Sunday, July 31, 2011

Penyesalan Yang Terlambat (Luk 16:19-31) #1




Pernahkah saudara mengalami sebuah penyesalan yang terlambat? Dalam pekerjaan misalnya; Kita sedang bernegoisasi dengan seseorang yang begitu kita percayai. Istri dan beberapa kerabat sudah mengingatkan kita untuk tidak melakukan negoisasi dengan orang tersebut. Tapi karena kita terlalu yakin akan diri sendiri, dan tidak menghiraukan peringatan sekitar kita, akhirnya bisnis mengalami kerugian besar. Kita ditipu dan dikhianati...dan kita menyesal; Atau Dalam hal relasi, mungkin kita pernah melontarkan perkataan yang begitu menyakiti orang terdekat kita. Perkataan itu seperti paku yang tertancap dalam dalam hatinya, sehingga sampai saat ini hubungan kita dengan orang itu tidak lagi bisa sedekat dulu. Dan akhirnya kita menyesal, tapi kita tidak bisa berbuat apa-apa lagi, dia sudah pergi...hubungan sudah terlanjur rusak; Mungkin juga kita pernah melakukan kesalahan-kesalahan lainnya. Kita sudah diingatkan, tapi kita tidak menghiraukannya. Sampai menuai akibatnya baru kita merasa menyesal. Ada seorang gadis remaja yang begitu menyesali hidupnya. Gadis ini berpacaran dengan seorang pria nakal, yang tidak jelas asalnya. Orangtuanya sudah memperingati dia untuk tidak berhubungan dengan pria tersebut. Tapi dengan angkuh ia berkata bahwa “mama, saya sudah besar, saya bisa menjaga diri saya sendiri”. Namun apa yang terjadi? Beberapa bulan mereka menjalin hubungan, dan akhirnya gadis ini hamil di luar nikah. Setelah hamil kekasihnya langsung meninggalkan dia, tanpa mau bertanggung jawab. Ia menangis dan menyesal. Tapi penyesalan itu sudah terlambat.

Pernahkah kita mengalami penyesalan yang demikian? Sebuah penyesalan yang terlambat. Ketika itu terjadi perasaan kita tentunya sangat tidak enak bukan? Kita ingin memutar kembali waktu yang lalu, namun waktu begitu kejam meninggalkan kita. Kita berupaya memperbaiki semuanya, namun semuanya sudah terlanjur. Tidak ada yang dapat diperbaiki, kecuali memperbaiki rasa sesal itu sendiri. Saya yakin setiap kita pernah mengalami situasi yang demikian. Dan kita berharap situasi itu tidak akan pernah terjadi lagi dalam hidup ini.

Kisah / perikop yang baru kita baca juga berbicara tentang sebuah penyesalan yang terlambat. Saya yakin kisah ini dituliskan juga untuk mengingatkan kita agar kita tidak menyesal sama seperti orang yang berada dalam kisah ini.
Dikisahkan ada dua orang yang begitu berbeda. Yang pertama adalah seorang kaya. Dikatakan ia memakai jubah ungu sama seperti pakaian yang dikenakan oleh orang-orang bangsawan. Kemudian dia memakai kain halus, mungkin semacam sutra, yang tentunya hanya dimiliki oleh orang-orang kaya. Mungkin ia memiliki rumah yang besar. Dikatakan setiap hari dia bersukaria dalam kemewahan. Mungkin hartanya terlalu banyak sehingga dia bisa berpesta setiap hari dalam kemewahan. Tapi walau demikian namanya tidaklah ditulis dalam Alkitab.

Sementara itu orang yang kedua adalah seorang yang sangat miskin. Dikatakan setiap hari ia duduk dipintu gerbang rumah orang kaya itu untuk mencari makan. Biasanya dia hanya menerima remah-remah roti yang jatuh dari meja orang kaya tersebut. Budaya bangsawan pada waktu itu begini: roti akan disediakan untuk menghilangkan lemak yang melengket ditangan mereka. Mungkin mereka baru makan daging bakar yang penuh dengan lemak dan minyak. Jadi untuk membersihkannya, mereka akan melapkan roti itu sebagai penyerap kotoran ditangan mereka. Roti yang hancur menjadi remah-remah itulah yang kemudian dibuang dari meja dan jatuh kelantai. Itulah yang dimakan oleh orang miskin itu. Bukan hanya miskin, tapi ia juga penyakitan. Badannya penuh dengan borok sehingga tiap hari anjing-anjing jalanan menjilat boroknya. Sungguh keadaan yang sangat kontras dengan orang kaya tersebut. Tapi walau demikian orang miskin itu disebutkan namanya. Yaitu Lazarus, yang berarti ‘Allah menolong’. Yang pasti mereka berdua sama-sama orang Yahudi. Orang kaya itu jelas orang Yahudi karena ia mengenal siapa Bapak Abraham. Sedang Lazarus adalah orang Yahudi karena dari namanya jelas adalah nama Yahudi.
Singkat cerita dua orang yang begitu berbeda ini sama-sama meninggal. Baik orang kaya maupun orang miskin itu harus menghadapi realita yang sama, yaitu kematian. Namun perubahan 180 derajat terjadi di alam kematian itu. Lazarus yang dulunya menderita kini bahagia berada dalam pangkuan Abraham. Ia dihitung sebagai orang beriman sehingga ia bisa menikmati Surga bersama dengan Abraham, bapak orang beriman. Sebaliknya orang kaya yang selalu bersukaria dahulu itu sekarang dikatakan menderita sengsara di alam maut. Kini keadaan berbalik. Ternyata kekayaan tidak dapat menjamin sebuah kebahagiaan.

Kalau kita pikir baik-baik, hal apa yang diperbuat oleh orang kaya sampai ia harus mendekap di neraka tempat penderitaan kekal? Dia tidak membunuh, dia bukan seorang pemeras, dia juga bukan seorang penjahat, dsb. Setidaknya Alkitab tidak menuliskan ada kejahatan yang dilakukannya. Satu-satunya kesalahan dari orang kaya ini yang tercatat adalah ketika ia tidak peduli terhadap orang yang membutuhkan uluran tangannya. Ia seorang Yahudi. Sejak kecil orang Yahudi sudah dididik dalam Firman Tuhan untuk mempedulikan orang yang susah. Mereka adalah orang yang beragama. Mereka dididik dimana orang yang diberkati banyak harus memiliki rasa belas kasihan kepada sesama yang membutuhkan. Yesus sendiri pernah mengajarkan bahwa salah satu hukum terutama ialah kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tapi orang kaya ini mengabaikannya. Ia mengabaikan Lazarus yang setiap hari duduk didepan pintu rumahnya. Ia mengabaikan untuk memberikan belas kasihan. Dan terlebih, dia telah mengabaikan firman Tuhan untuk mengasihi sesamanya manusia. Memang ada pepatah bahwa diam itu emas. Tapi ketika kita berdiam diri melihat kesusahan orang lain maka itu adalah dosa.

Saya pernah membaca sebuah cerita, dimana ada seorang Bapak yang sedang duduk-duduk santai di sore hari di teras rumahnya, kebetulan di depan rumah ada seorang anak kecil berusia 7 tahun yang sedang main bola sendirian di jalan. Dari jauh ada sebuah kendaraan truk yang melaju agak cepat. Bapak yang sedang santai ini berpikir jika anak ini tidak cepat kembali kerumah atau minggir pasti akan tertubruk oleh truk tersebut. Dan benar...truk yang berjalan dengan cepat itu akhhirnya menubruk anak tersebut. Karena suara tubrukan yang kencak dan teriakan orang sekitar, maka keluarlah ibu anak tersebut dari dalam rumah, sang ibu yang melihat anaknya menggelepar tanpa daya itu lantas teriak dan menangis tidak karuan. Bapak yang duduk itu berkata pada salah seorang tetangga yang keluar untuk melihat: “Tadi saya sudah menduga, kalau anak itu tidak menyingkir pasti akan celaka. Dan benar dugaan saya itu.” Saya kira sikap bapak ini keterlaluan bukan? Sebenarnya bapak ini masih sempat menolong anak itu atau paling tidak berteriak suruh menyingkir. Tapi bapak ini diam saja dan hanya bermain-main dengan prediksinya. Ketika ia diam melihat orang lain yang butuh pertolongan, pada saat itulah dia sudah berbuat dosa.

Kira-kira itulah yang dilakukan orang kaya tersebut. Ia sama sekali tidak bergeming melihat penderitaan Lazarus. Padahal setiap hari Lazarus duduk dipintu gerbang rumahnya. Karena itulah ia menyesal atas perbuatannya selama ini. Kini ia hidup jauh lebih sengsara daripada Lazarus. Jika dulu Lazarus memakan remah-remah roti yang jatuh dari mejanya, kini orang kaya itu meminta setetes air dari jari yang dicelupkan air. Sungguh ironi. Tapi sayang penyesalan itu sudah terlambat. Ia harus mengalami penyesalan seumur hidup.

Saya kira ini juga merupakan peringatan bagi kita. Sebuah peringatan dimana kita diminta untuk tidak berdiam diri ketika melihat orang lain membutuhkan uluran tangan kita. Sebuah peringatan agar kita boleh menyatakan kasih yang bukan hanya dimulut, tapi dengan tindakan yang nyata kepada orang lain. Yakobus sendiri pernah berkata bahwa setiap kita akan dihakimi sesuai dengan perbuatan kita. Memang ketika berbicara tentang keselamatan tidak ada sangkut pautnya dengan perbuatan. Itu anugerah Allah. Tetapi berbicara tentang penghakiman, maka perbuatan kitalah yang akan dihakimi. Karena itu selagi kita masih hidup mari kita nyatakan kasih Kristus melalui hidup kita. Tunjukkan hidup yang menghasilkan buah. Ketika kita hanya mau menerima anugerah, tapi tidak mau membagikan anugerah itu maka kita telah terjebak dalam sebuah tindakan dosa.

Friday, July 22, 2011

ORANG KRISTEN YANG ‘SUKSES’




Tidak ada orang di dunia ini yang ingin mengalami kegagalan. Semua orang mengejar dan berjuang untuk mencapai kesuksesan. Itulah mengapa seminar-seminar motivasi tentang kesuksesan laris manis dan orang berbondong-bondong mengikutinya. Saya yakin setiap kita yang ditempat inipun juga sedang mengejar apa yang namanya kesuksesan itu.

Berbicara tentang kesuksesan, sebenarnya apa sih kesuksesan itu? Ada yang mengatakan bahwa orang sukses adalah orang yang kaya. Tapi ada banyak orang kaya yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Ada juga yang mengatakan orang sukses itu adalah orang yang terkenal. Tapi tidak juga selalu demikian. Almarhum Michael Jackson, raja pop yang belum tersaingi sampai saat ini, tidak diragukan kepopularannya. Tapi dia pernah mengatakan bahwa ia merasa kesepian dan membutuhkan kasih sayang. Hidupnya tidak bahagia. Ada juga yang mengatakan bahwa orang sukses itu adalah orang yang berkedudukan. Namun banyak orang-orang yang berkedudukan dan yang memiliki banyak gelar tersebut menjadi korban teror dari penjahat-penjahat, dan akhirnya mereka stress, bahkan ada yang menjadi gila karena hal itu. Dapatkah orang-orang demikian disebut sebagai orang sukses? Tidak!

Jadi sebenarnya apa itu sukses? Bagaimana seseorang dapat dikatakan sukses? Dalam sebuah kamus encarta yang saya baca, sukses itu memiliki arti “dapat mencapai sesuatu seperti yang direncanakan atau ditargetkan.” Kalau demikian pengertian sukses berarti sukses itu tergantung dari masing-masing orang.
Tergantung apa target orang tersebut, dan tergantung tingkat kepuasan dari seseorang dalam mencapai targetnya. Saya pernah mengunjungi seorang rekan saya. Dia teman seangkatan saya, dan usahanya cukup berhasil, sehingga saat ini dengan usahanya dia sudah bisa beli mobil dan rumah sendiri. Terus saya berkata sama dia “Wow.... kamu sekaran sudah sukses ya...” segera saja ia menyela “Ahhh...tidak la.... sukses apanya....ga ada apa-apanya ini...jauh dari sukses....” Mengapa bisa terjadi demikian...karena standar kita berbeda.

Nah, karena itu jika kita ingin menilai kesuksesan yang sesungguhnya, yang paling objektif, kita harus kembali pada Firman Tuhan. Kita harus kembali kepada apa sih target atau tujuan dari pencipta kita menciptakan kita. Sama seperti sebuah piring. Tentunya kita tahu bahwa piring diciptakan sebagai alas untuk menaruh makanan. Tapi saya pernah melihat sepasang suami istri bertengkar dan mereka lempar-lemparan piring sampai pecahannya di mana-mana. Tentunya piring itu ‘gagal’, karena tidak sesuai dengan target pencipta piring menciptakannya. Demikian juga dengan kita. Jika kita ingin tahu seberapa sukses kita, maka kita harus tahu, apakah kita sudah mencapai target yang diinginkan oleh pencipta kita atau belum.

Kalau begitu untuk apa sih sebenarnya kita diciptakan? Paulus dalam surat Kolose 1:16 mengatakan “karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana, maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia.” Setiap manusia diciptakan untuk mencapai tujuan Allah. Yaitu “untuk dia”. Ini bukan mengenai kita manusia, namun mengenai Tuhan. Ini bukan berbicara tentang target-target kita, tapi tentang target Tuhan dalam hidup kita. Rick Warren pernah mengatakan “Anda dijadikan oleh Allah dan untuk Allah – dan sebelum anda memahaminya, kehidupan tidak akan pernah bisa dipahami.” Jadi jika kita ingin menjadi orang yang sukses, bukan dengan memasang target dan sasaran sesuai dengan keinginan kita, tapi bertanyalah, apa sih tujuan Tuhan menciptakan saudara dan saya. Dan capai target itu.

Secara umum mungkin kita semua sudah tahu bahwa kita diciptakan untuk kemuliaan Allah dan menyenangkan hati Tuhan. Tapi saya yakin bahwa Tuhan memiliki tujuan / target khusus dalam hidup kita masing-masing. Mungkin diantara kalian ada yang diciptakan untuk menjadi seorang pengusaha kristen yang memberkati banyak orang. Mungkin di antara kalian ada yang diciptakan menjadi seorang guru, yang walaupun gajinya kecil tapi pekerjaannya sangat mulia. Mungkin ada yang diciptakan untuk menjadi ibu rumah tangga yang memuliakan Tuhan lewat keluarganya. Mungkin ada juga yang kelak akan dipanggil menjadi hamba Tuhan seperti saya. Saya percaya setiap kita sudah ditetapkan dengan tujuan dan target khusus dalam hidup ini. Bahkan ketika hidup kita tampak ada banyak kegagalan, Tuhan bisa saja punya maksud dari itu semua untuk melakukan pekerjaannya.

Di Alkitab ada seorang nabi bernama Yeremia. Dia seorang nabi yang menyuarakan suara Tuhan untuk bertobat. Tapi tidak ada satu orang Israelpun yang bertobat karena perkataannya. Secara kasat mata Yeremia tampak gagal. Namun dimata Tuhan ia adalah seorang yang sukses, karena telah menjalankan tugasnya dengan baik.

Orang-orang sederhana pun dapat dipakai Tuhan menjadi seorang yang sukses. Saya sangat menyukai film Simon Birch. Walaupun ini bukan kisah nyata, tapi ini mewakili banyak kisah nyata yang ada didunia ini. Dikisahkan ada seorang anak kecil yang bernama Simon. Dia seorang yang sederhana bahkan dapat tergolong miskin. Bukan hanya itu, iapun adalah seorang anak yang cacat dimana tubuhnya agak cebol dan tidak lagi bertumbuh. Ia tidak disuka oleh semua teman-temannya. Bahkan gurunya juga tidak suka kalau Simon ada di kelasnya. Orangtuanyapun tidak memperhatikan dia. Bagi banyak orang, keberadaan Simon hanya akan membawa sial. Terkadang Simon putus asa dengan dirinya. Tapi ia sering berkata pada dirinya “Tuhan tidak menciptakan saya secara kebetulan, Tuhan pasti punya maksud dalam hidup saya.” Berulang kali ia mengungkapkan hal itu pada dirinya dan temen-temennya. Sampai suatu waktu, ketika ia dihukum sama gurunya untuk menjadi pendamping retret anak-anak kecil. Ditengah perjalanan tiba-tiba Bus yang ditumpangi anak-anak mengalami kecelakaan dan masuk ke dalam danau. Perlahan demi perlahan bus yang ditumpangi itu kemasukkan air. Anak-anak ketakutan. Disaat itulah ia teringat bahwa Tuhan punya maksud dalam hidupnya. Ia berdiri dan berteriak “tenang jangan takut, ikuti perintah saya.” Kemudian ia menyelamatkan satu persatu anak-2 ke tepi danau, dan sampai anak terakhir ia selamatkan, tapi ia tidak sempat menyelamatkan dirinya sendiri. Orang lain ia selamatkan, tapi ia sendiri mati untuk orang lain. Usianya masih sangat kecil waktu itu. Tapi orang-orang mengenang dia sebagai seorang yang berhasil.

Itulah orang-orang yang sukses. Yaitu seorang yang berhasil menjalankan rencana dan tujuan sang pencipta dalam hidupnya. Jadi jika ingin menjadi orang sukses, ayo tanyakan kepada Tuhan akan apasih maksud Tuhan secara khusus menciptakan saya. Apakah itu menjadi pengusaha kristen, manajer, programmer, ibu rumah tangga, hamba Tuhan, dsb. Entahkah akan menjadi orang kaya, sederhana, orang berjabatan tinggi, orang berjabatan biasa, yang punya banyak kekuasaan, atau sedikit kekuasan, dsb. Milikilah kepekaan akan maksud Tuhan menciptakan dirimu. Tuhan sudah mempersiapkan tujuannya dalam setiap hidup anak-anak Tuhan. Miliki hubungan yang intim dengan Tuhan dalam saat teduh dan doa-doamu, miliki juga hati yang mau dibentuk yang mengotoritaskan Tuhan di atas segala kehendak-kehendak kita. Dan ketika kita tahu akan apa maksud Tuhan atas hidup kita, dan ketika kita melakukannya sesuai kehendak Tuhan, pada saat itulah saudara dan saya dapat dikatakan sebagai seorang yang sukses.

Saturday, July 09, 2011

Eyes Upon God




Fokus terhadap sesuatu hal adalah salah satu syarat dalam sebuah keberhasilan. Seorang Einstein dapat berhasil menemukan teori Relativitas bukan karena ia murid terpandai waktu itu. Bahkan dikatakan bahwa Ia murid terbodoh. Sampai-sampai dikatakan anjing bodoh oleh gurunya. Namun kini ia mampu menjadi seorang ilmuwan yang terkemuka, dimana banyak ilmunya yang dipakai oleh dunia pendidikan saat ini. Ia dapat berhasil karena ia memfokuskan dirinya hanya kepada riset-riset penelitian. Seorang Bill Gates dapat sukses dalam Microsoft-nya karena ia memfokuskan dirinya pada DOS pada awal karirnya tahun 75-an sampai sekarang. Kini tidak ada yang dapat menyaingi microsoft dalam dunia komputer. Kenapa BMW sukses dalam otomotif? Karena sejak awal ia memfokuskan dirinya pada kendaraan otomotif yang nyaman untuk dikendarai. Karena itu ia dapat sukses sampai saat ini. Sebuah sinar laser yang terfokus, dapat memotong sebuah baja setebal apapun. Namun sinar laser yang tersebar, tidak akan berguna sama sekali. Dalam pertandingan-pertandingan olahragapun demikian. Ketika kita fokus melakukan perlombaan-perlombaan itu maka kemungkinan untuk menang akan lebih besar daripada mereka yang tidak fokus. Itulah mengapa pernah ada pelatih sepak bola tidak memperbolehkan para pemainnya bertemu dengan kekasih mereka beberapa hari sebelum pertandingan. Karena takut pemainnya tidak lagi dapat fokus dalam pertandingan itu.

Dari semua contoh yang sudah disebutkan tadi maka jelaslah bahwa pikiran dan hati yang terfokus memiliki kekuatan yang luar biasa. Sebenarnya hal ini juga berlaku kepada setiap anak-anak Tuhan. Seorang anak Tuhan dapat menjadi kuat dan menjadi pemenang jika ia memusatkan pikiran, hati, dan pandangannya kepada sang kepala, yaitu Kristus. Tanpa Kristus kita tidak bisa berbuat apa-apa, sama seperti tubuh yang tanpa kepala tidak bisa berbuat apa-apa.

Kira-kira inilah yang disuarakan oleh Salomo dalam perikop ini. Salomo sebagai raja dari Israel mengajak orang-orang Israel untuk terus memfokuskan pandangannya kepada Tuhan. Menariknya ajakan ini diungkapkan Salomo pada saat umat Israel mengalami masa-masa jaya. Selama kerajaan Israel berdiri sejak kurang lebih tahun 1300SM sampai saat ini belum pernah Israel mengalami kejayaan seperti zaman salomo, sampai-sampai bangsa-bangsa lain mengakuinya dan belajar kepada raja Salomo yang terkenal begitu termasyur dan penuh hikmat. Salomo menyadari bahwa manusia sering melupakan Tuhan ketika menjalani masa-masa jaya. Pernah ada seorang raja Israel yang cukup berjaya juga yang bernama Yerobeam. Dia adalah raja yang hampir menyamai masa-masa keemasan dari raja Salomo (dalam hal pembangunan dan politik). Apa yang terjadi pada waktu itu? Yang terjadi adalah mereka melupakan Tuhan. Mereka lupa bahwa berkat-berkat itu datangnya dari Tuhan. Bahkan parahnya mereka menyembah dewa-dewa lain yang lebih memuaskan hati mereka. Keluarga saya juga pernah mengalami demikian. Ketika karir pekerjaan mulai menanjak, usaha berjalan dengan baik, dan semua tampak lancar-lancar, beberapa saudara saya mulai melupakan Tuhan. Mereka tidak lagi ke gereja, ada juga yang kegereja karena rutinitas, dan ada juga yang berkata “Buat apa bersaat teduh, saya merasa ga dapat sesuatu yang berarti di dalamnya.” Namun perlahan demi perlahan masalah-masalah mulai berdatangan. Usaha ditipu orang, bisnis mengalami kegagalan, pertengkaran rumah tangga, perceraian, kena sakit penyakit dsb. Semua itu terjadi dalam waktu yang berdekatan. Namun menariknya justru pada saat-saat seperti itulah mereka merasakan bahwa mereka memerlukan Tuhan. Itulah kecenderungan manusia, pada saat jaya akan mudah untuk melupakan Tuhan yang memberikan kejayaan itu. Salomo menyadari hal ini karena itu dia menuliskan sebuah mazmur yang mengajak umat untuk mengarahkan dan memfokuskan mata dan hatinya kepada Tuhan.

Alasan mengapa kita harus memfokuskan mata dan hati kita kepada Tuhan cuma satu, yaitu: “Tanpa Tuhan segala sesuatu akan sia-sia.” Dalam perikop yang sudah kita baca ada 3 kali Salomo mengatakan mengenai kesia-siaan.

Pertama, berbicara mengenai masalah pembangunan. Dikatakan “Jikalau bukan Tuhan yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya.” Waktu itu umat Israel sedang giat-giatnya melakukan pembangunan. Mereka bekerja keras untuk membangun-dan membangun. Tapi bagi Salomo sia-sialah orang membangun jika bukan Tuhan yang membangun. Mungkin Salomo teringat kejadian yang dialami ayahnya Daud. Ketika Daud hendak membangun rumah Tuhan untuk Tuhan, namun Tuhan berkata bahwa bukan dia yang akan membangunnya, melainkan anaknya. Sebenarnya kalau Daud mau bisa saja dia tetap membangun rumah Tuhan, tapi Daud sadar jika tanpa perkenanan Tuhan buat apa dia membangun, semua akan sia-sia.

Kedua, Salomo melanjutkan “jikalau bukan Tuhan yang mengawal kota, sia-sialah pengawal berjaga-jaga.” Bukan hanya masalah pembangunan, namun keamanan pun sia-sia jika bukan Tuhan yang menjaga. Tidak ada pertahanan yang dapat terlalu ketat di dunia ini yang tidak bisa dibobol. Kejatuhan gedung WTC kurang lebih 10 tahun yang lalu menyatakan hal ini. Dalam sejarah yunani kuno terdapat cerita tentang kuda troya. Dikisahkan waktu itu negeri Yunani berperang dengan orang-orang dari Troya. Sudah hampir 10 tahun mereka berperang tetapi bangsa Yunani tidak bisa menembus benteng Troya karena pertahanannya terlalu ketat. Orang-orang Yunani menjadi putus asa. Sampai suatu saat, orang-orang Yunani membuat sedikit tipu muslihat. Mereka menyatakan untuk mundur berperang. Pasukan-pasukannya ditarik dan kapal-kapal mereka disembunyikan dibalik teluk. Kemudian mereka memberikan sebuah patung kuda dari kayu yang mahal yang besar sekali. Kuda itu gagah dan megah. Akhirnya setelah dicek oleh petinggi-petinggi dari Troya, kuda itu dianggap aman. Dan akhirnya masuklah kuda raksasa itu ke kota Troya. Namun betapa terkejutnya dia karena ternyata itu hanyalah taktik. Para prajurit Yunani pada besembunyi di balik kuda raksasa itu. Dan pada malam hari mereka keluar dan akhirnya mereka merebut kota Troya yang terkenal kuat itu. Tidak ada satu pertahanan yang dibuat manusia yang terlalu kuat untuk dipertahankan. Karena itu benarlah yang dikatakan Salomo “Jika bukan Tuhan yang mengawal kota, maka sia-sialah semuanya”

Ketiga, Salomo mengatakan “sia-sialah kamu bangun pagi-pagi dan duduk-duduk sampai jauh malam, dan makan roti yang diperoleh dengan susah payah.” Kehidupan kita semakin hari tambah sibuk. Tuntutan semakin bertambah. Kebutuhanpun semakin lama semakin meningkat. Sementara harga-harga barang semakin melangit, dan pendapatan kita tetap-tetap saja. Hal itu membuat kita mau tidak mau harus bekerja keras. Kita sibuk meluangkan waktu kita seharian dikantor atau dikuliah kita. Kita berusaha belajar sebaik-baiknya untuk mendapatkan hasil yang memuaskan. Kita berusaha untuk bekerja segiat-giatnya, kalau perlu sampai lembur untuk menghasilkan uang untuk masa depan kita. Akhirnya separuh lebih waktu kita kita pusatkan untuk mencari nafkah dan untuk menata masa depan. Akan tetapi Salomo mengatakan bahwa sia-sialah semua itu....sia-sialah kamu bangun pagi-pagi dan duduk-2 sampai jauh malam, hanya untuk sesuap nasi yang diperoleh dengan susah payah.

Salomo sama sekali tidak mengajarkan kita untuk tidak usah bekerja keras / kerja keras itu tidak penting. Tidak! Tapi ia mengajarkan bahwa kerja keras tanpa menyertakan Tuhan dalam setiap pekerjaannya maka itulah yang sia-sia. Tuhan menginginkan kita untuk bekerja dan berupaya. Ia tidak mau kita asal bergantung kepada Tuhan tanpa ada upaya sama sekali. Sama seperti seorang yang saya kenal; setelah lulus dari kuliahnya ia tidak pusing mencari pekerja. Kerjanya cuma bersantai di rumah. Dan ketika ditegur orang tuanya ia berkata demikian “ma, FT berkata bahwa burung-burung saja dipelihara, apalagi kita.” Terus mamanya berkata “Burung-burung saja berusaha membentuk sarangnya, mengapa kamu bermalas-malasan.” Bukan sikap seperti itu yang diinginkan Tuhan. Bukan sikap ini yang disampaikan Salomo. Tapi yang ingin disampaikan ialah mari bekerja keras dan sertakan Tuhan dalam setiap tindakanmu. Tanpa Tuhan, segala jerih payahmu akan menjadi sia-sia.
Kalau kita baca ayat 3-5 sebenarnya Salomo juga ingin berkata bahwa memiliki keturunan pun sebenarnya adalah anugerah dan pemberian dari Tuhan. Manusia mungkin dapat berusaha semaksimalnya untuk menghasilkan keturunan. Ada orang kaya yang ingin memiliki anak sampai pergi kedokter dari berbagai negara untuk minum berbagai macam obat hanya supaya mendapatkan seorang anak. Tapi jika bukan Tuhan yang memberi maka sia-sialah usaha kita.

Segala sesuatu merupakan pemberian dari Tuhan. Karena itu Salomo mengajak seluruh umat Israel untuk mengarahkan mata dan hatinya kepada Kristus. Fokuslah kepada Tuhan yang adalah sang pemberi berkat itu. Karena tanpa Tuhan segala sesuatu hanya akan menjadi sia-sia dan tak berarti.

Sebenarnya inti dari mazmur 127 ini terdapat pada ayat 2b yang mengatakan “Sebab ia memberikannya kepada yang dicintai-Nya pada waktu tidur.” Apa maksudnya? Ungkapan ini seakan-akan ingin mengatakan bahwa kita tidak usah berbuat apa-apa. Tidur saja. Nanti Tuhan yang akan mengerjakan semua untuk kita. Akan tetapi tentunya bukan hal itu yang dimaksudkan. Setelah saya mempelajarinya saya menemukan bahwa Tidur itu merupakan tanda bahwa kita tidak khawatir melainkan percaya akan rencana Tuhan sehingga kita bisa dengan tenang beristirahat. Orang yang penuh dengan kekhwatiran adalah orang yang kurang percaya dan berserah kepada Tuhan. Dan orang-orang seperti ini adalah orang-orang yang susah tidur. Sebaliknya orang yang mudah tidur adalah orang yang dapat mempercayakan hidupnya kepada Tuhan. Ia tidak khawatir dan tenang, karena ia tau hidupnya aman dalam tangan Tuhan. Karena itu ketika salomo mengatakan “Tuhan memberikan kepada yang dicintai-Nya pada waktu tidur”, dengan kata lain Salomo hendak berkata “segala berkat Tuhan justru kita dapatkan ketika kita berserah dan mempercayakan seluruh hidup kita ke dalam tangan Tuhan.” Karena itu mari fokuskan hati dan pikiran kita kepada Tuhan, dan belajarlah untuk berserah kepada-Nya.

Kemarin waktu mempersiapkan retret remaja saya sekali diingatkan akan sebuah pelajaran yang berharga. Pertama saya kira mengurusi retret ini tidak terlalu sukar. Ternyata saya keliru. Karena ternyata mengurus retret remaja yunior (anak-anak SMP) seperti ini pembinanya harus terjun disetiap bidang. Dari buat poster, urus hadiah, urus pembayaran, publikasi, atur jadwal, atur kamar, atur transport, semuanya saya harus turun tangan. Kalau dipemuda ada rekan-rekan panitia yang bisa menjalankan tugasnya masing-masing, dan kalau sekolah minggu ada banyak guru-guru yang bisa jadi panitia, tapi di remaja saya harus banyak terjun sendiri. Untungnya ada beberapa pendamping dan beberapa rekan-rekan kelas 3 smu yang naik ke pemuda mau meluangkan waktunya untuk membantu. Kesibukan itu tambah hebat ketika satu minggu sebelum retret remaja dimulai setiap majelis dan Ht harus mengikuti sidang raya dan retret HT yang juga sangat sibuk, karena sebagai tuan rumah kita harus melayani mereka. Sampai-sampai 2 minggu sebelum retret remaja dilangsungkan tidur saya jadi tidak tenang. Setiap kali bangun tidur yang pertama dipikirkan “apa yang kurang...apa yang belum saya siapkan...apa yang belum saya kerjakan...” Hampir selama 2 minggu demikian. Namun bukan kesibukan saya yang ingin saya ceritakan. Saya ingin menceritakan justru pada saat-saat sibuk seperti itulah saya lupa menenangkan diri dan dengan hati yang berserah berdoa kepada Tuhan untuk menyerahkan retret tersebut. Setiap hari bekerja dan bekerja tapi lupa berserah. Senin pagi waktu kami mau berangkat, kami sibuk mengatur transportasi mereka. Setelah atur anak-anak ke dalam mobil tiba-tiba salah satu rekan mengingatkan saya “ko Fong, kita belum berdoa lo...” Saya cukup terhentak, dan saya mengatakan dalam hati, nanti malam saya dan rekan-rekan pendamping harus berdoa bersama menyerahkan retret ini. Tapi apa yang terjadi, malam harinya kita briefing trus karena satu dan lain sebab, akhirnya sekali lagi kita lupa berdoa karena mengurusi urusan yang belum selesai. Besok siangnya ketika seharusnya acara game yang saya harapkan bisa membuat anak-anak semakin akrab dan kompak, serta semakin bersukacita, ternyata gagal karena hari itu turun hujan. Beberapa anak-anak menjadi kecewa, dan kami tidak bisa melanjutkan permainan itu karena takut mereka akan menjadi sakit. Pada saat itulah ada suara dalam batin saya “Fong....kamu kurang berserah....kamu terlalu mengandalkan kekuatan sendiri..kamu kurang berserah..” Memang saya berdoa, tapi tidak dengan hati yang sungguh berserah kepada Tuhan. Sore itu saya masuk kamar saya berdoa dan berserah kepada Tuhan, dan malamnya saya mengajak rekan-rekan pendamping untuk berdoa bersama-sama menyerahkan sisa retret kami. Malam itu saya yakin sekali bahwa besok Tuhan akan menyiapkan yang terbaik. Tidak ada keraguan sama sekali dalam hati saya, bahkan sekalipun hujan akan turun, saya percaya Tuhan punya rencana yang lebih indah dari apa yang saya pikirkan. Keesokan harinya dari pagi sampai siang cerah sekali. Tapi jam 2 pada saat kita sedang bermain tiba-tiba awan mendung. Beberapa tetes air mulai turun. Ada beberapa panitia yang bertanya kepada saya: Bagaimana, kita mau lanjut ga, kayaknya hujan bakal deras. Saya cuma menjawab: tenang aja, gak akan hujan. Dengan tenang saya menjawab itu karena hati ini sudah berserah dan yakin bahwa Tuhan akan memberi yang paling tepat untuk kita. Akhirnya puji Tuhan, dari jam 12 sampai jam 5 selama anak-anak bermain games outbond diluar hujan tidak turun. Pas jam 5 ketika acara sudah selesai dan sayapun sudah masuk kamar dan bersih-2, saya mendengar beberapa anak-anak remaja di luar berteriak “oiii hujan...hujan....” Hari itu saya bersyukur sekali. Saya diingatkan sekali lagi bahwa tanpa mata dan hati yang tertuju sepenuhnya kepada Tuhan, segala sesuatu yang kita buat akan sia-sia.

Bagaimana dengan saudara sekalian. Adakah dalam hidupmu engkau sudah mengarahkan hati dan pikiran kepada Tuhan? Sudahkah engkau melibatkan Tuhan dalam pekerjaanmu? Pernahkah engkau bertanya apakah yang engkau lakukan saat ini sudah benar dan sesuai dengan kehendak Tuhan? Dan sudahkah kita belajar menyerahkan seluruh aspek hidup kita baik study, keluarga, pekerjaan, masa depan kita ke dalam tangan Tuhan? Atau jangan-jangan kita terlalu sibuk dengan rencana dan cara-cara kita sehingga kita akhirnya melupakan Tuhan? Ingatlah bahwa di luar Tuhan semuanya akan sia-sia. Jika memakai bahasa Salomo “Jikalau bukan Tuhan yang mengerjakannya, sia-sialah studimu, usahamu, pekerjaanmu, jerih lelahmu, dan apapun juga yang kau lakukan.” Karena itu mari arahkan hati dan pandangan kita kepada Tuhan. Carilah kehendak-Nya setiap hari. Dan jangan pernah hidup jauh dari kebenaran Firman Tuhan. Kiranya hidup kita semua tidak akan menjadi sia-sia, karena kita sudah mengandalkan Tuhan dalam setiap upaya kita. Amin

Friday, July 01, 2011

Be Influential




Beberapa bulan yang lalu setelah pulang dari gereja saya hendak menonton televisi yang telah disarangi laba-laba (lebay dikit ) karena jarang di buka. Ada info apa? Perkembangan apa? Berita skandal apa lagi? Bencana apa lagi? Dan kabar kriminal apa lagi yang sedang terjadi di permukaan bumi akhir-akhir ini? Hal-hal itulah yang ingin saya ketahui.

Karena tidak ada remote controlnya, lantas saya duduk didepan televisi, mengacungkan jari telunjuk dan menekan tombol on. Perlahan-lahan kotak informasi tersebut mulai memancarkan cahayanya, dan..... “waaaaawwwwww” tiba-tiba terdengar suara teriakan histeris yang sangat mengejutkan dendang telingaku. Rasa penasaran membuat saya menunggu gambar semakin jelas untuk mengetahui apa yang terjadi. “Ohh.. Ternyata acara Operah Winfrey, tapi apa yang mereka teriakan ya?” pikirku. Setelah ditampilkan tokoh yang sedang diwawancarai barulah saya sadar mengapa mereka semua berteriak. Bagaimana tidak, yang menjadi bintang dalam acara talk show itu adalah 3 aktor yang sedang naik daun. Beberapa tahun belakangan ini mereka banyak membintangi film layar lebar mengenai kisah cinta antara vampire dan manusia, yang ternyatajab ketenarannya lewat film yang berjudulkan Twilight. Tiga aktor itu tak lain bernama Edward Cullen, Jack, dan Bella; begitulah sang sutradara menamainya. Ternyata ratusan penonton yang hadir pada hari itu adalah para penggemar film dan tokoh-tokoh tersebut.

Merasa tertarik saya terus menyaksikan wawancara yang dilontarkan kepada mereka. Ditanya dari a-z oleh pembawa acara agar penggemarnya dapat terpuaskan. Penggemarnya pun tak henti berteriak histeris. Sampai suatu saat, sebelum acara itu berakhir, terlontarlah sebuah statement yang mengejutkan saya. Ibu Winfrey mengambil kertas yang berisi data-data dan lantas mengungkapkan bahwa Edward Cullent yang merupakan aktor utama dalam film drama romantik tersebut ternyata masuk dalam 100 orang berpengaruh di dunia menurut versi sebuah majalah terkenal di sana. Lebih mengejutkan lagi, pengaruhnya dikatakan lebih besar daripada orang nomor 1 di Amerika Barack Obama. “Hah....Bagaimana mungkin?” pikir saya.
“Pengaruh macam apa yang diberikan olehnya? Keputusan apa yang pernah di buatnya? Sebuah keputusan Obama bisa mengatur perputaran roda dunia. Tapi kalau dia? Ckckckckc.....Saya kira majalah itu berlebihan. Jangan-jangan penerbit majalah tersebut merupakan salah satu fans berat vampire ganteng itu” pikirku sinis.
Karena tertarik maka saya memutuskan untuk mengikuti sampai acara itu berakhir. Berharap akan ada penjelasan dari mereka tentang hal ini. Menunggu dan menunggu, akhirnya saya menemukan sebuah jawaban. Jawaban itu tertangkap ketika beberapa penggemar yang hadir di sana diijinkan untuk menyampaikan kesaksian tentang film itu. Kalau bahasa Kristennya ‘berkat apa yang didapat setelah menonton film tersebut.’ Ternyata pengaruhnya tersimpul dalam kesaksian seperti demikian “Setelah menonton film tersebut, hidup saya berubah. Saya belajar bagaimana untuk menjadi seorang pria yang berkarakter kuat, tenang, dan cool. Dan sayapun belajar untuk dapat setia mengasihi kekasih saya walau apa yang terjadi. dsb” Kira-kira begitulah kesaksian mereka. Hidup mereka berubah setelah melihat sosok yang diperankan oleh aktor dan artis dalam film tersebut. Padahal sesungguhnya mereka tau bahwa sifat asli para pemain tersebut tidaklah demikian. Merekapun tau itu hanya film. Tapi ide yang disampaikan melalui film tersebut dapat menginspirasi mereka untuk mengambil sikap dalam bertindak.

Itulah kekuatan dari sebuah keteladanan. Keteladanan hidup adalah perihal paling efektif untuk mengubah orang disekitar kita. Walau tanpa kata-kata yang indah dan persuasif, namun jika keteladanan hidup kita baik bagi sekitar kita, makan sangat mungkin orang lain bisa meniru teladan dari kita.
Saya kira penginjilan yang paling efektif adalah melalui keteladanan hidup. Khotbah yang paling kuatpun adalah khotbah yang diikuti teladan hidup sang pengkhotbah. Karena itu kepada Timotius, Timotius berkata “Jadilah teladan bagi orang-orang percaya dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu” (1Tim 4:12).

Saat ini saya sedang memikirkan bagaimana keteladanan hidup itu dapat memberkati orang lain secara khusus anak-anak remaja (smp) yang sedang saya bina. Dalam blueprint saya, saya ingin membuat berbagai komunitas seperti kelompok futsal, pembaca novel, games, penulis, bbm, multi media, dsb. Komunitas ini dibuat dengan tujuan agar saya dapat masuk dalam dunia mereka dan dapat menjadi sahabat bagi mereka. Tentu saja kita harus melatih skill dalam tiap-tiap komunitas itu agar anak-anak mau belajar dari kita; sembari kita menunjukkan bagaimana semestinya seorang Kristen dalam bermain sepakbola, bagaimana orang Kristen menanggapi sebuah novel, dan bagaimana seorang Kristen semestinya berkata-kata dan bersikap dalam bermain games dsb. Selain skill dan perilaku Kristen, tentu saja kita harus menunjukkan teladan kasih kepada orang-orang yang ada dalam komunitas tersebut. Buat apa ada komunitas namun tidak ada pernyataan kasih Kristus didalamnya. Ketika hal itu terjadi saya kira akan mudah jika kita memberitakan Kristus kepada orang-orang yang belum percaya. Kita akan mendapatkan respek, mereka akan menjadi lebih terbuka, dan telinga mereka akan mendengarkan setiap apa yang kita sampaikan.

Saya baru mencoba langkah ini dalam 6 bulan dan hasilnya mulai tampak. Karena itu saya ingin membagikan metode sederhana ini kepada teman-teman seiman. Mari kita ikut serta dalam berbagai komunitas. Dan jadilah teladan ditengah-tengah komunitas itu, sehingga kasih Kristus dapat dengan efektif diberitakan kepada banyak orang.