Alkisah diceritakan tentang seorang raja yang sangat kaya. Ia memiliki segala sesuatu. Ia memiliki kekayaan yang tidak
terhitung. Tidak ada yang dapat
menandingi kekayaan pria ini di negaranya.
Ia adalah pengusaha sukses.
Segala perusahaan besar tunduk dan hormat kepadanya. Bukan cuma itu, ia juga memiliki istri yang
cantik, dan anak yang pandai-pandai. Ia
memiliki kekuasaan, kekayaan, dan semua kenikmatan dunia ini ia miliki. Namun waktu demi waktu berlalu, lantas tanpa
sadar ia menjadi tua dan renta. Iapun
mulai menyadari bahwa apa yang ia miliki akan ia tinggalkan. Dan iapun mulai merasa cemas. Namun tiba-tiba ketika ia sedang berjalan
disebuah taman, ia menemukan botol ajaib, dimana dari botol itu keluarlah
makhluk yang memberi kesempatan kepadanya untuk minta dikabulkan satu
permintaannya (ini Cuma cerita fiksi).
Setelah berpikir-dan berpikir, pria ini segera meminta untuk hidup
abadi, tidak akan mengalami kematian. Dia berharap dia bisa menikmati semua yang dia
miliki Akhirnya permintaannya
dikabulkan. Ia menjadi abadi tidak bisa
mati. Tapi Apa yang terjadi setelah
itu? Tahun terus berlalu. Pria ini menjadi semakin tua, 60 tahun, 70,
80, 90 sampai 120 tahun. Tapi ia masih
hidup, padahal badannya sudah sangat lemah.
Ia terus menerus bolak balik rumah sakit. Ia sudah tidak bisa berjalan. Penglihatannya sudah tidak jelas. Ga bisa mengunyah makanan enak. Tapi gak mati-mati. Memang ia hidup abadi seperti
permintaannya. Tapi ia hidup abadi dalam
tubuh yang terus menua dan sakit-sakitan.
Akhirnya ia menyesal, dan ingin untuk mati saja.
Cerita
di atas hanyalah cerita fiksi. Namun
cerita ini mememberikan pesan kepada kita bahwa manusia tidak akan pernah lepas
daripada kelemahan-kelemahan hidup. Setiap kita manusia diciptakan Tuhan dengan kelemahan dan
kelebihan masing-masing.
Selemah-lemahnya seseorang pasti ada kelebihannya. Sebaliknya,
sekuat-kuatnya seseorang, Tuhan tetap menitipkan beberapa kelemahan.
Terhadap
kekuatan dan kelemahan kita, umumnya respon kita adalah berusaha untuk
mengembangkan apa yang menjadi kekuatan kita, dan kita berusaha untuk menekan
apa yang menjadi kelemahan kita. Tapi bagaimanapun kita berusaha menekan
kelemahan kita, tetap saja kita tidak akan dapat lepas dari kelemahan-kelemahan
hidup. Sebenarnya yang terpenting
adalah bukannya bagaimana kita menghapus kelemahan-kelemahan dalam diri
kita. Namun yang terpenting bagi kita
orang percaya adalah: Bagaimana respon
kita terhadap kelemahan-kelemahan yang sudah pasti ada dalam diri kita
tersebut. Atau bagaimana sudut pandang
kita dalam memandang kelemahan-kelemahan yang melekat dalam diri kita.
Umumnya respon orang
dalam menghadapi kelemahan dirinya adalah ia menganggap kelemahan itu sebagai
beban berat, yang membuat dirinya khawatir, cemas, takut, dan kemudian berujung
pada sikap kecewa pada diri, kecewa kepada lingkungan yang tidak mendukung, kecewa pada orang tua yang melahirkannya, bahkan
mungkin kecewa kepada Tuhan yang dianggap sebagai pemberi kelemahan. Mungkin itu juga yang menjadi respon bapak
ibu ketika menghadapi kelemahan hidup.
****
Tapi
mari kita belajar dari rasul
Paulus. Seorang yang kita kenal begitu
luar biasa dalam pengabaran injil, yang dikenal begitu berani, yang melakukan
banyak sekali mujizat-mujizat, yang tidak pernah takut mati, yang berkali-kali
dilempari batu, dirajam, dipukul dsb, tapi ia tetap berani melangkah. Ya…. Rasul yang terkenal berani ini ternyata
juga memiliki kelemahan-kelemahan.
Kelemahan itu ia sebut sebagai duri dalam daging karena kelemahan itu
begitu menyakiti dan melukai dirinya.
Tidak tau apa yang dimaksudkan dalam duri dalam daging disini. Ada penafsir mengatakan duri itu adalah
masalah mata yang sukar melihat karena pernah dibutakan Tuhan sewaktu terkena
cahaya. Itu terbukti ketika ia menulis
surat, Paulus selalu menyuruh orang lain untuk menuliskannya, karena matanya susah. Ada juga yang menafsirkan duri dalam
dagingnya itu sebagai kelainan seksual.
Ada juga yang mengatakan duri dalam daging itu merupakan seseorang yang
terus mengincar nyawanya. Ada juga yang
menafsirkan duri dalam daging sebagai penyakit keras yang dialami Paulus.
Ada
banyak sekali penafsiran tentang apa yang menjadi duri dalam daging
Paulus. Tapi saya bersyukur karena tidak
ada satu orangpun yang memastikan apa itu duri dalam daging Paulus. Kita bersyukur karena Paulus tidak memberitau
kepada kita apa yang menjadi kelemahan dia. Sebab jika Paulus memberitahu apa yang
menjadi duri dalam dagingnya, maka ayat-ayat ini hanya akan menjadi berkat bagi
orang yang memiliki pergumulan yang sama dengan Paulus. Tapi duri dalam daging itu tetap menjadi
misteri agar firman ini dapat menjadi berkat bagi setiap kita yang memiliki
kelemahan-kelemahan dalam diri.
Yang
pasti duri dalam daging itu begitu menyiksa sehingga Paulus sampai 3 kali
memohon kepada Tuhan untuk mencabut duri dalam daging itu. Memohon sampai 3 kali menunjukkan akan betapa
serius pergumulan itu. Tapi apa yang
terjadi? Paulus yang selama ini dapat
menyembuhkan orang sakit. Paulus yang
pernah membangkitkan orang mati. Paulus
yang doanya selalu didengar Tuhan. Tapi
kali ini, Tuhan tidak menjawab doa sesuai yang diinginkan Paulus. Tuhan membiarkan duri dalam daging itu tetap
ada dalam dirinya. Tuhan tidak mencabut
duri itu walau duri itu sudah begitu membuat Paulus menderita.
Tetapi
menariknya, bagaimana respon Paulus?
Paulus menyikapi duri dalam daging ini bukan dengan kecewa, bukan dengan
kemarahan, bukan juga dengan kepahitan.
Tetapi dengan jelas di ayat 10 ia mengatakan: Tetapi
aku senang dan rela di dalam kelemahan…..
Terlebih herannya, di ayat 9 Paulus bahkan berkata “Terlebih suka aku bermegah dalam kelemahanku”. Ini bukanlah respon yang umum dilakukan
orang-orang. Tetapi ini respon yang luar
biasa. Jika kita yang sedang menghadapi
masalah berat yang melemahkan kita, umumnya kita akan berkata: saya sedih dengan keadaan ini, saya kecewa
dengan diri saya, saya marah dengan apa yang terjadi dengan diri saya, dsb
bukan?
Selama ini kalau kita mendengar kesaksian, kita akan mendengar
bagaimana orang-orang bersaksi bagaimana Tuhan memimpin hidupnya keluar dari
pergumulan bukan? Misal:
saya bersyukur, saya sempat sakit yang tidak disembuhkan, tapi dokter
mengatakan mujizat terjadi, penyakit itu hilang, padahal dokter sudah angkat
tangan. Saya bersyukur sama Tuhan. Atau:
saya bersyukur, tadi sebenarnya hampir saja saya kecelakaan, tapi syukur
Tuhan mengirim orang yang tidak dikira untuk menolong sehingga kecelakaan itu
tidak terjadi. Begitu bukan yang kita
dengar? Pernah tidak kita mendengar
orang bersaksi demikian: Saya
bersyukur, saya sakit tidak sembuh-sembuh…. Saya bersyukur, saya dapat masalah
berat, dan saya belum menemukan jalan keluar…dsb…. Tidak pernah bukan? Seumur hidup saya, hampir tidak pernah saya
mendengar orang bersaksi demikian. Tetapi Paulus mengatakan: Saya senang berada dalam kelemahan. Bahkan saya bermegah dalam kelemahan
saya. Ini luar biasa. Tentu ada hal yang membuat Paulus dengan
yakin mengatakan hal itu. Setidaknya ada
2 alasan yang ia utarakan mengapa ia
suka dalam kelemahan.
Alasan
pertama ialah: Kelemahan dapat menolong kita terhindar dari kesombongan. Di ayat 7 Paulus berkata: “Dan
supaya aku jangan meninggikan diri karena pernyataan-pernyataan yang luar biasa
itu, maka aku diberi suatu duri di dalam dagingku, yaitu seorang utusan iblis
untuk menggocoh aku, supaya aku jangan meninggikan diri.” Sebanyak dua kali Paulus mengatakan supaya ia
jangan meninggikan diri. Paulus sadar
sekali bahwa kesombongan itu adalah hal yang paling dibenci Tuhan. Kejatuhan Adam dan Hawa pertama kali
disebabkan karena mereka ingin menyombongkan diri dengan ingin menjadi sama
seperti Tuhan. Berkali-kali Tuhan
menegur dan membenci sikap-sikap umat-Nya yang angkuh dan sombong. Paulus sadar bahwa ia punya potensi untuk
menjadi angkuh. Mengingat ia sudah
berkali-kali melakukan mujizat, bahkan di pasal 12 ini ia menyatakan bahwa ia
pernah diangkat ke tingkat ketiga dari Surga.
Yang menyatakan betapa luar biasanya Paulus. Ia sangat berpotensi untuk menyombongkan
diri. Ia punya kepandaian, kuasa dalam
pelayanan, pendidikan dan latar belakang yang baik. Namun supaya ia tidak menjadi sombong, ia
diberi kelemahan itu. Memang kelemahan
memang acapkali menyadarkan kita bahwa kita ini manusia terbatas dan
lemah. Kita bukan orang hebat. Kita hanya manusia kecil dan hina. Itu sebabnya Paulus senang dan rela berada di
dalam kelemahan.
Alasan
kedua mengapa Paulus suka dalam kelemahan ialah, Karena
kelemahan itu dapat berubah menjadi kekuatan. Bagaimana kelemahan dapat mejadi kekuatan
Paulus? Diayat 9 dan 10
menjelaskannya. Di dalam kelemahan
Tuhan menjawab Paulus: “Cukuplah kasih
karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.” Selanjutnya Paulus mengatakan: Sebab
jika aku lemah, maka aku kuat.
Mengapa bisa? Karena Paulus
menyadari bahwa ketika ia lemah, dan ketika ia bersandar kepada Tuhan, maka
kuasa Tuhan itulah yang akan menaungi Paulus.
Memang Kuasa Tuhan paling sempurna ternyata ketika kita merasa tidak
berdaya dan menyadari bahwa kita butuh Tuhan.
Saat kita kuat, kita merasa smua
itu karena kemampuan kita. Kita lupa ada
Tuhan yang bekerja dibelakang kita.
Tapi saat kita lemah dan tidak berdaya, saat itulah kita akan menemukan
kuasa Tuhan yang ajaib yang mampu menolong kita. Itu sebabnya Paulus bermegah. Sebab ketika ia lemah, pada saat itu juga ia
akan mengalami dan menikmati kuasa Tuhan yang dasyat bekerja atas dirinya. Paulus menemukan banyak sekali manfaat dalam
kelemahan hidup kita. Itu sebabnya ia
senang, rela, bahkan bermegah atas kelemahan-kelemahan yang ada pada dirinya.
Saya
suka sebuah puisi yang mengatakan demikian:
Aku minta kekuatan, agar aku mendapat
Ia memberi kelemahan, agar aku taat
Aku minta kesehatan, agar aku mengerjakan
yang lebih besar
Ia memberi anugerabaikh, agar aku mengerjakan
yang lebih .
Aku meminta kekayaan, supaya aku bahagia
Ia memberi kekurangan, supaya aku
bijaksana.
Aku minta kuasa, agar aku dipuja sesama.
Ia membuat aku lemah, agar aku bergantung
kepada-Nya.
Aku minta segala sesuatu, agar aku
menikmati kehidupan
Ia memberi kehidupan, agar aku menikmati
segala sesuati
Aku tidak selalu memperoleh apa yang aku
minta
Tapi doaku selalu terjawab.
Saudaraku,
apa yang menjadi duri dalam daging dalam hidup saudara saat ini? Apakah itu sakit penyakit yang sedang
menimpa saudara atau orang-orang yang kalian kasihi? Apakah itu masalah keluarga yang tidak
terselesaikan? Ataukah itu
masalah-masalah pribadi yang kita gumulkan dimana tidak ada seorangpun yang
tau. Mungkin bertahun-tahun kita
bergumul dengan masalah itu. Kita
menangis, kita terluka, kita kecewa, dan kita khawatir dengan kelemahan kita. Mari kita belajar seperti Paulus dalam
memandang kelemahan kita. Mari kita
melihat kelemahan sebagai didikan Tuhan yang menjaga kita untuk tetap rendah
hati. Dan mari dalam kelemahan kita
memandang kepada Tuhan. Kekuatan kita memang
bukan dari diri kita sendiri. Tuhanlah yang
menjadi sumber kekuatan kita. Mari kita bersandar kepadanya. Sebab ketika kita lemah dan bersandar pada Tuhan,
pada saat itu kita kuat. Tuhan tidak
pernah terkesan dengan orang-orang yang merasa dirinya pintar, kuat dan mampu
dengan kekuatan sendiri, tetapi sangat tertarik kepada orang-orang yang
menyadari dan mengakui keterbatasan, ketidakberdayaan atau kelemahannya. Kiranya
semua ini menolong kita untuk dimampukan dalam menghadapi kelemahan-kelemahan hidup.
1 comment:
Playtech and SoftSwiss Gaming, The US's #1 casino
Playtech and SoftSwiss 출장마사지 Gaming, The #1 casino games 익산 출장안마 supplier, today announced the 군산 출장안마 integration 천안 출장마사지 of Playtech 하남 출장안마 and SoftSwiss Gaming, the
Post a Comment