Friday, May 28, 2010

Doa Teragung



Dalam sepanjang sejarah kehidupan kristen ada begitu banyak doa-doa yang begitu indah yang tergaung dan tercatat dalam buku-buku. Misalnya doa Fransiskus Asisi yang terkenal di mana ia menyuarakan kedamaian di dalam kehidupan ini. Atau doa Ibu Theresa yang penuh dengan nuansa kasih sayang. Dan banyak lagi doa-doa dari orang-orang suci yang dibukukan karena keindahannya.
Dalam Alkitab sendiri banyak dituliskan doa-doa yang begitu indah. Dari PL sampai PB bertaburan doa-doa khusyuk dari orang-orang yang berkenan di hadapan Tuhan. Namun jika ada orang yang bertanya kepadaku “Doa mana yang paling agung atau indah dalam Alkitab?” Saya mungkin tidak akan menjawab doa Bapa Kami. Saya juga tidak akan menjawab doa Raja Daud yang berpoleskan kata-kata indah. Bukan juga Doa Yabes yang begitu menyenangkan hati.

Bagiku…. doa yang paling terdengung agung ialah doa Tuhan Yesus sendiri ketika Ia berada di taman Getsemani. Dengan hanya ditemani rembulan dan murid-murid yang tertidur; dalam keheningan malam itu terdengar sayup-sayup getar yang berujar kepada langit “Ya Bapa, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki.” Mungkin air mata-Nya keluar menghangati dinginnya tanah tempat Ia merebahkan diri. Sebuah air mata yang terdorong oleh kesedihan dan kegentaran yang bergejolak dalam diri-Nya.
Satu kali….dua kali…. Tiga kali… ya….Sebanyak tiga kali Yesus mengucapkan doa yang sama.

Sepertinya doa itu berasal dari keinginan hati yang terdalam sehingga harus diucapkan sebanyak tiga kali. Sepintas teringat akan doa Paulus agar duri dalam dagingnya dikeluarkan dari dalam dirinya. Sebanyak tiga kali juga Paulus memohonkan hal yang sama kepada Sang Khalik dengan cucuran air mata. Sepertinya ada sesuatu yang begitu menekan dirinya sehingga ia harus mengucapkan doa yang sama sebanyak tiga kali. Mungkin tekanan seperti itu juga yang Yesus rasakan. Seluruh langit gelap di malam itu seakan-akan mau menimpa diri-Nya. Tanah-tanah Getsemani tempat lututnya berpijak seakan-akan hendak menelan habis raga-Nya. Tak heran ia berseru-seru memohon kepada Bapa dengan sangat “Sekiranya mungkin, biarlah cawan ini berlalu daripadaku….” Keinginan yang kuatlah yang mendorongnya untuk berdoa memohonkan hal yang sama berulang kali. Yesus menjadikan dirinya seperti seorang perempuan dalam perumpamaan yang diciptakan-Nya sendiri, yang meminta-minta kepada sang hakim sampai keinginannya dikabulkan.

Sebenarnya saya tidak dapat berempati penuh akan pergumulan yang dialami Yesus. Tidak ada seorang insanpun yang akan pernah dapat berempati penuh dalam pergumulan Ilahi tersebut. Tapi dalam keterbatasan empati yang dikaruniakan-Nya, saya dapat merasakan sedikit kegetiran yang Ia alami. Kebutuhan yang besar, keinginan yang kuat, permohonan yang kaya air mata, kesedihan yang mendalam, penderitaan yang limpah, dan harapan yang sangat untuk bisa melewati cawan tersebut; saya kira semuanya ini merajalela dalam ranah pikiran dan perasaan Yesus pada malam itu. Sehingga terucaplah kata yang bersumber dari dasar hati “Sekiranya mungkin, biarlah cawan ini berlalu daripadaku….”

Namun seiring ungkapan tersebut, sebanyak tiga kali juga terdengung ucapan “….tetapi janganlah seperti yang kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki.” Ungkapan inilah yang menunjukkan kilau agung doa tersebut. Ditengah-tengah keinginan yang begitu kuat untuk keluar dari pergumulan-pergumulan-Nya, hatinya tetap ditundukkan kepada keinginan sang Bapa. Dalam ungkapan inilah terdapat penyangkalan diri yang utuh yang bisa dilakukan oleh seorang manusia. Perkataan “Jangan seperti yang kukehendaki” itu diucapkan ketika kehendak-Nya sedang menguasai seluruh dirinya. Dan perkataan “melainkan seperti yang Engkau kehendaki” ini diungkapkannya ketika Ia sendiri mengharapkan agar kehendak Bapa itu tidak terjadi. Seakan-akan terjadi suatu dilematis dalam diri-Nya. Ditengah-tengah dilematis itulah Ia memilih untuk tunduk kepada kehendak Bapa. Mata-Nya lebih terfokus kepada kehendak Bapa-Nya. Dalam doa seperti inilah tercipta kerendahan hati yang sempurna. Kerendahan hati yang berasal dari iman yang paling dalam, di mana ada keyakinan bahwa kehendak Bapa jauh lebih baik dari pada kehendak kemanusiaan-Nya.

Doa seperti inilah sangat menggetarkan hatiku. Doa ini jugalah yang tampak begitu Agung dalam hematku. Kini dalam segala keadaan, akupun ingin belajar untuk mengatakan hal yang sama “Tuhan, jikalau mungkin, kiranya pergumulan ini boleh berlalu daripadaku, tetapi janganlah seperti yang kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki.” Saya yakin Bapa di Surga akan tersenyum melihat kerendahan hati anak-anak-Nya yang berkata demikian. Sama seperti hatiku pernah tersenyum ketika melihat bocah 3 tahun (yang akrab denganku) mendatangiku dan berkata “Susuk, main bola ini sama aku yuk! Tapi kalau susuk sibuk tidak apa-apa, Kepin (Kevin) bisa main sendiri kok.” Ya, ungkapan sederhana ini menggetarkan hatiku. Karena dalam ungkapan itu saya melihat ada kebesaran hati. Kevin sangat ingin bermain denganku, tapi dia mendahulukan “kepentinganku” di atas “kepentingannya.” Maka sayapun tersenyum. Mungkin pula Bapa kita tersenyum ketika kita berkata “kiranya bukan kehendakku yang jadi, melainkan seperti yang Bapa kehendaki.” Ia tersenyum dengan anak-anak-Nya yang memiliki kerendahan hati.

Saudara, marilah kita belajar mengungkapkan doa yang begitu agung ini. Saya tidak pernah mengetahui apa yang menjadi pergumulan dan harapan saudara saat ini. Tiap-tiap orang tentu memiliki keinginan, kebutuhan, harapan, dan pergumulan yang berbeda-beda. Namun dalam segala perbedaan itu, mari kita belajar untuk menyatakan doa yang agung ini “Tuhan, jikalau mungkin, kiranya pergumulan ini boleh berlalu daripadaku, tetapi janganlah seperti yang kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki.” Nyatakan itu dengan hatimu yang terdalam. Nyatakanlah doa ini dengan keberserahan penuh, dan dengan iman yang kuat bahwa kehendak Bapa adalah kehendak yang terbaik yang harus terjadi. Biarkanlah orang berkata “Doamu tidak punya iman! Doa yang beriman harus berkata PASTI dapat, PASTI bisa, dan PASTI aku akan menerima”, biarkanlah orang-orang itu. Ya….Biarkanlah mereka yang tidak memahami apa artinya ketundukan kepada kehendak Bapa. Tapi kita, mari kita katakan dengan kesungguhan hati “tetapi janganlah seperti yang kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki.” Biarlah Tuhan boleh tersenyum mendengar doa kita. Dan biarlah Tuhanpun dapat melihat ada kilauan agung dalam doa-doa kita. Amin

No comments: