Thursday, April 05, 2007

IKAN ATAU KAWAN ?

“Jika Anda ingin melatih konsentrasi, cobalah untuk memelihara ikan dan perhatikanlah ikan-ikan itu setiap hari.” Demikian kata seorang dosen kuliah kami di sela-sela pelajarannya.
Wah kebetulan sekali. Saya memiliki kelemahan di dalam hal ini. Bagi saya konsentrasi merupakan hal yang sangat sukar. Setiap kali dosen mengajar atau pendeta berkotbah, 10-15 menit awal pikiranku terfokus pada ajaran dan kotbah tersebut. Sisanya, pikiran ini sudah mengikuti tour keliling dunia di tempat-tempat yang kusuka. Padahal, konsentrasi merupakan hal yang sangat penting untuk masa depanku dan untuk profesiku. “Memelihara ikan? bisa dicoba” ujarku pada telingaku sendiri. Semoga konsentrasiku bisa semakin membaik.
Hasratku menggebu-gebu untuk segera memiliki seekor ikan, bukan untuk perut namun untuk menemani hari-hariku. Tetapi hasrat itu tertahankan untuk beberapa waktu. Kesibukan, tugas-tugas yang membeludak dan ujian-ujian yang mengancam pikiranku serta tangungjawab-tanggungjawab yang harus dipenuhi menyita waktuku untuk dapat membeli teman baruku.
Tiba-tiba saya tersadar bahwa saya memiliki teman yang memelihara dua ekor ikan cupang yang cantik. Warnanya merah dan biru menyala berpadu harmoni membuat ikan-ikan itu menjadi begitu menarik dan indah dipandang. Segera saja saya meminjamnya dari teman saya. Berhasil ! Dia meminjamkan satu ekor ikannya kepadaku beserta wadahnya. Ah, Hatiku senang sekali. Setiap hari saya memberinya cukup makan. Jika airnya sudah keruh maka segera saat itu kuganti dengan air yang jernih dan segar. Tiap-tiap hari saya meluangkan waktu untuk memperhatikan teman baruku itu. Saya sangat menyayangi ikan itu bagaikan milikku sendiri.
Namun keesokkan harinya saya begitu terkejut ketika melihat ikan cupang yang begitu indah tadinya berubah warna menjadi pucat pasi dan kehilangan daya tariknya. Saya tahu ikan itu “stress.” Dia depresi berat tanpa sebab yang jelas. Tentu saja saya menjadi ikut-ikutan panik, bingung dan khawatir kalau-kalau ikan itu mati. Oh,Tidak ! saya baru memeliharanya selama tiga hari. Segala upaya kulakukan untuk menolong ikan itu. Saya mecoba memberinya makan, karena jangan-jangan dia kelaparan. Saya mengganti airnya sebab saya takut ikan itu stres karena airnya yang keruh. Saya mencoba mendekatkan wadahnya dengan ikan-ikan yang lain, dengan harapan ikan itu tidak kesepian dan kembali memiliki warna-warna semula yang begitu indah. Namun semua usaha saya sia-sia. Semua yang kulakukan tidak berpengaruh terhadap ikan tersebut. Saya sudah tidak tahu harus berbuat apa lagi.
Sudah cukup. Cerita ini tidak perlu dilanjutin lagi. Saya rasa kita tidak perlu mengetahui akhir kisah dari ikan cupang yang stres tersebut.
Sekarang mari kita melihat disekitar kita. Ditengah dunia yang penuh dengan gejolak permasalahan yang semakin hari semakin kompleks ini, banyak sekali manusia-manusia yang “berubah warna” dan “kehilangan keindahannya”. Banyak diantara mereka yang stres, putus asa dan tertekan dalam menghadapi pergumulan-perumulan hidup yang begitu berat. Mereka tertekan dengan keruhnya dunia yang mereka hadapi. Mereka lapar akan kasih sayang, perhatian, percaya diri, harga diri dan sukacita. Mereka membutuhkan orang-orang lain yang dapat mengerti isi hati mereka dan memenuhi kekosongan dalam diri mereka.
Namun sungguh ironis. Begitu banyak manusia saat ini yang bergeming dan tidak bertindak ketika melihat sesamanya mengalami tekanan-tekanan dan penderitaan-penderitaan tersebut. Mereka jauh lebih responsif jika ikan yang mereka pelihara mengalami depresi daripada melihat sesama mereka yang depresi. Bukannya mereka tidak tau, mereka tau! Tetapi “No Action”. Mereka berkata “apa peduliku ! itu urusanmu!”. Bahkan yang lebih tragis lagi ada yang sengaja untuk semakin memperkeruh keadaan. Mereka berbahagia di atas penderitaan orang lain.
Bagaimana dengan kebanyakan umat Kristen saat ini ? Tampaknya sama saja. Jarang yang peduli lagi terhadap sesamanya, kasih begitu langka, tidak ada persahabatan dan persaudaraan. Yang ada hanyalah unjuk diri, merendahkan orang lain bahkan menghakimi. Mereka berlomba-lomba untuk memiliki harga diri yang lebih dibandingkan orang lain. Mata mereka tertutup pada lingkungan sekitar mereka termasuk pada saudara seiman mereka. Mereka hanya mau memperhatikan dan memperdulikan orang-orang yang dapat memberikan keuntungan bagi mereka. Tujuan mereka hanya satu yaitu kepuasan diri mereka sendiri. Mengerikan ! hukum rimba terjadi diantara umat Kristiani. Mungkin seekor ikan peliharaan jauh lebih berarti daripada kawan-kawan mereka.
Saudara, apakah kita berada dalam posisi itu sekarang ? Ataukah kita belum sadar jika saat ini kita berada dalam posisi tersebut ? Ataukah kita menyadarinya namun kita mengeraskan hati kita untuk berubah ?
Belajarlah dari Tuhan Yesus hai umat Kristiani. Dia mengasihi semua orang-orang yang terbuang seperti pemungut cukai, orang-orang samaria, perempuan yang berdosa, janda-janda miskin, orang-orang cacat dan anak-anak serta perempuan-perempuan yang tidak dianggap pada saat itu, termasuk kita orang-orang yang berdosa ini. Dia mengasihi mereka seperti sahabat-Nya sendiri dan memperhatikan mereka tanpa mengeruk keuntungan sedikit pun dari mereka. Dia juga sangat mengasihi murid-murid-Nya. Dengan tidak memandang kesenioritasan-Nya, Ia membungkukkan badannya dan membasuh kaki murid-muridNya. Dan banyak lagi perbuatan-perbuatan yang dilakukan-Nya yang menunjukkan kerendahan hati yang luar biasa.
Hukum terutama yang diajarkan Tuhan Yesus kepada kita adalah “kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu”. Tetapi jangan lupa di dalam kitab matius 22:39-40 mengatakan hukum yang sama pentingnya dengan itu adalah “kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”. Di injil Markus ditekankan bahwa tidak ada hukum yang lebih utama daripada kedua hukum tersebut. Bahkan lebih ekstrem lagi, Tuhan mengajarkan kita untuk mengasihi musuh-musuh kita. Kasih merupakan basic untuk seseorang menjadi anak-anak Tuhan yang memperkenankan-Nya. Bukan kasih yang pura-pura, namun kasih yang tulus yang keluar dari hati yang memancarkan kasih Kristus yang dibagikan kepada sesama kita yang membutuhkannya.
Jika Tuhan bertanya kepada kita “siapakah yang lebih berharga ? kawanmu sesama manusia (termasuk musuh kita) ataukah kesenangan pribadi kita ?” Apa jawab kita “ ikan atau kawan ?”

Nb: Oh ya ikan itu ternyata tidak mati, dia tampak stress karena dia ternyata bertelur. Telurnya buuuuaaanyaaakk sekaliiiiiiiii !!!

2 comments:

Eddy Tan said...

Pembukaan dari "Ikan atau Lawan" menarik. Itu karena cukup mengundang rasa ingin tahu, kok ada ya kaitan antara konsentrasi dengan memelihara ikan?
Namun sayang, ilustrasi ini tidak dipakai secara optimal; aplikasi yang diarahkan oleh ilustrasi itu kok ya gak gitu nyambung.
Coba ilustrasi pembuka itu diarahkan untuk aplikasi yang lebih mengena dan relevan; contoh aplikasi untuk ilustrasi tsb: ketekunan untuk memperhatikan--jadi ketika kita bisa menikmati pemandangan ikan dan merawatnya dengan baik, kita belajar untuk memiliki konsentrasi yang baik.

Anonymous said...

hehehe.. i dd pelihara ikan,., pengalaman baru,., untung ikannya ga mati,.,. gawat deh kalo mati..
tapi thanks ya renungannya,.,. i try to refocus my priority,.,
GBU always my cousin