Friday, April 24, 2009

Menaggapi TRANSGENDER (1)

Shunniya adalah seorang wanita pria (waria) yang sejak kecil sudah berlaku seperti seorang perempuan, padahal gender yang tertera di akte kelahiran adalah laki-laki. Sejak usianya 2 tahun dia sudah suka memakai rok. Bukan hanya itu, di usianya yang ke-4, dia tidak mau kesekolah kalau tidak memakai bedak. Oleh karena itu, sejak kecil dia sudah diejek banci sama teman-temannya. Dari sana ia sadar bahwa dirinya seharusnya terlahir sebagai perempuan. Hanya tubuhnya saja yang laki-laki.

Akhirnya ia menganggap dirinya adalah seorang perempuan, sehinga pada waktu remaja ia selalu mengenakan jilbab kesekolahnya. Orang seperti ini tentu hidupnya tidak akan tentram. Selain harus menerima ejekan, ia harus siap dianggap kelainan jiwa oleh lingkungan, dikucilkan, bahkan keluarganyapun sempat memarahi dan menolaknya. Pernah juga suatu ketika dia dipaksa membuka jilbabnya ketika pengembalian formulir UMPTN karena di dalamnya menyatakan bahwa dia laki-laki. Kehidupan seperti demikian membuatnya sangat sedih. Di satu sisi ia mau hidup normal sama seperti orang-orang lainnya. Ia mau untuk dicintai dan mencintai tanpa ada halangan. Di sisi lain, ia tidak dapat memungkiri bahwa jiwa yang dimilikinya sama seperti jiwa seorang perempuan. Dan tentunya ia tidak dapat membohongi perasaannya yang harus mencintai seorang laki-laki. Kewanitaannya seakan terkurung dalam raga laki-laki. Semua itu membuatnya tampak tidak normal. Dan akhirnya Shunniya lebih memilih untuk menjadi seorang “wanita”, sambil memperjuangkan hak-hak para waria yang ingin disamakan dengan hak-hak orang normal.


Kisah seperti yang dialami Shunniya ini tidaklah jarang. Banyak orang yang menjadi kaum transgender, yaitu orang-orang yang merasa dirinya terjebak dalam raga yang salah, dengan demikian mereka merubah jenis kelamin mereka. Bahkan barusan di koran ada berita di mana seorang pria yang dulunya adalah wanita, sekarang ini sedang mengandung (capek deh).

Transgender merupakan isu etika yang sangat menarik untuk dibahas di abad sekarang ini. Ada yang pro ada juga yang kontra. Yang pro mengatakan “waria juga manusia; bagaimana jika anda atau anak anda dalam posisinya?”, “Tuhan yang menciptakan jiwa waria sejak semula, jadi jangan merendahkan waria”, “menjadi waria bukan mauku, tapi Tuhan yang mau” dan sebagainya. Sedang yang kontra mengatakan “Waria itu manusia kelainan, menjijikan dan harus disingkirkan dari masyarakat kita” , “waria itu oknum berbahaya, serigala berbulu domba, bahkan penjahat kelamin” dan sebagainya. Bagaimana dengan kita? Apa pendapatmu?

Membahas isu etik transgender ini, kita harus kembali kepada sumber etik yang objektif dan tidak bersifat relatif, yaitu Alkitab. Secara eksplisit memang Alkitab tidak berbicara tentang masalah transgender. Namun banyak ayat-ayat acuan yang bersifat implisit yang dapat menjawab permasalahan ini.

Transgender Itu Dosa

Sejak semula manusia diciptakan berpasangan. Tuhan menjadikan perempuan sebagai penolong yang sepadan untuk laki-laki. Dan keduanya mendapat mandat untuk beranak cucu dan bertambah banyak. Allah juga berfirman bahwa seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging. Allah tidak pernah menciptakan laki-laki untuk sedaging dengan laki-laki, demikian pula perempuan dengan perempuan. Selain itu, Alkitab berkata bahwa Allah hanya menciptakan manusia laki-laki dan perempuan. Ketika Allah menciptakan jiwa laki-laki, maka ia juga akan memperlengkapi dengan raga laki-laki. Hubungan sesama jenis dan transgender merupakan penyimpangan yang timbul karena dosa manusia; bukanlah kehendak Sang Pencipta.

Oleh karena itu ada perintah di kitab PL yang mengatakan “ Orang yang hancur buah pelirnya atau yang terpotong kemaluannya, jangan masuk jemaah Tuhan.” (Ulangan 23:1 ) Hal itu menandakan bahwa mengganti alat kelamin merupakan sesuatu tindakan yang tidak berkenan di hadapan Tuhan. Bahkan Imamat 20:13 mengatakan itu adalah sebuah kekejian “Bila seorang laki-laki tidur dengan laki-laki secara orang bersetubuh dengan perempuan, jadi keduanya melakukan suatu kekejian, pastilah mereka dihukum mati dan darah mereka tertimpa kepada mereka sendiri”. Mungkin kita berkata, “ayat itu kan buat kaum homoseksual!” Bukankah seorang transgender ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan seorang homoseksual yang nantinya akan tidur dengan sesama jenisnya?

Kepada orang-orang seperti ini, Tuhan memberikan peringatan dalam kisah Sodom dan Gomora. Dalam kitab Yudas 1:7 dituliskan “sama seperti Sodom dan Gomora dan kota-kota sekitarnya, yang dengan cara yang sama melakukan percabulan dan mengejar kepuasan-kepuasan yang tak wajar, telah menanggung siksaan api kekal sebagai peringatan kepada semua orang”.

Jadi, sudah jelas bahwa tindakan transgender itu merupakan sebuah dosa. Ada orang yang mengatakan “itukan terjadi dalam kitab PL, sedangkan di PB kan Tuhan sudah mengubah banyak aturan. Misal: di PL tidak diperbolehkan makan babi, di PB kan boleh.” Dalam kitab PL ada 3 jenis hukum yaitu hukum sipil, seremony dan moral. Ketika Tuhan Yesus datang, hukum yang ditiadakan hanyalah hukum-hukum yang bersifat sipil dan seremony. Sedangkan yang bersifat moral masih berlaku, seperti 10 perintah Allah yang di dalamnya terdapat menghormati orang tua, jangan membunuh, jangan berzinah dan sebagainya. Masalah Transgender juga merupakan masalah moral, yang berarti aturan yang berbicara mengenai hal tersebut masih berlaku sampai jaman PB. Oleh karena itu Paulus menulis dalam Roma 1: 25-27:
“(25) Sebab mereka menggantikan kebenaran Allah dengan dusta dan memuja dan menyembah makhluk dengan melupakan Penciptanya yang harus dipuji selama-lamanya, amin. (26) Karena itu Allah menyerahkan mereka kepada hawa nafsu yang memalukan, sebab isteri-isteri mereka menggantikan persetubuhan yang wajar dengan yang tak wajar. (27) Demikian juga suami-suami meninggalkan persetubuhan yang wajar dengan isteri mereka dan menyala-nyala dalam berahi mereka seorang terhadap yang lain, sehingga mereka melakukan kemesuman, laki-laki dengan laki-laki, dan karena itu mereka menerima dalam diri mereka balasan yang setimpal untuk kesesatan mereka.”
Ayat ini merupakan sebuah pernyataan yang menyiratkan bahwa penyimpangan seksual itu salah. Jadi, jika kita membenarkan transgender, itu sudah dosa, sebab transgender itu sendiri dosa. Menyetujui transgender berarti juga menyetujui insest, homoseksual, dan sejenisnya; dimana perasaan bertentangan dengan jati diri sesungguhnya.

Tetapi saudara, tidak cukup bagi kita berhenti sampai pada pernyataan bahwa transgender itu dosa. Jika kita hanya berhenti sampai di sini maka kita hanya akan menghakimi dan merendahkan kaum transgender. Ada hal penting lainnya yang harus kita ketahui sebagai kaum kristiani.

No comments: