga masih kecil, akhirnya dia malah ikut tenggelam dan teriak minta tolong. Waktu itu masi siang, kolam masi sepi pengunjung. Dalam benakku “matilah aku kali ini....matilah...” Ketakutan yang luar biasa menerpa diriku waktu itu. Namun tiba-tiba ada tenaga yang besar yang mendorong badan ini. Ada seorang guru renang berbadan besar yang melihat kami tenggelam langsung nyebur dan menolong kami. Akhirnya kami selamat. Guru renang itu sudah menjadi juruselamat bagi saya. Itulah yang Yesus lakukan. Menyelamatkan setiap kita yang sudah seharusnya binasa karena tenggelam dalam lautan dosa. Kita yang menderita karena dosa, dan seharusnya menanggung bahaya maut, dosa itulah yang dibebaskan-Nya.

Kabar baiknya lagi bagi kita ialah: Yesus lahir agar semua orang dapat menghampiri dia. Siapapun juga kita, dengan status apapun, kita dapat menghampiri Dia. Pernahkah saudara berpikir, bagaimana respon gembala ketika mendengar malaikat itu berkata “inilah tandanya bagimu, bahwa kamu akan menjumpai seorang bayi yang terbungkus dengan lampin dan terbaring di dalam palungan.” Kalau saya mungkin akan berespon “Yang benar malaikat, masak raja lahir hanya dibungkus lampin. Masak seorang juruselamat lahir di kandang hewan. Ga salah.” Bukankah demikian? Ga wajar jika seorang juruselamat yang melebih kaisar itu lahir di sebuah kandang. Yang wajar adalah jika Juruselamat itu lahir di istana. Makanya tidak heran para orang majus itu ketika hendak menemukan raja yang baru lahir tersebut, ia pertama mencarinya di istana Herodes. Karena itulah tempat lahir raja. Tapi ini di palungan dengan hanya terbungkus lampin. Ini pasti keliru.

Namun coba bayangkan. Seandainya Yesus lahir di istana, kira-kira apakah gembala itu dapat menghampiri dia? Tidak. Orang miskin, orang kelas dua, tidak boleh menghampiri raja yang baru lahir itu. Saya kira inilah alasannya mengapa Tuhan memilih palungan sebagai tempat lahirnya. Yaitu agar semua orang, baik orang berada maupun orang yang tidak terpadang, orang besar / kecil, siapapun juga, mereka dapat masuk menghampiri Tuhan, bersekutu denganNya, dan bersukacita bersama menyambut kelahiran-Nya. Ini merupakan contoh pemimpin yang baik. Pemimpin yang baik harus dapat menerima orang besar ataupun orang kecil.

Inilah semua kabar baik itu: Dimana seorang Raja akan lahir menjadi juruselamat untuk semua orang, agar semua orang dapat menghampiri Dia....Karena itu malaikat berkata ‘jangan takut....’ ‘inilah Kesukaan Besar’; Karena itu jugalah para gembala itu bersukacita. Padahal status mereka masih masyarakat kelas dua. Padahal mereka tetaplah seorang gembala yang miskin, yang dipandang sebelah mata. Namun perbedaannya ialah: kini mereka bersukacita karena sudah mendengar kabar baik itu. Bahkan mereka sudah berjumpa sendiri dengan Yesus. Karena itulah mereka bersukacita. Sudah semestinya respon yang kita berikan sebagai anak-anak Tuhan juga demikian. Bersukacita bukan setelah kita menjadi kaya, setelah status kita diperbaiki, dsb. Bukan! Namun kita bersukacita karena kabar baik itu, yaitu Yesus, sang juruselamat itu, mau lahir untuk kita, agar kita dapat menghampiri Yesus raja segala raja itu. Inilah makna Natal bagi kita.

Biss, seandainya kita tahu betapa pentingnya kedatangan Yesus juruselamat itu, maka kita akan tahu seberapa jauh kita harus bersukacita. Keadaan kita sebenarnya seperti para penambang di Chile. Bulan Agustus yang lalu, ketika mereka sedang menambang di sebuah gua, tiba-tiba gua itu runtuh dan menimbun mereka di kedalaman hampir 1 km di bawah tanah. Awalnya orang-orang mengira para penambang itu sudah mati. Namun ternyata mereka berhasil menemukan suara sayup-sayup dari sebuah lobang kecil yang menunjukkan bahwa mereka masih hidup. Dari lobang itulah orang-orang memberi mereka makan dan memberi obat serta mengambil gambar ini. Penambang itu hidup dalam kekhawatiran. Bisa saja suatu saat gua itu menekan mereka. Bisa saja lubang sumber pengharapan mereka tertutup dan makanan dan obat ga bisa dikirim lagi. Dan banyak hal yang bisa terjadi. Hampir selama 2 bulan mereka di terkubur hidup-hidup. Istri-istri yang di atas berdoa dan menangis agar suami mereka dibebaskan. Harapan mereka Cuma satu “Pemerintah segera turun tangan menolong dan membebaskan mereka.” Bulan 11 yang lalu mereka berhasil di keluarkan. Semua orang yang menyaksikan bertepuk tangan. Semua orang bersukacita, karena para penambang yang dulunya hidup dalam kegelapan kini bisa dilepaskan. Namun tentunya yang paling bersukacita adlaah para penambang itu. Ketika satu persatu dikeluarkan dari lubang mereka menangis memeluk istri dan anak mereka. Perasaan sukacita yang begitu besar ada pada mereka.

Seharusnya sukacita itulah yang harus kita miliki ketika Yesus datang ke dunia. Karena Dia datang untuk menolong setiap kita yang terjebak dalam kegelapan dosa. Sudah semestinya setiap kita yang telah dibebaskan merasakan sukacita itu.

Pertanyaannya saat ini adalah: adakah kita bersukacita setiap kali mengenang kelahiran-Nya? Adakah kita bersukacita karena kabar baik tersebut? Atau jangan-jangan di momen natal ini kita malah kehilangan sukacita itu. Kesibukan natal; tugas-tugas yang harus diselesaikan di akhir tahun; keterlibatan dalam berbagai pelayanan di acara natal, baik di komisi maupun natal umum; semua ini ternyata malah menekan kita. Kita jadi semakin stress. Tensi semakin tinggi. Dan yang terjadi malah gontok-gontokan; bombe-bombean; dan saling menghakimi. Natal menjadi acara yang diwarnai emosi. Makna natal itu hilang. Jika demikian, sia-sialah kita merayakan natal itu. Bila biss ada dalam keadaan itu hari ini, mari kita diam sejenak. Jangan lewatkan makna natal di tahun ini begitu saja. Jangan sampai kabar baik itu terlewat tanpa arti di tahun ini. Mari kita bersukacita merayakan natal....ya....sesibuk apapun kita.

Atau...seringkali sukacita kita keliru. Pada waktu natal kita bersukacita karena waktu itu saatnya berlibur. Kita bersukacita karena kita mendapatkan hadiah. Kita bisa berkumpul bersama sanak Family. Atau karena toko-toko memberikan big sale khusus di bulan natal. Toko kitapun jadi rame. Itu semua bukanlah makna natal yang sesungguhnya. Itu hanya kesukaan kecil yang sementara. Bukan kesukaan besar. Para penambang Chile tadi tidak bersukacita karena makanan dan obat-obatan yang mereka terima. Itu hanya sukacita kecil. Yang mereka mau adalah kebebasan. Hayatilah makna natal yang sesungguhnya. Di mana Yesus datang sebagai juruselamat untuk menebus dosa kita. Ketika kita bisa sungguh menghayati semua itu, saat itulah kita akan menikmati kesukaan yang besar.

Atau mungkin kita berkata ‘bagaimana saya dapat bersukacita? Hidup saya penuh dengan masalah. Keadaan ekonomi menjerat, utang-piutang memusingkan, sakit penyakit menghantui, keluarga tidak ada yang peduli dan saya merasa kesepian. Hidup ini banyak masalah dan banyak persoalan. Bagaimana saya dapat bersukacita di waktu Natal ini?’ Kepada saudara yang mengalami itu semua Tuhan ingin berkata ‘Jangan Takut....Aku ada beserta dengan saudara....Aku sudah datang...untuk menolong dan menghibur kalian semua....untuk membebaskan kalian dari kekhawatiran hidup....dan memberikan damai sejahtera.” Biarlah berita natal pada hari ini boleh mengantar kita pada sukacita yang sejati. Sukacita yang besar karena juruselamat itu telah lahir untuk kita. Masih ada waktu sebelum kita mengikuti rangkaian acara Natal sepanjang bulan ini. Mari kita intropeksi diri kita. Sudah siapkah kita kembali menghayati Natal itu? Adakah sukacita karena kelahiran-Nya?

Sukacita Natal (Lukas 2: 8-20) #1



Dunia kita semakin hari bergerak menjadi dunia yang penuh kekhawatiran. Perekonomian semakin terpuruk. Harga barang semakin hari semakin mahal. Mau buka usaha apapun susah, modal besar, pendapatan sedikit. Krisis ekonomi semakin merajalela. Persainganpun semakin hari semakin ketat dan bejat. Segala cara dilakukan untuk menjatuhkan saingannya. Semua ini membuat kita khawatir. Kita jadi bekerja lebih keras untuk mendapatkan penghasilan yang lebih. Fokus pikiran kita acapkali tertuju pada usaha dan bisnis yang kita jalankan. Bahkan mungkin ada di antara kita yang tidak bisa tidur karena cemas dengan kondisi keuangan kita. Tidak jarang suami istri menjadi bertengkar hebat karena masalah ekonomi / keuangan. Ya...perekonomian membuat kita khawatir.

Bagaimana dengan perkembangan teknologi? Seharusnya teknologi diciptakan untuk membantu meringankan pekerjaan manusia. Seharusnya teknologi diciptakan untuk menghibur dan menjamu manusia yang membutuhkan hiburan. Namun apa yang terjadi? Dengan teknologi manusia semakin egois. Kasih semakin dingin. Dan manusia jadi semakin individualis. Akhirnya banyak orang yang semakin stress. Mereka kehilangan kasih sayang dan merasakan kesepian yang sangat. Justru negara seperti Amerika dan Jepang yang kaya akan hiburan teknologi, malah disana memiliki angka bunuh diri yang sangat besar. Sebaliknya penelitian menemukan di negara yang jauh dari industri hiburan lebih jarang mendapatkan tekanan hidup. Disamping itu teknologi yang disalahgunakan malah menyebabkan kerusakan moral manusia. 50% lebih anak-anak muda dan remaja pernah mengakses gambar-gambar porno di internet. Dulu sebelum ada internet, anak remaja susah mencari gambar-gambar demikian. Dengan internet, gambar-gambar dan video itu bisa diakses sewaktu-waktu dan tanpa ketahuan siapapun juga. Akibatnya moral manusia semakin bobrok. Mungkin anak kita salah satu korban tekonologi tersebut. Ya...teknologipun juga membawa kepada kekhawatiran.

Belum lagi bencana, kecelakaan, dan sakit penyakit yang bisa datang sewaktu-waktu. Rakyat Mentawai tidak pernah tahu bahwa tsunami akan menimpa mereka. Masyarakat di Wasior juga tidak menyangka akan terjadi banjir bandang di daerahnya. Kecelakaanpun bisa datang tanpa pemberitahuan. Seorang ibu bisa kehilangan 5 anggota keluarganya sekaligus karena kecelakaan pesawat terbang. Siapa yang menyangka? Tidak...Ia tidak pernah menyangka. Ditambah sakit penyakit yang tidak mengenal belas kasihan. Kanker bisa menyerang siapa saja tanpa memandang usia. Seorang anak yang berusia 12 tahun bisa mengalami stroke. Ketika pengobatan semakin berkembang, penyakitpun ikut berkembang. Lantas bagaimana kita tau bahwa kita akan lepas dari ini semua? Tidak...Kita tidak tau. Semua ini dapat begitu mengkhawatirkan kita.

Inilah keadaan dunia kita. Tidak salah saya mengatakan bahwa dunia yang kita tinggali ini semakin hari semakin mengkhawatirkan. Dunia yang kita tinggali bukanlah dunia yang ramah, yang selalu tersenyum manis kepada kita. Dunia kita juga bukanlah dunia yang menawarkan kedamaian. Sebaliknya dunia yang kita tinggali adalah dunia yang ingin merampas air mata dan sukacita dalam diri kita. Dunia akan selalu menawarkan kekhawatiran demi kekhawatiran. Mungkin kita adalah salah satu orang yang bergaul erat dengan apa yang namanya kekhawatiran tersebut. Masalah ekonomi menjerat. Keluarga berantakan. Sakit penyakit menimpa. Atau Kita merasa sendirian. Semua ini mau tidak mau membuat kita begitu takut dan khawatir. Memang semenjak manusia jatuh dalam dosa, kita akan berhadapan dengan apa yang namanya kekhawatiran.

****

Gembala-gembala dalam perikop yang kita bacapun tidak lepas dari kekhawatiran dan ketakutan. Jangan bayangkan gembala waktu itu seperti gembala-gembala dalam iklan rokok yang memakai topi koboi, jeans, pakaian klimis, dan menunggang kuda gagah dengan tali lasonya sambil berteriak ‘Yihaa!’. Gembala palestina waktu itu tidak segagah itu. Mereka adalah masyarakat kelas dua yang dipandang sebelah mata. Seorang gembala itu biasanya tinggal di luar benteng kota berdekatan dengan penyandang kusta dan orang-orang buangan lainnya. Mereka tidak diijinkan kebait Allah dan mereka tidak punya hak untuk memberi kesaksian di pengadilan. Mereka adalah sekelompok orang yang menderita. Setiap siang harus bekerja dibawah terik matahari, dan tiap malam acapkali mereka harus berbaring dengan beratapkan langit malam. Bahaya serigala, ular, sakit-penyakit dapat datang sewaktu-waktu. Mereka adalah sekelompok orang yang hampir-hampir tidak memiliki hak. Pemerintah bisa sewaktu-waktu mengambil ternak mereka dengan harga murah. Seseorang kaya bisa menjerat mereka untuk mendapatkan ternak miliknya. Karena itu wajar saja jika para gembala ini hidup dalam kekhawatiran dan ketakutan.

Sampai suatu malam yang bersejarah, ketika mereka sedang menggembalakan ternak di malam hari; datanglah malaikat menghampiri. Mereka menjadi ketakutan setengah mati. Tapi tentu saja kehadiran Malaikat itu bukan untuk menakuti. Malaikat itu hadir justru ingin memberi pesan kepada mereka “Jangan Takut!” “Jangan Takut” ini merupakan sebuah perintah. Bukan hanya untuk tidak takut kepada malaikat yang mereka lihat didepan mata, namun juga merupakan sebuah perintah kepada para gembala tersebut untuk tidak takut dan khawatir kepada apapun juga. Baik kepada pemerintah Roma, ataupun jangan takut terhadap masa depan hidup mereka.

Saya kira perintah ini juga ditujukan kepada semua umat Tuhan di jaman apapun dan di manapun ia berada, termasuk kepada kita. Karena itulah pesan ini dituliskan dalam Alkitab. Berkali-kali Tuhan ingin memberikan pesan kepada kita untuk ‘Jangan Takut’. Walau kesusahan ekonomi melanda saudara; perkembangan zaman mengkhawatirkan; sakit-penyakit dan bencana meneror kita; janganlah kita takut. Itulah perintah tuhan. Tapi mengapa? Mengapa gembala itu tidak boleh takut? Mengapa kita tidak boleh takut?

Jawabannya ada di ayat 10, 11 (baca bersama): yaitu karena ada kabar baik untuk kita semua. Dalam Alkitab terjemahan Indonesia hanya dituliskan bahwa malaikat hendak memberitakan kesukaan besar. Namun sesungguhnya dalam bahasa aslinya ada kalimat yang tidak tertulis disini yaitu bahwa malaikat itu memberitakan kabar baik. Kabar baik (euangelion) atau biasa kita mengerti sebagai kata injil. Apa itu Euangelion? Apa itu kabar baik? Kata ini (euangelion) biasa dipakai ketika ada seorang Kaisar yang lahir. Kelahiran seorang Kaisar dipadang sebagai kabar baik – injil. Ketika Kaisar Aleksander yang terkenal itu lahir kedunia, semua orang bersorak sorai euangelion, ini kabar baik. Akan tetapi kabar baik yang hendak diberitakan oleh Malaikat itu jauh lebih daripada kelahiran seorang kaisar. Karena yang lahir ini jauh lebih dari seorang Kaisar. Ia adalah raja di atas segala raja. Ia adalah Yesus penguasa dunia. Dan raja segala raja itu mau turun ke dunia yang hina untuk menghampiri kita. Sungguh inilah yang dinamakan kabar baik.

Disebuah desa di daerah China awal bulan 2 yang lalu mendapatkan kabar bahwa presiden Hu Jintau, orang nomor satu di China itu akan mengunjungi desa mereka. Presiden Hu selalu mengunjungi kerumah-rumah rakyat kecil pada waktu imlek tiap tahunnya. Ia pergi tanpa pengawalan yang ketat agar dapat semakin erat dengan rakyatnya. Ia suka membumi bersama masyarakat yang dicintainya untuk menghayati kehidupan rakyatnya. Tanggal 14 Februari kemarin terjadilah di mana ia menghampiri sebuah rumah sederhana di sebuah desa, lalu ia membuat adonan kue bersama, bahkan mengikuti acara tarian adat yang ada di desa tersebut. Tentu saja perasaan bahagia tak dapat disembunyikan oleh masyarakat di desa itu. Senyum yang mengembang terus tampak dilayar televisi seakan tidak ada hari sebahagia hari itu. Inilah kabar baik bagi mereka.

Demikian pula kelahiran Kristus itupun merupakan kabar baik bagi kita. Raja segala raja / pemimpin nomor 1 itu mau menghampiri ‘desa’ kita yang hina ini. Bahkan lebih lagi, ia datang bukan cuma untuk bersenang-senang dan jumpa fans. Ia datang dengan tujuan yang jelas: yaitu untuk menjadi juruselamat bagi kita semua.

Friday, December 10, 2010

Berkat 'Kecil' di Hari Senin



Kurang puas rasanya jika tidak membagikan berkat kecil yang terjadi dalam hidup ini. Senin malam yang lalu; sebelum berangkat latihan untuk drama Natal, saya memutuskan untuk makan di sup sodara langganan saya di Jl Irian. Sup dengan daging, tanpa isi dalam, ditambah nasi dan krupuk belinjo, itu kegemaranku. Sembari menikmati kehangatan sup tersebut mendadak kota Makassar diguyur hujan deras. Sudah biasa di kota ini kalau kita tidak bisa memprediksi cuaca yang akan terjadi.

Pukul 19.10 saya selesai menyantap semua itu dan hendak membayarnya. Namun alangkah ‘naas’ nya malam itu. Saya kelupaan untuk membawa dompet. Dengan kebingungan saya merogoh seluruh saku dan mencari di tas tenteng yang saya bawa, tetapi tidak ada serupiahpun yang saya miliki. Untungya penjual tersebut cukup peka. Sebelum saya mengatakan sepatah kata, ia berujar terlebih dahulu “Gak apa-apa kok. Besok juga tidak apa-apa. Sudah biasa pelanggan kalo kelupaan.” Itu anugerah yang pertama: kemurahan sang penjual.

Saya duduk terus di depot itu sambil menunggu hujan reda. Sebab motor saya terparkir tanpa atap. Waktu pun terus berlalu. Waktu sudah mendekati pukul 19.30. “Saya harus latihan, ga boleh telat. Udah deh nekat dikit” benakku sambil melipat celana panjang. Sewaktu saya melipat celana, seorang anak remaja yang saya bimbing beserta keluarganya masuk ke depot itu juga untuk menyantap makan malam di sana. Sayapun menyapa mereka dan sedikit berbincang-bincang. Namun karena waktu sudah tidak memadai akhirnya saya berpamitan: “Mari, saya duluan, mau latihan di gereja.” Tidak lupa saya berbisik kecil pada penjual sup itu “pak....Besok ya.” Bapak penjual itupun mengangguk kecil.

Akhirnya saya berlari ke motor saya dengan sedikit basah-basahan. Sesampainya di motor, tiba-tiba anak remaja saya keluar dan berkata “ko Hendra, supnya sudah di bayar sama papa. Koko ga usah bayar.” “Hah, kok tau kalo aku belum bayar?” benakku. Ternyata mereka menangkap maksud saya ketika berkata kepada penjual tersebut “Pak....besok ya.” Saya segera turun dari motor dan berkata “Tidak usah asuk /ai, ga usah repot-repot.” Mereka pun berkata “ga apa-apa kok. Anggap aja berkat Tuhan melalui kami.” Saya pun berterima kasih atas kemurahan mereka. Jauh di dalam hati, saya berterimakasih untuk kepekaan yang mereka miliki. Ini anugerah kedua.

Sepanjang jalan menuju gereja saya berpikir sederhana ‘wah...hal kecil seperti ini juga Tuhan perhatikan....Bagaimana dengan persoalan yang besar? Pasti Dia lebih peduli lagi.” Semenjak itu saya semakin yakin bahwa Tuhan akan memelihara kehidupan ini sampai pada akhirnya.

Sunday, December 05, 2010

MENCINTAI CINTA


Ah....

Aku mencintai cinta

Entah dari mana Ia tercipta

Membuat ujar tak berkata

Hanya terbubuh segores tinta


Sungguh....

Aku mencintai cinta

Tanpanya aku derita

Bersamanya aku jadi buta

Dengannya aku berpesta


Namun....

Cinta itu perlahan sirna

Menjadi begitu hina

Mata tidak lagi terpana

Hati tidak lagi mengena


Kini....

Hatipun merana

Menangisi sebuah cinta

Yang sebenarnya masih kupinta

Namun entah dimana


Karena itulah aku berdoa.....

“Tuhanku....

Guyur aku dengan cinta-Mu

dan biarkan cinta itu merembes kedalam pori-pori tubuhku

Sampai hati ini tidak menjadi beku”


Amin

Friday, November 26, 2010

Melalui Penderitaan



“Aku terlahir engan keadaan tidak sempurna....Pernah sangat minder.... tapi itu dulu....” Demikianlah sepatah kata dari seorang bapak yang bernama Tonggor Maruliasih Siahaan, atau biasa dipanggil si Boy. Boy mengalami kecacatan sejak ia lahir. Sejak keluar dari kandungan ibunya di sebuah rumah sakit di Jakarta, ia memiliki kedua tangan yang sangat pendek. Tulang yang ada dibalik lengannya adalah tulang rawan (seperti tulang hidung) yang sangat lemah, sehingga tangannya tidak bisa berbuat apa-apa.

Awalnya kondisi itu tidak menjadi masalah baginya. Boy masih bisa bermain bersama orang di kampungnya dan tidak ada seorang temannya yang pernah mengejeknya. Namun ketika memasuki SD, saat orangtuanya memasukinya di SLB tempat khusus untuk anak-anak cacat; di mana semua temannya mengalami kecacatan, ada yang memakai kursi roda, ada yang terkena polio, dsb. Lantas sadarlah dirinya bahwa ia berbeda dengan orang lain.

Semenjak itu si Boy terus merenung-dan merenung, mengapa ia terlahir cacat; Mengapa ia harus makan menggunakan kaki; mengapa tangannya tidak normal seperti yang lainnya; mengapa ia berbeda; dan mengapa orang-orang mulai memandangnya dengan sebelah mata. Hatinya pun menjadi sesak. Ia menjadi gelisah, dan dirinya terus diliputi rasa minder yang sangat. Ia pun menjadi malu kalau bertemu orang lain. Keengganannya membuat ia tidak mau keluar dari rumahnya. Akhirnya keluarlah pertanyaan penting yang diajukan kepada Tuhan “Tuhan....mengapa Engkau menciptakan aku seperti ini?” Orang tuanya berkata “Kau harus bersyukur dengan apa yang telah diberikan Tuhan. Jangan kausesali. Tuhan punya rencana yang barangkali kita tidak mengerti.” Mendengar itu si Boy tidak peduli. Baginya itu hanyalah kata-kata penghiburan belaka. Bukan ungkapan seperti itu yang ia butuhkan.

Sampai suatu saat ketika menjelang kelas 2 SMP, ia membaca perikop yang baru kita baca. Sebuah percakapan tentang dosa siapa mengenai orang yang buta sejak lahirnya, dan Tuhanpun berkata “Bukan ia dan juga bukan orangtuanya, namun karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia.” Ayat ini ternyata sangat menyentak batinnya. Dan semenjak itulah, Tuhan mengubah hidupnya. Ia menjadi sosok yang percaya diri, dan ia terus memuliakan Tuhan melalui kehidupannya. Ia masuk sekolah teologi, dan saat ini ia bekerja sebagai staf di Perhimpunan Gereja Indonesia. Memang penderitaan tidak selalu menetaskan hasil yang negatif. Justru penderitaan acapkali memamerkan kekuatan luar biasa yang ada di luar nalar kita yang menghasilkan sesuatu yang sangat positif. Setidaknya itulah pesan yang ingin Yesus sampaikan kepadanya.

Ketika Yesus dan murid-murid berjalan, mereka berjumpa dengan orang yang buta sejak lahir. Lantas murid-murid itu bertanya “Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?” Sudah menjadi kebiasaan di mana orang menghubungkan penderitaan itu dengan dosa. Bagi orang Yahudi, orang cacat itu adalah akibat dosa. Entah dosanya sendiri ataukah dosa orangtuanya, tidak ada yang tau. Yang pasti penyebabnya adalah dosa. Semua yang namanya penderitaan dipandang sebagai akibat dari dosa. Pandangan ini serupa dengan keadaan Ayub sewaktu menderita, dan ia juga dipersalahkan oleh ketiga temannya, dengan menganggap dosa Ayublah penyebabnya. Penderitaan selalu dikonotasikan negatif. Seakan-akan tidak ada yang baik dari apa yang namanya penderitaan.

Namun Yesus meresponinya berbeda. Di ayat 3 Ia berkata “Bukan....kalian keliru...penderitaan itu bukan karena dia, bukan juga karena dosa orangtuanya...namun karena ada pekerjaan-pekerjaan Allah yang harus dinyatakan di dalam dia.” Di sini Tuhan Yesus membenahi pandangan murid-murid yang keliru. Penderitaan tidak harus dikonotasikan negatif. Kalau kita menyimak perkataan Tuhan: ‘Ada pekerjaan yang HARUS dinyatakan di dalam dia....” seakan-akan hal baik itu harus dinyatakan lewat penderitaan. Ada pekerjaan besar yang bisa dilakukan lewat sebuah penderitaan, dan tanpa penderitaan, pekerjaan itu tidak dapat terlaksana. Ada sesuatu yang baik bahkan mulia dari apa yang namanya penderitaan.

