Wednesday, June 30, 2010

Sungguh Besar Imanmu (Matius 15:21-28) #2



Iman Yang Disertai Pengharapan

Iman dan pengharapan merupakan sohib karib yang tidak dapat terpisahkan. Jika salah satu tidak lagi berfungsi maka dapat dipastikan satunya juga tidak akan berfungsi dengan baik. Perempuan Kanaan dalam cerita ini menyertai pengharapan dalam imannya. Pengharapan akan kesembuhan anaknya sangatlah besar. Pengharapan inilah yang membuatnya terus berjuang mati-matian memohon kepada Yesus untuk memberikan kemurahan kepadanya. Padahal dalam maksud menguji perempuan itu, Yesus memberikan respon yang kurang bersahabat. Ketika perempuan itu berseru, Yesus hanya diam seakan tidak peduli. Ketika ia terus berseru, Yesus memberikan jawaban yang lebih tegas “Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel.” Yesus seakan ingin berkata kepada perempuan itu kalau Ia hanya mau melayani orang Israel dan tidak peduli dengan orang asing.

Sejauh ini apakah perempuan ini berhenti memohon? Tidak! Ayat 35 menuliskan bahwa perempuan ini lebih mendekat lagi dan memohon. Namun Yesus memberikan ungkapan yang lebih tajam lagi “Tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing.” Pada waktu itu sudah merupakan pengertian umum bagi orang Yahudi bahwa mereka yang berkebangsaan Yahudi disebut anak-anak, sedangkan orang-orang non Yahudi disebut anjing. Jadi Yesus hanya mengungkapkan apa yang menjadi pandangan orang pada waktu itu. Walau demikian, pandangan tersebut memang merupakan pandangan yang merendahkan orang-orang kafir. Kira-kira kalau berada di posisi perempuan itu apakah kita akan berhenti memohon setelah diperlakukan demikian? Kalau saya jadi perempuan itu, saya kira saya akan menghentikan seruan saya. Namun perempuan ini tidak berhenti. Ia terus memohon dan berseru kepada Yesus. Mengapa? Pengharapan yang besarlah yang membuatnya teguh untuk memohon. Seorang yang memiliki pengharapan sudah pasti ia akan terus berjuang dalam menggampai pengharapannya.

Demikian juga ketika kita berdoa dan berseru kepada Tuhan. Ketika kita berdoa, hanya ada tiga kemungkinan jawaban yang dapat terjadi. Ya, tidak, atau belum. Terkadang ada kalanya Tuhan belum menjawab permohonan kita. Bahkan terkadang jalan-jalan yang kita harapkan tampak tertutup. Tuhan seakan-akan tidak peduli. Namun sebenarnya bukannya Ia tidak ingin menjawab, Ia hanya ingin menguji iman kita. Ia ingin melihat seberapa besar pengharapan yang kita miliki di dalam Dia. Ia ingin melihat seberapa sungguh kita berharap kepada Dia. Karena itu jangan pernah berhenti untuk berseru. Naikan permohonanmu dengan tak henti-hentinya. Teruslah berharap kepada-Nya.


Iman Harus Dijalani Dengan Sikap Rendah Hati.

Namun tentunya pernyataan iman harus diiringi sikap yang benar. Kesempurnaan iman terjadi pada saat diiringi sebuah sikap kerendahan hati. Orang yang rendah hati dihadapan Tuhan itu ialah orang yang menyadari bahwa dirinya orang yang terbatas. Dan bukan hanya menyadari keterbatasannya, ia juga mengakui akan kedaulatan Tuhan. Karena itu ia akan bergantung hanya kepada kemurahan Tuhan.

Sikap inilah yang ditunjukkan oleh perempuan kanaan itu. Sikap yang ditunjukkan semakin hari semakin memperlihatkan kebergantungannya kepada kemurahan Tuhan. Sejak mula perempuan ini udah menyerukan “Tuhan kasihanilah kami…. (ay. 22)”; ia sangat bergantung kepada belas kasihan Tuhan. Ketika Yesus menolak dia Alkitab menuliskan bahwa perempuan itu mendekat dan menyembah dia (ay. 25) sembari berseru “Tuhan tolonglah aku.” Kata menyembah (Proskunew) ini menggambarkan tentang seorang hamba yang bersujud kepada tuannya dengan kepala sampai ke tanah. Dalam keadaan itu kepala yang menyembah sejajar dengan kaki orang yang disembah. Ini menunjukkan akan pengakuan akan keterbatasannya. Ini juga berarti orang yang disembah itu bisa melakukan apa saja kepada orang yang menyembah. Posisi ini sudah menunjukkan akan betapa diri yang menyembah adalah sosok yang tidak layak. Bahkan ketika Yesus meresponi dengan keras “Tidak baik roti anak-anak diberikan kepada seekor anjing”, perempuan ini bukannya menentang pendapat itu, namun ia mengatakan “benar Tuhan, namun anjing itu makan remah-remah yang jatuh dari meja tuannya”. Perempuan ini seakan ingin berkata “Tuhan, benar, saya memang tidak layak, saya memang ‘seekor anjing’, tapi Tuhan, setidak anjing itu bisa mendapatkan sedikit kemurahan.” Awalnya perempuan ini meminta roti, namun ketika Tuhan menolak permohonannya, ia hanya mengharapkan remah-remahnya saja. Intinya perempuan ini hanya membutuh sedikit saja kemurahan Tuhan bagi dia. Remah-remah kemurahan itu cukup bagi dia. Perempuan ini tidak memaksakan kehendaknya. Ia sadar akan siapa dirinya. Karena itu ia bergantung mutlak kepada Tuhan yang berdaulat memberikan kemurahan kepada siapa Ia mau berikan. Inilah sikap kerendahan hati.

Keluarga saya sejak dahulu selalu menggunakan pembantu untuk mengurus pekerjaan-pekerjaan rumah. Sudah banyak pembantu yang keluar masuk di rumah kami. Ketika saya mengamati saya menemukan ada dua jenis macam pembantu berkenaan dengan statusnya. Ada pembantu yang tidak sadar bahwa ia adalah pelayan dan salah dalam menggunakan kebaikan majikannya. Pembantu tersebut sering meminta sesuatu dan majikannya mengijinkan. Sampai suatu waktu ia ingin jalan-jalan bersama dengan temannya, dan ia meminta kepada kita untuk diijinkan keluar sejenak bersama temannya. Kebetulan waktu itu tidak ada orang di rumah maka untuk kali ini kami tidak mengijinkannya. Awalnya pembantu tersebut memohon baik-baik, tapi lama kelamaan ia menjadi marah karena permohonannya tidak di injinkan. Lantas ia membanting pintu kamar dan mendumel. Ia tidak sadar siapa dirinya, bahwa ia hanyalah seorang pelayan yang harus tunduk terhadap majikannya. Tapi saya pernah juga melihat pembantu jenis kedua. Ia juga pernah memohon kepada kami untuk bisa pergi karena ada urusan penting. Tapi dalam permohonannya ia mengatakan “Tapi terserah tuan, kalau tuan ijinkan saya pergi, kalau tuan tidak ijinkan mungkin lain waktu saja.” Pembantu seperti ini menyadari penuh akan statusnya sebagai pembantu. Ia tidak akan pernah marah walaupun permohonannya tidak diterima. Inilah yang dinamakan sikap rendah hati.

Demikian juga ketika kita berdoa. Milikilah kesadaran bahwa sebenarnya kita tidak layak di hadapan Tuhan. Kita ini hanyalah hamba yang bergantung kepada kemurahan Tuhan. Dan tentu seorang hamba tidak pernah memaksakan kehendaknya. Ia bisa berjuang untuk memohon, tapi ia tidak akan pernah memaksakan kehendaknya. Ia akan selalu bersyukur untuk apapun yang Tuhan beri. Walaupun doanya mungkin tidak terjawab, ia juga tetap akan mempercayakan hidupnya kedalam kedaulatan Tuhan. Ia tidak akan pernah menjadi kecewa. Sikap rendah hati seperti inilah yang harus dimiliki orang-orang yang beriman ketika ia berdoa dan berharap pada Tuhan.

****

Saudaraku, jika saat ini saudara sedang berada dalam sikon yang rumit; mungkin ada pergumulan-pergumulan yang sangat menguras tenaga dan pikiranmu; dan mungkin sebuah badai besar sedang menyerbu rumah tangga saudara saat ini; entah itu sakit penyakit, masalah ekonomi, masalah hubungan, dsb. Kesedihan, ketakutan , dan tekanan demi tekanan menyergap kita. Mari kita belajar untuk memiliki iman sama seperti perempuan Kanaan tersebut. Percayakanlah permasalahanmu kepada orang yang tepat. Serahkan semuanya ke tangan Tuhan yang berdaulat atas kehidupan manusia. Teruslah berharap dan menantikan pertolongan daripada-Nya. Jangan pernah menjadi putus asa dan kecewa kepada Tuhan. Dan ingat, sertailah dengan sikap rendah hati yang menyadari akan ketidaklayakan kita. Orang yang rendah hati akan mensyukuri setiap kemurahan Tuhan atas jawaban doa kita. Bahkan ketika doa itu tidak terjawab sekalipun, kita akan senantiasa bersyukur dan tetap percaya akan kedaulatan Tuhan. Kiranya ungkapan Tuhan “Hai saudara, sungguh besar imanmu, maka jadilah kepadamu seperti apa yang kau kehendaki” boleh kita alami juga.

No comments: