Thursday, June 18, 2009

Respon Atas Keselamatan (1 Petrus 1:13-25)



Ketika kita menjadi pengikut seseorang atau sebuah perusahaan, selalu ada konsekuensi yang harus kita pikul sebagai respon kita karena telah diterima sebagai seorang pengikut

Misalnya: ketika saya dan teman-teman saya mendaftarkan diri ke SAAT (Seminari Alkitab Asia Tenggara) dan diterima, konsekuensinya adalah saya harus mengikuti segala peraturan yang sudah ditetapkan oleh SAAT. Harus kerjabakti jam 5 pagi, Saat teduh 6.30, jam makan sudah dipatok untuk 3 kali sehari, harus belajar di perpus jam 7.00-10.00 malam, gak boleh nonton, gak boleh keluar sembarangan (ada waktunya), gak boleh pacaran waktu tingkat satu, dll. Itu konsekuensi yang harus saya dan teman-teman saya pikul sebagai respon karena kita telah diterima menjadi murid SAAT, yang kami anggap sebagai anugerah.

Atau dalam pekerjaan. Ketika pertama kali kita ikut dengan seseorang atau sebuah perusahaan, awalnya tentu kita merasa senang jika lamaran kita diterima dan kita bekerja di sana. Namun, harus ada konsekuensi yang harus dijalankan sebagai seorang pegawai. Kita harus mengikuti peraturan-peraturan kantor yang ditetapkan (masuk jam berapa, keluar jam berapa, pakaiannya bagaimana, dsb). Dan tentunya kita harus mengikuti peraturan itu sebagai respon atas ucapan syukur kita dan tangung jawab kita sudah diterima di tempat itu.

Ada konsekuensi sikap dan respon sebagai tanggapan ketika kita mengikuti seseorang atau lembaga. Sebenarnya demikian juga dengan anak-anak Tuhan. Ketika kita sudah menerima anugerah keselamatan yang begitu luar biasa, dan ketika kita diangkat menjadi murid sekaligus anak-Nya. Ada konsekuensi yang harus kita pikul dan kita kerjakan sebagai respon atas keselamatan yang sudah diberikan.

1Petrus 1:13-20 ini merupakan ajaran mengenai respon yang diharapkan sebagai anak-anak Tuhan. Dalam perikop sebelumnya, Petrus sudah memaparkan bagaimana Karya Kristus yang besar, yang telah membangkitkan kita dari antara orang mati, yang memberikan pengharapan dan kekuatan baru, terlebih kematian Kristus itu telah memberikan kita keselamatan. Kita yang diselamatkan memiliki kehidupan yang baru, karena kita telah diubah menjadi manusia baru. Betapa kita bersyukur atas semua karya Tuhan yang dilimpahkan kepada kita.

Namun, tidak hanya berhenti pada ungkapan syukur saja. Sebagai manusia baru, yang memiliki status baru, kita diberikan konsekuensi-konsekuensi praktis yang harus kita tanggapi sebagai respon anugerah yang Tuhan berikan. Karena itu di ayat 13 , Petrus melanjutkan dengan perkataan “sebab itu”. Kata ini merupakan kata sambung yang menyatakan sebab akibat. Namun karena ditambah kata “itu” maka ini lebih cenderung mengarah ke akibat. Ini sama seperti ketika waktu kecil guru kita memberitahu hukuman-hukuman yang akan diberikan jika kita melanggar, terus terakhirnya ia bilan “Sebab itu, jangan langgar peraturan ya”. Perkataan jangan melanggar aturan itu merupakan akibat karena penyebab-penyebanya. Demikian Petrus hendak memberitahu kita bahwa sebagai orang-orang yang telah diselamatkan, ada akibat atau konsekuensi yang harus kita jalankan.’

Jika kita perhatikan diayat 13-16 LAI menuliskan ada 5 kata kerja dengan akhiran “-lah” yang biasanya digunakan sebagai kalimat perintah. Petrus mengingatkan kita, sebagai konsekuensi keselamatan itu, ada 5 hal yang harus kita perhatikan. Pertama, kita diminta untuk menyiapkan akal budi kita. Sebagai umat yang ditebus, kita harus belajar baik-baik mengenai FT, sehingga ketika ada penyesat-penyesat yang mencoba menggoncang iman kita, kita tidak goyang. Banyak orang Kristen yang tidak mau belajar, sehingga ketika ada pendeta (yang belum tentu omongannya benar) yang mengajarkan sesat, ia juga ikut tersesat. Kedua,kita diminta untuk waspada. Ini berhubung sama perintah pertama. Kita diharapkan untuk waspada dari segala penyesatan dan waspada terhadap dosa-dosa yang terus menggoda kita, bahkan menjauh dari perbuatan-perbuatan yang memalukan. Jangan sampai kita jatuh kembali dalam dosa dan melukai hati Tuhan. Orang Kristen yang tidak waspada akan mencelakakan dirinya sendiri. Ketiga, letakkan pengharapan sepenuhnya kepada kasih Tuhan. Petrus mengingatkan bahwa kita ini manusia yang terbatas. Walau kita sudah diselamatkan kita ini tetap terbatas. Kita membutuhkan Tuhan.

Peristiwa jatuhnya airbus milik Prancis kemarin cukup ironi ya. Mengapa? AirBus A330-200 sebenarnya dirancang menjadi pesawat teraman di kelasnya. Dari pengalaman, pesawat jenis ini tidak pernah mengalami kecelakaan fatal selama 14 tahun terakhir . Jenis ini memiliki mesin kembar yang dirancang untuk menempuh perjalanan yang jauh. Banyak maskapai penerbangan internasional yang menggunakan pesawat jenis ini, karena kualitasnya yang menawan. Tapi toh sebagus-bagusnya pesawat airbus, ujung-ujungnya jatuh juga akibat tersambar petir tatkala menembus badai. Walaupun menteri Prancis mengatakan bahwa pesawat ini sudah terbiasa menembus badai, namun kenyataannya kali ini ia menyerah terhadap badai. Sebenarnya kejatuhan airbus ini mengingatkan kita bahwa manusia tidak mungkin dapat mencitakan sesuatu yang sempurna, karena manusia sebagai pencipta itu terbatas. Kita ini sama rentannya dengan airbus, walaupun sudah sering melewati badai, namun ada saatnya kita akan hancur karena manusia itu sangat rentan. Karena itu kita harus meletakkan pengharapan kita kepada kasih Tuhan. Hanya Tuhan yang dapat menjaga hidup kita.

Keempat, hiduplah sebagai anak-anak yang taat, dan jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu. Petrus meminta para pembacanya untuk memiliki hidup taat dan jangan mengikuti hawa nafsu yang ada dalam daging kita. Dalam segala bidang kita harus hidup taat. Baik dalam keluarga, pekerjaan, gereja, dan lingkungan kita. Bukan hanya taat secara tindakan kita, tapi juga dalam pikiran dan hati kita. Sebenarnya perintah keempat ini juga berkaitan dengan perintah kelima, yaitu hendaklah kamu kudus dalam seluruh hidupmu, karena Tuhan yang kita sembah adalah kudus. Kata kudus itu sendiri memiliki arti mengasingkan diri. Kita diharapkan untuk tampil beda dengan dunia. Jika dunia penuh dengan dusta, akal licik, penindasan, nafsu, obrolan yang menjatuhkan, dsb, maka kita diharapkan untuk hidup berbeda dengan dunia ini. Kita harus hidup kudus walaupun selamat jiwa kita melekat dengan daging ini, sangat susah untuk hidup kudus. Namun Petrus mengingatkan kita untuk selalu mengupayakan hidup yang kudus.

Jika kita memperhatikan ayat 18-25, kita akan mengerti sebuah alasan utama mengapa kita harus melakukan semua yang disebutkan di atas. Mari kita membaca ayat 18-19 saja: “Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat.” Kalimat pertama diawali lagi dengan kata “sebab” yang menunjukkan penyebabnya. Alasan kita harus melakukan semua itu adalah karena hidup kita yang sudah seharusnya binasa ini, telah ditebus bukan dengan emas, bukan dengan perak, jika saya boleh tambahkan, bukan dengan berlian, bukan dengan mutiara, bukan dengan properti, namun dengan darah yang jauh lebih berharga dari semuanya itu. Pengorbanannya yang luar biasa sudah membuat kita hidup.

Karena itu, marilah kita sebagai anak-anak Tuhan, mengucap syukur atas anugerah yang sudah diberikan. Bukan hanya mengucap syukur, tapi juga melakukan konsekuensi yang harus kita pikul. Siapkanlah akal budi kita, Waspadalah terhadap yang jahat, Letakkanlah pengharapan penuh kepada Tuhan yang berkuasa. Hiduplah taat dan menjauh dari nafsu dunia, dan terakhit kuduskanlah dirimu dalam segala hal.
Biarlah kita dapat menjadi anak-anak Tuhan yang memuliakan dan menyenangkan hati Tuhan. Amin.

No comments: