Friday, July 03, 2009
Si Bijaksana Vs Si Bodoh (Mat 25:1-13)
Setiap kita pasti pernah mengalami apa yang namanya perpisahan. Ada pertemuan, tentu ada perpisahan. Dalam sebuah perpisahan itu selalu mengandung unsur kesedihan, apalagi jika orang tersebut adalah orang yang dekat dengan kita. Semakin dekat, maka kita akan semakin sedih. Namun tidak hanya mengandung unsur kesedihan, biasanya dalam perpisahan itu juga biasanya terselip pesan-pesan yang harus dijalankan selama mereka berpisah. Dan biasanya pesan-pesan itu merupakan pesan yang sangat penting.
Contohnya: Seorang ayah yang sedang berpergian ke luar kota, biasanya akan memberi pesan kepada anak-anaknya untuk rajin belajar, jangan bolos, nuruti mamamu, dsb. Sepasang kekasih, yang suatu ketika laki-lakinya hendak pergi berperang, satu sama lain memesankan untuk saling mendoakan, jaga diri baik-baik, jangan lupa tulis surat dsb. Saya sendiri, masih teringat dalam benak saya, ketika saya ingin merantau ke Surabaya (karena saya orang Kalimantan) untuk menempuh study yang lebih baik, tiba-tiba mama saya menangis dan mencium saya sambil berkata, jaga diri baik-baik ya, jangan lupa berdoa. Pendeta saya yang ada di Surabaya, sebelum ia meninggal, perkataan yang terus dikumandangkan adalah “tolong gembalakan domba-domba ini, tolong”. Baginya domba-domba itu terpelihara dengan baik jauh lebih penting daripada kepentingan pribadinya.
Saudara, dalam kehidupan orang Kristen pun, sebenarnya banyak pesan-pesan penting yang dititipkan Tuhan kepada kita. Sebelum Yesus naik kesurga, ia memberikan begitu banyak pesan yang penting bagi setiap kita, mengenai apa yang harus kita lakukan selama kita tidak bersama-sama dengan Tuhan.
Dalam perikop di atas mengenai perumpamaan 10 gadis pembawa pelita; merupakan salah satu pesan penting yang diberikan Tuhan kepada setiap kita.
Pasal 24 dan 25, dimana perikop yang kita baca terletak di dalamnya, itu merupakan kumpulan khotbah tentang akhir zaman (dapat kita lihat di judul di atas pasal 24). Dalam pengajaran Yesus mengenai akhir zaman bukanlah suatu hal yang mudah, karena itu Ia memberikan kepada kita dalam bentuk perumpamaan-perumpamaan. Perumpamaan itu diberikan agar kita mudah mengerti. Sama seperti seorang ayah yang ingin menjelaskan tentang kejujuran kepada anaknya yang masih duduk di kelas 1 sd. Tidak mungkin ayahnya memberikan konsep-konsep, karena anak itu tidak akan nyampai pikirannya. Tapi mungkin dengan memberikan banyak contoh seperti: jangan ambil permen orang lain, jangan nyontek, dsb; akan memberikan pengertian tentang kejujuran kepada anak itu, walaupun tidak utuh. Demikian juga dengan perikop ini. Kerajaan Surga bukan suatu hal yang dapat dimengerti manusia. Karena itu Ia memberikan perumpamaan agar kita para pembaca dapat mengerti.
Apa sih yang hendak di ajarkan? Tuhan bukannya mau memaparkan tentang kondisi tentang Surga atau keadaannya pada saat kita di sana nanti, seperti yang sedang dicari oleh kebanyakan orang saat ini. Namun yang jauh lebih penting, perumpamaan-perumpamaan ini sebenarnya lebih mengajarkan tentang bagaimana kita harus bersikap sembari menanti kedatangan Tuhan yang kedua kali. Dan tentunya ini merupakan perintah penting bagi setiap kita yang mengaku percaya kepada Tuhan.
Dalam perumpamaan yang kita baca dikisahkan ada 10 gadis, yang belum menikah, yang hendak menyongsong kedatangan pengantin pria. Jika diperhatikan, sejak awal Tuhan sudah memberi cap kepada mereka bahwa lima diantaranya bijak, dan lima lagi bodoh. Mengapa?
Tentu sebelum kita memasuki lebih jauh, kita harus memahami budaya pernikahan pada waktu itu. Orang Yahudi biasa melakukan pesta pernikahan pada malam hari. Biasanya pengantin pria harus melakukan negosiasi dengan pihak keluarga perempuan dengan tawar-menawar tentang mas kawin. Pembahasan mas kawin ini akan menghabiskan banyak waktu dan berlarut-larut, sehingga wajar jika pengantin pria akan datang terlambat. Itu sudah lumrah, karena pengantin pria tidak akan pergi sebelum kontrak perkawinan ditanda-tangani pihak keluarga perempuan. Setelah semuanya selesai barulah pengantin pria bersama beberapa temannya menghampiri rumah pengantin wanita. Kapan datangnya tidak ada yang tahu. Yang pasti dalam waktu dekat, tidak mungkin bulan depan baru datang. Pernikahan sudah diumumkan, tinggal menanti kedatangannya saja.
Dipihak wanita, mempelai wanita akan menunggu dirumahnya. Biasanya rumahnya itu akan dijadikan tempat pesta. Selama menunggu kedatangan mempelai pria, biasanya ada 10 kawan gadisnya yang belum menikah untuk menjadi pengiring dan pembawa pelita. Gadis pembawa pelita ini bukanlah orang yang penting dalam pesta tersebut. Justru ini merupakan kesempatan yang berharga bagi para gadis itu untuk membawa pelita dalam pesta. Justru jika mereka tidak membawa pelita mereka akan dianggap sebagai perusak pesta. Mungkin kalau jaman sekarang mereka itu seperti pagar ayu.
Pada jaman itu, pelita yang dipakai bentuknya seperti obor, dengan tongkat yang ujungnya ada semacam mangkok tembaga yang berisi minyak. Kemudian di mangkuk itu ditaruh sumbu yang agak panjang di mana sebagian sumbu itu dicelupkan kedalam minyak, dengan tujuan agar apinya dapat menyala terang dan indah. Karena sumbu itu akan membuat api lebih menyala, sebab itu minyak akan mudah habis. Beberapa peneliti mengatakan bahwa minyak yang dituang itu akan habis dalam waktu 15 menit.
Disitulah inti permasalahannya. Lima gadis yang bijak itu membawa persediaan minyak, karena ia mengetahui bahwa mempelai laki-laki itu datangnya tidak dapat ditentukan, dan karena minyak yang ia gunakan akan cepat habis. Mereka berjaga-jaga dan mempersiapkan diri dengan baik. Sebaliknya, lima gadis bodoh itu pantas di bilang sebagai gadis bodoh. Sudah tau biasanya mempelai datangnya tidak tentu, dan sudah tau juga bahwa minyak terlalu sedikit akan cepat habis, jadi mengapa mereka tidak membawa cadangan minyak? Oleh karena itulah sejak awal Tuhan menekankan bahwa mereka bodoh. Mereka tidak berjaga-jaga dan tidak mempersiapkan diri dengan baik.
Jika diumpamakan, orang bodoh itu sama seperti situasi di sebuah desa yang terletak dibawah kaki gunung merapi. Pada tahun 1994 mereka sudah diingatkan bahwa gunung merapi akan segera meletus. Meski diperkirakan beberapa bulan lagi, namun mereka diharapkan untuk waspada dan segera pergi meninggalkan daerah mereka. Beberapa dari mereka ada yang pergi, namun ada yang tidak mau meninggalkan kenyamanan mereka. Mereka pikir meletusnya masih lama sehingga mereka tidak perlu berwaspada. Akibatnya pada 22 Nov 94, awan panas berkecepatan 300 km/jam dengan suhu 600 derajat celcius melanda desa itu dan memakan korban 100 jiwa, serta melukai 68 orang, dan meluluh hancurkan ribuan rumah menjadi puing-puing. Mereka bodoh karena tidak mau berjaga-jaga dan hanya memikirkan kenyamanannya saja.
Begitu juga dengan 5 gadis itu. Sebenarnya ketika mereka tidak membawa minyak itu mengisyaratkan bahwa mereka adalah orang-orang yang egois, yang mau enak-enakan saja. Mereka mau menikmati acara pesta, namun mereka tidak mau berkorban untuk membeli minyak. Memang jika membeli minyak lebih akan membutuhkan biaya lebih, dan tentunya membuat mereka repot, karena tangan yang satu harus memegang pelita dan satunya lagi memegang obor. Mereka hanya mau enaknya saja.
Akibatnya ketika mempelai datang, mereka tergopoh-gopoh kebingungan. Mereka meminta minyak ke lima gadis bijak, tapi itu tidak mungkin, karena mereka bersepuluh akan kekurangan minyak nantinya. Akhirnya 5 gadis itu pergi membeli minyak. Namun ketika mereka kembali, pemilik rumah menutup pintu dan mereka tidak dapat masuk. Dan ketika mereka berteriak untuk membukakan pintu, pemilik rumah hanya menjawab “sesungguhnya aku tidak mengenal engkau”.
Kalimat ini adalah kalimat yang sangat menyakitkan. Bayangkan saja jika kita pergi ke sebuah pesta pernikahan pejabat atau orang besar. Sesampainya disana kita tidak diijinkan masuk, dan mereka mengatakan “siapa kamu? Kami tidak kenal engkau?” Tentunya itu akan menjadi pengalaman yang memalukan bagi kita. Kalimat “saya tidak mengenal engkau” ini sama seperti yang terdapat dalam Matius 7, di mana banyak orang yang berkata Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga? Tetapi Yesus berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!". Itu dikatakan bagi mereka yang tidak melakukan kehendak Bapa. Sebenarnya dari perkataan ini kita dapatkan beberapa kesimpulan. Pertama, gadis-gadis itu tidak memiliki relasi yang dekat dengan tuan rumah. Dan yang kedua gadis-gadis itu hidup seenaknya tanpa memikirkan kehendak tuan rumah yang mengkehendaki mereka menjadi pembawa pelita.
Pelajaran apa yang dapat kita petik? Perumpamaan ini hendak mengajarkan agar kita senantiasa untuk berjaga-jaga dan mempersiapkan diri dalam menyambut kedatangan Tuhan yang kedua kali. Tuhan sang mempelai pria sudah mengatakan bahwa Ia akan datang kembali untuk menjemput setiap umat percaya. Sembari menanti, ia terus mengajarkan kita untuk berjaga-jaga. Dalam Alkitab ada 20 kali kata berjaga-jaga digunakan. Ini menunjukkan bahwa pesan ini merupakan yang sangat penting. Tuhan mengharapkan kita untuk berjaga-jaga dan mempersiapkan diri untuk menyambut kedatangannya.
Berjaga-jaga itu memiliki arti:
- Memiliki hubungan yang baik dengan Tuhan. Memiliki relasi yang baik, yaitu dengan senantiasa mencari kehendak Tuhan melalui Firmannya. Dan tentunya dengan doa, karena Tuhan memakai sarana doa untuk senantiasa berseru dan berharap kepadaNya.
- Mempersiapkan diri sebaik mungkin untuk menyambut kedatangan Tuhan.
Begaimana mempersiapkan diri? Yaitu dengan menjaga hidup kudus dengan menjauhi dosa; Melakukan pelayanan dengan giat; dsb. Berjaga-jaga itu bukannya hidup seenaknya, seperti yang di lakukan beberapa orang. Banyak orang kristen yang berpikir karena mereka sudah diselamatkan, mereka dapat hidup seenaknya. Mereka tidak peduli lagi dengan hukum-hukum dan aturan yang harus kita jalankan. Hidup sesuka hati. Saudara, sebenarnya orang seperti ini mungkin harus bertanya, “apakah saya sudah diselamatkan?”. Sebab jika seseorang telah diselamatkan, RK akan membawanya untuk terus mengintropeksi diri, berjaga-jaga, dan terus menerus berjuang untuk hidup kudus bagi Tuhan.
Bis, sudah berjaga-jagakah kita? Sudahkah kita memiliki relasi yang baik dengan Tuhan? Atau selama ini kita sibuk dengan pekerjaan dan keluarga kita, tapi kita menutup telinga dan mata kita untuk mengetahui apa kehendak Tuhan? Dan sudahkah kita menyiapkan diri kita dengan menjaga hidup kita kudus? Sebagai orang merdeka, sudahkah kita menghargai kemerdekaan itu, atau kita menyalahgunakannya yang mengurung kita kembali di dalam dosa-dosa kita?
Jangan kira orang yang tidak berjaga-jaga akan aman-aman saja. Orang yang tidak berjaga-jaga pasti akan menerima resikonya. 5 gadis bodoh itu menerima resiko untuk tidak mengikuti pesta perjamuan karena kelalaiannya. Intinya relasi terputus dengan tuan rumah. Kitapun demikian. Kita akan menerima akibatnya jika kita tidak serius dalam menjalani hidup ini. Memang kita tidak bisa tau jelas akibat apa yang akan diterima. Karena fokus perumpamaan ini berbicara tentang sikap yang harus kita miliki. Namun yang pasti, ketika relasi kita terputus dengan Tuhan, hidup ini akan menderita. Yang pasti ada akibat yang tidak enak, jika kita tidak sungguh-sungguh berjaga-jaga.
1 Februari 2003, sebuah kecelakaan pesawat luar angkasa milik NASA menimbulkan kesedihan yang mendalam. 7 orang austronot tewas seketika. Keluarga korban berduka, tim NASA berduka, dan Colombia berduka. Apa yang menyebabkan kecelakaan itu terjadi? Selidik punya selidik ternyata ditemukan bahwa ketika para astronot itu mengudara ada lobang kecil di bagian sayap bawahnya. Namun para astronot itu mengabaikannya. Mereka menganggap bahwa lobang itu terlalu kecil sehingga tidak akan menyebabkan apa-apa. Namun apa yang terjadi? Beberapa menit seblum mereka mendarat kebumi, ketika pesawat hendak memasuki atsmosfer, ternyata tekanan atsmofer itu langsung menekan lewat kelobang kecil itu, tidak tau prosesnya bagaimana, dan akhirnya menyerang bahan bakar pesawat. Dalam waktu seketika, pesawat itu hancur, dan 7 orang di dalamnya tewas. Kesalahan kedua mereka sebenarnya ialah mereka melanggar aturan main. Seharusnya ketika berangkat dan mendarat, mereka harus memakai pakaian pelindung yang lengkap. Namun mereka mengabaikan hal itu. Mereka melepas semua itu, dan bersukacita dengan yakin bahwa mereka akan mendarat dengan selamat. Seandainya mereka memakai pelindung itu, masih ada kemungkin selamat dari kecelakaan itu. Kesalahan terbesar mereka ialah karena mereka tidak waspada dan tidak berjaga-jaga.
Sama seperti pesawat tersebut, demikian jugalah kita. Jika kita tidak berjaga-jaga dan memberi ruang untuk menjauh dari kehendak Tuhan, dan mungkin semakin dekat dengan kehendak si jahat atau kedagingan kita; maka kita sedang berada dalam keadaan yang kritis, yang akan membawa kita kepada kehancuran. Kehancuran karena kerterpisahan dari kehendak sang Bapa.
Karena itu berjaga-jagalah. Seorang Pendeta yang bernama Jimmy, sebelum ia meninggal, ia terus mengatakan sebuah pesan kepada anaknya “Cari 1 jiwa lagi, cari 1 jiwa lagi”. Pesan itu begitu merasuk kedalam hati anaknya, sehingga anaknya saat ini menjadi penulis buku yang begitu ternama, ia bernama Rick Warren. Biarlah kita bisa seperti seorang Rick yang mau menyimpan pesan dari atasan kita dengan sebaik-baiknya.
Saudara, berjaga-jagalah dan terus berjuang. Kelak kita akan menerima undangan untuk semeja perjamuan dengan Tuhan. Masa-masa itu akan menjadi masa yang indah, karena Tuhan begitu nyata dinyatakan di hadapan kita. Sukacita kita akan penuh. Dan mungkin, ketika kita sedang berdiri dihadapannya ia akan berkata kepada kita “bagus sekali hambaku yang baik dan setia, masuklah dalam kebahagiaan tuanmu”. Amin
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment