Suatu ketika saya berjumpa dengan seorang anak remaja dan hendak
menguji iman kristen dia dan bertnya:
menurut kamu, untuk apa sih kamu percaya kepada Tuhan? Jawabnya simpel: Supaya saya bisa masuk surga ko. Cuma itu?
Terus dia diam dan berpikir panjang, seakan-akan tidak ada jawaban yang
lain. Dan tahukah saudara, bukan hanya
anak ini, ternyata kalau kita bertanya kepada banyak anak Tuhan, merekapun akan
menjawab sama, “Saya percaya Tuhan, agar saya diselamatkan dan kemudian saya
bisa masuk surga.” Jawaban ini tidak
salah, namaun jika tujuan kita mengikut
Tuhan hanya untuk agar kita selamat, maka betapa egoisnya kita. Mengapa egois? Karena dengan demikian, kita hanya memikirkan
kesenangan diri kita sendiri, yaitu agar kita bisa masuk surga.
Tentu
tidaklah demikian. Tuhan memanggil
kita bukan hanya untuk menyelamatkan kita agar kita bisa masuk surga, tetapi
lebih dari itu, Tuhan memanggil kita untuk hidup berbuah selama kita ada di
dunia ini. Panggilan kita adalah untuk
berbuah dan memberkati sesama kita. Itu
sebabnya salah satu hukum terutama yang diberikan Tuhan kepada kita selain
mengasihi Tuhan Allah kita adalah mengasihi sesama kita seperti kita mengasihi
diri kita sendiri. Dan itu juga yang di
tulis oleh Paulus di ayat2:
Bertolong-tolonglah dalam menanggung bebanmu. Ya.. Setiap kita dipanggil untuk memberkati
sesama. Untuk itu dalam perikop yang
kita baca, Paulus memaparkan beberapa sikap yang diperlukan agar setiap kita
dapat hidup berbuah dan memberkati sesama kita.
Yang
pertama ialah sikap mengampuni. Di ayat 1 dikatakan “Saudara-saudara,
kalaupun seorang kedapatan melakukan suatu pelanggaran, maka kamu yang rohani,
harus memimpin orang itu ke jalan yang benar dalam roh lemah lembut, sambil
menjaga dirimu sendiri, supaya kamu juga jangan kena pencobaan.” Sikap pengampunan merupakan sikap ilahi,
karena Yesus sudah menunjukkan kepada kita ketika ia mau mengampuni kita orang
berdosa. Sebab itu sikap yang dapat
kita lakukan ketika orang bersalah kepada kita ialah, mari kita berikan
pengampunan. Pengampunan itu sangat
memberkati sesama kita.
Kedua,
jauhi sikap kesombongan. Kesombongan merupakan perusak utama daripada
relasi antar sesama manusia. Ketika
seorang menjadi sombong, maka ia akan cenderung untuk merendahkan orang
lain. Untuk itu Paulus berkata di ayat 3
“Sebab kalau seorang menyangka, bahwa ia berarti, padahal ia sama sekali tidak
berarti, ia menipu dirinya sendiri.”
Kita harus menyadari bahwa kita ini bukan siapa-siapa. Kalau saudara merasa diri saudara berarti,
dalam arti kita merasa kita lantas menganggap kita terlalu berjasa untuk orang
lain, maka sebenarnya kita menipu diri sendiri. Sebab sebenarnya setiap kita tidak ada
artinya. Tuhan yang memberikan segala
kemampuan kepada kita dalam segala hal.
Sebab itu kita harus menghindari sikap sombong.
Berikutnya
Paulus berkata di ayat 4 dan 5 “Baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya
sendiri; maka ia boleh bermegah melihat keadaannya sendiri dan bukan melihat
keadaan orang lain. Sebab tiap-tiap
orang akan memikul tanggungannya sendiri.”
Dalam arti Paulus meminta kita untuk
tidak lekas menghakimi. Setiap kita
diminta untuk menguji pekerjaan sendiri.
Umumnya kita lebih suka menguji atau menilai pekerjaan orang lain bukan? Ketika orang lain berbuat sesuatu, kita
komentari, kita kritik, kita ceritakan kejelekannya, tanpa sadar kita jatuh
dalam penghakiman. Tapi giliran
pekerjaan kita yang di nilai dan dikritik, ooo kita defend mati-matian. Kita berusaha untuk menang argumen. Bukankah hal ini banyak terjadi? Mungkin kita salah satu orang yang
demikian. Paulus sekali lagi
mengingatkan kita untuk menguji pekerjaan sendiri. Karena setiap kita akan memikul tanggungan
kita sendiri.
Inilah
ketiga hal yang ingin ia tekankan yang sesuai dengan pergumulan jemaat Galitea,
yang saya kira juga baik untuk kita pelajari dan lakukan. Mari kita suka memberi pengampunan, mari
kita ringan tangan untuk menolong sesama kita, dan mari kita menjauhi sikap
angkuh dan sikap menghakimi sesama kita.
Dalam kesimpulannya, Paulus berkata di ayat 9:
“Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik,
karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi
lemah.” Ya… jangan pernah jemu untuk
berbuat baik. Tapi jalani panggilan kita
untuk mengasihi sesama, dan jadilah berkat bagi orang-orang yang ada disekitar
kita. Paulus mengatakan jangan jemu
karena ia tahu, kadang kita bisa jemu dalam berbuat baik. Apalagi jika perbuatan baik itu di salah
artikan atau disalah pahami. Atau orang
yang kepadanya kita sudah berbuat baik, eh..kita malah mendapat balasan yang
tidak baik. Namun apa pun yang terjadi,
jangan pernah jemu untuk berbuat baik.
Karena itu adalah panggilan kita ketika kita mengikut dan percaya Tuhan.
Baru baru saya sangat tersentuh ketika melihat acara Kick Andy. Pada waktu itu yang menjadi nara sumber
adalah seorang dokter yang dikenal sebagai dokter gila. Namanya dokter Lie A Dharmawan. Ia terkenal sebagai dokter gila. Mengapa?
Karena ia mendedikasikan hidupnya untuk memberikan pengobatan kepada
orang-orang daerah terpencil di Indonesia dengan menggunakan perahu kayu yang
jelek. Ia menamakan proyek ini adalah
proyek rumah sakit apung. Dengan kapal
kayunya ini ia mengelilingi indonesia, kedaerah-daerah tidak terjangkau untuk
memberikan pengobatan gratis. Saat ini
usianya sudah 70 tahun. Dalam
perjalanan hidupnya persama perahu apungnya, dr lie sudah mengoperasi dan bedah
sebanyak 177 kali, dan telah merawat ribuan pasien. Dan semua itu tidak mendapat bayaran. Uangnya hanya didapat dari sukarelawan dan
sponsor-sponsor serta beberapa tabungan yang ia miiliki. Tahukah apa yang memotivasi ia melakukan hal
ini? Yang pertama, dr Lie sendiri
dulunya adalah orang miskin. Ia pernah
merasakan bagaimana rasanya tidak bisa makan, Cuma minum air putih. Mamanya pernah suatu ketika menyuruh ia
bermain keluar, sementara ia menemukan, mamanya lagi menangis karena tidak
punya beras dirumah. Namun hal kedua
yang memotivasi dokter lie adalah karena cintanya kepada Tuhan. Dalam kesaksiannya di luar kick andy, ia
pernah bersaksi. Suatu saat ketika ia
sedang mengambil waktu teduh: kemudian
ia merasa Tuhan berkata kepada dia: “Maukah
engkau melayani-Ku?” Spontan Dokter Lie menjawab, “Tuhan, jangan aku. Aku sudah
terlalu capek.” Meski jawabnya bertendensi mengelak, dorongan untuk melayani
sesama yang tak mampu dan sulit terjangkau secara geografis, terus bergema di
relung hatinya. Ia pun “menyerah”; ia tak dapat lari dari
kehendak-Nya.Akhirnya, Dokter Lie menjawab panggilan Tuhan melalui profesinya.
“Ya Tuhan, aku mau. Aku mau melayani-Mu,” ungkapnya sambil berkaca-kaca. “Saya
mendeklarasikan kesetiaan untuk melayani Tuhan,” imbuhnya seraya menyeka air
mata yang berguguran di pelupuk matanya.
Cinta kepada Tuhan, membuat ia berkomitmen untuk memuliakan Tuhan dalam
pekerjaannya. Kini smua mata yang
melihat kisah hidupnya memuliakan Tuhan.
Mari
saudara, Dr. Lie telah menjalani
panggilannya untuk berbuat baik dengan talenta dan bidang yang dipercayakan kepadanya. Mari kitapun mengambil bagian, dalam apa yang
telah dipercayakan kepada kita, untuk
berbuat baik kepada sesama kita. Mari
kita saling tolong menolong dalam menanggung beban sesama kita. Marilah kita saling memberi pengampunan, dan
hindari sikap angkuh dan sikap menghakimi.
Jangan pernah jemu untuk berbuat baik,
sebab itulah panggilan kita sebagai pelayan Tuhan.
No comments:
Post a Comment