Sunday, May 16, 2010

Hidup Adalah Karya Seni



Saya seorang pecinta seni…. lebih tepatnya penikmat seni. Segala bentuk seni entah lukisan, pahatan, sastra, syair, puisi, musik, tarian, dan sebagainya seringkali dapat menambah gairah kalbu. Ada perasaan yang bergejolak ketika menatap atau mendengar karya-karya yang beraromakan seni. Walau saya tidak bisa menciptakan karya-karya itu dengan tangan saya sendiri (kecuali beberapa lagu dan karya-karya tulis seperti ini), namun saya bisa menikmati karya-karya itu seolah-olah sayalah penciptanya. Ah…mengapa saya begitu mencintai seni? Saya kira alasannya jelas, yaitu karena karya seni itu berjiwa dan bernyawa. Karya seni yang tampak bisu itu seringkali berbicara lebih banyak daripada ungkapan-ungkapan verbal dan mampu mendarat kedasar hati manusia.

Salah satu karya yang pernah berbicara banyak dalam hidupku ialah karya lukis Rembrandt yang berjudul “The Prodigal Son.” Lukisan ini pertama kalinya diperkenalkan oleh seorang Bapak Rohani saya di Seminari Alkitab Asia Tenggara. Saya diberikan buku karangan Henry Nouwen yang mengupas kehidupan Rembrandt dan makna-makna di setiap goresan dalam karya itu. Jujur lukisan ini banyak berbicara di telinga hatiku. Setiap kali menatap kumpulan warna itu hati ini jadi terenyuh oleh kasih Bapa yang teramat besar bagiku, seorang pendosa ini.

Pada zaman Rembrandt (1662), orang-orang dalam lukisan-lukisan Alkitab tampak seperti pahlawan luar biasa, hanya sedikit berbeda dari para dewa dan manusia setengah dewa seperti yang digambarkan dalam lukisan-lukisan mitologis. Tidak demikian halnya pada lukisan Rembrandt. Ia menunjukkan kemanusiaan sebagaimana adanya: cacat, berdosa dan membutuhkan keselamatan. Kepiawaiannya menggunakan chiaroscuro – suatu teknik yang mengontraskan latar belakang gelap dengan cahaya yang menyoroti figur dalam gambar adalah ciri khas karya Rembrandt. Pekatnya warna gelap seringkali dengan jelas memperlihatkan cahaya spiritual yang begitu indah.
Lukisan ini sendiri dapat menjadi begitu hidup karena dibuat oleh seorang pendosa yang pernah menghidupi kehidupan sebagai seorang pemboros. Kehidupan Rembrandt begitu bobrok dan rusak, namun kemudian hari ia menemukan Kristus dan mengalami kasih-Nya. Kasih Allah inilah yang mendorongnya untuk melukis “The Prodigal Son.” Sebuah lukisan hati yang menunjukkan ketulusan. Mungkin setiap kali ia melemparkan kuasnya, air matanya turut tertumpah sebagai curahan syukur atas kasih Allah. Melalui lukisan ini, Rembrandt ingin menyatakan syukurnya akan kasih Allah sekaligus ingin mengajak kepada penikmat lukisannya bahwa betapa perlunya dunia akan keselamatan dan kasih Allah.

Lukisan hati inilah yang kemudian berbicara bagi banyak orang di zamannya. Banyak yang tersentuh akan kasih Allah melalui karya-Nya. Bahkan sampai abad 21 sekarang ini banyak orang yang masih menikmati suara seni yang terucap dari lukisan bisu itu. Saya sendiri menaruh lukisan ini di meja makan saya, agar dapat senantiasa menghayati kebesaran kasih Allah dalam hidupku. Karya seni itu sudah berbicara sangat banyak.

Saudara, tahukah bahwa hidup kita ini juga merupakan karya seni? Tuhanlah pelukis-Nya. Setiap peristiwa dan pengalaman yang kita alami merupakan goresan-goresan warna yang saling melengkapi. Karakter dan kepribadian kita yang tidak ada duanya di dunia ini juga merupakan ciri khas dari seni itu sendiri. Latar belakang dan lingkungan yang membentuk kita merupakan bingkai-bingkai yang sudah disiapkan khusus untuk kita. Hidup kita seutuhnya sudah dipersiapkan untuk menjadi sebuah karya seni yang indah, hidup, dan bermakna. Segala tinta-tinta gelap, nada-nada minor, syair-syair pesimis, dan tari-tarian perkabungan hadir untuk memperkaya karya seni dalam hidupmu. Jadi nikmatilah karya seni yang ada dalam dirimu. Bukan hanya untuk dinikmati, mari kita jadikan diri kita sebagai karya seni yang hidup, yang berbicara banyak bagi orang sekitar kita. Mari kita memberitakan kasih Tuhan dalam seluruh aspek hidup kita. Dalam profesi apapun, latar belakang apapun, dimanapun kita berada, dan dalam segala keadaan apapun; entah engkau kaya atau miskin, engkau menikah atau selibat, engkau bahagia atau menderita; mari kita nyatakan keindahan karya seni yang dirancang Tuhan dalam hidup kita. Amin

No comments: