Suatu ketika
seorang teman saya bercerita pengalamannya.
Pada waktu itu ia belum menikah dan akan melangsungkan pernikahan dengan
kekasihnya. Mereka merencanakan segala
sesuatu, dan hari pernikahan itu pun tiba.
Tapi di hari pernikahan itu sang calon suami agak gelisah. Dan kemudian dia memanggil teman saya ini
ketempat pribadi sebelum pemberkatan nikahnya.
Dan betapa terkejutnya teman saya, di sana ia mengakui semua
kesalahannya, bahwa ia sudah main perempuan, ia sudah selingkuh tanpa
sepengetahuan teman saya. Teman saya
begitu shock. Sebentar lagi pernikahan
dijalankan, dan undangan sudah pada hadir di gereja. Dan dia mendengar berita itu bagaikan petir
di siang bolong. Akhirnya ia tetap
menjalankan pernikahannya, tapi setelah itu ia sempat hampir jatuh pingsan
karena tidak kuat menanggung beban.
Tidak mudah memang
menerima seseorang yang berkhianat, yang menciderai kepercayaan yang diberikan,
dan yang menodai kesetiaan yang kita berikan.
Pengkhianatan acapkali menyebabkan perasaan sakit hati, kekecewaan,
kepahitan, kemarahan, dan perasaan-perasaan negatif lainnya. Kalau
tau dari awal orang tersebut akan berkhianat pasti kita tidak mau menerima dia.
Tapi menarik sekali
kitab Hosea yang kita baca. Siapa
Hosea? Hosea merupakan seorang nabi yang
dipanggil Tuhan untuk menyampaikan pesan Tuhan kepada umat Israel. Seorang nabi itu dapat menyampaikan pesan
Tuhan dengan berbagai cara. Bisa secara
verbal, yaitu melalui ucapan. Bisa juga
secara actional, tindakan nyata sebagai analogi. Nah, nabi Hosea kali ini diperintahkan Tuhan
secara aksional dengan cara menikahi seorang pelacur. Ini tentu bukan perintah yang mudah. Hosea disuruh menikahi seorang pelacur yang tidak
pernah menyatakan bertobat dari tindakan melacurnya. Siapa yang mau menikah dengan perempuan
demikian. Kalau konteks sekarang, kita
disuruh menikahi pelacur, amit-amit.
Pertama resiko akan kena penyakit.
Kedua, kita sudah tau pelacur itu pasti akan berkhianat suatu saat. Karena dia belum sungguh-sungguh bertobat
dari tindakan melacurnya. Ini perintah
yang tidak gampang untuk dilaksanakan.
Tapi demi ketaatan kepada perintah Allah, hosea memilih taat.
Akhirnya mereka
menikah, memiliki anak, dan seperti yang diperkirakan, akhirnya istrinya
kembali melacur, dia pergi selingkuh dengan pria lain. Tentu ini menyedihkan
dan menyakiti hati Hosea selaku suaminya. Kalau saya jadi Hosea saya mungkin akan
berkata kepada Tuhan: “Tuhan, benar
kan. Ini akibatnya menikahi seorang
pelacur. Dia kembali melacur. Harga diri saya hancur. Nama baik saya rusak. Dsb.” Tapi menarik sekali, tidak cukup sampai disana, memasuki pasal 3,
datanglah kembali perintah Tuhan kepada Hosea.
Dan kali ini Tuhan memberi perintah yang sekali lagi sangat mengejutkan. Tuhan mengatakan: Pergilah lagi, cintailah
perempuan yang suka bersundal dan berzinah itu.
Ya.. Tuhan memerintahkan Hosea
untuk mencintai lagi istrinya yang sudah mengkhianati, menyakiti dan
mempermalukan dia. Tuhan menyuruh Hosea membeli perempuan itu
dari tangan orang yang membeli pelacur itu. Sungguh bukan sebuah perintah yang mudah untuk
dilakukan. Sudah dikhianati,
dipermalukan, kini harus mengeluarkan sejumlah uang (15 syikal perak dan 1,5
homer jelai) untuk kembali mengambil perempuan yang berkhianat itu. Dan Tuhan meminta Hosea untuk menerima
kembali.
Apa tujuan Tuhan
memerintahkan nabi Hosea untuk melakukan semuanya itu? Tuhan ingin bernubuat melalui tindakan Hosea
nabi-Nya. Tuhan ingin menyatakan bahwa
betapa Tuhan mengasihi umat-Nya.
Meskipun Israel berkali-kali berselingkuh dengan menyembah ilah
lain. Meski Israel berkali kali melukai
hatinya. Meski Israel berkali-kali
mengkhianati Dia. Dan meski umatnya
telah mempermalukan diri-Nya. Ia tetap
mengasihi mereka dan menerima mereka kembali.
Tuhan tetap mengharapkan umatnya untuk kembali dan bertobat.
Ketika merenungkan
bagian ini saya merinding. Saya
tersadar, bahwa kasih Tuhan itu memang terlalu besar dan tak pernah terpikirkan
oleh kita manusia. Seringkali kita
meremehkan kasih Tuhan. Kita sering
merasa kita terlalu buruk untuk dikasihi.
Perbuatan dosa yang berulang-ulang membuat kita berpikir bahwa Tuhan
sudah meninggalkan kita. Seorang anak
muda pernah berkata: “Ko, saya kira
Tuhan sudah tidak akan mengampuni saya lagi.
Saya selalu berbuat dosa yang berulang-ulang. Saya bertobat dan saya melakukan lagi.” Dan ternyata tidak sedikit orang yang
berpikiran seperti demikian. Kita
menyamakan kasih Tuhan dengan kasih manusia.
Padahal kasih Tuhan itu terlalu luas.
Pengampunan-Nya, kemurahan-Nya, kasih-Nya, tidak masuk dalam akal
manusia. Ia selalu menerima diri kita
apa adanya. Itu sebabnya saya
merinding. Saya merinding kita saya
menyadari bahwa Tuhan mengasihi kita sedemikian rupa.
Ya, Tuhan
mengasihi saudara. Bahkan dia sangat
mengasihi saudara. Meski berkali-kali
kita mungkin melukai hati-Nya. Meski
kita berkali-kali mendukakan dia. Meski
kita berulangkali melakukan kesalahan yang sama, kasih-Nya tetap melimpah bagi
kita. IA tetap menerima kita, asal kita
mau kembali kepada-Nya. Ya, kasih Tuhan
teramat besar. Meskipun ini bukanlah
menjadi dasar untuk kita bisa berbuat dosa sesuka hati. Seharusnya kasih Tuhan ini menjadi dasar bagi
kita untuk bersyukur, dan kembali mendekat kepada Tuhan melakukan yang Ia mau,
dan berusaha kembali untuk lebih mengasihi Dia. Karena tidak ada yang mengasihi kita melebihi
Tuhan kita.
Namun dalam kasih itu
pasti ada pengajaran dan didikan. Sama
seperti pengamsal pernah mengatakan “Seorang kawan memukul dengan maksud baik,
tetapi seorang lawan mencium secara berlimpah-limpah.” Adakalanya cara Tuhan mengasihi dengan memukul
kita. Tapi ada kalanya juga ia mengasihi
kita dengan cara mendiamkan kita. Di
ayat3-4 dikatakan “Lama engkau harus diam padaku dengan tidak bersundal, dan
dengan tidak menjadi kepunyaan seorang laki-laki; juga aku ini tidak akan
bersetubuh dengan engkau.””Sebab lama orang Israel akan diam dengan tidak ada
raja, tiada pemimpin, tiada korban, tiada tugu berhala, tiada efod, dan
terafim.” Ya, adakalannya Tuhan ingin
mendidik anak-anak-Nya dengan cara berdiam diri. Dengan berdiam diri, umat Tuhan akan
merasakan kehampaan tanpa Tuhan. Dengan
berdiam diri, umat Tuhan akan menyadari bahwa ia membutuhkan kasih Tuhan. Dengan berdiam diri, umat Tuhan akan
mengintropeksi dirinya. Ya, ada kalanya
Tuhan berdiam terhadap kita. Ada kalanya
Tuhan tidak mengulurkan tangannya menolong kita agar kita disadarkan bahwa kita
tidak bisa jauh daripada Tuhan.
Saya teringat
dengan bagaimana cece saya pernah menghukum anaknya yang masih kecil. Salah satu cara ia menghukum anaknya yang
tidak mau mendengarkan perintahnya ialah, anak itu di taruh di pojok ruangan,
dan anak itu harus berdiam diri selama beberapa waktu lamanya tidak boleh
kemana-mana. Kalau anaknya keluar dari
pojok itu, ia akan ditaruh lagi disana dan waktu hukuman akan ditambah. Selama anak itu mendapat hukuman, cece saya
tidak akan menggubris dia. Walaupun anak
itu menangis tidak karuan. Walaupun anak
itu bilang mau ke wc. Biar anak itu
muntah-muntah. Cece saya tidak akan
perdulikan dia sampai anak itu sampai waktu yang sudah ditetapkan. Tujuan hukuman ini adalah, agar anak itu
sadar, bahwa ia sudah membuat mamanya sedih dengan kenakalannya. Selain itu agar anak ini sadar bahwa ia tidak
bisa hidup tanpa kasih orangtuanya. Anak
iini sadar bahwa ia harus bergantung sama orangtua mereka.
Adakalanya Tuhanpun
melakukan hal yang serupa dengan kita.
Adakalanya dia memilih berdiam terhadap semua persoalan kita. Bukan dia tidak baik. Bukan Dia tidak perduli. Tapi adakalanya Tuhan memilih jalan diam,
karena ia mau kita lebih bergantung kepada-Nya, lebih bersandar, dan lebih
menyadari bahwa kita tidak bisa hidup jauh daripada Tuhan. Adakalanya Tuhan membiarkan kita berjuang
sendiri agar kita sadar untuk tidak lagi melupakan Dia dan tidak lagi berbuat
dosa yang menyakiti hatinya.
Tapi tidak selamanya
Tuhan akan berdiam. Sama seperti cece
saya yang kemudian setelah selesai masa penghukuman itu, ia akan menghampiri
anak itu, menanyakan sudah tau dimana salahnya, dan kemudian memeluk anaknya erat
menyatakan bahwa ia tetap mengasihi anaknya.
Demikian juga Tuhan tidak akan terus berdiam. Sampai di batas waktu yang ia sudah
tetapkan, IA akan menghampiri kita,
menyatakan kuasanya, menyatakan kasih-Nya kepada kita, dan membuat kita kembali
takjub akan semua karya Tuhan yang hebat dalam hidup kita.
No comments:
Post a Comment