Wednesday, February 10, 2010

PERSIDANGAN TANPA KATA


Kasus persidangan Antasari merupakan masalah yang sangat pelik. Terlihat dengan terpamernya kasus ini dalam headline beberapa surat kabar dalam jangka waktu yang cukup lama (hitungan bulan). Mantan ketua KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) itu dituduh telah melakukan pembunuhan terhadap Nasrudin untuk mendapat kan istrinya Rani. Selama ini ada dua kubu yang saling bersitegang memang, di mana masing-masing memaparkan alasan yang kuat dengan argumen yang pro dan kontra kasus tersebut. Masing-masing pihak menganggap diri benar dan menuduh pihak lain bersalah (dengan demikian salah satu dari mereka tentu ada yang berbohong). Ada yang mengatakan bahwa Antasari begitu bejatnya sehingga harus dihukum seberat-beratnya. Namun ada juga yang mengatakan bahwa itu hanya permainan politik dan konpirasi dari beberapa konglomerat yang terancam atas jayanya kinerja mantan ketua KPK tersebut. Sampai beberapa minggu yang lalu kasus ini masih terombang-ambing, sampai pembaca surat kabar ikut-ikutan bingung. “Walah, jelimet tenan toh, siopo sing bener sing salah gak roh wis, wes males ngikutin aku,” teman saya berkata.

Namun berita terakhir memaparkan wacana hukuman mati untuk Antasari. Tentu saja berita ini mengejutkan pihak-pihak yang pro tedakwa, sehingga pembelaanpun semakin gencar diungkapkan. Antasari dengan pembawaan yang tenang dan berwibawa terus menyatakan bahwa pihaknya tidak bersalah, semua tuduhan itu hanyalah kamuflase. Bahkan terakhir di layar televisi, Antasari membacakan sebuah pembelaan dalam bentuk pantun yang menggambarkan dirinya sebagai seorang gembala, yang terancam oleh terkaman harimau dan sengatan ular. Namun pada akhirnya gembala tersebut dapat meloloskan diri sedangkan harimau dan ular itu mati bersamaan. Berbagai bentuk pembelaan ini sebenarnya semakin menunjukkan kegalauan hatinya. Pembawaan yang bersahaja itu tidak dapat menutupi kebimbangan yang terkatakan lewat setiap pembelaannya. Tak heran ketika seorang rekannya melakukan dukungan terhadap dirinya di persidangan, ia menangis tersedu-sedu, dan berkali-kali melintangkan tangan di depan matanya yang mempertegas kegalauannya.

Rasa galau seperti ini memang selalu ada dalam persidangan (cont: Kasus Prita Vs Rs. Omni). Apa lagi jika tuntutan itu berujung pada hukuman mati. Masing-masing takut mengalami kekalahan dan menuai hukuman. Hampir tidak ada terdakwa yang tidak melakukan pembelaannya. Bahkan ketika seseorang jelas-jelas bersalah, orang itu tetap melakukan pembelaan.

Akan tetapi ada satu persidangan yang unik sepengetahuan saya. Kasus ini sama menghebohkannya dengan kasus Antasari (mungkin lebih heboh lagi). Berita persidangan sudah tersebar keseluruh negeri, sampai ke pelosok-pelosok sekalipun. Beberapa lembaran dilekatkan di tempat-tempat umum untuk menginformasikan masyarakat. Hanya dalam sekejap, berita persidangan ini menjadi headline dalam setiap surat kabar. Tentu saja banyak orang berkumpul ke tempat peristiwa setelah mendengar hal itu. Ya, itulah persidangan Yesus dari Nazaret. Yesus juga pernah diadili. Itulah pengadilan paling kontroversial yang terjadi kurang lebih 2000 tahun silam.

Kasusnya tidak kalah pelik! Yesus dituduh telah menghujat Allah dan memberitakan ajaran sesat, karena itu beberapa pihak Yahudi meminta hukuman mati dijalankan (sesuai dengan aturan hukum Yahudi). Pengajuan hukuman ini diserahkan kepada Pilatus yang menjadi hakim sekaligus wali negeri di Yudea. Tapi sayang sekali, di mata Pilatus Yesus tidak melakukan kesalahan apapun. Tuduhan tidak mampu menuduh, bukti tidak sanggup membuktikan. Ahli-ahli Taurat dan orang Farisi tentu tidak diam begitu saja. Mereka tetap memaksa Pilatus menghukum mati orang yang bernama Yesus tersebut. Segala alasan dikemukakan, dari masalah agama sampai ke masalah politik. POKOKNYA mati, tidak peduli salah atau tidak. Bahkan mereka memilih untuk membebaskan Barabas, seorang pemberontak besar pada saat itu (mungkin seperti membebaskan Amrozi cs). Padahal mungkin mereka sendiri yang menggeret Barabas untuk ditahan. Membingungkan! Pelik! Bukti masih abstrak tapi menginginkan hukuman yang konkrit. Keinginan akan hukuman mati seakan didorong oleh motif religi yang ada dibaliknya. Jangan-jangan mereka khawatir kalau anak tukang kayu tersebut akan menggeser posisi mereka.

Menariknya, tidak seperti terdakwa-terdakwa pada umumnya (spt. Antasari, Sokrates, dll), Yesus memilih untuk diam saja. Dia tidak membela diri, bahkan tidak ada argument yang menguatkan dirinya. Pilatus yang dikirimi surat oleh istrinya untuk tidak mengganggu Yesus terus berpikir untuk membebaskannya. Ia berkata kepada Yesus “Tidakkah kamu memberi jawab? Lihatlah betapa banyaknya tuduhan mereka terhadap Engkau!” (Mark. 15:4). Pilatus sadar, jika Yesus menyatakan pembelaan diri yang kuat dan masuk akal (tidak seperti tuduhan-tuduhan yang tidak masuk akal itu), mungkin Yesus dapat dibebaskan karena pembelaan dari terdakwa sangat diperhitungkan pada waktu itu. Tetapi “Yesus sama sekali tidak menjawab sehingga Pilatus merasa heran” (Mark. 15:5).

Mengapa Yesus diam? Bukankah ada kesempatan untuk membela diri? Setidaknya memberikan penafsiran mengenai runtuhnya bait Allah kepada orang Yahudi sehinggap tidak dianggap sebagai penghujat Allah? Jujur saya terheran-heran melihat apa yang Yesus lakukan. Pendukungnya banyak, saksi mata juga banyak, saya yakin banyak orang juga akan membela dia. Bahkan Pilatus sendiri pun sebenarnya tidak menemukan kesalahan dalam diri Yesus. Mengapa ia dia tak berkata-kata? Satu-satunya jawaban yang terpikirkan olehku ialah karena “YESUS TAU BENAR AKAN TUJUAN KEMATIAN-NYA.” Yah, mungkin itu jawaban terbaik. Ia tahu waktu dan saat-Nya sudah tiba. Sudah waktunya untuk menjadi korban penebusan bagi banyak orang dan sudah waktunya untuk menggenapkan nubuatan para nabi. Kematiannya memiliki orientasi. Mungkin para terdakwa lainnya selalu membela diri karena tidak memiliki orientasi setelah kematian. Tetapi tujuan Yesus jelas. Mulutnya yang membisu tidak turut membutakan mata-Nya yang melihat jauh kedepan. Bibirnya tak bergerak, namun matanya fasih berbicara. Karena itu ia diam. Ya, itulah alasannya.

Jujur saya kagum dengan Yesus. Hati saya terpukau takjub melihat hikmat-Nya. Dan seluruh diri ini mengucap syukur karena saya boleh memiliki-Nya dalam hati, pikiran dan perasaan. Biarlah permenungan ini juga boleh menambah kekaguman dan kecintaan kita akan Tuhan Yesus. Amin.

No comments: