Monday, November 02, 2009

Cermin Para Martir (Kis 7:54-60) #2




2. Iman yang berkemenangan tidak pernah sia-sia.


Ss, setelah Stefanus melihat penglihatan itu, orang-orang Sanredin langsung menyeret Paulus keluar kota. Dan sebagaimana para penghujat Allah harus di lempari batu di pintu gerbang, demikianlah Stefanus di anggap sebagai penghujat Allah yang harus dibunuh. Sebelum ia meninggal ia berkata “Tuhan terimalah rohku”, dan kemudian sambil berlutut ia berseru sama seperti Yesus sewaktu tergantung di kayu salib “Tuhan, jangan tanggungkan dosa itu kepada mereka”. Setelah mengucapkan kata-kata itu maka Stefanuspun meninggal.


The end! . . . .Mungkin itulah yang mereka pikirkan. Orang-orang Sanredin mengira dengan kematian Stefanus, maka kekristenan akan semakin hancur dan kelak akan berhenti. Namun pemikiran itu salah besar. Kematian Stefanus malah berdampak besar bagi perkembangan keKristenan.


Ss, jika kita perhatikan ayat sesudahnya (8:1-4), terjadi penganiayaan yang hebat pada waktu itu. Semua orang kecuali rasul tersebar ke seluruh Yudea dan Samaria. Menariknya jika kita membaca di pasal 1:8, dituliskan “Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi.” Ss, selama ini mereka hanya melayani dan bersaksi di sekitar Yerusalem. Namun melalui kematian Stefanus, maka mereka tersebar ke seluruh Yudea dan Samaria, menggenapi nubuat Kristus itu. Terus yang keujung bumi bagaimana? Kalau kita melihat kisah selanjutnya, kita menemukan bagaimana Filipus mempertobatkan sida-sida dari Etiopia, yang letaknnya diluar daerah-daerah yang sudah disebutkan itu. Disanalah Etiopia mewakili ujung bumi. Ss, darah Stefanus memberitakan injil Kristus. Mereka boleh membunuh raga Stefanus. Namun jiwa dan spirit yang dipunyainya tidak dapat dibunuh.


Bukan hanya itu, jika kita memperhatikan teks ini. Kita menemukan bahwa nama Saulus disebutkan di sana. Tentu saja ini bukanlah suatu hal yang kebetulan. Lukas sengaja menyebut nama Saulus untuk pertama kalinya di perikop ini. Karena kematian Stefanus inilah yang menjadi titik balik perubahannya. Sehingga tak heran, Saulus yang kelak diubah namanya menjadi Paulus itu seringkali mengungkapkan akan kematian Stefanus dalam ceramah-ceramahnya. Ss, inilah hasil doa dari Stefanus. Ketika Stefanus mengungkapkan doa pengampunan bagi mereka yang menganiayanya (termasuk Paulus), Tuhan mengampuni Paulus, dan mau memakai nya untuk memberitakan injil lebih luas lagi.


Ss, intinya kematian Stefanus tidak pernah sia-sia. Seperti ada pepatah bahwa darah kaum martir merupakan benih gereja, demikian juga kematian Stefanus malah mengharumkan kekristenan. Iman yang berkemenangan tidak akan pernah sia-sia, walaupun sekilas semuanya tampak sia-sia.


Suatu ketika ada seorang gadis jalanan yang masih kecil dengan berpenampilan kumuh dan berpakaian kotor, sedang memandangi sebuah gereja di hadapannya. Ia ingin sekali masuk, tapi ia tidak diijinkan karena gereja itu sudah penuh. Lalu menangis sedihlah ia di depan gereja itu. Tiba-tiba seorang pastur lewat di depan gerbang itu dan melihat anak kecil itu, lalu bertanya “nak, mengapa kamu menangis?” Gadis itu menjawab “Saya tidak dapat ke Sekolah Minggu”. Melihat penampilan gadis kecil itu yang acak acakan dan tidak terurus, sang pastur segera mengerti bahwa bukan karena gereja penu, namun orang-orang gereja itu menolak anak itu. Segera dituntunnya si gadis kecil itu masuk ke ruangan Sekolah Minggu di dalam gereja. Gadis itu sangat tergugah, dan semenjak itu ia mulai berkawan dengan pastur yang baik hati itu. Namun sangat disayangkan, perkawanan itu tidak lama. 2 tahun setelah kejadian itu, gadis kecil ini meninggal di rumahnya yang sangat kumuh. Orangtua gadis itu meminta pastur tersebut untuk melakukan prosesi pemakaman yang sederhana. Saat pemakaman selesai dan ruang tidur si gadis dirapihkan, Pastur itu menemukan sebuah dompet usang dan kumal. Didalamnya ditemukan uang sejumlah 57 cents dan secarik kertas yang isinya: "Uang ini untuk membantu pembangunan gereja kecil agar gereja tersebut bisa diperluas sehingga lebih banyak anak-anak bisa menghadiri ke Sekolah Minggu" Rupanya selama 2 tahun, si gadis kecil ini mengumpulkan dan menabungkan uang nya untuk maksud yang sangat mulia. Ketika sang pastur membaca catatan kecil ini, ia menangis. IA berpikir bahwa tindakan ini tidak boleh berhenti sampai disini. Kemudian ia memotivasi setiap jemaatnya untuk melanjutkan pekerjaan anak ini untuk membangun gereja. Kisah gadis ini pun sangat cepat tersebar. Maka dalam waktu singkat terkumpulah uang sebesar 250.000 dollar. Jumlah fantastis pada saat itu. Saat ini, di Philadelphia, ada Temple Baptist Church, dengan kapasitas duduk untuk 3300 orang. Dan sebuah bangunan special untuk Sekolah Minggu yang lengkap dengan beratus ratus pengajarnya, dan tidak ada lagi perkataan bahwa gereja penuh. Inilah benih pelayanan dari gadis kecil. Didalam salah satu ruangan bangunan ini,tampak terlihat foto si gadis kecil. Ss, iman yang ditabur gadis itu tidak pernah sia-sia. 57 cent yang dittabur dapat menghasilkan.


Ss, iman yang sejati tidak pernah sia-sia. Tidak ada iman yang tidak membuahkan hasil. Semua perbuatan iman pasti berdampak dan berpengaruh. Kesetiaan, ketekunan, dan kejujuran kita dalam mempertahankan kebenaran, akan menuai buah-buah yang manis bagi orang lain. Karena itu biss, jangan pernah berhenti dan menyesal karena iman kebenaran yang kita pegang. Jangan juga kita menyerah dan kecewa, sebab iman yang sedang kita jalani, tidak akan pernah sia-sia.

Ss, mari kita bercermin dari para martir. Bercermin akan iman mereka yang berkemenangan. Iman yang menyadari akan pembelaan Allah dan kehadiran Allah bersama dengan kita. Dan iman yang tidak pernah sia-sia. Mari kita terus berjuang untuk menyatakan kebenaran-kebenaran. Janganlah kita menjual kebenaran itu hanya karena kekhawatiran kita akan masa depan hidup kita. Khawatirlah akan penghakiman Tuhan dan bukan pengakiman manusia. Biarlah Allah sang hakim itu akan menyertaimu, dan membuat segala yang engkau kerjakan berbuah. Amin

No comments: