Ayub 42: 7,8
Setelah TUHAN mengucapkan firman itu kepada Ayub, maka firman TUHAN kepada Elifas, orang Teman: "Murka-Ku menyala terhadap engkau dan terhadap kedua sahabatmu, karena kamu tidak berkata benar tentang Aku seperti hamba-Ku Ayub. 8 Oleh sebab itu, ambillah tujuh ekor lembu jantan dan tujuh ekor domba jantan dan pergilah kepada hamba-Ku Ayub, lalu persembahkanlah semuanya itu sebagai korban bakaran untuk dirimu, dan baiklah hamba-Ku Ayub meminta doa untuk kamu, karena hanya permintaannyalah yang akan Kuterima, supaya Aku tidak melakukan aniaya terhadap kamu, sebab kamu tidak berkata benar tentang Aku seperti hamba-Ku Ayub."
Bagaimana respon anda jika seorang pengkhotbah berdiri ditempat ini dan berkhotbah selama kurang lebih 1,5 jam, dan selama itu juga dia banyak berkhotbah tentang bermacam-macam doktrin seperti: Kristologi, antropologi, Mariologi, Theologi, dan logi-logi yang rumit lainnya? Apakah kita akan berusaha memperhatikan dan memahami semua ajaran Alkitab yang mendalam itu? Ataukah kita langsung menutup hati rapat-rapat dengan berkata “Ah, itu Firman Tuhan bukan untuk saya, terlalu berat....,” tanpa sedikitpun ada usaha untuk mengerti Firman Tuhan itu.
Atau bagaimana respon anda jika suatu saat kita membaca sebuah majalah dengan topik artikel eksegesis pendalaman Alkitab yang begitu teoritis, dan penuh nuansa akademis, mis: penjelasan kata ibrani dan yunani untuk sebuah ayat, latar belakang sebuah kitab ditulis, arkeologi,dsb, kira-kira apa respon kita? Berusaha membaca dengan keterbatasan otak kita; Mencoba untuk mengerti walau sukar dipahami; atau sebaliknya, kita langsung menutup artikel itu dan mengabaikannya, dengan menganggapnya itu sebagai artikel yang tidak penting?
Dalam situasi-situasi yang seperti demikian umumnya ada dua respon yang berbeda. Respon pertama adalah berusaha mempelajari sedalam-dalamnya Firman yang berat itu; Berupaya untuk memacu pemahaman dan menambah pengertian kita akan pengenalan akan Tuhan Yesus; dan berjuang untuk menemukan kebenaran itu. Bagi dia, pengenalan akan Tuhan itu semacam sebuah pencarian harta karun, dimana semakin banyak di dalami, maka semakin banyak harta terpendam yang akan ditemukan.
Sementara itu, respon yang kedua, yang menjadi respon umum kebanyakan orang Kristiani ialah: mengabaikan semua apa yang masuk dalam telinga dan panca indranya, karena apa yang masuk itu tidak sesuai dengan minat dan kesukaan hatinya. Orang tipe yang kedua ini bukan mencari apa yang baik bagi dirinya, tetapi ia mencari apa yang enak dan nyaman bagi dirinya. Karena itu jika mendengar atau membaca yang rumit bagi dirinya, ia akan langsung mengabaikan tanpa sedikitpun ada keinginan untuk mempelajarinya.
Jika melihat pada diri saudara saat ini, kira-kira saudara berada di tipe yang mana. Tipe yang pertama yang suka menggali dan mempelajari kebenaran Firman Tuhan dengan segala daya kita, ataukah seperti tipe yang kedua: yang memilih firman atau bacaan yang enak-enak saja untuk dicerna?
Sebelum saudara menjawabnya, saya ingin mengajak saudara merenungkan dari kisah Ayub dalam perikop yang kita baca.
Kitab Ayub ini adalah kitab yang sangat menarik. Kalau kita membaca didalamnya kita akan menemukan sebuah kisah yang menarik, yaitu kisah penderitaan seseorang yang takut akan Tuhan, dan kemudian dipulihkan. Bukan Cuma kisah yang menarik, didalamnya juga terdapat majas puisi dan syair yang dapat menggugah perasaan kita. Lagipula kitab ini banyak sekali makna-makna teologis yang terkandung di dalamnya.
Mari kita pelajari sedikit garis besar dari kitab ini. Pasal 1-2 ditulis dalam bentuk cerita tentang bagaimana kondisi Ayub yang mulanya kaya raya, punya banyak anak, dan hidup takut akan Tuhan, namun di pasal yang sama juga diceritakan bagaimana kemudian bencana itu menimpa mereka, harta benda lenyap, anak-anak semua meninggal, istri meninggalkan dia, bahkan ia terserang penyakit barah yang menyiksa. Setelah itu pada bagian ini diakhiri dengan bagaimana ketiga kawan Ayub datang untuk berempati dan menghibur Ayub.
Pasal 3 mulailah masuk ke dalam keluh kesah Ayub. Di sini Ayub menyampaikan akan perasaan dan jeritan hatinya kepada kawannya. Ia merasa hidupnya sia-sia, lebih baik tidak lahir dari semula. Masuk pasal 4-31 terjadilah perdebatan antara Ayub dan kawan-kawannya. Ketiga temannya sepakat mengatakan bahwa Ayub berdosa. Kemudian mereka menjelaskan panjang lebar doktrin dan teologi yang mereka pahami selama ini untuk menjelaskan ke Ayub bahwa Ayub berdosa. Tentunya Ayub juga tidak mau kalah. Iapun menyampaikan pemaham teologinya tentang Allah kepada teman-temannya. Karena itu dalam 27 pasal ini isinya adalah perdebatan-perdebatan teologis tentang Allah.Masuk kepasal 32, tiba-tiba muncullah seorang yang asing, teman Ayub juga, yaitu Elihu, seorang yang masi muda. Di pasal 32-37 Elihu menoba untuk mengoreksi pemahaman-pemahaman teologis Ayub dan ketiga temannya. Elihu pun lantas berteologi dan berusaha menyampaikan pemahaman yang benar tentang Allah. Kemudian masuk di pasal 38-41, disinilah akhirnya Tuhan muncul dan berbicara kepada Ayub. Argumen Tuhan terlalu berhikmat, sehingga Ayub tidak lagi berani membantahnya. Akhirnya Ayub merendahkan diri dihadapan Tuhan.
Memasuki pasal terakhir, yaitu pasal 42 merupakan kesimpulan sekaligus akhir dari kisah Ayub. Tuhan yang melihat kesabaran Ayub, dan kerendahan hatinya yang mau menundukkan diri dihadapan Tuhan, mencurahkan berkatnya dua kali lipat dari semula yang pernah Ayub terima. Hartanya lebih banyak dari semula, ia diberi anak yang gagah dan cantik. Sakitnyapun dipulihkan.
Namun bagaimana dengan nasib ketiga teman Ayub? Di ayat yang sudah kita baca dikatakan bahwa Tuhan marah kepada ketiga orang itu. Tuhan berkata “Murka-Ku menyala terhadap engkau dan terhadap kedua sahabatmu,. . . .” Kalau kita memperhatikan Alkitab kita secara keseluruhan, kita dapat melihat murka Tuhan itu begitu mengerikan. Kata murka sendiri sudah menyatakan kemarahan yang besar. Orang yang terkena murka Tuhan pada umumnya akan mati. Ditambah lagi Tuhan berkata “Murka-Ku menyala....” Hal ini menunjukkan betapa kemarahan Tuhan sangat besar terhadap ketiga teman Ayub.
Pertanyaannya mengapa Tuhan begitu marah terhadap ketiga teman Ayub hingga dikatakan ‘murka-Ku menyala’? Apa kesalahan yang diperbuat ketiga teman Ayub yang bisa memancing murka Tuhan? Mari kita melihat kembali ayat yang sudah baca. Disana Tuhan mengatakan: "Murka-Ku menyala terhadap engkau dan terhadap kedua sahabatmu, karena kamu tidak berkata benar tentang Aku seperti hamba-Ku Ayub. 8 Oleh sebab itu, ambillah tujuh ekor lembu jantan dan tujuh ekor domba jantan dan pergilah kepada hamba-Ku Ayub, lalu persembahkanlah semuanya itu sebagai korban bakaran untuk dirimu, dan baiklah hamba-Ku Ayub meminta doa untuk kamu, karena hanya permintaannyalah yang akan Kuterima, supaya Aku tidak melakukan aniaya terhadap kamu, sebab kamu tidak berkata benar tentang Aku seperti hamba-Ku Ayub.” Dua kali Tuhan mengulangi alasan-Nya murka, yaitu: KARENA MEREKA TIDAK BERKATA BENAR TENTANG TUHAN.
Inilah alasan mengapa Tuhan murka. Pernyataan-pernyataan teologis ketiga teman Ayub tentang Tuhan keliru. Mereka mengatakan bahwa semua hal yang buruk yang terjadi dalam hidup Ayub itu adalah karena hukuman Tuhan. Tuhan seakan menjadi sosok yang begitu kejam terhadap seorang Ayub. Mereka salah menggambarkan siapa Tuhan. Dan menceritakan hal yang salah tentang Tuhan, akan membawa pemahaman yang keliru. Tuhan Yesus sendiri pernah berkata dalam Markus 9:42 “Barangsiapa menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil yang percaya ini, lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu ia dibuang ke dalam laut.” Itulah seharusnya hukuman bagi orang yang menyesatkan orang lain. Lebih baik orang tersebut mati, daripada ia hidup untuk menyesatkan orang lain.
Ketika saya merenung lebih jauh lagi. Saya bertanya-tanya: Apakah kira-kira ketiga teman Ayub ini sejak awal mengetahui bahwa mereka salah tentang Tuhan? Apakah mereka tau, bahwa perkataan mereka itu sudah mengajarkan yang tidak benar tentang Tuhan? Saya kira tidak. Mereka tidak pernah menyadarinya. Saya kira mereka terkejut ketika melihat respon Tuhan yang murka terhadap mereka. Yang pasti ketidaktauan mereka tentang Tuhan membawa kepada murka Tuhan.
Dari sini kita dapat memetik pelajaran bahwa: Ketidaktahuan, atau ketidakmautahuan kita tentang Tuhan, dapat berdampak akan murka Tuhan. Apalagi jika kita adalah orang-orang yang harus berbicara tentang Tuhan dalam kehidupan kita sehari-hari.
Terkadang menyedihkan ketika kita melihat ada banyak orang Kristen yang asal cuap-cuap berbicara tentang Tuhan, seakan-akan mewakili suara Tuhan, namun pada dasarnya mereka tidak tau apa yang mereka bicarakan. Mereka berbicara tentang Tuhan berdasarkan pikiran mereka sendiri, namun tanpa pendalaman yang benar akan Firman Tuhan. Bahkan betapa mengerikan jika kita melihat ada orang-orang yang tidak pernah belajar Alkitab, tapi karena mimpi atau penglihatan, lalu ia berbicara atas nama Tuhan. Orang-orang demikian adalah orang-orang yang berpotensi untuk berbicara keliru tentang Tuhan.
Saya kira kitapun dapat terjebak dengan masalah yang sama. Entah sebagai orang tua yang harus menjelaskan tentang Tuhan kepada anak-anaknya, entah sebagai guru atau guru sekolah minggu yang mengajarkan tentang Tuhan kepada anak didiknya, entah sebagai kawan yang mengabarkan tentang Tuhan kepada kawan-kawannya, setiap kita memiliki kemungkinan untuk berkata keliru tentang Tuhan.
Oleh sebab itu mari kita awasi diri kita baik-baik. Disatu sisi kita tidak bisa berkata “kalau begitu saya diam aja. Ga perlu ngomong apa-apa tentang Tuhan.” Itu juga keliru. Karena bukankah setiap kita dipanggil untuk menjadi saksi-saksi Kristus yang dipanggil untuk memberitakan tentang Kristus? Jadi mau tidak mau kita harus menyampaikan berita tentang Tuhan Yesus. Itu adalah kewajiban kita.
Karena itu mari kita dengan tekun mendalami Firman Tuhan. Mari kita pelajari baik-baik setiap Firman yang disampaikan di mimbar-mimbar. Jangan selalu berharap untuk mendapat Firman yang enak. Tapi berharaplah untuk mendapatkan Firman yang dalam, yang mampu menambah pengenalan dan pengetahuan kita akan Tuhan. Mulailah membaca buku-buku yang berbobot, dan menambah wawasan rohani kita. Tapi dalam kesemuanya itu, jangan lupa untuk memiliki hubungan yang intim dengan Tuhan....Sebab tanpa hubungan yang intim maka semua apa yang kita pelajari tentang Tuhan itu hanyalah sekedar pengetahuan belaka. Orang yang mengetahui tentang Tuhan belum tentu mengenal siapa Tuhan, dan sebelum kita jelas mengenal siapa Tuhan, maka kita tidak akan dapat berkata benar tentang Tuhan. Mari, kejarlah terus pengenalan akan Tuhan yang benar, dan bersaksilah dengan benar tentang Tuhan. Biarlah hidup kita memuliakan Tuhan.
No comments:
Post a Comment