Saturday, September 27, 2008

PERCAYA AKAN JANJI PENYERTAAN TUHAN (2) (Kejadian 15)

Saudara, selain sikap percaya merupakan sikap yang dibenarkan, Alasan kedua:

2. Karena jika Allah sendiri yang berjanji, Ia yang akan bertanggung jawab.
Saudara, manusia boleh mengingkari janjinya. Tapi Allah sekali-kali tidak akan mengingkari janji-Nya.
Saudara, jika kita melihat keesokan harinya di ayat 7, menarik sekali dimana Tuhan kembali mendatangi Abraham dengan memberikan janji akan sebuah negeri. Jika kita membandingkan dengan ayat 1, kita akan menemukan pola yang sama dalam janji Tuhan. Tuhan seringkali menggunakan kata “Akulah /anoki/ ani” yang menekankan dirinya sendiri yang akan menjamin janjinya (Akulah Tuhan, akulah perisaimu). Namun pola respon yang diberikan abraham pun sama. Sekali lagi di ayat 8 dapat kita lihat bahwa Abraham ragu. Ia mungkin percaya akan janji keturunan. Namun janji akan negri itu masih diragukannya.

Namun Tuhan tidak marah, melainkan Tuhan menyuruh Abraham untuk menyembelih beberapa jenis hewan kurban dan memisahkannya menjadi dua bagian, kecuali burung-burung. Saudara, pada zaman itu, sudah merupakan sesuatu yang lazim, jika ada 2 orang yang mengadakan perjanjian, maka mereka harus menepatinya. Untuk meyakinkannya, mereka akan membelah beberapa hewan yang dikurbankan menjadi dua bagian, kemudian dua pihak yang berjanji akan melewati potongan-potongan hewan itu bersama-sama. Itu merupakan sebuah upacara suci untuk menyatakan kesungguhan mereka dalam menepati janjinya. Jika ada satu yang melanggar janjinya, maka mereka akan terkena kutukan bahwa nasib mereka akan sama seperti hewan-hewan semblihan tersebut.

Menariknya Saudara, di ayat 17 dikatakan “ketika matahari telah terbenam, dan hari menjadi gelap, maka kelihatanlah perapian yang berasap serta suluh yang berapi lewat diantara potongan-potongan daging itu.” Saudara, perapian dan suluh seringkali melambangkan kehadiran YHWH. Itu kita dapat lihat dari kisah musa, Daniel, dll. Dan dalam peristiwa ini, suluh api tersebut melewati potongan korban tersebut. Ya, Allah melewati potongan-potongan daging itu. Apa maksudnya? Allah yang maha kudus itu bersedia masuk dalam kebudayaan manusia untuk memperkuat janji-Nya. Dan lebih menarik jika kita perhatikan, Allah melewatinya seorang diri. Tidak ada orang kedua yang melewati. Ini berarti Allah bersumpah setia kepada janji-janji-Nya. Perjanjian ini adalah perjanjian Allah, unilateral (sepihak), bukan Abraham. Allah seakan menempatkan dirinya pada kutukan jika Ia melanggar janji-Nya sendiri. Ia menyatakan bahwa Ia yang bertanggung jawab penuh terhadap janji-Nya. Mengapa ia bersumpah dengan dirinya sendiri? Ibrani 6:13 mengatakan, karena tidak ada yang lebih tinggi dari diri-Nya sendiri.

Saudara, demikianlah perjanjian Allah dengan manusia, yaitu perjanjian yang tanpa syarat. Allah kita adalah Allah yang tidak mungkin melanggar janji-Nya sendiri. Sekali Ia melanggar, maka ia tidak dapat dikatakan sebagai Allah yang Mahakudus.

Demikian pula halnya dengan janji penyertaan Tuhan. Tuhan kita adalah Tuhan yang senantiasa menyertai kita. Sebelum Ia dikandung oleh maria, Malaikat mengawali dengan nubuatan bahwa akan lahir seorang anak laki-laki yang dinamai Imanuel yang berarti “Allah menyertai kita”. Ditengah kehidupannya, di Yohanes 14:16 Tuhan menjanjikan seorang penolong yang lain, yaitu Roh Kudus, supaya Ia diam didalam kita dan menyertai kita selama-lamanya. Dan di akhir kehidupan-Nya, setelah Ia menyampaikan amanat Agung, Ia juga menyampaikan janji yang berbunyi: “Ketahuilah, aku akan menyertai engkau senantiasa sampai pada akhir jaman”.
Saudara, dapatkah Tuhan melanggar janji-Nya? Tidak!

Untuk memperkuat perjanjian itu, apa yang Tuhan lakukan? Jika dengan Abraham ia menempatkan dirinya kedalam perjanjian itu, di mana jika Ia melanggar ia akan terkena kutukan; maka saat ini ia memperkuatnya dengan kematian-Nya sendiri. Ia yang tidak berdosa itu, mau masuk ke dalam kutukan dosa, supaya saudara dan saya, yang seharusnya binasa ini, dapat diselamatkan. Bukan hanya masuk dalam keselamatan, namun juga masuk dalam genggamannya, agar Ia dapat senantiasa menuntun dan menyertai kita. Bahkan terlebih, ketika Saudara dan saya percaya, maka kita akan menjadi anak-anak Allah. Saudara, orangtua normal mana yang tidak menjaga dan menyertai anak-nya?

Saudara, ada sebuah suku di Indian, yang memiliki kebiasaan untuk mendewasakan anak laki-laki yang masih remaja dengan cara yang unik. Anak remaja itu, harus di bawa ke dalam sebuah hutan rimba yang liar semalaman. Ia di bawa oleh orang lain yang bukan keluarganya, dan matanya ditutup kain, sehingga ia tidak bisa melihat apa-apa. Dan ketika hari menjelang malam, barulah kain matanya di lepas, dan orang yang membawanya pergi meninggalkannya. Anak tersebut tidak boleh menangis / berteriak. Jika ia menangis / berteriak maka ia gagal.
Suatu ketika ada seorang anak yang sedang dalam proses pendewasaan itu. ia dituntun sampai di hutan, dan tutup matanya di buka menjelang malam. Hari semakin gelap, udara semakin dingin, nyamuk semakin ganas menggigit. Bukan hanya itu, auman serigala mulai terdengar, dan banyak hewan-hewan buas mulai mencari mangsanya. Anak inipun begitu ketakutan, tapi ia tahu, jika ia menangis / menjerit maka ia gagal. Akhirnya ia hanya merem menantikan hari esok.

Akhirnya hari esok pun tiba. Matahari mulai terbit, dan ia merasa senang sekali karena ia bisa melewati ujian tersebut. Namun ketika hari semakin terang, ia sangat terkejut karena melihat banyak bercak-bercak darah di sekitarnya. Dan lebih terkejut lagi, banyak hewan-hewan buas disekitarnya yang sudah mati. Ketika ia melihat ke belakang, barulah ia sadari, bahwa sang ayah yang tegap perkasa sedang berdiri di belakangnya dengan membawa panahnya. Ternyata sang ayah berjaga-jaga semalaman tanpa terlelap untuk melindungi anaknya.

Saudara, demikian juga dengan Tuhan kita, Ia senantiasa menjaga dan menyertai anak-anak-Nya. Seperti pemazmur mengatakan: sesungguhnya tak pernah terlelap dan tak pernah tertidur penjaga Israel, demikianlah Tuhan kita tidak pernah terlelap dan tertidur dalam menjaga kehidupan anak-anak yang dikasihi-Nya.

Saudara, bukankah Tuhan telah memanggil kita untuk menjadi anak-anak-Nya. Tuhan yang telah memanggil kita itu juga yang akan menuntun dan menyertai setiap langkah kehidupan kita. Ketika kita tinggal didalam-Nya, maka penyertaannya ada pada kita.

Saudara, pergumulan apakah yang membuat kita tidak percaya akan penyertaan Tuhan? Apakah masalah keluarga yang menghambat kita? Atau mungkin masalah ekonomi yang kritis? Masa depan yang abu-abu? Sakit-penyakit yang tak kunjung sembuh? Atau mungkin duri dalam dagingmu, yang terus menyiksa dirimu?

Saudara, percayalah kepada Tuhan. Ia yang sudah mati buat kita, ia juga yang berkata kepada kita “Aku menyertaimu senantiasa” Kematiannya sudah membuktikan segalanya.

Saudara, manusia mungkin dapat mengikari janji-Nya. Tapi Tuhan, tidaklah sekali-kali ia akan mengingkari janji-Nya, sebab ia adalah Allah yang kudus, suci dan maha tinggi. Ia yang berjanji, maka ia yang akan bertanggung jawab.

Saudara, hiduplah didalam Dia senantiasa, dan . . . .Percayalah, bahwa Ia akan menyertaimu!

PERCAYA AKAN JANJI PENYERTAAN TUHAN (1) (Kejadian 15)

Saat ini kualitas sebuah janji semakin dipertanyakan. Semakin merosotnya moral manusia membuat kualitas sebuah janji itu semakin menurun. Tak heran jika sekarang ini kita melihat bahwa proses sebuah perjanjian panjang dan rumit; Masing-masing pihak yang berjanji harus membubuhi tanda-tangan di beberapa lembar dokumen; Banyak kertas yang harus diteliti dan ditelaah, agar tidak terjadi kekeliruan; Ada resiko yang diterapkan jika perjanjian itu dilanggar, kalau perlu ada jaminan yang harus dipegang, dsb. Namun apakah setelah semua proses itu dilaksanakan, para pembuat janji itu dapat merasa tenang? Tidak! Terus ada keraguan dan rasa tidak percaya terhadap pihak lain. Ada ketakutan kalau-kalau orang tersebut akan memanipulasi kita dan merugikan kita. Bukankah banyak contoh orang yang tidak menepati janjinya? Mis: Suami yang melanggar janji suci pernikahan; Pejabat-pejabat dan pemimpin yang korupsi; pendeta yang berselingkuh dan berbohong. Lalu terlintas pikiran, Jika pemimpin-2 bahkan pendeta saja tidak dapat dipercaya, lantas siapa yang dapat dipercaya? Dari fenomena-fenomena inilah terdengar pepatah “tidak seorangpun yang dapat dipercaya, seorang pun tidak”.


Namun sangat disayangkan, ternyata sikap tidak percaya ini tidak hanya ditujukan kepada manusia yang bobrok, tapi juga ditujukan kepada Allah yang kudus. Manusia yang susah mempercayai janji sesamanya, ternyata juga susah untuk percaya akan janji Tuhan, secara khusus janji penyertaan Tuhan. Bahkan orang yang mengatakan dirinya anak Tuhan pun kerapkali meragukan akan janji Tuhan. Mereka berkata: “Tuhan mana janjiMu? Bukankah Engkau berjanji akan menyertai ku?” Saudara, mungkin kita adalah salah satunya. Namun apakah Tuhan mengkehendaki hal itu? Saudara, sebagai hamba Tuhan, sudah semestinya kita percaya penuh akan janji-janji Tuhan. Ada 2 alasan mengapa kita harus percaya pada janji -Nya?

1. Karena sikap percaya adalah sikap yang dibenarkan oleh Tuhan

Saudara, sikap ragu memang merupakan sesuatu yang manusiawi, namun sikap tersebut bukanlah sikap yang dibenarkan oleh Tuhan.

Saudara, Abraham adalah seorang bapak beriman yang memiliki pergumulan naik turun dalam mempercayai janji Tuhan. Jika kita melihat di pasal 12 dan 13, Tuhan memberikan dua buah janji yaitu sebuah negeri dan janji keturunan. Awalnya ia percaya akan janji itu, namun sayang sekali, dalam perikop yang kita baca, Abraham ragu. Saudara, pasal 15 ini merupakan pasal yang menunjukkan akan kekrisisan Abraham akan janji Tuhan. Untuk pertama kalinya, 2 kali ia mengalami keraguan di pasal ini.

Tuhan tahu itu, oleh karena itu Tuhan menghampirinya terlebih dahulu dalam sebuah penglihatan. Ss, di ayat 1 Tuhan berfirman “Janganlah takut Abram, Akulah perisaimu; upahmu akan sangat besar. Saudara, “jangan takut” ini merupakan pola yang sering digunakan Allah melalui nabi-nabinya untuk memberikan kekuatan kepada umat-Nya. Bukan hanya itu, Tuhan juga mengatakan “Akulah perisaimu” yang berarti, Tuhan akan melindungi dan menyertai. Terlebih lagi, Tuhan mengatakan bahwa “upahmu akan sangat besar”. Saudara, bukankah ini perkataan yang menguatkan?

Namun sayang sekali, Bapak orang beriman itu ragu. Tapi itu merupakan keraguan yang manusiawi, sebab waktu itu umurnya hampir mencapai 100 tahun sedangkan sara sudah berusia 90 thn. Secara logika, mana ada orang yang berumur segitu bisa melahirkan seorang anak. Itu mustahil! Jadi, wajarkan jika Abraham ragu? Oleh karena itulah Abraham mulai tidak percaya akan janji Allah. Ini terlihat Di ayat 2&3 dimana Abraham seakan mengajukan proposal kepada Tuhan agar Eliezer, hambanya itu, dapat menjadi ahli warisnya. Saudara, sudah merupakan adat yang lumrah pada waku itu di daerah mesopotamia jika seorang suami istri yang tidak memiliki anak, boleh mengadopsi anak untuk menjadi ahli warisnya. Adopsi ini bertujuan untuk menjaganya dihari tua dan menguburkan dengan layak. Oleh karena itu Abraham ragu, ia mulai mengandalkan pikirannya sendiri. Ia seakan berkata “Tuhan sudahlah, biarkan Eliezer yang menjadi ahli warisku. Toh, semua orang juga melakukan hal itu. Toh itu hal yang baik & wajar”.

Namun apa yang terjadi? Meskipun keraguannya masuk akal, meskipun proposalnya adalah sesuatu yang wajar, tapi proposal tersebut ditolak. Ditengah keraguannya, Allah mengajak Abraham untuk keluar. Di sebuah padang yang luas, Allah memaparkan karya lukisan yang sangat menakjuban berupa bintang-bintang yang berhamburan dilangit. Lalu Allah menyuruh Abraham untuk menghitung bintang-bintang itu. Namun ketika Abraham mulai mencoba menghitungnya, dia sadar bahwa ia tidak mungkin dapat untuk menghitung semua bintang itu, karena sangat banyak. Tiba-tiba suara yang begitu lembut berbisik kepadanya “Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu.” Saudara, mungkin pada waktu itu Abraham menangis, dan dengan bibirnya ia mengatakan “Aku percaya”. Saudara, Abraham percaya, walaupun penglihatan akan bintang-bintang itu tidak dapat dijadikan dasar untuk berharap. Abraham percaya walaupun apa yang dipercaya itu tampaknya mustahil.

Saudara sikap percaya seperti apa yang ditunjukan oleh Abraham? Kata percaya (ibrni “Amen”) ini memiliki bentuk hiphil yang mempunyai makna kausatif aktif, yaitu sikap percaya yang disebabkan karena subjek tertentu. Saudara, ini menunjukkan bahwa kepercayaan Abraham ini bukan kepercayaan yang tak berdasar. Namun kepercayaan yang dikarenakan ada subjek yang berjanji yaitu Tuhan. Saudara, Kata ini sendiri berarti percaya penuh, teguh, dan kokoh; yang mengandung unsur keberserahan, dan keyakinan akan janji Tuhan.

Dan tahukah saudara, sikap percaya Abraham ini diperhitungkan Tuhan sebagai kebenaran. Saudara, sikap percaya ini memang berkaitan erat dengan pembenaran. Diperhitungkan ini berarti: Pembenaran itu diimputasikan kepadanya. Ia yang merupakan orang yang tidak layak, dianggap benar oleh Allah karena sikap percayanya. Peristiwa inilah yang kemudian dikutip oleh Paulus dalam surat-suratnya, yang kemudian menjadi sebuah ajaran teologi agung kaum injili “justification by faith”.

Saudara, bukankah Tuhan Yesus juga menuntut sikap percaya kepada orang-orang yang dilayaninya. Kepada murid-2 yang tidak percaya ia berkata “Hai orang yang kurang percaya, mengapa kamu bimbang?” Tetapi kepada orang yang percaya Ia mengatakan “Sungguh besar imanmu, jadilah padamu seperti yang kau kehendaki.”

Saudara, dalam buku “the life u always wanted” salah satu kisah nyata yang sangat berkesan bagi saya tentang seorang lansia yang bernama Mabel. Ia tidak mempunyai suami dan orang tuanya meninggal ketika ia masih kecil. Suatu ketika ia terkena penyakit ganas yang membuatnya harus tinggal di RS selama sisa hidupnya. Tidak ada keluarga yang mengerti dan memperhatikannya. Perawatpun sangat sedikit pada waktu itu. Jikalau ada, mereka tidak akan tahan mengurusi Mabel, sebab penyakit Mabel sangat menjijikan. Mukanya digerogoti kanker, matanya buta, telinganya setengah tuli, ada luka besar di pipinya, yang membuat hidungnya bengkok, matanya turun sebelah, juga rahangnya turun sebelah, sehingga liur terus menetes. Baunya pun tidak sedap. Sudah 25 tahun ia terikat di tempat tidurnya. Hidup seorang diri dalam kesepian, bergumul dengan penyakitnya. Namun demikian ia tidak pernah menggerutu, bahkan ia seringkali menghibur pasien lainnya. Sampai suatu ketika ada yang melihat itu dan tertarik bertanya kepada Mabel, “Mabel selama 25 tahun di RS ini seorang diri, dan terus terikat di kursi roda, apa yang kau pikirkan?” Secara mengejutkan mabel berkata “Saya hanya berpikir tentang Yesusku. Saya berpikir betapa baiknya bahkan sangat baik ia dalam hidup saya. Saya adalah salah seorang yang paling puas, karena aku memiliki Yesus”. Lalu ia mulai menyanyikan lagu “Yesus segala-galanya..........”

Saudara, saya percaya, sikap Mabel yang percaya akan penyertaan Tuhan itu mendapatkan pembenaran oleh Tuhan.

Saudara, bagaimana dengan kita. Saudara, dalam hidup-Nya Tuhan banyak memberikan janjinya kepada kita. Salah satu janjinya yaitu janji bahwa ia akan menyertai kita. Sebenarnya kehidupan kita saat ini mirip dengan tokoh-tokoh iman dalam jaman PL. Jika mereka menanti kedatangan Tuhan, kitapun sedang menanti kedatangan Tuhan yang ke-2 kali. Dalam penantian itu sama-2 ada janji yang Tuhan berikan. Dan jika Tuhan menuntut sikap percaya untuk umatnya, maka ia pun juga menuntut kita anak-anak-Nya untuk percaya kepada-Nya. Saudara, sebenarnya mengandalkan kekuatan sendiri dalam menjalani penggilan ini merupakan salah satu sikap tidak percaya terhadap penyertaan-Nya.

Ss, Tuhan menginginkan sikap percaya terhadap janji-Nya. Walaupun temanmu tidak dapat dipercaya. Walaupun sahabat mu tidak dapat dipercaya. Bahkan mungkin keluargamu, saudaramu, istrimu, suamimu, atau orang yang paling dekat sekalipun tidak dapat dipercaya, Tuhan mau kita tetap percaya akan janji penyertaan-Nya. Walaupun pergumulan mu sangat mengkhawatirkan, walaupun keraguan itu manusiawi, sekali lagi, Tuhan tetap menginginkan kita percaya kepada-Nya. Karena itulah merupakan sikap yang dibenarkan oleh Tuhan

Sunday, September 21, 2008

Toleransi Dalam Dilema (II)

Ss, memang bukan suatu hal yang mudah untuk berdiri teguh melawan arus dunia ini. Seringkali kita tidak kuat untuk tidak mentolerir kebenaran. Namun, tahukah saudara, Tuhan tidak hanya memberikan celaan kepada orang yang mentoleransi kebenaran.

Tetapi Tuhan juga memberikan sebuah janji yang indah jika kita tetap bertahan dalam melakukan kebenaran.

Ss, diayat 22-23 Tuhan mengatakan:
Lihatlah, Aku akan melemparkan dia ke atas ranjang orang sakit dan mereka yang berbuat zinah dengan dia akan Kulemparkan ke dalam kesukaran besar, jika mereka tidak bertobat dari perbuatan-perbuatan perempuan itu.
Dan anak-anaknya akan Kumatikan dan semua jemaat akan mengetahui, bahwa Akulah yang menguji batin dan hati orang, dan bahwa Aku akan membalaskan kepada kamu setiap orang menurut perbuatannya.

Dikatakan bahwa Tuhan akan menghukum orang-orang yang berbuat jinah, yang suka menekan dan menyusahkan anak-anak-Nya. Tangan Tuhan teracung bagi mereka yang suka menyiksa umat-Nya, dan Ia akan menghukum mereka menurut keadilan-Nya. Bukankah itu sebuah janji yang indah bagi setiap orang percaya. Sebuah janji yang mengajak orang-orang percaya untuk bersabar dalam menantikan keadilan Tuhan.

Selanjutnya di ayatnya yang ke 26-28 dikatakan:
“Dan barangsiapa menang dan melakukan pekerjaan-Ku sampai kesudahannya, kepadanya akan Kukaruniakan kuasa atas bangsa-bangsa; dan ia akan memerintah mereka dengan tongkat besi; mereka akan diremukkan seperti tembikar tukang periuk—sama seperti yang Kuterima dari Bapa-Ku, dan kepadanya akan Kukaruniakan bintang timur.”

Ss, ini sungguh merupakan sebuah janji yang indah, di mana orang-orang kudus kelak akan diberikan kuasa untuk menghakimi dunia. Di dalam kesementaraan dunia ini mungkin orang-orang dunia bisa mengatur dan mencelakakan kita. Lingkungan menekan kita. Ketidakbenaran menindas orang-orang yang benar. Namun bagi orang yang tetap setia pada kebenaran itu (yang tidak mentolerir kebenaran), kelak, mereka akan menghakimi dunia ini bersama-sama dengan Kristus. Kita akan diberikan kuasa yang utuh, untuk menguasai dunia bersama-sama dengan Tuhan. Bukankah itu suatu janji yang indah?

Bukan hanya itu, mereka juga dijanjikan “bintang timur”. Frasa ini mengandung arti akan pengharapan di masa yang akan datang. Kita tahu dalam kitab Wahyu, Kristus sendiri dikatakan sebagai bintang timur yang gilang gemilang, yang berarti Kristus itulah pengharapan dari segala-galanya bagi setiap orang Kristen yang menang. Pengharapan itulah yang akan diberikan kepada kita. Pengharapan di mana kita akan berjumpa dengan Tuhan, sumber pengharapan itu. Dan pengharapan itu juga yang akan mengakhiri kesusahan kita dalam dilema-dilema didunia ini, serta menggantinya dengan kegembiraan yang luar biasa dalam hadirat Tuhan.
Ss, surat kepada jemaat Tiatira ini diakhiri dengan perkataan “Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat”. Ini menunjukkan bahwa semua yang dituliskan bagi jemaat Tiatira juga berlaku bagi kita saat ini.
Jadi saudara-saudara, hiduplah dalam kebenaran.
Taat dan setialah dalam melakukan perintah Tuhan.
Berjuanglah walaupun lingkunganmu tidak mendukung. Ingat Ada Tuhan yang senantiasa mendukungmu.
Dan ingat, ada pengharapan didalam kebenaran itu.
Leon Morris mengatakan “Unto the end reminds us that the Christian life is not a battle but a campaign. Perseverance is important”
Setialah! Amin

Saturday, September 13, 2008

Toleransi Dalam Dilema (I) (Wahyu 2:18-29)

Menjalani kehidupan sebagai anak-anak Tuhan ini penuh dengan dilema. Dilema antara melakukan kebenaran dari Firman Tuhan dengan realitas hidup yang membudaya dalam keseharian. Kebenaran itu dipertahankan pada mulanya. Namun karena bertentangan dengan realitas hidup, maka kebenaran itu semakin hari semakin terkikis. Bahkan apa yang seharusnya diangap tidak benar malah dianggap benar saat ini. Itu terjadi karena adanya toleransi.

Misalkan dalam kehidupan di kantor. Kita sama-sama tahu bahwa pembukuan ganda itu salah. Tapi jika kita tidak melakukannya, maka perusahaan kita akan kalah bersaing. Lalu timbulah toleransi disertai sebuah pernyataan “Semua orang toh melakukan pembukuan ganda. Itu hal yang biasa. Jadi itu bukanlah sesuatu yang salah”. Misal lagi, ketika kita di sekolah. Lingkungan kita semuanya merokok. Jika kita tidak merokok, kita akan susah bergaul dan tidak akan diterima oleh lingkungan. Bukan hanya itu, kita akan dianggap aneh, dikucilkan, bahkan mungkin sedikit “dianiaya”. Supaya tidak terjadi hal tersebut, lalu kita ikut terlibat dalam mengisap silinder kecil itu dan mengatakan “coba tunjukan ayat Alkitab yang mengatakan bahwa rokok itu dosa?”. Toleransi kebenaran berbicara dalam sebuah dilema.

Namun pertanyaannya, apakah boleh seperti itu? Bolehkah toleransi dibiarkan bekerja dalam sebuah dilema? Bolehkan kebenaran diganti dengan realitas hidup yang tidak benar? Ss, Dalam kitab Wahyu yang sudah kita baca, kita akan menemukan jawaban atas hal tersebut. Ada kebenaran-kebanran yang penting dalam kitab ini yang harus dipegang.

TUHAN MENCELA SIKAP TOLERANSI

Ss, kitab wahyu merupakan kitab pernyataan Allah yang ditunjukkan melalui rasul Yohanes. Kitab ini bersifat preteris (yang bermanfaat untuk masa lampau), historikal (untuk masa sekarang), dan futurist, yang mewakili kehidupan mengenai gereja di segala tempat dan segala abad. Oleh sebab itu, kitab wahyu juga tetap relevan terhadap zaman pasca modern saat ini.

Dalam perikop ini, Yohanes memulai dengan menyatakan “Inilah Firman Allah, yang mata-Nya bagai nyala api, dan kakinya bagai tembaga”. Di sinilah satu-satunya surat Kristus yang khusus menyebutkan diri-Nya sebagai Anak Allah. Ia mempunyai mata bagaikan nyala api yang mempunyai daya pandang menembus, yang berarti tidak ada sesuatu yang tersebunyi bagi-Nya. Api juga mempunyai fungsi menerangi dan sekaligus menghanguskan, sehingga segala dosa dan hal yang tidak berkenan bagi-Nya tidak akan tersembunyi dan tidak akan bertahan di hadapan-Nya. Sedangkan, kaki bagai tembaga itu berarti Ia mampu menghancurkan segala sesuatu, termasuk dosa. Dosa apa yang dilakukan jemaat Tiatira?

Ss, Tiatira merupakan kota yang terletak di lembah yang panjang yang menghubungkan lembah Hermus dan sungai Caicius yang kini dilalui jalan kereta api; dan posisi geografis inilah yang menjadikan kota ini begitu penting. Karena itu kota ini menjadi pusat perdagangan yang hebat, khususnya dalam industri kain celup dan barang-barang wol. Seperti yang kita ketahui, Lidia penjual kain ungu berasal dari Tiatira (Kis 16:14). Wajar saja jika kota ini mempunyai serikat dagang yang sangat banyak. Sarikat dagang ini adalah sebuah perkumpulan untuk saling menguntungkan dan melayani di antara para pedagang. Ada sarikat kerja dibidang wol, perunggu, lenan, pembikar roti, kulit dll.

Namun justru disitulah yang menjadi persoalan jemaat Tiatira. Jemaat mengalami sebuah dilema. Ss, dalam sarikat dagang pada waktu itu mereka mempunyai kebiasaan makan bersama. Hal ini sangat sering dilakukan di kuil-kuil. Mereka memulai dan mengakhiri acara makan dengan memberi pengorbanan resmi kepada dewa-dewi, dan daging yang dimakan adalah daging yang sudah dipersembahkan kepada berhala. Selain itu, perjamuan bersama ini sering disertai dengan mabuk-mabukan dan perbuatan asusila. Apakah mungkin orang Kristen mengikuti sarikat semacam itu? Jika mereka menolak bergabung dengan serikat itu sama artinya dengan menolak persatuan dagang masa kini. Artinya, kehilangan prospek dalam dunia dagang. Disinilah mereka mengalami sebuah dilema. Jika ia mengikuti aturan main, maka mereka akan mendapatkan keuntungan dari sarikat itu. Namun jika mereka tetap ingin hidup benar, maka resikonya, dagangan mereka akan sepi, tidak laku, bahkan mungkin bisa terpuruk.

Oleh karena itu ada sebuah gerakan yang dipimpin oleh Izebel. Izebel ini mungkin bukan nama sebenarnya. Namun ini mewakili perempuan jahat yang ada dalam kitab PL, di mana Izebel itu menyesatkan orang-orang Israel untuk melakukan perjinahan rohani dengan menyembah Baal. Dalam kitab Wahyu, nabiah yang diberi nama Izebel inilah yang kemudian mengajak umat Kristen untuk berkompromi/ bertoleransi dengan standar-standar dunia untuk kepentingan bisnis dan keuntungan dagang, dengan mengatakan bahwa Roh Kudus dapat melindungi mereka dari bahaya apa pun. Izebel menyesatkan jemaat dengan menganggap praktik-praktik itu adalah sebuah kebenaranSaya kira, banyak jemaat yang akhirnya memutus kan untuk mengikuti sarikat-sarikat itu demi kelangsungan masa depan mereka. Namun pasti juga ada yang tetap bertahan. Oleh karena itu Tuhan mencela jemaat diTiatira.

Ironinya, Tuhan mencela mereka, walaupun sebelumnya di ayat 19, Tuhan memuji akan kasih mereka (yang tidak dimiliki jemaat Efesus, yaitu kasih mula-mula); iman mereka (yang merupakan inti kebenaran akan orang percaya); Pelayanan yang baik; ketekunan seperti jemaat di Semirna (dari kata hupomeno, yang berarti bertahan dibawah suatu tekanan); bahkan Tuhan menambahkan pujian bahwa pekerjaan mereka yang terakhir itu lebih banyak dari yang pertama (ay.19b). Ss, gereja ini merupakan sebuah gereja yang ideal. Namun Tuhan tetap mencela mereka.

Tuhan mencela mereka karena mereka membiarkan Izebel menyesatkan hamba-hamba Tuhan untuk berbuat zinah dan makan-makanan berhala. Kata membiarkan ini dalam bahasa aslinya “avfei/j” memiliki arti: tolerate, give up, permit. Ya, jemaat Tiatira dicela karena mereka mentoleransi suatu hal yang tidak benar dan membuatnya seakan-akan benar. Jemaat Tiatira dicela karena dalam dilema, mereka lebih memilih berkompromi terhadap pemikiran dunia. Jemaat Tiatira dicela karena mereka lebih memilih untuk memuaskan kebutuhan materi mereka daripada kebutuhan akan kebenaran.

Ss, sama seperti teguran terhadap jemaat Tiatira, sebenarnya Tuhan juga tidak mengkehendaki setiap kita (jemaat gereja-Nya saat ini) bertoleransi terhadap dilema yang menempatkan kita pada kebenaran dan ketidak-benaran. Dalam pergumulan serumit apapun, Tuhan tetap menginginkan kita untuk melakukan yang benar. Walaupun kerjaan kita terancam, meskipun kita mungkin akan kehilangan teman-teman kita, atau mungkin kita bakal dimusuhin oleh keluarga kita sendiri, apapun situasi dan kondisi kita, Tuhan tetap menuntut kita untuk melakukan yang benar. Tuhan tidak menginginkan kita mengambil sikap toleransi dalam sebuah dilema. Bahkan, Ia mencela setiap anak-anak-Nya yang suka mentoleransi kebenaran. Tidak peduli seberapa baik dirimu, seberapa giat dirimu melayani, seberapa tekun, bahkan seberapa kasihmu kepada Dia, Tuhan akan tetap mencela orang-orang yang tidak bertahan dalam kebenaran.

Jika dikontekskan kejaman sekarang, itu berarti Tuhan mencela orang-orang yang melakukan pembukuan ganda dikantor; Ia mencela anak-anak Tuhan yang lebih memikirkan pergaulannya dari hal-hal yang benar; Ia juga mencela setiap anak-anak Tuhan yang bersikap pasif ketika melihat ketidakbenaran, kecurangan, kesesaran terjadi digereja; IA juga mencela setiap anak-anak-Nya yang lebih mementingkan hidupnya daripada mementingkan kebenaran Firman Tuhan.

Monday, September 08, 2008

My Prayer

Tuhan...
Dalam kesesakanku...
Aku memerlukan wajah-Mu

Kugali-gali makna kebenaran
Kusimak taurat dan alamMu
Kupelajari gambar dan rupaMu
Kucari hikmat yang melayang-layang

Namun kutidak mendapat
Otak ini terlampau kecil
Terlalu kecil untuk kebenaran
Ingat satu melupakan dua

Oleh karena itu...
Rongsok hatiku sesak
Menangis iri jiwa
Meminta belaskasihan
Untuk sebuah kebenaran

Ya Tuhan...
Dalam kesesakanku
Aku merindukan Engkau
Sangat rindu....
Untuk menikmati kebenaran

--- Lihatlah Air Mataku ---