Monday, February 01, 2010

Menghidupi Relasi Yang Proporsial



Firman Tuhan di persekutuan lantai pria.


Saudara, saya pernah membaca sebuah status di FB yang mengatakan bahwa segala sesuatu dalam kehidupan manusia itu harus proporsional (seimbang). Hidup manusia itu tidak selalu harus berlebihan karena segala sesuatu yang berlebihan belum tentu baik. Misal, banyak kerja baik, tapi jika berlebihan dan mengurangi jam istirahat dan berolahraga akan mengacaukan kesehatan kita. Kekurangan gizi jelas tidak baik. Tetapi menurut penelitian jika kebanyakan gizi juga akan menimbulkan banyak penyakit seperti diabetes, jantung, stroke, dsb. Karena itu gizi kita pun harus proporsional. Memiliki kepercayaan diri baik. Jika kepercayaan diri kurang maka seseorang akan menjadi minder. Tetapi jika percaya diri berlebihan akan dicap sombong dan sok tau oleh rekan-rekan kita. Contoh lain, orang yang terlalu diam membingungkan, tetapi orang yang terlalu ribut memusingkan. Seimbang merupakan pilihan terbaik. Masih banyak contoh-contoh lain yang menunjukkan kepada kita akan pentingnya hidup yang proporsional (baik dalam relasi, percintaan, studi, dsb).

Hukum Taurat pun menawarkan sesuatu yang proporsional. Sebelumnya, kita harus memahami bahwa hukum Taurat memiliki signifikansi yang tinggi bagi orang Yahudi, karena hukum itu mewakili isi hati Allah. Dari hukum-hukum inilah kita dapat mengenal Allah Pencipta sebagai oknum pemberi hukum tersebut. Analoginya seperti ini, kita dapat mengenal seorang ayah dari hukum-hukum yang diberikan kepada anaknya. Ipar saya pernah mengajar ke anaknya “Kalo ada teman gangguin kamu, kamu langsung pukul saja”, yang menunjukkan jiwa pembalas dari ipar saya. Papa saya pernah mengajarkan kepada saya “dek, kalau ketemu orang yang lebih tua kamu harus sapa, jangan diam saja”. Saya diajarkan mengenai cara untuk menghormati orang yang lebih tua, dan memang papa saya juga selalu menghormati orang yang lebih tua dari dia. Demikian juga hukum taurat mencerminkan Allah yang memberi hukum itu. Karena itulah kita sebagai warga kerajaan Allah harus berusaha mengenal Allah dengan mempelajari hukum-hukum yang diberikan-Nya.


Dalam kitab Keluaran, pusat hukum-hukum itu dipaparkan secara gamblang pada Keluaran 20:1-23:19, dalam konteks di gunung Sinai. Menariknya, hukum Taurat yang diberikan oleh Tuhan ternyata juga menekankan sesuatu yang proporsional, yaitu dengan menekankan keseimbangan antara relasi manusia dengan Allah, dan relasi manusia dengan sesamanya. Hal ini tampak jelas lewat struktur teks yang ada di dalam pasal-pasal ini.

Rangkaian hukum di gunung Sinai itu dimulai dengan inti hukum dalam pasal 20 tentang 10 perintah Allah, kemudian dilanjutkan dengan hukum-hukum berikutnya dari pasal 20:22-23:19. Dari 10 hukum tersebut kita dapat membagi menjadi dua bagian. Hukum 1-4 menekankan relasi dengan Allah. Sedangkan hukum 5-10 menekankan relasi dengan sesamanya. Demikian juga dengan hukum selanjutnya, kita juga akan menemukan pola yang sama secara bergantian. Saya menemukan pola seperti ini:


20:22-26 Menekankan relasi dengan Allah. Tentang peraturan kebaktian, dan bagaimana sikap yang meninggikan Tuhan di atas segalanya.

21:1-22:17 Peraturan mengenai hubungan antara manusia dengan sesamanya. Dibagian ini dibahas mengenai hak seorang budak, jaminan nyawa dan larangan terhadap tindakan kekerasan. Bukan hanya jaminan nyawa, tetapi juga jaminan harta. Semua ini berintikan sebuah belas kasihan keadilan yang harus diterapkan bagi sesama.

22:18-20 Relasi manusia dengan Allah. 3 ayat ini disimpulkan berbicara mengenai peninggian Allah, dan tidak boleh menduakan Dia.

22:21-28 Mengenai hubungan manusia dengan sesamanya. Yaitu tentang kepedulian dan kasih terhadap orang-orang yang tidak mampu.

22:29-31 Persembahan kepada Allah.

23:1-13 Mengenai hubungan manusia dengan sesamanya. Berisi perbuatan yang dilarang seperti dilarang berbohong, berbuat jahat. Selain itu diminta untuk saling menolong sesama yang dalam kesusahan. Serta larangan untuk menindas orang yang lebih lemah.

23:14-19 Diakhiri dengan relasi antara manusia dengan Allah. Di mana umat Israel diminta mengadakan perayaan untuk mengingat akan kebaikan Tuhan, dan diminta untuk memberikan yang terbaik bagi Tuhan.


Struktur yang digunakan secara bergantian ini menunjukkan bahwa relasi manusia dengan Allah, dan manusia dengan sesamanya merupakan hal yang penting. Tuhan mengkehendaki kita untuk menjaga keseimbangan ini. Mengabaikan salah satu relasi akan membuat keseimbangan Taurat terganggu. Mengabaikan salah satu juga berarti kegagalan dalam mengerti dan mengikuti kehendak Tuhan.


Relasi vertikal dengan Allah itu penting. Kepentingan relasi dengan Allah terlihat dari struktur dimana hukum-hukum paling awal dan paling akhir berisikan mengenai relasi manusia dengan Allah. Jika diatur dalam kiasme, maka relasi dengan Allah merupakan bentuk A dan A’ yang merupakan kerangka dasar sebelum melanjutkan sebuah kiasme. 10 hukum Tauratpun memulai dengan memaparkan 4 hukum yang berelasi langsung dengan Allah. Ini menunjukkan bahwa relasi dengan Allah merupakan hal yang sangat penting dan mendasar. Yaitu sikap kita yang mencari Allah, memberikan yang terbaik, menghormati Dia, mengingat segala kebaikan Tuhan, dan dengan mengasihi Allah. Inilah hal mendasar yang harus diperhatikan oleh setiap anak-anak Tuhan.


Sedangkan kepentingan relasi horizontal terlihat dari porsi yang diberikan dalam hukum-hukum ini. Di 10 perintah, hubungan dengan sesama diberi porsi 6 dari 10 hukum. Jika kita melihat hukum-hukum yang terdapat dari pasal-pasal selanjutnya maka kitapun menemukan porsi hukum yang berkaitan dengan relasi antar sesama manusia jauh lebih banyak. Ini menunjukkan akan pentingnya relasi antar sesama manusia sehingga Tuhan memberi porsi yang banyak dalam perihal relasi dengan sesamanya. Relasi yang seperti apa? Yaitu relasi yang saling mengasihi, tidak egois, saling menghargai hak dan kepentingan orang lain, saling menolong, yang kuat menolong yang lemah dan bukannya menindas, dan relasi kekeluargaan yang intim.


Berarti dapat disimpulkan bahwa relasi vertikal dengan Allah adalah hal yang paling mendasar bagi kehidupan Kristen, namun dengan menjalin relasi dengan Allah, itu berarti kita harus memberikan porsi yang besar bagi relasi horizontal dengan sesama kita. Harus ada keseimbangan di dalamnya. Karena itu Yesus pernah berkata kepada seorang ahli Taurat mengenai hukum yang terutama “Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi." Tuhan Yesus sendiri mengajarkan pentinganya relasi dengan Allah dan relasi dengan manusia. Kehidupan-Nya juga mencerminkan pengajaran-Nya. Ia sering berlutut dan berdoa. Tetapi ia meluangkan lebih banyak waktu untuk melayani manusia. Mengabaikan salah satu, berarti kita gagal mengikuti kehendak Tuhan.


Jonathan Edwardspun meneladani Kristus. Ia merupakan salah satu pemimpin pembaharuan yang terjadi di Amerika pada pertengahan abad 18. Ia memberikan kepada kita suatu contoh dan teladan bagaimana caranya hidup seimbang. Edwards bangun pagi-pagi mempelajari Firman Tuhan selama beberapa jam setiap hari. Disamping itu dia menyediakan waktu untuk keluarganya, untuk membaca (baik buku teologia maupun buku lain), menulis, melayani orang lain, bahkan ia terjun dalam dunia politik. Edward telah memberi contoh tentang kehidupan yang seimbang antara relasi dengan Allah dan relasi dengan sesamanya.


Saudara-saudara bagaimana dengan kita. Jika kita meneropong kembali kehidupan kita, sudahkah kita memiliki keseimbangan antara relasi dengan Allah dan relasi dengan sesama kita? Dalam relasi dengan Allah, apakah kita sudah menghormati Tuhan dalam kehidupan kita? Apakah kita sudah menjaga hidup kita tetap kudus? Sudahkan kita menjadikan-Nya sebagai yang terutama? Apakah kita sering menjadikan Dia sebagai sumber kekuatan kita, atau kita lebih memilih mengandalkan kemampuan kita? Sudahkah kita memberikan yang terbaik bagi Dia? Apakah kehidupan kita memuliakan Tuhan? Atau malah mempermalukannya? Apakah hidup kita takut akan Tuhan? Apakah kita menikmati waktu-2 kita bersama Tuhan?


Dalam relasi kita dengan sesama, sudahkah kita meluangkan waktu kita untuk memperhatikan sesama kita? Ketika ada rekan kita yang kesusahan, apakah kita menyediakan tangan yang terulur bagi mereka? Atau jangan-jangan kita hanya berfokus dengan agenda-agenda kita. Ketika kita berada dalam posisi yang berotoritas, apakah kita menggunakan itu untuk melayani sesama kita, atau kita pakai untuk menekan mereka yang ada dibawah kita? Apakah kita sering menggunakan status “mahasiswa tingkat atas” untuk menakut-nakuti adik tingkat kita? Sudahkah kita memiliki hati yang penuh kasih dan berkorban untuk sesama kita?


Saudara, mari kita refleksikan bersama. Sejauh ini bagian mana yang lebih sering kita tekankan, dan bagian mana yang sering kita abaikan. Mari menjaga keseimbangan ini. Milikilah relasi yang intim dengan Allah, karena itulah sumber kehidupan dan kekuatan dan sumber hikmat bagi kita. Mari juga memberi porsi yang besar untuk melayani serta mengasihi sesama kita. Dengan menjaga keseimbangan demikian, kita telah melakukan apa yang Tuhan kehendaki, yaitu menjadi serupa dengan diri-Nya. Biarlah Roh Kudus menolong kita untuk melakukan Firman ini. Amin.

No comments: