Saturday, July 18, 2009

Forgiveness 77 (Matius 18:21-35) 1



Teror kembali terjadi di negara kita tercinta. Ledakan Bom di Jakarta (17 Juli) memakan 62 korban (9 diantaranya tewas). Berita ini tentunya menyayat hati bangsa, menguras banyak air mata, dan memupuskan beberapa harapan-harapan. Sungguh perbuatan keji yang menghina martabat bangsa. Tangisan korbanpun menjadi tangisan bangsa.
Banyak yang mengutuk para teroris untuk pergi ke neraka. Ada juga yang berkata ‘semoga ibu bapakmu yang dibom’. Bahkan tidak sedikit orang yang mengumpat dengan kata-kata kasar dan cacian yang menyamakan mereka dengan hewan. Ingin rasanya bersama para korban mengutuki para otak biadab, yang tidak kenal perasaan dan cinta. Seandainya orang yang saya kasihi ikut menjadi korban, mungkin saya akan mengeluarkan cacian itu dari mulut kecilku.

Namun apa dikata, Firman Tuhan yang sedang saya pelajari, dan yang akan saya sampaikan di sebuah gereja di Bandung berbicara mengenai pengampunan. Saya memberi judul Forgiveness 77 yang sudah saya persiapkan jauh-jauh hari sebelum terjadi peristiwa pengeboman. Ini membuat saya gusar. Bagaimana menyampaikan berita pengampunan sementara hati ini tanpa sadar mengumpat para perusuh bangsa. Sungguh tidak mudah. Kucoba untuk merefleksikan kembali dan terus berulang sebelum saya menyampaikan, namun jawaban yang kutemukan tetap hanya satu kata “Pengampunan”.

Pengampunan yang seperti apa?

Di perikop tersebut dikisahkan di mana Petrus mendatangi Yesus dan bertanya “Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku?”. Pertanyaan ini saya katakan merupakan pertanyaan sepanjang zaman, selama masih ada kebencian dan pertikaian terjadi dalam diri manusia. Sehingga pertanyaan “Tuhan berapa kali kah saya harus mengampuni orang itu?” juga sering kita ungkapkan. Menarik kalau kita perhatikan, Petrus sendiri langsung memberikan jawabannya “tujuh kali kah?”. Angka Tujuh merupakan angka yang sempurna di mata orang Yahudi. Dapat mengampuni orang sebanyak tujuh kali mungkin bisa dikatakan sebuah prestasi yang luar biasa. Bayangin aja jika orang yang kita kasihi berkhianat, terus bertobat, lalu berkhianat, lalu bertobat lagi, terus berulang sampai 7 kali. Dapatkah kita mengampuni? Jika kita bisa mengampuni sebanyak 7 kali, tentu itu hal yang sangat baik. Para rabi Yahudi saja mengajarkan bahwa pengampunan hanya cukup tiga kali untuk sebuah kesalahan yang sama. Selanjutnya, jika orang itu berbuat salah maka ia tidak perlu diampuni lagi.

Namun apa jawab Yesus? Di ayat 22, Yesus berkata "Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.” Bukan tujuh tapi 70 x 7 = 490. Sebenarnya dalam teks bahsa Yunani ini juga dapat diartikan sejumlah 77x. Apa maksudnya? Jika 7 merupakan angka yang sempurna bagi manusia, maka 77 merupakan angka yang sangat sempurna dan tidak terbatas. Jika diterapkan untuk pengampunan, berarti pengampunan itu tidak terbatas, harus terus dilakukan, dan harus terus diberikan kepada mereka yang berbuat salah kepada kita. Pengampunan Haruslah SEMPURNA.

Pengampunan yang sempurna itu bukan berarti kita mau mengampuni tapi kita tidak mau ngomong lagi sama dia. Sempurna itu juga bukan berarti bahwa kita mau mengampuni, asalkan dia minta maaf. Pengampunan yang sempurna juga bukan berarti bahwa orang yang kita ampuni tidak boleh lagi berbuat salah. Tidak! Pengampunan yang sempurna adalah pengampunan yang terus-menerus dilakukan walaupun orang itu berbuat salah. Dan ketika saya merenung lebih dalam, pengampunan yang sempurna adalah pengampunan yang dapat menggiring kita untuk dapat mengasihi orang yang dulunya kita benci. Itulah pengampunan yang sempurna.

Memang pengampunan yang sempurna sangatlah susah untuk dilakukan. Suatu ketika, dalam sebuah kisah nyata, ada seorang suami yang berselingkuh dengan wanita lain. Hal itu diketahui istrinya dan sangat memukul perasaan sang istri. Hatinya sangat terluka. Si suami meminta maaf untuk hal itu. Istrinyapun mau memaafkan suaminya. Betapa senangnya ia bahwa istrinya mau mengampuni dia.

Sampai suatu waktu, sang suami pulang lebih cepat dari kantornya, dan sesampainya di rumah, ia hendak memberikan kejutan kepada sang istri. Mengendap-ngendap ia berjalan, dan ia mulai mencari istrinya. Namun ia heran, mengapa istrinya tidak ada. Tiba-tiba ia melihat bahwa pintu kamar terbuka kecil, dan ketika ia mengintip, ia menemukan bahwa sang istrinya sedang berdoa. Ia pun mendengar si istri berdoa dengan jerit tangis berkata “Ya Tuhan, saya tidak dapat mengampuni dia. Saya tidak bisa menerima kesalahannya. Saya berkata mengampuni dia, tapi hati saya masih hancur Tuhan. Saya tidak bisa mengampuninya. Tuhan, berikanlah saya kekuatan dan kemampuan untuk mengampuni suami saya.” Si suami yang mendengar hal itu, menangis, dan menyadari bahwa betapa mahalnya harga pengampunan itu.

Saudara, pengampunan memang perlu berkorban. Harga pengampunan memang mahal. Dan itu memang hal yang sangat-sangat sulit untuk kita jalankan. Namun pengampun yang sempurnalah yang Tuhan ingin kan kita perbuat. Hati yang penuh kebencian, sakit hati, dan dendam tentunya bukanlah sesuatu yang baik dan berkenan di hadapan Tuhan.
Walaupun pengampunan itu sangat sukar, dan harganya mahal, Tuhan menginginkan kita untuk mengampuni orang yang pernah berbuat salah kepada kita, termasuk para pengebom di Jakarta tersebut. Sekalipun orang yang kita ampuni itu sangat menjengkelkan, pernah menghancurkan harapan dan menyakiti hati ktia, serta berulang kali melakukan kesalahan, kita tetap harus mengampuni dia. Bahkan kita harus bisa memberikan pengampunan yang sempurna, di mana kita bisa mengasihi orang-orang tersebut. Karena itu Yesus pernah mengajarkan jika engkau ditampar pipi kananmu, berikanlah juga pipi yang satunya. Bila ada yang merampas jubahmu, berikan juga bajumu. Dan jika ada yang meminta berjalan 1 mil, berjalanlah 2 mil bersamanya. Semua ini menunjukkan akan pengampunan yang sempurna kepada mereka yang pernah berbuat salah kepada kita.
Yesus sendiri ketika tergantung di kayu salib; ketika ia masih merasakan sakitnya pukulan, sakitnya hinaan, pengkhianatan, penolakan dan penyangkalan, ketika itu juga ia berkata “Bapa....Ampuni mereka”. Dapatkah kita mengampuni seseorang jika kita masih dalam keadaan terluka? Tentu itu sangat sukar.

No comments: