Monday, November 09, 2009

Not Me, Nor You, But We (Mrk 6:30-44) #2



Ss, sebenarnya alasan utama mengapa kita harus mempedulikan mereka, ialah karena kita sendiri tidak dapat hidup jika tidak dipedulikan. Jika bukan orang tua kita yang mempedulikan kita, dapatkah kita lahir dan berkembang sampai saat ini? Tentu tidak. Terlebih dari itu, jika bukan Tuhan masih peduli dengan setiap kita saat ini, dapatkah kita masih akan tetap bertahan? Tentu tidak. Karena itu, jika kita tidak dapat lepas untuk tidak dipedulikan, maka kitapun harus mempedulikan orang lain.


Ss, jika kita perhatikan perikop kita baik-baik, sebenarnya siapa sih yang lebih butuh untuk menyendiri? Apakah murid-murid yang kelelahan itu? Tidak! Sebenarnya Yesuslah yang butuh untuk menyendiri. Perikop sebelumnya mengisahkan tentang kematian Yohanes Pembabtis, rekan sepelayananNya. Ada penafsir yang mengatakan bahwa kabar itu cukup memukul perasaan Yesus, sehingga Ia ingin menyendiri untuk mengungkapkan perasaan-Nya kepada Bapa. Tak heran kalau kita melihat ayat 45, setelah ia melayani orang banyak, ia menyuruh murid-murid pergi mendahuluinya, Ia ingin berdoa seorang diri. Yesus sedih, dan ia butuh untuk menyendiri. Namun ketika Ia melihat orang banyak itu datang kepadanya seperti domba yang tanpa gembala, hati-Nya langsung tergerak oleh belas kasihan. Belas kasihan itulah yang membuatNya melupakan diri-Nya sendiri. Belas kasihan itu juga yang membuatnya mau melayani orang banyak itu. Baginya melayani orang banyak itu jauh lebih penting dari pada melayani perasaan yang sedang Ia alami.


Ss, kitab-kitab Injil ini seringkali menyatakan akan hati Yesus yang tergerak oleh belas kasihan. Ia lebih mementingkan hati yang berbelas kasihan daripada sekedar persembahan korban. HatiNya berbelas kasihan dengan orang yang tersesat. Ia menaruh belas kasihan kepada mereka yang sakit. Ia berbelas kasihan kepada mereka yang haus, lapar dan terlantar. Ia juga memberikan belas kasihan kepada orang yang bersalah kepada-Nya. Orang buta, tuli, kusta disembuhkan juga karena belas kasihan. Dan karena belas kasihan itulah, Ia mau membangkitkan anak tunggal milik seorang janda. Ss, hati Yesus seakan-akan dipenuhi dengan belas kasihan yang sangat mendalam. Kehadiran-Nya merupakan kehadiran yang penuh dengan belas kasihan.


Ss bukankah belas kasihan itu juga yang sedang menimpa kita saat ini? Bukankah karena belas kasihan kita masih dapat hidup? Dan bukankah karena belas kasihan itu, kita bisa di selamatkan? Bukankah sudah seharusnya kita mati karena dosa-dosa kita? Bukankah sudah semestinya, kita binasa karena apa yang sudah kita buat? Namun karena belas kasihan Yesus mau datang ke dunia ini. Karena belas kasihanlah, ia mau disiksa dan dihina. Bahkan karena belas kasihan itu juga, Ia mau diSalib bagi kita. Ia mau mati bagi kita. Mengapa? Karena ia berbelas kasihan kepada kita. Ia peduli dan mengasihi kita.



Ss, jika mengingat belas kasihan Tuhan, saya selalu teringat dengan kisah nyata salah seorang Pdt dengan anaknya. Suatu ketika si anak hendak bermain-main di kantor ayahnya. Ayahnya berkata, “nak kamu boleh main apa aja, asal jangan bermain dengan buku-buku papa. Dan kamu tahu, jika buku papa rusak, maka sebagai hukumannya, papa akan memukul tanganmu dengan rotan.” Si anak mengangguk tanda setuju. Kemudian sang ayah meninggalkan anaknya bermain seorang diri. Awalnya anak itu asyik bermain, namun karena bosen tiba-tiba ia mulai melihat buku-buku ayahnya. Ia mulai merasa tertarik, dan melupakan apa yang dikatakan ayahnya. Ia ambil krayonnya lalu dicoret-coretlah buku sang ayah. Tiba-tiba pintu terbuka dan ayahnya masuk. Si anak tiba-tiba tersadar dengan apa yang dilakukannya, ia sudah melanggar dan harus dihukum. Dan benarlah, terdengar suara kemarahan “nak, apa yang kamu lakukan? Kan papa sudah bilang jangan bermain dengan buku papa.” Si anak cuman tertunduk diam. “Sini tanganmu” bentak si ayah. Lalu dengan ketakutan itu si anak mengulurkan matanya, sementara si ayah mengambil rotan. Dan ketika rotan itu mulai diayunkan, anak itu memejamkan matanya erat-erat. CETAR CETAR CETAR.... Beberapa kali suara pukulan mendarat, tapi ia tidak merasakan sakit apa-apa. Kemudian perlahan ia mulai membuka matanya yang sudah penuh dengan air itu. Dan betapa terkejutnya ia melihat bahwa sang ayah memukuli tangannya sendiri. Anak ini mulai bingung dengan apa yang terjadi. Kemudian ia berkata “ayah, bukankah aku yang seharusnya dihukum, tapi mengapa?” Sang ayah Cuma menjawab: “ya nak, seharusnya kamu yang harus dihukum, tapi karena papa mengasihimu, papa tidak tega, maka papa menghukum tangan papa sendiri.” Lama kelamaan sang anak melihat tangan papapnya smakin memar, dan ia tidak tahan melihat kasih ayahnya, ia segera mememeluk papanya smabil berteriak “cukup pa...cukup... maafkan saya pa... saya berjanji tidak akan melakukannya lagi.”



Ss, belas kasihan seperti itu juga yang sudah Tuhan berikan kepada kita. Ketika seharusnya kita mendapat hukuman kekal, dan sudah semestinya kita binasa, Ia mau menggantikan itu semua dengan dirinya. Ia mau disalib, dan ia mau mati untuk kita. Ss, Tuhan sudah mengajarkan kepada kita suatu bentuk kepedulian yang sempurna. Kepedulian yang mengorbankan kepentingan diri sendiri. Kepedulian yang dipenuhi dengan belas kasihan. Dan saat ini ia pun ingin mengajak kita untuk belajar sepertinya. Ia ingin setiap kita memiliki hati yang mau peduli. Hati yang tidak lagi berfokus pada diri sendiri. Hati yang tidak ekslusif terhadap golongan ternentu. Tapi hati yang terbuka kepada semua orang dengan penuh belas kasihan. Nor me...nor you.. but we

No comments: