Friday, June 12, 2015

KASIH SEMPURNA (HOSEA 3)



Suatu ketika seorang teman saya bercerita pengalamannya.  Pada waktu itu ia belum menikah dan akan melangsungkan pernikahan dengan kekasihnya.  Mereka merencanakan segala sesuatu, dan hari pernikahan itu pun tiba.  Tapi di hari pernikahan itu sang calon suami agak gelisah.  Dan kemudian dia memanggil teman saya ini ketempat pribadi sebelum pemberkatan nikahnya.  Dan betapa terkejutnya teman saya, di sana ia mengakui semua kesalahannya, bahwa ia sudah main perempuan, ia sudah selingkuh tanpa sepengetahuan teman saya.   Teman saya begitu shock.  Sebentar lagi pernikahan dijalankan, dan undangan sudah pada hadir di gereja.  Dan dia mendengar berita itu bagaikan petir di siang bolong.  Akhirnya ia tetap menjalankan pernikahannya, tapi setelah itu ia sempat hampir jatuh pingsan karena tidak kuat menanggung beban.  

Tidak mudah memang menerima seseorang yang berkhianat, yang menciderai kepercayaan yang diberikan, dan yang menodai kesetiaan yang kita berikan.   Pengkhianatan acapkali menyebabkan perasaan sakit hati, kekecewaan, kepahitan, kemarahan, dan perasaan-perasaan negatif lainnya.   Kalau tau dari awal orang tersebut akan berkhianat pasti kita tidak mau menerima dia.

Tapi menarik sekali kitab Hosea yang kita baca.  Siapa Hosea?  Hosea merupakan seorang nabi yang dipanggil Tuhan untuk menyampaikan pesan Tuhan kepada umat Israel.  Seorang nabi itu dapat menyampaikan pesan Tuhan dengan berbagai cara.  Bisa secara verbal, yaitu melalui ucapan.  Bisa juga secara actional, tindakan nyata sebagai analogi.   Nah, nabi Hosea kali ini diperintahkan Tuhan secara aksional dengan cara menikahi seorang pelacur.  Ini tentu bukan perintah yang mudah.  Hosea disuruh menikahi seorang pelacur yang tidak pernah menyatakan bertobat dari tindakan melacurnya.   Siapa yang mau menikah dengan perempuan demikian.  Kalau konteks sekarang, kita disuruh menikahi pelacur, amit-amit.  Pertama resiko akan kena penyakit.  Kedua, kita sudah tau pelacur itu pasti akan berkhianat suatu saat.  Karena dia belum sungguh-sungguh bertobat dari tindakan melacurnya.   Ini perintah yang tidak gampang untuk dilaksanakan.  Tapi demi ketaatan kepada perintah Allah, hosea memilih taat.

Akhirnya mereka menikah, memiliki anak, dan seperti yang diperkirakan, akhirnya istrinya kembali melacur, dia pergi selingkuh dengan pria lain. Tentu ini menyedihkan dan menyakiti hati Hosea selaku suaminya.  Kalau saya jadi Hosea saya mungkin akan berkata kepada Tuhan:  “Tuhan, benar kan.  Ini akibatnya menikahi seorang pelacur.  Dia kembali melacur.  Harga diri saya hancur.  Nama baik saya rusak. Dsb.”   Tapi menarik sekali,  tidak cukup sampai disana, memasuki pasal 3, datanglah kembali perintah Tuhan kepada Hosea.  Dan kali ini Tuhan memberi perintah yang sekali lagi sangat mengejutkan.   Tuhan mengatakan: Pergilah lagi, cintailah perempuan yang suka bersundal dan berzinah itu.   Ya.. Tuhan memerintahkan Hosea untuk mencintai lagi istrinya yang sudah mengkhianati, menyakiti dan mempermalukan dia.   Tuhan menyuruh Hosea membeli perempuan itu dari tangan orang yang membeli pelacur itu.  Sungguh bukan sebuah perintah yang mudah untuk dilakukan.  Sudah dikhianati, dipermalukan, kini harus mengeluarkan sejumlah uang (15 syikal perak dan 1,5 homer jelai) untuk kembali mengambil perempuan yang berkhianat itu.  Dan Tuhan meminta Hosea untuk menerima kembali.

Apa tujuan Tuhan memerintahkan nabi Hosea untuk melakukan semuanya itu?  Tuhan ingin bernubuat melalui tindakan Hosea nabi-Nya.  Tuhan ingin menyatakan bahwa betapa Tuhan mengasihi umat-Nya.  Meskipun Israel berkali-kali berselingkuh dengan menyembah ilah lain.  Meski Israel berkali kali melukai hatinya.  Meski Israel berkali-kali mengkhianati Dia.  Dan meski umatnya telah mempermalukan diri-Nya.  Ia tetap mengasihi mereka dan menerima mereka kembali.  Tuhan tetap mengharapkan umatnya untuk kembali dan bertobat.   

Ketika merenungkan bagian ini saya merinding.  Saya tersadar, bahwa kasih Tuhan itu memang terlalu besar dan tak pernah terpikirkan oleh kita manusia.  Seringkali kita meremehkan kasih Tuhan.  Kita sering merasa kita terlalu buruk untuk dikasihi.  Perbuatan dosa yang berulang-ulang membuat kita berpikir bahwa Tuhan sudah meninggalkan kita.  Seorang anak muda pernah berkata:  “Ko, saya kira Tuhan sudah tidak akan mengampuni saya lagi.  Saya selalu berbuat dosa yang berulang-ulang.  Saya bertobat dan saya melakukan lagi.”   Dan ternyata tidak sedikit orang yang berpikiran seperti demikian.  Kita menyamakan kasih Tuhan dengan kasih manusia.  Padahal kasih Tuhan itu terlalu luas.  Pengampunan-Nya, kemurahan-Nya, kasih-Nya, tidak masuk dalam akal manusia.   Ia selalu menerima diri kita apa adanya.  Itu sebabnya saya merinding.  Saya merinding kita saya menyadari bahwa Tuhan mengasihi kita sedemikian rupa. 

Ya, Tuhan mengasihi saudara.  Bahkan dia sangat mengasihi saudara.  Meski berkali-kali kita mungkin melukai hati-Nya.  Meski kita berkali-kali mendukakan dia.  Meski kita berulangkali melakukan kesalahan yang sama, kasih-Nya tetap melimpah bagi kita.  IA tetap menerima kita, asal kita mau kembali kepada-Nya.   Ya, kasih Tuhan teramat besar.  Meskipun ini bukanlah menjadi dasar untuk kita bisa berbuat dosa sesuka hati.  Seharusnya kasih Tuhan ini menjadi dasar bagi kita untuk bersyukur, dan kembali mendekat kepada Tuhan melakukan yang Ia mau, dan berusaha kembali untuk lebih mengasihi Dia.  Karena tidak ada yang mengasihi kita melebihi Tuhan kita.

Namun dalam kasih itu pasti ada pengajaran dan didikan.  Sama seperti pengamsal pernah mengatakan “Seorang kawan memukul dengan maksud baik, tetapi seorang lawan mencium secara berlimpah-limpah.”   Adakalanya cara Tuhan mengasihi dengan memukul kita.  Tapi ada kalanya juga ia mengasihi kita dengan cara mendiamkan kita.  Di ayat3-4 dikatakan “Lama engkau harus diam padaku dengan tidak bersundal, dan dengan tidak menjadi kepunyaan seorang laki-laki; juga aku ini tidak akan bersetubuh dengan engkau.””Sebab lama orang Israel akan diam dengan tidak ada raja, tiada pemimpin, tiada korban, tiada tugu berhala, tiada efod, dan terafim.”  Ya, adakalannya Tuhan ingin mendidik anak-anak-Nya dengan cara berdiam diri.  Dengan berdiam diri, umat Tuhan akan merasakan kehampaan tanpa Tuhan.  Dengan berdiam diri, umat Tuhan akan menyadari bahwa ia membutuhkan kasih Tuhan.  Dengan berdiam diri, umat Tuhan akan mengintropeksi dirinya.   Ya, ada kalanya Tuhan berdiam terhadap kita.  Ada kalanya Tuhan tidak mengulurkan tangannya menolong kita agar kita disadarkan bahwa kita tidak bisa jauh daripada Tuhan.

Saya teringat dengan bagaimana cece saya pernah menghukum anaknya yang masih kecil.   Salah satu cara ia menghukum anaknya yang tidak mau mendengarkan perintahnya ialah, anak itu di taruh di pojok ruangan, dan anak itu harus berdiam diri selama beberapa waktu lamanya tidak boleh kemana-mana.  Kalau anaknya keluar dari pojok itu, ia akan ditaruh lagi disana dan waktu hukuman akan ditambah.  Selama anak itu mendapat hukuman, cece saya tidak akan menggubris dia.  Walaupun anak itu menangis tidak karuan.  Walaupun anak itu bilang mau ke wc.  Biar anak itu muntah-muntah.  Cece saya tidak akan perdulikan dia sampai anak itu sampai waktu yang sudah ditetapkan.  Tujuan hukuman ini adalah, agar anak itu sadar, bahwa ia sudah membuat mamanya sedih dengan kenakalannya.  Selain itu agar anak ini sadar bahwa ia tidak bisa hidup tanpa kasih orangtuanya.  Anak iini sadar bahwa ia harus bergantung sama orangtua mereka.

Adakalanya Tuhanpun melakukan hal yang serupa dengan kita.  Adakalanya dia memilih berdiam terhadap semua persoalan kita.  Bukan dia tidak baik.  Bukan Dia tidak perduli.  Tapi adakalanya Tuhan memilih jalan diam, karena ia mau kita lebih bergantung kepada-Nya, lebih bersandar, dan lebih menyadari bahwa kita tidak bisa hidup jauh daripada Tuhan.  Adakalanya Tuhan membiarkan kita berjuang sendiri agar kita sadar untuk tidak lagi melupakan Dia dan tidak lagi berbuat dosa yang menyakiti hatinya.
Tapi tidak selamanya Tuhan akan berdiam.  Sama seperti cece saya yang kemudian setelah selesai masa penghukuman itu, ia akan menghampiri anak itu, menanyakan sudah tau dimana salahnya, dan kemudian memeluk anaknya erat menyatakan bahwa ia tetap mengasihi anaknya.  Demikian juga Tuhan tidak akan terus berdiam.  Sampai di batas waktu yang ia sudah tetapkan,  IA akan menghampiri kita, menyatakan kuasanya, menyatakan kasih-Nya kepada kita, dan membuat kita kembali takjub akan semua karya Tuhan yang hebat dalam hidup kita.