Saturday, April 14, 2007

BERGEMBIRA DI ATAS PENDERITAAN ORANG LAIN

Bergembira diatas penderitaan orang lain adalah tindakan yang sangat tidak terpuji. Jangankan bergembira, seandainya kita melihat seseorang terjatuh dari kendaraan bermotor hingga ia tidak dapat berjalan karena terluka, dan sikap kita cuek-cuek saja, maka kita adalah manusia yang tidak berperikemanusiaan. Apalagi sampai mentertawakan dan bergembira diatas kejatuhannya, wah! sungguh merupakan sikap yang sangat-sangat tidak terpuji.

Rasa-rasanya tidak ada satu agamapun yang mengajarkan umatnya untuk bergembira di atas nelangsa orang lain. Tidak pernah ada kitab suci yang mengatakan ”tertawalah terbahak-bahak jika kamu melihat ada orang yang berduka” atau ”berbahagialah jika sahabatmu sedang menangisi kematian kekasihnya” ataupun kalimat-kalimat senada lainnya. Setiap agama pastilah mengajarkan agar para penganutnya memiliki hati yang penuh dengan belas kasihan, empati, kemurahan, rela berkorban bahkan siap menolong setiap orang-orang yang membutuhkan.

Alkitabpun mengajarkan kita untuk berempati dan berbelaskasihan terhadap orang-orang yang sedang menderita. Dalam Roma 12:15 rasul Paulus mengatakan ”bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, berdukacitalah dengan orang yang berdukacita” sebagai salah satu nasehat Paulus tentang mengasihi sesama. Tuhan Yesus sendiri menunjukan sikap empatinya terhadap kesusahan-kesusahan orang lain. Ia seringkali menolong orang-orang kecil yang tidak berdaya. Ia memberi makan 5000 orang yang sedang kelaparan, menyembuhkan orang sakit kusta yang begitu hina dimata manusia, mengampuni seorang perempuan yang hampir mati di lempari batu karena kedapatan berjinah, mengusir setan pada orang Gerasa yang dihindari oleh penduduk sekitar dan banyak lagi cerita-cerita lainnya yang mengajarkan untuk berbelaskasihan terhadap penderitaan orang lain. Tuhan menginginkan setiap anak-Nya dapat mewujudkan kasih dengan menolong sesamanya melalui tindakan yang nyata. Tuhan Yesus berduka jika kita bergembira diatas penderitaan orang lain.

Namun sebenarnya Alkitab juga mengajarkan kita untuk bergembira diatas penderitaan orang lain. Sungguhkah ? Bahkan lebih tepatnya dikatakan bahwa kita harus besukacita diatas penderitaan orang lain.

Ya, Tidak diragukan lagi. Kita harus bersukacita di atas penderitaan orang lain, yang tidak lain adalah Tuhan Yesus sendiri. Kita harus bersukacita dengan penuh ucapan syukur yang meluap dari hati kita karena penderitaan-Nya di atas kayu salib. Ia membiarkan diri-Nya dipaku, dipukul, diejek, diludahi, dimahkotadurikan dan dikhianati dengan satu tujuan, yaitu untuk memberikan pengharapan bagi setiap anak-anak yang dikasihi-Nya. Pengharapan yang membebaskan kita dari belenggu dosa. Sudah semestinya kita ini dibinasakan di penghukuman neraka yang kekal. Mulanya memang kita adalah manusia-manusia yang tidak berpengharapan. Namun karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia mengaruniakan anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal. Wow, sungguh luar biasa ! Ia rela turun kedunia dan menderita bahkan mati di kayu salib sekali lagi agar kita memiliki pengharapan yang sejati dan tidak tergoyahkan. Betapa bahagianya setiap orang yang percaya dan terus berharap kepada-Nya.

Di momen paskah ini mari kita merefleksikan diri bersama. Apakah kita masih berduka atas kehidupan kita yang seolah tidak memiliki harapan ? sudahkah kita memiliki sukacita yang melimpah karena pengharapan yang telah diberikan Tuhan Yesus di atas penderitaan-Nya ? Mengapa terus berduka jika pengharapan kekal itu telah diberikan dihadapan kita ? Sudahkah kita menghargai penderitaan-Nya dengan bersukacita di dalam Dia ? Bersukacitalah di atas penderitaan-Nya. Jesus Love You


Hendra Fongaja, 14-April-2007

Friday, April 06, 2007

KAWAT BERDURI

Sembari menunggu ibadah doa di sebuah seminari, saya duduk diam meneduhkan diri di dekat jendela dalam ruangan itu. Suasana hening dalam ruangan itu mengajakku untuk mengamati kondisi lingkungan di sekitar ruangan itu. Sorotan mataku mulai menyapu seluruh isi di dalam ruangan tersebut. Segala sesuatu kuamati, mulai dari meja, susunan kursi, papan tulis, plafon, lantai dan sebagainya . Setelah semua yang ada di dalam ruangan tersebut tersapu bersih oleh amatanku, akupun mulai melemparkan pandanganku keluar dari jendela tersebut dan melihat pohon-pohon rindang yang seakan berbisik kepada pohon-pohon yang ada di sampingnya. Namun ada yang kurang dari pohon itu. Batang pohon itu tertutupi tembok pembatas yang tinggi, setinggi batang pohon itu. Di atas tembok itu ditancapkan tiang-tiang penyangga untuk melilitkan kawat-kawat berduri yang saling berkaitan. Kawat-kawat itu berjejer meninggi sehingga tembok itu serasa menjadi lebih kokoh.

Tiba-tiba tercenung dalam benakku, kenapa harus di pasang kawat berduri sebanyak itu ? Bukan hanya di seminari, namun di setiap rumah, gedung-gedung megah, sekolah-sekolah, bahkan di gereja-gereja, hampir di setiap tempat kita dapat melihat kawat-kawat berduri itu.

Kawat-kawat berduri itu di pasang agar si pemilik rumah, gedung, gereja dsb mendapatkan rasa aman terhadap pejahat-penjahat dan perampok-perampok yang berkeriapan di negara kita ini. Itulah jawabannya. Semakin banyak kawat duri yang kita gunakan, semakin tinggi kita memasangnya, semakin banyak lilitannya, maka rumah dan gereja kita akan lebih terlindungi dari orang-orang jahat sehingga kita akan merasa lebih terjaga dalam rasa aman kita.

Saya teringat sekitar 2000 tahun yang lalu, anyaman mahkota duri yang menyerupai kawat berduri itu melingkar dikepala Tuhan Yesus. Sebuah film yang begitu populer yang di sutradarai oleh Mel Gibson dengan judul ”The Passion Of The Christ” memvisualisasikan dengan sangat baik adegan-adegan tentang penyiksaan Tuhan Yesus. Salah satu adegan yang merenyuhkan hati dan membuat banyak penonton berteriak histeris adalah ketika prajurit-prajurit yang bertugas untuk menyiksa Tuhan Yesus menancapkan anyaman mahkota berduri itu dengan paksa di atas kepala-Nya. Bahkan setelah ditancapkan, kepala-Nya di pukul dengan kayu pemukul sehingga mahkota duri yang sudah melingkar dikepala-Nya itu semakin menancap menembus daging-daging yang ada di kepala-Nya. Kulitnya terkoyak, darahpun menetes deras dari kepala-Nya. Anyaman berduri itu bukannya memberi rasa aman, namun memberi rasa sakit yang luar biasa. Semakin banyak duri dan lilitannya maka semakin perih rasanya dan semakin banyak cucuran darah yang mengalir. Mahkota berduri hanyalah merupakan salah satu adegan penyiksaan dari sekian banyak penyiksaan seperti dipukul, diludahi, ditolak dan ditinggalkan oleh orang-orang yang dikasihinya, dicambuk dengan cambuk berduri, dihina, diejek, ditendang dan banyak lagi sampai pada puncak penderitaan-Nya yaitu diatas kayu salib dengan tangan dan kaki yang terpaku.

Mengapa Tuhan Yesus membiarkan semua ini menimpa Dia ? Bukankah sebenarnya Ia dapat melawan semua musuh-musuh yang menyiksa diri-Nya ?

Alasan mengapa Ia melakukan semua ini tak lain adalah agar setiap kita manusia yang berdosa ini, mendapatkan rasa aman akan jaminan keselamatan. Ketika kita percaya kepada-Nya dan berserah di dalam dekapan-Nya maka jaminan akan kehidupan yang kekal sudah diberikan-Nya pada kita. Itulah kasih yang begitu sempurna. Kuasa kegelapan atau kuasa apapun juga, tidak akan pernah dapat memisahkan kita dari kasih Kristus. Dan ketika kita sudah berada di dalam genggaman-Nya, kita tak akan pernah dilepaskan-Nya untuk selama-lamanya. Hingga suatu saat kelak, kita akan bersukacita bersama-Nya di dalam kerajaan Surga.
Milikilah damai dalam hatimu karena Dia sudah menjamin keselamatan kita melalui penderitaan-Nya. Ketidaknyamanan dalam penderitaan-Nya telah membawa rasa aman bagi setiap anak-anak-Nya.



Hendra Fongaja, 10 januari 2007

Thursday, April 05, 2007

Puisi.. it

Terkadang hidup ini terasa sulit
Banyak persoalan yang melilit
Masalah-masalah datang berkait
Ingin rasanya untuk berkelit

Kasih dari sekitar terasa begitu irit
Orang-orang bahkan kawanpun tampak pelit
Diri ini serasa tidak berbeda dari parit
Semua tampak begitu rumit

Tetapi mohon pamit
Tahukah bahwa Tuhan mengasihi setiap orang yang amit-amit
Kasih-Nya seperti dinamit
Luka-lukamu pasti dijahit
Dan engkau akan menjadi bibit-bibit
Yang akan terbang sampai kelangit
Menjadi terang bagi bumi yang hangit.
GBU..it

Nb: Puisi ini dibuatit untuk semua teman-temankuit, semangat yait !! never give upit !! kita saling mendukungit ! dan saling menguatkanit ! Frien Foreverit “_”v .
Hendra Fongaja”it”

Copy paste

Gelar sarjana merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi orang-orang yang menyandangnya. Namun sesungguhnya gelar itu tidaklah menunjukkan bahwa mereka menguasai apa yang telah mereka pelajari. Hal itu disebabkan karena sistem di beberapa universitas memiliki tingkat disiplin yang rendah. Misalnya, ada pengawas yang membiarkan mahasiswanya melakukan aksi contek-mencontek ketika ujian akhir semester dilangsungkan. Lebih ironis lagi, tidak hanya membiarkannya, malahan ada pengawas yang memberikan contekan kepada mahasiswa agar murid didiknya mendapatkan kelulusan. Sehingga nilai-nilai yang mereka peroleh sangatlah menakjubkan. Namun sayangnya nilai-nilai tersebut tidaklah murni.

Dalam pengerjaan tugas atau paper yang memberikan sumbangsih untuk penilaian akhir seringkali juga terjadi kecurangan. Salah satu pelayanan Microsoft office yang diberikan untuk menggembirakan para penggunanya ialah perintah ‘ctrl C’ & ‘ctrl V’ atau biasa disebut copy paste. Hanya dengan menekan keempat tombol tersebut, maka kita bisa menggandakan suatu tulisan, dokumen, folder dan banyak data-data lain menjadi dua data yang kembar siam. Persis! tidak ada bedanya. Perintah ini memang sangat membantu dalam banyak hal. Namun, perintah ini juga mendukung para pemalas untuk menjadi lebih malas lagi. Separuh lebih mahasiswa di berbagai universitas menjadi pemalas dengan melakukan kecurangan-kecurangan ini. Sangat sedikit dari mereka yang sungguh-sungguh mengerjakan kewajiban-kewajiban tugas mereka dengan kemampuan mereka sendiri. Paper sebanyak empat sampai lima halaman dapat dikerjakan 30 menit sebelum pengumpulan tugas. Pinjam saja data milik teman yang sudah mengerjakan tugas, tekan copy lalu paste, beres deh. Tinggal melakukan sedikit finishing seperti mengganti nama, nomor induk, mengubah susunan kalimat, kata penghubung dan mengubah sedikit kata-katanya, jadilah sebuah tugas yang baru dengan owner yang baru.

Andaikata layanan copy paste ini berlaku juga dalam pembentukan karakter kita sebagai umat Kristiani agar menjadi serupa dengan Kristus, pastilah menyenangkan. Hanya dengan menekan tombol control C dan control V, lalu mengganti nama Yesus dengan nama kita, maka jadilah kita manusia baru dengan karakter yang serupa dengan-Nya. Yang dulunya pemarah menjadi panjang sabar. Yang egois menjadi murah hati. Yang pemurung menjadi penuh dengan sukacita. Yang keras menjadi lembut. Yang lemah menjadi kuat. Yang sombong menjadi rendah hati. Yang juahat menjadi buaik seperti Dia. Wah ajaib, bukan ? Hidup ini akan dipenuhi dengan keindahan. Kedamaian dan sejahtera merebak keseluruh bumi. Dunia ini seakan berubah menjadi Surga.

Tapi sayangnya tidak ada perintah copy paste dalam kehidupan manusia. Tuhan sendiri tidak menginginkan perubahan yang instant seperti itu. Ia tidak menginginkan kita menjadi anak-anak gampang. Perintah copy paste hanya akan menjadikan kita anak-anak yang pemalas. Penulis surat Ibrani 12:7-11 mengatakan bahwa setiap anak-anak membutuhkan ganjaran. Jikalau tidak ada ganjaran maka anak tersebut hanyalah anak-anak gampang. Memang tiap-tiap ganjaran yang diberikan-Nya tidak mendatangkan sukacita, melainkan dukacita. Tetapi itu semua terjadi untuk kebaikan kita, yaitu agar anak-anak Tuhan menghasilkan buah kebenaran (ay. 11). Dalam Yakobus 1:2-4 juga dituliskan mengenai pembentukan anak-anak Tuhan. Untuk menghasilkan buah yang matang dibutuhkan ketekunan. Ketekunan didapat dari pencobaan-pencobaan yang merupakan ujian dari iman kita. Dan ujian-ujian tersebut akan membentuk setiap anak-anak Tuhan menjadi sempurna dan utuh serta tidak kekurangan suatu apapun.

Itulah kehidupan! Bak mengerjakan sebuah tesis, dalam pembentukan karakter yang serupa dengan-Nya kitapun harus menorehkan tulisan ini satu persatu dalam setiap halaman kehidupan kita. Dari sebuah kata, lama-lama menjadi sebuah kalimat, lalu menjadi sebuah paragraf, terus berkembang menjadi sebuah sub-bab dan akhirnya menjadi satu bab kehidupan. Lalu kita harus menyelesaikan target bab-bab berikutnya serta terus menyempurnakan setiap bab itu dengan hati-hati sampai di penghujung kata.

Memang tidaklah mudah ketika harus mengerjakan pembentukan karakter ini. Tekanan-tekanan seringkali mengusutkan pikiran dan membuat jiwa ini nelangsa. Terkadang terjadi ketika bab akhir sudah hampir selesai, kita menemukan adanya kesalahan pada bab-bab awal. Sehingga kita harus merombak ulang tulisan itu secara menyeluruh dari awal. Memang sukar dan berat rasanya untuk merombak ulang. Tetapi mau tidak mau kita harus melakukannya. Mungkin beratus-ratus halaman yang telah kita kerjakan harus dibuang untuk menggantinya dengan tulisan yang baru. Belum lagi adanya kesalahan di dalam kata-kata, titik koma dan pengejaan. Mungkin juga ada banyak pemikiran dan konsep-konsep yang salah yang tidak kita sadari dan tidak layak untuk dicantumkan dalam tesis kehidupan. Terkadang hambatan itu juga berasal dari luar seperti diganggu oleh teman, kerusakan computer, mati lampu, ada masalah keluarga dan sebagainya. Tekanan-tekanan ini membuat kita serasa tak sanggup untuk memenuhi deadline yang diberikan yaitu pada akhir kehidupan. Kita membutuhkan dosen pembimbing yang dapat mengarahkan dan menuntun kita.

Namun ada kabar baik buat kita semua ! Kita mempunyai Tuhan yang bersedia menjadi Dosen Pembimbing. Dosen pembimbing yang setia menemani kita dan selalu mengoreksi setiap pekerjaan dengan kasih. Dia tidak hanya mengoreksi kesalahan, namun Dia juga memberikan jalan keluarnya. Ketika kita merasa diri kita tidak sanggup, Dia yang akan memberikan semangat dan kekuatan. Dengan anugrahNya Dia akan menyempurnakan segala usaha yang telah kita lakukan. Sehingga kelak kita akan melihat hasil tesis buatan tangan-Nya yang begitu kaya, bewarna, indah, ajaib dan luar biasa yaitu… kehidupan kita.


Hendra Fongaja, 16 February 2007

Mama ! Doakan ma !

Pada tanggal 2 januari 2007 pukul 18.00, ketika saya sedang asyik membaca buku sembari menunggu makan malam, tiba-tiba seorang teman memanggil saya “Hendra ada telepon”. Segera saya meninggalkan bacaan yang ada di tangan saya dan segera pula saya meraih gagang telepon yang ada di ruang counter. Ternyata kepala sekolah dari murid sekolah minggu saya yang menelepon. Betapa kagetnya saya ketika kepala sekolah itu mengabarkan bahwa salah satu murid sekolah minggu saya yang bernama Ezra mengalami kecelakaan. Tulang lengannya terlepas karena terjatuh sewaktu sedang bermain. Katanya anak itu sekarang dalam keadaan ketakutan dan orang tuanya meminta tolong saya selaku guru sekolah minggunya untuk menjenguk dan mendoakannya.

Tanpa pikir panjang lagi, saya langsung meminta izin kepada penguasa asrama untuk pergi mengunjungi Ezra. Kemudian saya segera melaju menuju ke rumah sakit Lavante tempat anak itu terbaring. Dengan mengendarai sepeda motor dengan seorang teman saya, kami berjalan menerjang gerimis hujan yang membasahi tubuh dan pakaian kami setetes demi setetes.

Sesampainya dirumah sakit, fokus kami langsung kearah kamar VIP no 2 tempat Ezra dirawat. “Tok..tok..tok” kami mengetok pintu. “ Ya silahkan masuk” ayah Ezra membukakan pintu dan mempersilahkan kami masuk ke kamar itu. Di dalam ruangan itu ada beberapa keluarga yang sedang menjaga. Ayah, ibu, adik, paman dan sepupu Ezra sedang berkumpul disana. Sedang Ezra sendiri masih tertidur dengan tangan kiri yang terbalut. Dan kamipun berbincang-bincang dengan kedua orang tuanya. Sang ayah mulai menceritakan kronologis terjadinya kecelakaan itu. Dengan semangat ia terus bercerita sedang kami menyimak ceritanya dengan serius.
“ Iya, si Ezra terjatuh di selekta waktu dia sedang bermain tadi”. Ujar ayahnya.
“Kami terkejut kerena mendengar teriakannya dan ketika kami menghampirinya, tangannya sudah bengkok” ayahnya meneruskan.
“Terus Ezranya bagaimana pak ?” saya bertanya.
“ Waktu terjatuh ia hanya berteriak – Mama ! mama ! Doakan ma ! doakan ma ! – terus-menerus ia berteriak seperti itu” ujarnya lagi.
Setelah sekitar 20 menit kami menyimak cerita dari ayahnya, akhirnya Ezra terbangun dari tidurnya. Kami segera menghiburnya dan mendoakannya agar dia mendapatkan kekuatan dan ketenangan dari Tuhan.

Dalam perjalanan pulang, dengan sepeda motor yang sama saya berjalan santai sambil menikmati gerimis yang tak kunjung sirna. Sementara angin yang cukup kencang berhembus merasuki tulang-tulangku, saya merenungkan peristiwa yang baru saja terjadi. Tiba-tiba rasa malu datang menghinggapi. Terbesit dalam ingatanku kejadian 1 bulan yang lalu. Pada saat itu saya sedang jatuh sakit dan hal pertama yang kulakukan adalah mencari obat-obatan, menghangatkan badan dengan pakaian yang tebal-tebal dan mengistirahatkan tubuhku di atas kasur kapuk. Segala upaya kulakukan untuk dapat menyembuhkan raga lunglaiku ini. Satu-satunya hal yang kulupakan adalah berdoa. Doa hanyalah menjadi usahaku yang terakhir kali setelah aku melakukan berbagai upaya yang kusebutkan tadi. Doa yang kunaikkanpun hanyalah sekedar ritual yang biasa kulakukan sebelum tidur. Sangat berbeda dengan apa yang di lakukan Ezra. Di tengah kesakitan yang luar biasa dan ditengah ketakutan-ketakutannya, yang dia teriakkan bukanlah keluhan kesakitan minta tolong. Yang dia teriakkan adalah permohonan untuk didoakan. Berdoa merupakan langkah awal yang dipilihnya.

Betapa malunya saya. Ternyata seorang guru sekolah minggu harus diajari berdoa oleh murid sekolah minggunya. Konsep mengenai “doa sebagai nafas hidup” diterapkan dengan baik oleh Ezra. Padahal, seringkali saya mengajarkan kepada murid-murid sekolah minggu untuk berdoa ketika mereka sakit, merasa takut dan sebagainya.

Betapa seringnya kita “para dewasa” merasa lebih pandai dari pada anak-anak yang usianya jauh dibawah kita. Kita merasa jauh lebih berhikmat dari pada mereka. Begitu berhikmatnya, sehingga ketika ada masalah dan kesukaran yang menimpa, yang lebih diandalkan adalah cara-cara, rasio dan pengalaman-pengalaman kita daripada bergantung pada kemurahan Tuhan dalam doa-doa kita. Tentu saja Tuhan lebih mengkehendaki setiap anak-Nya untuk datang dan bersandar kepada-Nya. Begitu juga Dia selalu mendambakan setiap kita menjadikan-Nya yang utama dalam setiap perkara dalam kehidupan ini. Sama seperti Ezra, Dia menginginkan setiap anak Tuhan untuk mencari-Nya terlebih dahulu ditengah kesakitan-kesakitan yang kita alami. Mungkin pada saat erangan “Mama ! Mama ! Doakan ma ! Doakan ma !” diteriakkan, Tuhan Yesus sedang tersenyum simpul melihat anak-Nya mencari Dia. Tetaplah berdoa, dan selalu berjaga-jagalah untuk terus berdoa dalam segala keadaan. GBu

Nb : Saya berharap dan percaya kondisi Ezra akan dipulihkan. Doakan yah !

Seberapa Layakkah Anda

Dia adalah seorang gadis desa yang cantik, energik, semangat, ceria juga smart. Kulitnya sawo matang, rambutnya lurus dan panjang, matanya berbinar-binar, wajahnya tampak bersih dan segar. Usianya pun masih muda belia. Masih 16 tahun. Wajar saja banyak kumbang-kumbang desa yang menginginkannya untuk menjadi kekasih hatinya. Nama gadis tersebut adalah Sri Wulaningsih. Panggil saja Sri.

Sesuai dengan adat di desa itu, setiap anak-anak yang sudah menginjak fase remaja (sudah lulus smp) harus belajar untuk hidup mandiri dan mencari pekerjaan sendiri untuk menghidupi keluarga dan membantu biaya sekolah saudara-saudaranya. Begitu pula dengan sri. Dia harus melangkahkan kakinya keluar dari desa itu untuk pergi kekota yang lebih besar untuk melakoni tugas dan kewajiban yang harus dijalani. Apalagi dia adalah anak sulung sehingga ia menjadi tulang punggung harapan keluarganya.

Segera saja Sri pergi untuk hidup merantau menjauh dari keluarga yang dikasihinya. Karena dia memiliki semangat, keceriaan dan kepandaian maka tidak sukar bagi dia untuk mendapatkan pekerjaan di kota besar. Sri akhirnya mendapatkan pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga di kawasan perumahan elit di Surabaya. Beruntungnya dia karena majikan yang mempekerjakannya adalah seorang Kristen yang baik hati dan yang sungguh-sungguh melakukan setiap Firman Tuhan yang didengarnya. Setiap hari Sri dipersilahkan untuk makan bersama-sama dengan sang majikan di meja yang sama. Tiap-tiap malam Sri boleh menonton televisi 29 inch di ruang keluarga yang biasa dipakai oleh keluarga majikannya. Dia pun diberi serangkaian kunci-kunci di rumah itu sehingga dia bebas masuk keluar rumah sesuka hatinya. Sri juga diberikan kepercayaan untuk mengurus beberapa pekerjaan-pekerjaan dari sang majikan seperti menandatangani surat-surat kerja, menerima barang-barang perusahaan dan sebagainya. Meskipun majikannya memberikan banyak kemurahan kepadanya, majikan itu tetap menuntut Sri untuk memenuhi setiap tanggungjawab-tanggungjawab yang harus dilakukannya.

Namun lama-kelamaan Sri menjadi lupa diri. Dia mulai hidup seenaknya dan sering menunda-nunda pekerjaannya. Ternyata dia sedang menjalin hubungan dengan seorang laki-laki muda yang tinggal di sebelah rumahnya. Pacaran membuat dia jarang dirumah dan membuat dia seringkali melalaikan tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang pembantu. Diapun mulai bergaul dengan teman-teman kekasihnya yang modis dan funky. Sebagai anak muda tentu saja Sri juga ikut terpengaruh. Pergaulannya membuat karakternya semakin egois, keras kepala dan susah diatur sehingga tidak jarang konflikpun terjadi antara Sri dan majikannya. Sebagai seorang yang sungguh-sungguh mengasihi Tuhan, sang majikan tetap bersabar dalam menghadapi perilaku Sri.

Sampai suatu ketika, pada malam minggu dimana para muda-mudi pada asyik bercumbu, Sri si pembantu rumah tangga ini meminta kepada majikannya agar diijinkan untuk pergi ngeluyur bersama kekasih dan teman-teman kekasihnya untuk merayakan ulang tahun sang kekasih sampai larut malam. Tetapi ternyata keinginannya itu ditolak oleh majikannya, sebab pada hari itu sang majikan sekeluarga harus pergi kota Malang untuk mengunjungi pernikahan saudaranya. Majikannya meminta agar Sri menjaga rumah itu sehari penuh dengan alasan keamanan yang cukup rawan diperumahan elit itu.

Tetapi apa yang terjadi ? Sri marah kepada majikannya. Dia memaksa untuk diijinkan pergi keluar rumah karena ia sudah berjanji pada kawan-kawannya untuk menghadirinya. Tentu saja si majikan tetap menolak permintaannya karena majikan tersebut mempunyai hak untuk menolaknya. Sri pun bertambah marah, dia mengeluarkan kalimat-kalimat bernada protes kepada tuannya, dia mulai berdebat dengan majikannya bahkan sebelum perdebatan itu selesai ia meninggalkan ruangan itu dengan membanting pintu dan pergi begitu saja. Sri sudah lupa bahwa ia adalah pembantu dirumah itu.

Bagaimana pendapat anda ? Mari bersama-sama kita menempatkan diri dalam dua sudut pandang. Yang pertama dari sisi Sri, kemudian dari sisi sang majikan dan terakhir dari sisi pembaca (tokoh netral).

Apa yang terjadi jika kita menempatkan diri kita sebagai Sri ? Mungkin kita akan bersikap seperti dia bukan ? Mungkin kita juga akan marah dan ngambek karena keinginan-keinginan kita tidak dikabulkan. Padahal kita selama ini sudah kerja mati-matian. Kita merasa sudah melakukan banyak jasa bagi majikan kita. Jadi wajar saja jika keinginan kita seharusnya dikabulkan setidaknya sekali ini saja. Kita juga akan protes dan memaksakan apa yang menjadi kehendak kita. Keperluan kita akan terlihat lebih penting dibandingkan dengan keperluan majikan kita. Bahkan tidak mustahil jika kita akan mengajak berdebat serta membanting pintu dan meninggalkan majikan kita begitu saja.

Tapi, bagaimana jika kita berada dalam posisi sang majikan ? Mungkin kita akan naik pitam. Segera saja kita akan mengeluarkan surat pemecatan. Atau mungkin kita lebih memilih untuk diam dan bersabar. Namun pandangan kita sudah mengecap Sri sebagai sesosok pembantu yang tidak tau diri dan tidak tau diuntung. Kita merasa sudah melakukan terlalu banyak untuk dia, tapi dia kok…… wah ! sungguh keterlaluan !.

Kita akan melihat bahwa apa yang dilakukan oleh Sri tidaklah pantas bukan ? Tidak layak jika seorang pembantu marah, protes dan berlaku tidak sopan kepada majikannya. Apalagi kita sebagai majikannya sudah memenuhi kewajiban-kewajiban kita untuk membiayai dan menghidupi kebutuhan si pembantu. Bahkan kitapun memberikan “bonus plus” kepada dia berupa kepercayaan-kepercayaan dan kesempatan untuk menjadi bagian dalam keluarga kita sang majikan. Seharusnya Sri menyadari kebaikan kita, dan menyadari bahwa dia adalah seorang pembantu dirumah itu.

Dalam relasi kita dengan Tuhan, bukankah kita lebih sering menempatkan posisi kita sebagai Sri ? Begitu sukar bagi kita untuk melihat secara objektif apalagi melihat dari sisi Sang Majikan. Bukankah kita seringkali marah, protes dan mendebat Tuhan ketika kehidupan kita tidak seenak yang kita inginkan dan harapkan atau juga ketika Tuhan berkata “tidak” terhadap doa-doa kita ? Sebenarnya boleh saja kita marah kepada Tuhan. Tuhan tentu tidak akan memberikan becana-bencana atau kutukan-kutukan karena kita memprotes apa yang telah terjadi dalam kehidupan kita. Namun pertanyaannya, apakah layak ? Apakah pantas ?

Sungguh tidaklah pantas jika kita ciptaan Tuhan yang kecil dan terbatas ini melakukan aksi protes kepada Dia “sang majikan” yang menciptakan kita. Sebenarnya kehidupan kita akan menjadi lebih buruk dari kehidupan (baik suka maupun duka) yang kita jalani sekarang jika Tuhan tidak datang kedunia dan menebus dosa-dosa kita. Ketika Dia datang kedunia, Dia sudah membebaskan kita dari dosa-dosa yang membelenggu kita. Dia membeli kita untuk menjadi hamba-hamba-Nya. Bahkan kita juga diberikan “bonus plus” berupa kesempatan untuk memanggil Dia Abba Bapa. Dia ingin mengangkat kita menjadi anak-anak-Nya yang sangat dikasihi-Nya. Dan ini semua sudah direncanakanNya dari semula. Rencana-Nya begitu sempurna dalam kehidupan kita.

Seringkali ketika doa dan permohonan kita tidak dijawab bahkan dijawab tidak oleh Tuhan, serta harapan-harapan kita tampak begitu mustahil untuk diraih, dalam benak kita timbul pertanyaan-pertanyaan kritis “mengapa begini ? mengapa begitu ? mengapa dia ? mengapa ? mengapa ? dan mengapa ?” Begitu kritisnya pertanyaan itu sampai-sampai kita sendiri tidak dapat menjawabnya. Dan kemudian kita mulai menyalahkan Tuhan karena segala sesuatu berjalan tidak seperti yang kita harapkan. Namun, adakah pertanyaan yang begitu kritis yang tidak dapat dijawab oleh-Nya ? Tidak ada !! Semua bisa dijawab ! Terkadang Tuhan menjawab “tidak” akan doa-doa kita adalah agar kita dapat belajar beriman dan bersandar penuh kepada rencana-Nya yang terbaik bagi kita.

YESUS CINTA PADAKU

Di pagi hari langit mendung sedang memayungi bumi, terdengarlah suara sepasang langkah kaki di dalam ruangan ibadah sebuah gereja. Tidak ada seorangpun yang berada dalam ruangan tersebut sehingga derap langkah kaki itu terdengar begitu jelas dan menggema. Suara langkah kaki itu milik seorang pemuda yang terlihat sedang merenungkan sesuatu. Dia berjalan pelan dengan kepala tertunduk dan dengan langkah luntai. Matanya menunjukkan tiada pengharapan. Wajahnya mengisyaratkan kesepian yang ada di dalam hatinya. Ia berjalan menuju bangku-bangku yang tersusun rapi di dalam ruangan ibadah yang megah itu. Dan duduklah ia di tempat duduk yang paling belakang. Dia menghempaskan tubuhnya ke sandaran kursi, kepalanya tetap tertunduk dan pandangan matanya begitu kosong.

Kemudian mulailah ia meratapi kehidupannya. Segera terlintas dalam ingatannya bagaimana ia ditolak oleh keluarganya sendiri. Ia selalu dianggap bodoh oleh keluarganya. Sejak kecil ia selalu menyaksikan pertengkaran yang hebat dirumah yang didiaminya. Tamparan, pukulan, penganiayaan dan cacian menghiasi hari-harinya. Ketakutan, kekhawatiran, kesedihan, kejengkelan dan amarah semuanya bercampur menjadi satu dalam hati dan pikirannya. Terlintas juga dalam ingatannya bagaimana ia ditolak oleh teman-teman sebayanya. Tidak seorangpun yang mau bersahabat dengannya. Dia selalu menjadi bahan olokan dan tertawaan bahkan seringkali dirinya menjadi boneka mainan teman-temannya. Sehingga ia terjebak dalam kehidupan gelap anak-anak muda agar ia dapat diterima dan dihargai oleh kawan-kawannya. Ia mulai merokok, minum-minuman keras, mengkonsumsi ratusan vcd porno, dugem, ngomong kasar, berkelahi dan banyak lagi. Semua ini dilakukannya agar keberadaannya diakui. Lalu terlintas juga dalam benaknya bagaimana ia selalu ditolak oleh orang-orang yang sangat dia kasihi. Tidak tau kenapa, semua orang yang dikasihinya pergi darinya dan meninggalkannya. Kisah cintanya penuh dengan penolakan. Hasrat yang begitu besar untuk mencintai seseorang hanya dapat dipendam dalam hatinya selama berhari-hari bahkan bertahun-tahun. Masa depannya tampak begitu kelam untuk dijalani.

Tanpa terasa orang banyak mulai berdatangan memasuki ruang ibadah tersebut. Satu-persatu mereka memenuhi tempat duduk yang masih kosong. Pianis pun mulai memainkan nada-nada yang lembut untuk mempersiapkan hati jemaat-jemaatnya sebelum beribadah. Setelah 10 menit sang pianis memainkan alunan musiknya, naiklah pemimpin ibadah keatas mimbar. Pemimpin tersebut memulai ibadah dengan mengajak setiap jemaat yang datang untuk bersaat teduh sejenak dan kemudian dilanjutkan dengan pujian yang diambil dari kidung puji-pujian Kristen nomor 175. Pujian itu berbunyi demikian :

Yesus cinta padaku. Alkitab mengajarku
Meskiku kecil lemah. Tapi aku milikNya
Ref
Yesus Tuhanku. Yesus cintaku
Yesus cintaku. Ia cinta padaku

Seluruh jemaat menyanyikan pujian ini dengan riang, hujan pun mulai turun dengan derasnya. Semua jemaat bersukacita menyanyikan lagu sederhana yang biasanya dinyanyikan oleh anak-anak sekolah minggu itu.

Namun apa yang terjadi dengan pemuda yang baru meratapi nasibnya tersebut ? Pemuda tersebut terdiam, bibirnya gemetar, kepalanya semakin menunduk dan dadanya mulai terasa sesak. Dan tak tertahankan lagi, pemuda tersebut akhirnya menangis deras. Air matanya menyatu dengan derasnya aliran air hujan yang jatuh ke atas bumi. Buku pujian yang di pegangnya semakin mengabur karena dibasahi oleh isakan air matanya. Kedua tangannya menutupi wajahnya untuk menampung tumpahan air matanya. Dia terus menangis dan menangis tanpa memperdulikan orang-orang disekitarnya yang akan memperhatikannya. Lagu yang membawa sukacita kepada orang lain itu ternyata hanya membawa air mata baginya.

Apa yang ditangisi pemuda tersebut ? Pemuda itu tidak sedang menangisi penderitaan yang dialaminya. Dia juga tidak sedang menangisi akan buruknya nasib yang menimpa kehidupannya. Pemuda itu menangis karena ia tidak dapat memungkiri bahwa Yesus cinta kepadanya. Meski berkali-kali dia berteriak kepada Tuhan “mengapa Engkau membiarkan semua ini terjadi dalam kehidupanku !” dan tidak jarang juga dia berkata “Yesus tidak pernah sayang kepadaku”, namun sesungguhnya hati kecilnya tak dapat menyangkali bahwa Yesus selalu cinta kepadanya. Yesus tetap cinta padanya meskipun permasalahan yang dialaminya begitu berat. Yesus tetap cinta padanya walaupun semua orang menolak dia. Bahkan, Yesus tetap mencintainya meskipun dia berkali-kali berbuat dosa dan menyakiti hati Tuhan. Ya! pemuda itu menangis karena kasih Tuhan yang terlampau besar kepada dia. Iman percayanya kepada kasih Tuhan melebihi rasio yang didapat dari pengalaman-pengalaman kehidupannya.

Mazmur 34:19 menuliskan “ Tuhan itu dekat dengan orang-orang yang patah hati, dan ia menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya”. Tanah yang gersang jauh lebih membutuhkan curahan air daripada tanah yang subur. Begitu pula orang-orang yang patah hati dan remuk jiwanya akan mendapatkan curahan kasih Tuhan yang mengalir deras. Kasih Tuhan itu kekal sampai kelangit dan setia-Nya sampai ke awan-awan.

Ketika Tuhan Yesus menunjukkan kasih-Nya melalui pengorbanannya dikayu salib, itu bukanlah kasih kepada orang-orang tertentu dan pada zaman tertentu. Kasih itu ditujukan kepada semua orang di segala tempat dan di segala abad yang mau percaya kepada-Nya. Ketika kita percaya kepada-Nya maka Allah akan mencurahkan kasih-Nya yang luar biasa itu kedalam hati kita oleh Roh kudus yang dikaruniakan kepada kita. Kasih-Nya membawa kita menjadi sahabat-sahabat-Nya bahkan menjadikan kita anak-anak yang dikasihi-Nya.

Apakah kita sedang meratapi kehidupan kita saat ini ? apakah masalah-masalah yang kita alami terlalu berat bagi kita sehingga kita meragukan kasih Tuhan ? Mungkin penderitaan yang kita alami lebih menggenaskan dari pada yang dialami pemuda tersebut. Tetapi bagaimanapun, kapanpun dan apapun yang terjadi dalam kehidupan kita, kita tidak akan pernah dapat memungkiri bahwa Yesus cinta kepada kita.

IKAN ATAU KAWAN ?

“Jika Anda ingin melatih konsentrasi, cobalah untuk memelihara ikan dan perhatikanlah ikan-ikan itu setiap hari.” Demikian kata seorang dosen kuliah kami di sela-sela pelajarannya.
Wah kebetulan sekali. Saya memiliki kelemahan di dalam hal ini. Bagi saya konsentrasi merupakan hal yang sangat sukar. Setiap kali dosen mengajar atau pendeta berkotbah, 10-15 menit awal pikiranku terfokus pada ajaran dan kotbah tersebut. Sisanya, pikiran ini sudah mengikuti tour keliling dunia di tempat-tempat yang kusuka. Padahal, konsentrasi merupakan hal yang sangat penting untuk masa depanku dan untuk profesiku. “Memelihara ikan? bisa dicoba” ujarku pada telingaku sendiri. Semoga konsentrasiku bisa semakin membaik.
Hasratku menggebu-gebu untuk segera memiliki seekor ikan, bukan untuk perut namun untuk menemani hari-hariku. Tetapi hasrat itu tertahankan untuk beberapa waktu. Kesibukan, tugas-tugas yang membeludak dan ujian-ujian yang mengancam pikiranku serta tangungjawab-tanggungjawab yang harus dipenuhi menyita waktuku untuk dapat membeli teman baruku.
Tiba-tiba saya tersadar bahwa saya memiliki teman yang memelihara dua ekor ikan cupang yang cantik. Warnanya merah dan biru menyala berpadu harmoni membuat ikan-ikan itu menjadi begitu menarik dan indah dipandang. Segera saja saya meminjamnya dari teman saya. Berhasil ! Dia meminjamkan satu ekor ikannya kepadaku beserta wadahnya. Ah, Hatiku senang sekali. Setiap hari saya memberinya cukup makan. Jika airnya sudah keruh maka segera saat itu kuganti dengan air yang jernih dan segar. Tiap-tiap hari saya meluangkan waktu untuk memperhatikan teman baruku itu. Saya sangat menyayangi ikan itu bagaikan milikku sendiri.
Namun keesokkan harinya saya begitu terkejut ketika melihat ikan cupang yang begitu indah tadinya berubah warna menjadi pucat pasi dan kehilangan daya tariknya. Saya tahu ikan itu “stress.” Dia depresi berat tanpa sebab yang jelas. Tentu saja saya menjadi ikut-ikutan panik, bingung dan khawatir kalau-kalau ikan itu mati. Oh,Tidak ! saya baru memeliharanya selama tiga hari. Segala upaya kulakukan untuk menolong ikan itu. Saya mecoba memberinya makan, karena jangan-jangan dia kelaparan. Saya mengganti airnya sebab saya takut ikan itu stres karena airnya yang keruh. Saya mencoba mendekatkan wadahnya dengan ikan-ikan yang lain, dengan harapan ikan itu tidak kesepian dan kembali memiliki warna-warna semula yang begitu indah. Namun semua usaha saya sia-sia. Semua yang kulakukan tidak berpengaruh terhadap ikan tersebut. Saya sudah tidak tahu harus berbuat apa lagi.
Sudah cukup. Cerita ini tidak perlu dilanjutin lagi. Saya rasa kita tidak perlu mengetahui akhir kisah dari ikan cupang yang stres tersebut.
Sekarang mari kita melihat disekitar kita. Ditengah dunia yang penuh dengan gejolak permasalahan yang semakin hari semakin kompleks ini, banyak sekali manusia-manusia yang “berubah warna” dan “kehilangan keindahannya”. Banyak diantara mereka yang stres, putus asa dan tertekan dalam menghadapi pergumulan-perumulan hidup yang begitu berat. Mereka tertekan dengan keruhnya dunia yang mereka hadapi. Mereka lapar akan kasih sayang, perhatian, percaya diri, harga diri dan sukacita. Mereka membutuhkan orang-orang lain yang dapat mengerti isi hati mereka dan memenuhi kekosongan dalam diri mereka.
Namun sungguh ironis. Begitu banyak manusia saat ini yang bergeming dan tidak bertindak ketika melihat sesamanya mengalami tekanan-tekanan dan penderitaan-penderitaan tersebut. Mereka jauh lebih responsif jika ikan yang mereka pelihara mengalami depresi daripada melihat sesama mereka yang depresi. Bukannya mereka tidak tau, mereka tau! Tetapi “No Action”. Mereka berkata “apa peduliku ! itu urusanmu!”. Bahkan yang lebih tragis lagi ada yang sengaja untuk semakin memperkeruh keadaan. Mereka berbahagia di atas penderitaan orang lain.
Bagaimana dengan kebanyakan umat Kristen saat ini ? Tampaknya sama saja. Jarang yang peduli lagi terhadap sesamanya, kasih begitu langka, tidak ada persahabatan dan persaudaraan. Yang ada hanyalah unjuk diri, merendahkan orang lain bahkan menghakimi. Mereka berlomba-lomba untuk memiliki harga diri yang lebih dibandingkan orang lain. Mata mereka tertutup pada lingkungan sekitar mereka termasuk pada saudara seiman mereka. Mereka hanya mau memperhatikan dan memperdulikan orang-orang yang dapat memberikan keuntungan bagi mereka. Tujuan mereka hanya satu yaitu kepuasan diri mereka sendiri. Mengerikan ! hukum rimba terjadi diantara umat Kristiani. Mungkin seekor ikan peliharaan jauh lebih berarti daripada kawan-kawan mereka.
Saudara, apakah kita berada dalam posisi itu sekarang ? Ataukah kita belum sadar jika saat ini kita berada dalam posisi tersebut ? Ataukah kita menyadarinya namun kita mengeraskan hati kita untuk berubah ?
Belajarlah dari Tuhan Yesus hai umat Kristiani. Dia mengasihi semua orang-orang yang terbuang seperti pemungut cukai, orang-orang samaria, perempuan yang berdosa, janda-janda miskin, orang-orang cacat dan anak-anak serta perempuan-perempuan yang tidak dianggap pada saat itu, termasuk kita orang-orang yang berdosa ini. Dia mengasihi mereka seperti sahabat-Nya sendiri dan memperhatikan mereka tanpa mengeruk keuntungan sedikit pun dari mereka. Dia juga sangat mengasihi murid-murid-Nya. Dengan tidak memandang kesenioritasan-Nya, Ia membungkukkan badannya dan membasuh kaki murid-muridNya. Dan banyak lagi perbuatan-perbuatan yang dilakukan-Nya yang menunjukkan kerendahan hati yang luar biasa.
Hukum terutama yang diajarkan Tuhan Yesus kepada kita adalah “kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu”. Tetapi jangan lupa di dalam kitab matius 22:39-40 mengatakan hukum yang sama pentingnya dengan itu adalah “kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”. Di injil Markus ditekankan bahwa tidak ada hukum yang lebih utama daripada kedua hukum tersebut. Bahkan lebih ekstrem lagi, Tuhan mengajarkan kita untuk mengasihi musuh-musuh kita. Kasih merupakan basic untuk seseorang menjadi anak-anak Tuhan yang memperkenankan-Nya. Bukan kasih yang pura-pura, namun kasih yang tulus yang keluar dari hati yang memancarkan kasih Kristus yang dibagikan kepada sesama kita yang membutuhkannya.
Jika Tuhan bertanya kepada kita “siapakah yang lebih berharga ? kawanmu sesama manusia (termasuk musuh kita) ataukah kesenangan pribadi kita ?” Apa jawab kita “ ikan atau kawan ?”

Nb: Oh ya ikan itu ternyata tidak mati, dia tampak stress karena dia ternyata bertelur. Telurnya buuuuaaanyaaakk sekaliiiiiiiii !!!