Jadi penderitaan bukan karena doa orang tua kita, bukan pula karena dosa kita di masa lalu. Memang ada juga penderitaan yang diakibatkan karena dosa kita. Tapi tidak melulu penderitaan itu harus dikaitkan dengan dosa yang nista. Di dalam Yesus, sebuah penderitaan dapat melakukan perkara yang besar.

Di Amerika pernah dilakukan survey di mana ratusan orang diminta mengindentifikasi faktor apa yang paling membangun dalam pertumbuhan rohani mereka. Menariknya ternyata jawaban nomor satu sangat banyak melibatkan saat-saat penderitaan dan kesukaran. Acapkali penderitaan dan kesusahan itulah yang mampu mengubah seseorang. Acapkali karena penderitaan itulah hati yang beku dapat mencair. Acapkali karena penderitaanlah hati yang angkuh dapat menjadi lembut dan rendah hati. Penderitaan mampu mengubah seseorang, dan penderitaan dapat membuat seseorang menjadi seperti apa yang Tuhan inginkan. Penderitaan baik bagi kita.

Bukan hanya bagi kita, seseorang yang telah diubahkan melalui penderitaan memiliki kuasa yang luar biasa untuk memberkati orang lain. Sebut saja salah satu penulis syair Hymn yang terkenal Fanny Crosby. Sejak usia 4 tahun ia mengalami kebutaan. Sakit yang keras harus merengut dua jendela hatinya. Awalnya ia sangat menderita. Ia tidak dapat menerima keberadaan dirinya. Tapi pada akhirnya ia berjumpa dengan Tuhan dan ia mengalami perubahan yang luar biasa. Ketika pernah ditanya “Fanny apakah kamu menyesal karena kamu terlahir buta?” Fanny pun menjawab “saya tidak pernah menyesal terlahir sebagai orang buta, karena dari kebutaanku itulah saya dapat melihat Kristus dengan sangat jelas.” Keintiman dengan Tuhan itulah yang kemudian menghantarnya menuliskan (kurang lebih) 8000 lagu hymn yang dapat kita nikmati saat ini. Penderitaan itu ternyata sudah mengubah hidupnya, dan penderitaan itu telah berubah menjadi kuasa yang luar biasa untuk memberkati orang lain.

Saudara, penderitaan apa yang kita hadapi saat ini? Tentunya kita tidak pernah berpikir untuk mencari-cari penderitaan bukan? Tidak ada orang yang mau menderita. Semua orang ingin bahagia. Namun jika suatu saat dalam hidup kita; jika penderitaan datang tanpa diundang; dan penderitaan itu melekat erat dalam diri kita; sukar untuk dilepaskan; marilah kita sabar sejenak. Ingatlah bahwa semua itu bisa berdampak positif, baik bagi diri kita maupun untuk orang lain. Serahkan semua penderitaan dan keluh kesah mu pada Tuhan. Biarkan Tuhan yang meracik penderitaanmu menjadi kekuatan yang luar biasa bagi orang lain. Jadikan penderitaan itu sebagai salah satu seni dalam hidupmu. Berinteraksilah denganya. Apa yang Tuhan ingin kerjakan melalui penderitaan kita. Sekiranya melalui semua ini nama Tuhan dimuliakan melalui kita.

Friday, November 19, 2010

Doa Fransiskus Asisi



Membaca doa dari Fransiskus Asisi hati ini sangat tersentuh, dan ingin rasanya berdoa seperti itu. Tulisan kali ini saya hanya ingin membagikan isi doa tersebut. Kiranya bisa dihayati dan dimaknai dengan segenap hati.

Tuhan
Jadikanlah aku pembawa damai,
Bila terjadi kebencian,
jadikanlah aku pembawa cinta kasih,
Bila terjadi penghinaan,
jadikanlah aku pembawa pengampunan,
Bila terjadi perselisihan,
jadikanlah aku pembawa kerukunan,

Bila terjadi kebimbangan,
jadikanlah aku pembawa kepastian,
Bila terjadi kesesatan,
jadikanlah aku pembawa kebenaran,

Bila terjadi kesedihan,
jadikanlah aku sumber kegembiraan,
Bila terjadi kegelapan,
jadikanlah aku pembawa terang,

Tuhan semoga aku ingin menghibur dari pada dihibur,
memahami dari pada dipahami,
mencintai dari pada dicintai,
sebab
dengan memberi aku menerima,
dengan mengampuni aku diampuni,
dengan mati suci aku bangkit lagi,
untuk hidup selama-lamanya.
Amin.

Wednesday, November 10, 2010

Wai Gunung . . . .



Dahulu engkau sahabatku

Menjadi tempat untuk mengadu keluh

Memberi tentram dan rasa teduh

Rasa kagumpun terhimpun utuh


Namun kini engkau murka

Melupakan persahabatan yang tercipta

Mengeluarkan lahar amarahmu

Menyatakan panas hatimu


Wai gunung

Dahulu engkau adalah tempatku berlindung

Kini bagaikan ular tedung

Melenyapkan beberapa tulang punggung


Adakah hatimu terluka karenaku?

Adakah tingkah lakuku menyakitimu?

Atau mungkin engkau bosan denganku

Hendak mencari sahabat baru


Kini aku menangis pilu di depanmu

Membiarkan engkau melihat airmataku

Sengaja agar dikau terharu

Dan berhenti mengeluarkan panas murkamu


(Puisi untuk bencana Merapi)

Pray For Indonesia

Friday, November 05, 2010

Give Mercy (Imamat 25:35-38)


Angka kemiskinan dan pengangguran di Indonesia semakin hari semakin bertambah. Perkembangan teknologi membuat banyak pabrik dan perindustrian mengurangi tenaga pekerja mereka. Krisis demi krisis yang menyergap negeri kita juga turut andil dalam meningkatkan angka kemiskinan. Krisis yang terjadi menyebabkan minat pembeli menurun. Mau tidak mau banyak perusahaan mengurangi produksi, sehingga beberapa karyawannya harus di PHK dan lowongan kerja banyak yang dikurangi. Semakin banyaklah angka pengangguran dinegeri ini. Belum ditambah para pemimpin negara dan para pengusaha-pengusaha subur yang melakukan tindakan korupsi dan berbuat curang untuk menyedot uang rakyat. Ada juga kejadian di mana hasil panen para petani di beli dengan harga yang sangat murah; tidak sesuai dengan keringat yang mereka peras tiap hari. Maka terjadilah bahwa yang kaya menjadi tambah kaya, dan yang miskin semakin melarat. Ditambah lagi bencana alam yang semakin tidak bersahabat. Bencana itu menghabiskan milyaran harta benda dari orang-orang kecil. Penggangguran semakin banyak, dan angka kemiskinan semakin meningkat. Pengemis dan pengamen semakin marak di sudut lampu merah di kota-kota besar. Anak-anak kecil yang tinggal di jalan dan tidur berselimutkan langit semakin sering terlihat. Orang-orang yang meminta-minta semakin banyak....bukan karena mereka tidak mau memberi, melainkan tidak ada sesuatu yang dapat mereka berikan.

Di tengah kondisi negara seperti ini, apa yang seharusnya orang Kristen perbuat? Apa yang Tuhan inginkan untuk umat-Nya kerjakan? Perikop yang kita baca setidaknya memberitahukan kepada kita. Perikop ini berbicara tentang bagaimana seorang umat pilihan wajib untuk menolong sesamanya yang mengalami kesusahan / miskin. Jika kita memperhatikan keseluruhan kitab ini maka kita bisa menemukan 1 topik utama atau 1 maksud utama yang ingin disampaikan oleh penulis. Dengan jelas tema utama itu berbicara mengenai kekudusan hidup. Kalau boleh diringkaskan maka kitab Imamat ini dapat teringkas dalam sebuah perintah di pasal 11:44-45 “haruslah kamu menguduskan dirimu dan haruslah kamu kudus, sebab Aku ini kudus....” Bisa dikatakan Imamat merupakan sebuah buku panduan mengenai kekudusan, sehingga umat Allah boleh merasakan berkat Allah. Dari pasal 1-7 merupakan aturan-aturan tentang bagaimana mereka memberikan korban bakaran, sajian, pendamaian, dsb, dengan korban yang terbaik untuk kekudusan hidup; Pasal 8-10 berbicara tentang para imam yang harus menjaga kekudusan hidup; pasal 11-15 berbicara mengenai sesuatu yang halal dan yang haram (Seperti kusta, makanan, dsb); dan selanjutnya semua tema berbicara tentang ketetapan-ketetapan kekudusan, seperti kudusnya perkawinan, kekudusan hidup, kudusnya umat Tuhan, kekudusan dalam kebaktian, dsb.

Menariknya sampai perikop yang kita baca, penulis memasukan tentang bagaimana kita harus bersikap kepada orang-orang miskin atau orang yang tidak mampu. Dimana umat Allah harus memberikan kemurahan kepada orang-orang demikian. Dengan kata lain hubungan umat Allah dengan orang miskin itu termasuk dalam panduan kekudusan hidup. Jika kita bermurah hati kepada orang-orang miskin maka kita menjaga kekudusan itu. Tapi jika kita tidak bermurah hati, apalagi kita memanfaatkan dan memperbudak orang-orang miskin itu dengan kejam, maka kita sudah melanggar kekudusan itu.

Yang menjadi dasar untuk umat Allah memberi kemurahan terdapat di ayat 38 “Akulah Tuhan, Allahmu, yang membawa kamu keluar dari tanah Mesir, untuk memberikan kepadamu tanah Kanaan, supaya Aku menjadi Allahmu.” Inilah dasar mengapa umat Israel harus bermurah hati kepada orang-orang demikian. Karena mereka sendiri dulu adalah budak. Mereka dahulu adalah orang-orang miskin dan orang-orang kecil. Namun jika mereka bisa keluar dari perbudakan dan mereka akan memperoleh tanah yang dijanjikan itu itu semua tidak lain karena kemurahan Tuhan. Israel ada itu karena kemurahan Tuhan. Israel bisa diberkati juga karena kemurahan Tuhan. Oleh sebab itu, karena mereka sudah mendapat banyak kemurahan maka merekapun harus saling memberi kemurahan kepada orang-orang yang tidak mampu. Inilah dasar alasan mengapa umat Allah harus memberi kemurahan.

Dalam Perjanjian Baru suara untuk memberi kemurahan pada orang yang tidak mampu ini lebih ditegaskan lagi oleh Tuhan Yesus. Dalam perumpamaan tentang penghakiman terakhir Yesus berkata “Mari hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan. Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus kamu memberi Aku minum; dan ketika Aku seorang asing kamu memberi Aku tumpangan. Ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit kamu melawat Aku; ketika Aku dalam penjara, kamu mengunjungi Aku.” Lantas orang-orang benar itu bertanya “Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar dan kami memberi Engkau makan, atau haus dan kami memberi Engkau minum? Bilamanakah kami melihat Engkau sebagai orang asing, dan kami memberi Engkau tumpangan, atau telanjang dan kami memberi Engkau pakaian? Bilamanakah kami melihat Engkau sakit atau dalam penjara dan kami mengunjungi Engkau?” Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku. Jelaslah bahwa Tuhan mengkehendaki umat-Nya untuk memberikan kemurahan kepada orang-orang kecil.

Sikap ini juga yang Tuhan ingin kita lakukan ditengah maraknya orang-orang miskin di negeri Indonesia. Mereka membutuhkan kemurahan Tuhan. Dan kitalah yang harus menjadi alat penyalur kemurahan tersebut. Salah satu yang menjadi dasar kita memberi kemurahan itu adalah karena Tuhan sudah terlebih dahulu memberikan kemurahan bagi kita. Jika umat Israel diingatkan bahwa mereka sudah dibebaskan dari perbudakan Mesir, maka saat ini kitapun diingatkan bahwa kita sudah dibebaskan dari perbudakan dosa. Bahkan kita dibebaskan dengan kematian-Nya di atas kayu salib. Kemurahan Tuhan terlalu besar bagi kita. Sebab itu kita harus membalas cinta kasih Tuhan tersebut. Bagaimana membalasnya? Salah satunya dengan memberi kemurahan kepada mereka yang membutuhkan. Dengan cara itulah kita dapat belajar untuk membalas cinta kasih Tuhan.

Tuhan pernah berkata bahwa orang-orang miskin selalu ada pada kita. Karena itu akan selalu ada kesempatan bagi kita untuk membagi kemurahan pada mereka. Barusan ini kita dihebohkan dengan bencana-bencana yang berturut-turut menimpa bangsa kita. Baik tsunami maupun meletusnya gunung merapi, semuanya itu menyebabkan banyak rakyat kecil menjadi semakin miskin. Mungkin ini kesempatan bagi kita untuk dapat membagikan kemurahan. Mari kita berpatisipasi dalam menyumbangkan dana dan doa kita. Dan masih banyak lagi yang dapat kita lakukan untuk memberikan kemurahan kepada orang-orang disekitar kita. Marilah kita membagi kemurahan itu, karena Tuhan terlebih dahulu bermurah hati kepada kita. Amin

Friday, October 29, 2010

Percaya Walau Belum Melihat (Yos 2:1-11)



Tidak mudah bagi manusia untuk mempercayai sesuatu sebelum manusia itu mengalami dan melihat sendiri. Ketika jambore bulan September di Sendawar lalu dilangsungkan tiba-tiba saya mendapatkan sms dari koko saya yang berkata demikian “De, kamu masuk di koran Kaltim Post tuh.” “Hah kok bisa, emang gua habis ngapain sampe masuk koran? Gak mungkin ah!” Jawabku yang seakan tidak percaya dengan kabar tersebut. Masa ga ada kejadian pemicu bisa memasukkan ku dalam surat kabar. Ah gak percaya. Namun kemudian koko saya mengirim foto via handphone kepada saya. Ternyata apa yang dikatakannya benar. Fotoku dipampang di koran Kaltim Post karena waktu acara itu ada wartawan yang mengambil gambar penyematan kalung tanda peserta kepada beberapa peserta dari berbagai daerah oleh Bupati kota Sendawar. Berhubungan saya adalah perwakilan peserta dari Makassar maka saya ikut terjepret dan foto itu dimasukkan dalam surat kabar. Melihat bukti dan foto itu barulah saya percaya apa yang dikatakan koko saya.


Itulah yang sering terjadi dengan orang Kristen. Acapkali kita sukar percaya akan kebenaran FT dan janji Allah sebelum kita mengalami atau melihat sendiri kebenaran dan janji tersebut. Ada orang yang tidak percaya bahwa Tuhan itu ada. Namun setelah tertimpa bencana dan musibah barulah ia sadar bahwa ada penguasa alam semesta ini. Padahal bencana itu sudah sering diberitakan sebelumnya, hanya saja belum menimpanya; Ada orang yang tidak percaya bahwa Tuhan mampu menolong hidupnya, namun setelah diberi banyak masalah, dan ia melihat bagaimana Tuhan menolongnya, barulah ia percaya; Ada juga orang yang mengatakan kalau saya tidak percaya akan janji firman Tuhan ini dan itu sebelum saya mengalaminya sendiri, namun ketika keajaiban terjadi dalam hidupnya barulah ia percaya. Tak heran banyak orang yang berbondong-bondong meminta pengalaman-pengalaman rohani. Tak heran juga banyak orang yang bertobat dan menjadi hamba Tuhan setelah mendapatkan pengalaman-pengalaman tertentu. Sebab betapa sukarnya bagi kita untuk percaya sebelum kita melihat dan mengalami Allah dengan pengalaman sendiri.


Namun berbeda dengan tokoh Rahab yang barusan kita baca. Ia adalah seorang penduduk Yerikho yang tinggal di tembok istana. Alkitab menggambarkannya juga sebagai seorang pelacur. Suatu hari ia dikejutkan dengan kedatangan dua orang asing di rumahnya. Ia kira yang datang adalah laki-laki hidung belang yang ingin memakai jasanya. Tapi betapa terkejutnya karena ternyata orang-orang itu adalah mata-mata dari negeri Israel yang sedang berkemah di seberang sungai Yordan dekat dengan kota. Sebenarnya di kota itu sudah terdengar desas-desus bahwa orang Israel sudah bersiap-siap untuk menggempur Yerikho. Dan kali ini dihadapannya ada dua orang mata-mata yang berusaha menyelidiki kotanya untuk kemudian dihancurkan.


Saya kira Rahab pun menjadi bingung apa yang harus diperbuatnya. Apakah ia harus melapor kedatangan mata-mata musuh itu kepada raja? Atau dia harus berdiam diri? Ditengah kebingungannya tenyata kehadiran musuh itu sudah tercium oleh penduduk sekitar. Ada yang menghampiri raja Yerikho dan melaporkan bahwa ada mata-mata yang datang kekotanya. Jelas saja Raja segera memerintahkan untuk segera ke rumah Rahab untuk menangkap 2 mata-mata itu.

Sesampai di rumah Rahab apa yang terjadi? Kita sama-sama tahu bahwa akhirnya Rahab menyembunyikan 2 mata-mata Israel itu di sotoh rumahnya, dan ia mengatakan kepada pasukan negerinya bahwa mata-mata itu sudah keluar dari rumahnya. Sebenarnya keputusan ini keputusan yang tidak wajar. Keputusan yang wajar ialah mestinya Rahab melaporkan kehadiran dua mata-mata itu ke pengawal-pengawal raja. Bukankah yang mau dihancurkan adalah bangsanya sendiri? Kerabat, teman-teman, rekan kerja, bahkan mungkin sanak familinya semua ada di kota itu. Lagi pula yang menginginkan mata-mata itu adalah rajanya sendiri yang wajib ditaati. Seharusnya Rahab tahu resikonya jika ia ketahuan menyembunyikan mata-mata itu maka pastilah ia dijatuhi hukuman mati. Lagipula tidak pernahkah Rahab berpikir jika kotanya dihancur luluhkan bagaimana dengan masa depan dan pekerjaannya? Yakinkah ia akan diberi pekerjaan oleh orang Israel? Atau malah dijadikan budak dan menjadi lebih parah dari seorang pelacur.

Saya kira Rahab sudah memahami resiko-resiko yang akan dihadapinya. Namun mengapa ia masih memilih untuk menyembunyikan mata-mata Israel tersebut? Jawabannya ada di ayat 10-11, yaitu karena ia sudah mendengar apa yang Allah perbuat bagi umat Israel; antara lain mengeringkan air Laut Teberau; dan ia juga mendengar bagaimana Allah menyertai Israel mengalahkan raja Sihon dan Og. Dan karena apa yang didengarnya itulah akhirnya Rahab mengakui bahwa Allah Israel adalah Allah yang benar; Allah atas langit dan bumi. Baginya ketaatan kepada Allah yang benar jauh lebih bernilai daripada harus taat kepada raja negrinya sekalipun. Rahab percaya sebelum ia melihat dan mengalami Allah sendiri. Ia percaya ketika ia masih hanya mendengar.

Rahab berbeda dengan Gideon yang tidak yakin akan janji penyertaan Allah kepadanya. Rahab juga tidak sama dengan Filipus yang meminta bukti bahwa Yesus itu sudah bangkit. Rahab memiliki iman yang besar terhadap Allah pencipta langit dan bumi. Iman yang mengantarnya untuk percaya walau belum melihat. Kepada orang seperti inilah Yesus ingin berkata "....Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya. (Yoh. 20:29)."

Bagaimana dengan saudara? Sudahkah saudara menaruh rasa percaya kepada Tuhan walau saudara baru mendengar akan keajaiban cara kerja Tuhan kita? Atau mungkin pertanyaan yang lebih tepat: Masihkah saudara percaya kepada Tuhan walau saudara menghadapi jalan yang buntu? Mungkin saudara mengalami pergumulan yang berat saat ini. Kehidupan saudara sedang terombang ambing oleh badai kehidupan. Masa depan menjadi kabur dan jalan seakan semakin sukar untuk kita lewati. Kitapun menjadi bingung untuk mengambil sebuah keputusan. Dalam semuanya itu masihkah kita percaya akan tangan Tuhan yang senantiasa turut campur atas permasalahan kita? Masihkah kita percaya akan janji penyertaannya? Masihkah kita memiliki iman kepada-Nya? Mungkin kita belum menemukan jalan keluar dari kebuntuan masalah itu. Namun marilah kita tetap percaya bahwa Tuhan pasti bekerja. Percayalah walau kita belum melihat dan belum mengalami sendiri bagaimana Tuhan bekerja saat ini. Percayalah bahwa kita punya Tuhan yang benar dan ajaib. Dan percayalah bahwa kita punya Tuhan yang begitu mengasihi kita. Bukankah kita sudah mendengar bagaimana Ia rela tergantung di kayu salib untuk menyelamatkan kita? Karena itu percayalah.

Monday, October 25, 2010

Harta dunia Vs Harta Surgawi (Mark 10:17-27) #4



Memang uang dan harta merupakan godaan yang sangat berbahaya bagi manusia. Begitu mudahnya manusia terbelenggu olehnya. Orang kaya bergumul untuk tidak terikat oleh harta. Namun orang miskin pun bergumul untuk mengejar-ngejarnya. Begitu mudahnya manusia menempatkan harta untuk dijunjung tinggi dan disembah. Karena harta, manusia bisa membunuh sesamanya. Karena harta, seorang bisa menipu saudaranya. Karena harta seseorang bisa berselingkuh dan melanggar janji sakral pernikahan. Dan karena harta orang bisa memukul ibunya sendiri yang melahirkannya. Kita bisa melihat sejenak klip video ini (money). Saudara, hati yang terikat pada harta memang dapat merusak moral kita. Kasih, integritas, kejujuran, bisa terganti oleh tawaran harta yang menggiurkan. Bukan hanya bagi orang kaya, bagi orang kecil pun harta bisa menjadi berhala mereka. Beberapa tahun belakangan, hati ini miris ketika mendengar berita-berita televisi terhadap momen pembagian sembako. Tak jarang dikabarkan ada orang yang tewas sewaktu sembako dibagikan. Mereka tewas bukan karena penyakit jantung dsb. Tetapi kebanyakan mereka tewas karena terjadi aksi saling berebut, dan kemudian ada yang terjatuh, lalu tanpa peduli yang lainnya menginjak-nginjak orang itu. Tujuan mereka hanya satu, yaitu perut mereka bisa terisi. Tidak lagi peduli ada perut-perut manusia yang terinjak-injak dibawah kaki mereka. Program yang seharusnya bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan manusia itu acapkali malah merengut nyawa manusia.


Itulah harta. Hati yang terikat dan mengagungkannya dapat membuat nurani menjadi tumpul. Kasih menjadi dingin. Dan Tuhan menjadi terbelakang. Karena itu kepada orang-orang yang demikian; yang hatinya terikat kepada harta benda atau materi didunia; dan berambisi untuk mendapatkannya; Tuhan menganggap tidak lagi layak untuk masuk ke dalam kerajaan Allah.


Saya tidak tau bagaimana keadaan bapak ibu ditempat ini. Dimanakah posisi harta itu di hati bapak ibu sekalian? Adakah hati kita sudah terikat dan terpikat olehnya? Apakah mengejar harta dunia itu sudah menjadi prioritas utama sehingga kitapun mulai mentuhankannya? Ketika harta itu menjadi prioritas utama melebih Tuhan, disitulah kita gagal dalam menempatkan posisi harta itu sebagaimana mestinya.


Ciri-ciri orang yang mentuhankan harta dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-harinya. Seberapa jauh ia menganggap harta itu adalah anugerah Tuhan; jika seseorang sadar bahwa harta itu anugerah, dia akan begitu rela untuk membagikan berkat itu kepada pekerjaan Tuhan. Seberapa jauh ia memuliakan Tuhan dengan hartanya. Dan seberapa jauh ia memprioritaskan Tuhan dan hartanya. Saya memiliki seorang saudara Kristen yang diberkati Tuhan dengan melimpah. Pekerjaannya semakin hari semakin berkembang sampai ia berhubungan dengan pemerintah. Namun apa yang terjadi ketika pekerjaan itu berkembang? Ia mulai meninggalkan pelayanan dengan alasan sibuk. Seringkali ditengah-tengah firman Tuhan didengungkan di atas mimbar ia keluar ruangan untuk menyahuti telpon untuk urusan bisnis. Bahkan tidak jarang ia meninggalkan gereja ditengah-tengah ibadah. Ia sudah tidak lagi menghormati Tuhan, yang ia kejar hanyalah harta. Inilah salah satu ciri orang-orang yang lebih memprioritaskan harta daripada Tuhan.


Saudaraku, untuk orang-orang seperti inilah Tuhan ingin berkata “Orang yang beruang memang sukar masuk dalam kerajaan Allah.” Dan untuk orang-orang demikian Tuhan mau mengatakan “Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; dibumi ngengat dan karat merusakkannya.... tetapi kumpulkanlah bagimu harta di surga....” Sekali lagi Tuhan bukannya anti kekayaan, tetapi ia anti dengan hati yang memuja-muja kekayaan itu. Tuhan mau kita memprioritaskan Tuhan di tempat yang utama, bukan uang. Harta didunia hanya sementara, janganlah kita menjadikan harta dunia sebagai prioritas utama kita. Janganlah hati kita terbelenggu karenanya.


Pertanyaannya bagi kita, seberapa jauh kita memprioritaskan uang dalam hidup kita? Di atas Tuhankah? Atau bagaimana? Mungkin kita berkata “Tuhan, Engkau tahu bahwa aku sedang dalam kesusahan saat ini. Engkau mengerti keadaanku Tuhan. Jika aku tidak mengejar uang, bagaimana anak-anakku?” Kepada engkau yang berkata demikian Tuhan mau berkata “Janganlah engkau khawatir....Carilah dahulu kerajaan allah dan kebenaranya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.” Tuhan kita adalah Tuhan yang kaya, ia bisa memenuhi semua kebutuhan kita. Namun yang Ia inginkan adalah agar kita mendahulukan kepentingan-Nya, dan bukan kepentingan kita. Dengan demikian Tuhan yang akan menambahkan kebutuhan yang kita perlukan.


Saudara, sudah banyak anak-anak Tuhan yang memberi contoh dimana mereka dengan hartanya dapat memuliakan Tuhan, entah lewat bantuan terhadap orang lain, dukungan pelayanan, pembangunan gereja, dsb. Orang-orang ini sadar bahwa mereka memiliki harta yang banyak itu hanyalah titipan Tuhan. Mereka sadar bahwa semua yang mereka miliki itu hanyalah berkat dari Tuhan. Harta bukan untuk disembah, bukan untuk diagungkan, bukan sebagai prioritas utama. Namun harta itu mereka gunakan untuk kemuliaan Tuhan.

Kiranya hidup kita pun boleh terus memuliakan Tuhan. Karena dengan demikian kita sudah mengumpulkan harta yang sesungguhnya; yaitu harta surgawi.