Wednesday, June 30, 2010

Sungguh Besar Imanmu (Matius 15:21-28) #1



Dunia kita semakin hari bergerak menjadi dunia yang penuh kekhawatiran. Perekonomian semakin terpuruk. Harga barang semakin hari semakin mahal. Mau buka usaha apapun susah, modal besar, pendapatan sedikit. Persainganpun semakin hari semakin marak. Tak heran banyak orang tua sekarang mengeluh “Dulu kalau usaha tidak susah seperti sekarang.” Karena usaha semakin susah maka para suami harus bekerja lebih keras. Kalau dulu dari pagi sampai sore, maka sekarang dari pagi sampai malam. Bahkan kalau di rumah pun harus lembur menyelesaikan tugas-tugasnya. Selalu khawatir kalau-kalau keuangannya tidak bisa memenuhi kebutuhan keluarga. Para suami dituntut untuk berkerja lebih keras dari sebelumnya.

Akibatnya relasi dengan keluarga merenggang. Komunikasi dengan istri dan anak semakin jarang. Karena itu kesalahpahaman semakin sering terjadi. Suami istri semakin sering bertengkar, bahkan hal-hal kecil semakin sering dipertengkarkan. Lalu anak-anak ikut-ikutan stress. Mereka merasa tidak dipedulikan. Akhirnya mereka mencari penghiburan di luar rumah. Beberapa memilih untuk bermain game seharian di tempat rental. Beberapa memilih ke warnet dan melihat gambar dan film-film porno yang sangat mudah untuk di akses saat ini. Beberapa lagi memilih berkumpul bersama teman-teman yang stress lainnya, merokok bersama, melakukan kenakalan bersama, bahkan ada yang terjun dalam dunia obat-obatan. Tapi ternyata semua itu bukan menyelesaikan masalah. Anak-anak pun menjadi stress. Di rumah stress, di luar rumah juga stress. Seorang ibu yang melihat anaknya berubah dan menjadi dingin di dalam keluarga menjadi sedih. Kemudian ibu-ibu mulai mempersalahkan diri dan menyesal. Mereka pun menjadi begitu khawatir untuk masa depan anaknya. Akhirnya seisi keluarga, dari suami, istri dan anak-anak semuanya stress.

Belum lagi terkadang ada penyakit-penyakit dan kecelakaan-kecelakaan yang tidak diundang datang begitu saja. Bencana alam melanda tanpa memandang bulu. Masyarakat sekitar juga semakin hari semakin tidak bersahabat dan brutal. Yah, kira-kira itulah yang terjadi di dunia kita sekarang. Karena itu saya katakan dunia kita semakin hari bergerak menjadi dunia yang penuh kekhawatiran. Mungkin saudara sedang berada dalam posisi harap-harap cemas seperti ini.

Lantas bagaimanakah kita menghadapi dunia yang seperti ini? Bagaimana kita bisa mengatasi kekhawatiran-kekhawatiran tersebut? Saya setuju dengan seorang psikolog Kristen yang mengatakan bahwa “satu-satunya kunci agar kita menang atas kekhawatiran ini adalah dengan mengenakan langkah iman.” Namun hanya mencerna kalimat ini masih tampak begitu absrak. “Iman yang seperti apa?” hal inilah yang mau kita pelajari dari perempuan Kanaan dalam perikop ini.


Latar belakang
Perempuan Kanaan ini mengalami pergumulan yang sangat berat. Dikatakan bahwa anaknya kerasukan setan dan sangat menderita. Seorang yang kerasukan setan biasanya membuat orang tersebut kehilangan kesadaran. Perilaku, karakter, bahkan suara, semuanya berubah. Orang tersebut seakan-akan menjadi pribadi yang lain yang bukan dirinya. Orang yang kerasukan sudah pasti tidak pernah bisa tidur nyenyak dan mungkin dia tidak mau makan sesuatu apapun. Bahkan dalam kisah lain di Alkitab, seorang yang kerasukan akan diikat dengan rantai agar tidak melakukan tindakan-tindakan sembrono. Oleh karena itu ibu itu mendeskripsikan anaknya sebagai seseorang yang sangat menderita.

Sebagai seorang ibu tentunya penderitaan anak ialah penderitaan sang ibu. Bahkan acapkali sang ibulah yang jauh lebih merasakan penderitaan itu daripada anaknya sendiri. Saya teringat sewaktu kakak perempuan saya putus sama pacarnya dan mengalami stres berat, mama saya tampak lebih tertekan daripada kakak saya. Setiap hari mama saya menangis dan berdoa, bahkan bela-belain terbang ke kota pahlawan meninggalkan pekerjaannya untuk menemani kakak perempuan saya yang stress. Saya melihat acapkali diantara keluarga saya 5 bersaudara mengalami permasalahan, entah besar atau kecil, mama saya yang tampak paling bergumul. Ia berdoa lebih khusyuk dari pada anggota keluarga yang lainnya. Jika anda adalah seorang ibu, saya yakin anda akan setuju dengan saya.

Inilah yang di alami oleh perempuan Kanaan tersebut. Betapa menderitanya ia melihat penderitaan anaknya. Namun dalam penderitaan berat yang di alaminya, perempuan ini malah menunjukkan kualitas iman yang sempurna, sehingga Yesus mengatakan “sungguh besar imanmu.” Iman seperti inilah yang harus kita pelajari. Iman seperti apa?


Iman Yang Didasari Kepercayaan Pada Tuhan Lebih Dari Segalanya

Kisah ini berawal dari kepergian Yesus ke daerah Tirus dan Sidon. Ini merupakan daerah orang kafir yang jarang dikunjungi oleh seorang Yahudi. Pada umumnya orang Yahudi waktu itu tidak mau bergaul dengan orang-orang asing. Namun Yesus menghampiri daerah asing tersebut. Mungkin Ia memang sudah punya rencana terhadap perempuan Kanaan itu.

Didaerah itu terdapat kuil asing untuk menyembah dewa Esmun yang dianggap sebagai dewa penyembuh. Kebanyakan orang daerah itu menyembah dewa Esmun tersebut untuk mendapatkan kesembuhan. Saya kira perempuan Kanaan itu tau persis mengenai hal ini. Bahkan mungkin kerabat dan keluarganya ada yang turut menyembah dewa ini. Namun menariknya ibu ini lebih memilih untuk mempercayakan masalahnya kepada Tuhan Yesus. Padahal mungkin ia belum bertemu Yesus sebelumnya. Tapi kabar tentang Yesus telah tersebar kemana-mana. Dari kabar inilah ia lebih memilih untuk mempercayakan masalahnya pada Tuhan. Sebanyak tiga kali ia berseru memanggil ‘Tuhan’ yang merupakan bentuk kepercayaannya. Ketika ia mengatakan Yesus sebagai anak Daud, secara tidak langsung ia mengakui Yesus sebagai mesias / juruselamat pribadinya. Inilah iman yang benar, yaitu iman yang didasari keyakinan bahwa hanya Tuhan yang mampu menyelesaikan masalahnya.

Iman seperti ini pernah saya jumpai di anak sekolah minggu didikan saya. Namanya Ezra dan masih berusia 8 tahun. Suatu ketika ia pergi rekreasi bersama keluarganya. Ezra dan adiknya asyik bermain di taman. Sementara ibu dan ayahnya sibuk mempersiapkan makan sisang. Tiba-tiba sang ibu yang sedang mempersiapkan makanan terkejut mendengar teriakan keras anaknya. Segera ibunya pergi melihat apa yang terjadi, dan lebih mengagetkan lagi karena ia melihat Ezra tergeletak dengan keadaan tangan yang sudah tidak wajar. Ternyata ketika bermain panjat-panjatan di tempat bermain yang tersedia, si Ezra terjatuh dengan posisi yang tidak tepat. Herannya ketika ia terjatuh, teriakan pertama yang diucapkan ialah “mama….mama….doakan ma….doakan….” Dalam kesakitan yang dialaminya ia tau siapa orang yanng tepat, yang dapat menolongnya pertama kali. Itulah iman.

Saya kira setiap kita pernah mengalami pergumulan, entahkah itu berat ataupun ringan. Bahkan mungkin saat ini kita sedang menggumulkan sesuatu dan kita simpan dalam hati kita. Batin kita tidak tenang selama pergumulan itu terus ada. Fokus kita selalu tercurah kepada pergumulan tersebut. Namun jujur ketika penderitaan atau pergumulan itu menimpa, siapakah orang pertama yang kita cari? Kepada siapakah kita mempercayakan masalah-masalah itu? Keluargakah? Diri sendiri? Sahabat? Bos kita? Atau nasib dan keberuntungan? Siapakah yang kita andalkan untuk menyelesaikan masalah kita? Saudara, seorang yang beriman akan mendasarkan pertolongannya hanya kepada Allah dengan keyakinan bahwa Tuhan yang telah menyelamatkan kita dari dosa itulah juga yang akan menolong setiap pergumulan kita. Mari kita belajar seperti perempuan Kanaan tersebut; yang lebih memilih untuk berseru kepada Tuhan untuk setiap permasalahannya.

No comments: