Sunday, October 19, 2008

Kala HP Tak Berdering (2)

I. Kesepian membuat kita mengenal seutuhnya akan siapa diri kita.

Saudara, kesepian itu memiliki fungsi seperti sebuah cermin yang berfungsi untuk melihat siapa diri kita seutuhnya.

Saudara Kesepian adalah suatu hal yang diizinkan Tuhan. Pengkhotbah mengatakan: “Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya. Ada waktu untuk lahir, ada waktu untuk meninggal, ada waktu untuk membunuh, ada waktu untuk menyembuhkan; ada waktu untuk merombak, ada waktu untuk membangun; ada waktu untuk tertawa, ada waktu untuk menangis dan meratap,”. Saudara, dengan seizin Tuhan semua ada waktunya. Demikian pula dengan kesepian. Ada waktunya kita mengalami kesepian karena memang Tuhan mengijinkannya.

Saudara, Ayub adalah salah seorang yang diizinkan Tuhan untuk mengalami kesepian. Kesepian itu didapati melalui penderitaannya. Jika kita melihat di pasal 1 maka kita dapat mengetahui dengan jelas bahwa semua kesepian yang diakibatkan penderitaan yang dialaminya itu adalah siizin Tuhan. Ia kehilangan semua anak-anaknya dalam waktu sekejap. Harta kekayaannya pun ludes dalam waktu yang bersamaan. Bukan hanya itu, ia tertimpa penyakit barah busuk yang sangat menyiksa. Tidak cukup penderitaannya, istrinya pun mengutuki dia bahkan meninggalkannya. Tidak ada lagi yang ia miliki. Ke-3 orang yang mengaku sahabatnya pun, tidak dapat berbuat banyak. Malah mereka menyalahkan Ayub, dengan menganggap Ayub sudah berbuat dosa kepada Allah. Ke-3 sahabatnya tampaknya berhasil menyempurnakan kesepian Ayub dengan tudingan-tudingan yang semena-mena. Semua orang yang ia sayangi pergi, menjauh dari kehidupannya. Saudara, Ayub merasakan kesepian yang luar biasa dalam. Seakan tidak ada orang yang memperdulikannya. Hidup serasa sebatang kara. Hal itu membuatnya mengeluh kepada Tuhan. Dari percakapannya dengan Tuhan ia seakan berteriak “Mengapa ini terjadi Tuhan! Apa salahku!” Saudara, Coba saja Saudara bayangkan jika semua hal itu menimpa Saudara, kitapun akan mengalami kesepian itu bukan?

Bukan hanya Ayub, Elia pun pernah mengalami hal yang sama. Dalam 1 Raj 19:1-15, dikisahkan tentang nabi Elia yang mengalami depresi dan kesepian. Setelah mengalami mujijat yang luar biasa dengan menurunkan air hujan di pasal 18, serta memperoleh kemenangan spektakuler dengan mengalahkan 400 nabi baal, ironinya setelah itu Elia mengalami ketakutan hanya karena ancaman seorang perempuan yang bernama Izebel yang hendak membunuhnya. Ia melarikan diri dan menyepi dipadang gurun. Ketakutan itu membuat ia depresi dan mengalami perasaan kesepian yang begitu mendalam. Kesepian itu terlihat dari ungkapannya di ayat 10 “hanya aku sendirilah yang masih hidup”. Elia merasa dirinya seorang single fighter, yang harus berjuang seorang diri melawan musuh-musuhnya. Kesepian yang amat mendalam itu membuat Elia menginginkan untuk mati saja. Ia ingin menyerah. Saudara, nabi juga manusia. Ternyata seorang nabi yang luar biasa juga dapat mengalami kesepian sama seperti kita.

Namun ternyata Tuhan memiliki maksud dari semua kesepian yang Ayub dan Elia alami. Kesepian itu ternyata membuat mereka bercermin tentang siapa diri mereka. Dalam Ayub 39:36-38 dapat kita lihat bahwa kesepian yang Ayub alami, membuatnya menyadari bahwa dirinya itu terlalu “hina”. Saudara, kata hina ini dapat diartikan juga “tidak layak” atau “tidak penting” bahkan tercela. Kalau bahasa aslinya “qallal” memiliki arti “aku ini kecil, terlalu ringan, dan tidak masuk hitungan”. Ayub menyadari bahwa dirinya hanyalah seperti sebuah debu, yang kecil, ringan dan mudah terhanyut oleh sedikit tiupan angin. Ayub tahu bahwa ia hanyalah orang yang berdosa yang terlalu lemah dan tidak berarti apa-apa. Kesadaran ini membuatnya malu dan menyesal ketika ia bertemu Allah karena ia sudah mengeluh dan protes kepada Allah, sehinga dikatakan bahwa ia menutup mulutnya dengan tangan. Ia sadar bahwa ia hanya seorang yang terbatas yang tidak pantas untuk memprotes Allah yang tak terbatas itu.
Begitu pula halnya dengan Elia. Kesepian yang ia alami membuatnya sadar bahwa ia tidak lah lebih baik dari para leluhurnya. Saudara, disini Elia mulai menarik dirinya dan melihat individunya sendiri. Dan ketika ia menarik diri, ia menyadari bahwa ia bukanlah siapa-siapa tanpa pertolongan Allah. Ia hanya manusia yang lemah, yang tidak berguna yang tidak lebih baik dari leluhurnya. Saudara, kesepian ternyata mampu membuat mereka melihat lebih dalam lagi pribadi mereka dengan perspektif yang baru.

Saudara, menyadari akan siapa diri kita merupakan suatu bentuk kerendahan hati yang luar biasa. Dan kesepian yang kita alami adalah salah satu sarana yang dipakai Allah untuk membuat kita semakin rendah hati dan menyadari siapa diri kita bahwa kita hanyalah manusia berdosa, yang kecil, terbatas dan yang sangat lemah serta membutuhkan Allah.

Saudara, saya mengingat tentang kisah seorang ayah yang suka menekan istri dan anaknya yang Kristen dengan mengatakan bahwa Tuhan itu tidak ada. Kalau ada pun Ia tidak bisa berbuat banyak. Ia mengatakan kepada istri dan anaknya “Kalian bisa hidup itu bukan karena Tuhan, namun karena kerja keras saya yang sibuk membanting tulang.” Ia merasa dirinya adalah penguasa atas hidupnya. Namun suatu saat, istrinya mengalami sakit keras yang membuatnya harus diopname dirumah sakit selama berbulan-bulan. Suaminya sudah membawa kedokter terbaik di daerahnya, namun semua itu ternyata tidak dapat menolong. Istrinya pun meninggal. Ia sedih sekali. Berbulan-bulan ia merasakan kesepian, karena istrinya yang biasa menjadi teman hidupnya dalam suka dan duka selama ini sudah tidak ada lagi. Suatu saat ketika ia pulang dari kantor, ia memanggil anaknya dan berkata “nak papa mau kamu berdoa sama Tuhan agar ia menjaga dan memelihara kamu”. Anaknya terkejut melihat sikap ayahnya yang berubah. Anak itu berkata “pa, bukankah selama ini papa mengatakan bahwa Tuhan itu tidak ada? Mengapa sekarang papa menyuruh saya berdoa kepada Tuhan?”. Ia menjawab “papa baru sadar, ternyata papa tidak berkuasa atas kehidupan seseorang, papa tak mampu berbuat banyak. Hanya Tuhanlah yang mampu. Sudah cukup kehilangan mama, papa tidak mau kehilangan kamu juga”. Saudara, kesepian yang ia alami karena kehilangan istrinya ternyata menyadarkan dia akan siapa dirinya. Ia menyadari bahwa ia hanyalah seorang yang terbatas dan begitu kecil, yang tidak bisa berbuat apa-apa.

Saudara, mungkin pada saat ini Saudara sedang mengalami kesepian. Mungkin kita baru saja kehilangan orang-orang yang kita kasihi. Entah orang tersebut meninggal, ataukah karena relasi yang semakin jauh. Mungkin kita sedang mengalami kegagalan, ketakutan, dan berbagai kekhawatiran. Atau mungkin banyak masalah-masalah pribadi yang terlalu menekan hidup kita. Dan semuanya itu membuat kita merasa kesepian. Kita merasa seorang diri. Tidak ada yang peduli. Bahkan mungkin Tuhan terasa jauh sekali dari kehidupan kita. Saudara, ketahuilah bahwa itu semua diijinkan Tuhan, agar kita kembali becermin tentang siapa diri kita. Ia ingin membentuk kita menjadi manusia-manusia yang rendah hati. Ia ingin kita menyadari bahwa kita ini hanyalah manusia yang lemah, kecil, terbatas dan penuh dosa. Kita ini hanyalah debu pasir, yang begitu rapuh dan mudah terhanyut oleh keganasan ombak dunia ini. Saudara, memang kita hanyalah manusia yang terbatas, yang membutuhkan Tuhan untuk senantiasa menuntun hidup kita.

Saudara jika kesepian itu sedang melanda kita saat ini, jangan lah terlalu berputus asa, gunakanlah kesempatan itu untuk merefleksikan diri. Bersyukurlah karena Tuhan sedang membentuk kita untuk dapat menjadi anak-anakNya yang lebih rendah hati lagi. Melalui kesepian-kesepian yang kita alami ini, Ia mau agar kita dapat semakin hari semakin serupa dengan Dia.

No comments: