Saturday, July 18, 2009
Forgiveness 77 (Matius 18:21-35) 2
Saudara sebenarnya alasan utama mengapa kita harus mengampuni sesama kita adalah:
Karena Tuhan lebih dulu mengampuni setiap kesalahan kita maka kitapun harus mengampuni kesalahan orang lain
Perumpamaan yang diberikan Tuhan setelah itu begitu jelas. Dikisahkan suatu ketika ada seorang raja yang hendak mengadakan perhitungan terhadap hamba-hamba-Nya. Kemudian diperhadapkanlah seorang yang berhutang 10.000 talenta. Namun karena orang itu tidak dapat melunaskan hutangnya, maka seperti kebiasaan pada waktu itu bahwa dia dan anak istrinya haruslah di jual. Karena begitu sedih, hamba ini sujud menyembah kepada raja tersebut, dan hamba ini memohonkan kemurahan dari sang raja. Dan bersyukur karena raja yang ia miliki adalah seorang raja yang bermurah hati dan penuh kasih. Sehingga di ayat 27 dikatakan “lalu tergeraklah hati raja itu oleh belas kasihan akan hamba itu.” Kemudian raja tersebut menghapuskan semua hutangnya.
Namun ironinya, baru saja setelah hamba itu dapat pengampunan, ketika hamba itu baru saja keluar, ia ketemu hamba lain yang berhutang kepadanya 100 dinar saja. Ia malah menangkap dan mencekik kawannya. Padahal disebut sebagai kawan, berarti orang tersebut dekat dengan dia. Kawannya ini juga meminta belaskasihan terhadap hamba tersebut, sama seperti hamba itu meminta belas kasihan kepada rajanya. Tapi hamba itu menolak, bahkan memenjarakan kawannya sampai lunas hutangnya. Berbeda sekali dengan apa yang dilakukan raja itu. Jika Raja itu tergerak untuk memberikan pengampunan dan kemurahan, hamba itu malah menuntut hutang-hutang kawannya.
Padahal perbandingan jumlah utang mereka begitu jauh sekali. Bayangkan saja, hamba itu berhutang kepada raja 10.000 talenta. 1 talenta itu sudah sangat berharga. Dalam PL tertuilis bahwa dengan dua talenta sudah bisa membeli sebuah gunung. Bayangin aja berapa berharganya jumlah 1 talenta. Nah, 1 talenta itu = 6000 dinar. Jadi 10.000 talenta itu = 60 juta dinar. Ini jumlah yang sangat-sangat mahal. Ada yang mengatakan jumlah segini tidak mungkin dapat dilunasi. Sedangkan 1 dinar itu adalah upah pekerja selama satu hari. Kalau 1 hari 1 dinar, berarti 1 tahun 365 dinar kan. Sedangkan jika kita bekerja 80 tahun (yang hampir pasti tidak mungkin terjadi) itu kita hanya dapat mengumpulkan 29.200 dinar. Itupun masih jauh dari utang yang dimiliki. Kerja seumur hiduppun juga tidak akan dapat membayar utang.
Sekarang bandingin aja utang hamba itu kepada raja 60 juta dinar. Tapi kawannya itu berhutang kepada dia hanya 100 dinar. Kalo di kalkulasikan ke rupiah (dengan asumsi uang kerja 1 hari 20rb) itu berarti ia berhutang 1200Mlyr. Sedangkan kawannya hanya berhutang 2jt rupiah. Utangnya yang 1200M dihapus. Namun ia tidak mau menghapus kawannya sendiri yang berhutang hanya 2jt rupiah. Bukankah itu namanya tidak tau diri dan tidak tau berterima kasih? Ia sudah mendapat kemurahan tapi ia tidak mau memberikan kemurahan itu.
Karena itu ketika si Raja mendengar hal itu, raja menjadi marah besar dan menyerahkan hamba yang jahat itu ke algojo-algojo sampai hamba itu dapat melunasi hutangnya. Menarik kalau kita perhatikan ayat 33 raja itu berkata “Bukankah engkaupun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau?”. Raja itu mengatakan “harus”. Itu berarti suatu yang mutlak, kudu, absolut, gak bisa tidak, hamba itu harus melakukan sama seperti apa yang raja itu lakukan.
Saudara, sebenarnya perumpamaan ini hendak berbicara kepada kita bahwa kitapun harus mengampuni orang yang berbuat salah kepada kita. Alasan utamanya ialah karena Tuhan sudah lebih dahulu mengampuni segala dosa-dosa kita. Hutang kita adalah dosa. Dimana kita tidak mungkin dapat membayarnya. Walaupun seumur hidup kita berbuat baik, kita melakukan banyak hal untuk Tuhan, itu tetap tidak dapat melunasi hutang dosa kita. Terlalu besar hutang yang kita punya. Dan sudah semestinya kita harus dibinasakan dalam api neraka yang kekal. Namun karena kasih dan kemurahanlah, Tuhan mau melunaskan semua hutang-hutang dosa kita. Bahkan Petrus mengatakan, bukan dengan barang yang fana, bukan dengan emas, bukan dengan perak, tapi dengan darah yang mahal. Hati-Nya tergerak oleh belas kasihan karena kita. Ia begitu mengasihi kita.
Bagaimana pengampunan Allah yang besar itu mungkin dapat kita refleksikan dalam kisah berikut. Saya pernah menyaksikan dengan mata sendiri, bagaimana seorang suami yang suka mabuk-mabukan begitu marah kepada istrinya, karena istrinya ketahuan selingkuh. Betapa ia murka terhadap si istri. Memang suaminya terkenal begitu keras dan pemarah. Istrinya dipukul dan dicaci. Sampai di puncak kemarahannya, malam itu, dikeluarkanlah kata-kata ‘kita cerai’. Lalu si suami hendak meninggalkan rumah itu. Si istri lalu menangis sambil memeluk kaki suaminya ia berkata “jangan pa, jangan, ampuni aku, ampuni aku”. Si suami tidak peduli, ia terus berjalan, sehingga istrinya terseret-seret sambil memegang kakinya. Sementara si istri terus teriak “pa, jangan, jangan, ampuni aku” si suami terus berjalan. Tiba-tiba si suami terdiam. Ia berhenti berjalan, dan berhenti berbicara. Lalu suaminya menutup mata, dan apa yang terjadi? Suaminya yang begitu pemarah dan keras itu menangis meraung-raung dan terduduk. Ia seakan tidak bisa memungkiri bahwa ia tetap mengasihi istrinya. Ia tidak dapat memungkiri walaupun istrinya telah begitu melukai hatinya, ia tetap mencintainya, sehingga ia tidak dapat menceraikannya. Secara tidak langsung, suaminya yang jahat itu sudah mengampuni istrinya.
Saudara, saya membayangkan bahwa jika suami itu saja, yang suka mabuk-mabukan, masih mau mengampuni istrinya karena kasihnya kepada istrinya, apa lagi Tuhan. Bukankah seringkali kitapun melukai hati Tuhan dengan dosa-dosa kita. Dosa kita terlalu besar, lebih parah dari dosa perselingkuhan, hingga tidak lagi layak untuk diampuni. Sudah semestinya hubungan kita terputus dengan Dia. Bahkan Alkitab mengatakan, setelah kita berbuat dosa ‘tidak ada seorangpun yang mencari Allah, seorangpun tidak’. Namun Tuhan tetap tidak dapat menahan kasihnya kepada kita, ia tidak dapat menceraikan kita, karena ia begitu mengasihi kita. Terlebih, ia mau mengampuni setiap dosa kita, dengan mengorbankan dirinya sendiri di kayu Salib.
Saudara, jika Tuhan sudah sedemikian mengasihi kita dengan mengampuni dosa-dosa kita, tidakkah kitapun sudah seharusnya juga harus mengampuni orang yang berbuat salah kepada kita? Betapa tidak tahu dirinya kita, jikalau kita tidak mau mengampuni. Seharusnya pengampunan yang Tuhan berikan kepada kita cukup untuk menyentuh hati kita agar kitapun dapat mengampuni orang lain, termasuk paa teroris yang tidak berperasaan itu.
Saudara, sebenarnya ada satu hal yang mengganggu saya ketika mempelajari perumpamaan itu. Jika kita melihat kisah ini, kita tahu bahwa pada akhirnya orang yang utangnya sudah dilunasi itu, dituntut kembali utangnya karena ia tidak mau menghapus utang kawannya. Dan di ayat 35 Tuhan mengatakan “Maka Bapa-Ku yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu.” Apa maksudnya? Apakah pengampunan dosa akan ditarik? Sepertinya tidak mungkin. Jujur saya memang belum menemukan jawabannya. Namun yang pasti, setiap orang yang tidak mengampuni akan menerima kemarahan Tuhan. Pengampunan merupakan syarat penting yang harus dilakukan bagi semua orang yang sudah menerima pengampunan dari Tuhan.
Jadi saudara, ampunilah orang-orang yang pernah melukai hatimu. Walaupun orang tersebut sudah begitu sangat menyakiti hati kita, bahkan mungkin mengkhianati kita, tetap ampunilah dia dengan kasih yang tulus. Memang pengampunan itu sulit dihadapan Tuhan. Bahkan mungkin hal yang tersulit untuk dijalani. Namun mari kita mengingat bagaimana pengampunan Tuhan kepada kita. Kesalahan yang orang lain perbuat kepada kita tidak ada apa-apanya dibanding dosa kita dihadapan Allah.
Jika saat ini kita bergumul untuk mengampuni orang yang bersalah kepada kita, mari kita datang kepada Tuhan. Mari kita mengakui segala kesalahan-kesalahan kita. Berkatalah pada –Nya “Tuhan, saya ingin mengampuni dia, tapi begitu sukar bagiku, tolong berikan aku kekuatan untuk dapat mengampuni dia”. Kiranya doa kita dan kehidupan kita berkenan di hadapan Tuhan.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment