Friday, September 10, 2010

Misteri Kehidupan (AYUB 39:34-38; 42:1-6)



Kehidupan manusia penuh dengan misteri. Disebut misteri karena masih ada rahasia-rahasia yang belum tersingkapkan. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tetap saja menyisakan misteri yang tidak bahkan tidak akan pernah terungkap. Sepertinya misteri akan selalu menjadi bayangan yang mengekori hembus nafas manusia.

Salah satu misteri yang bergema sejak awal mula kehidupan manusia adalah misteri mengenai penderitaan. Sudah jutaan air mata tertumpah membebani bumi karenanya. Jeritan dan rintihan yang tak diundang turut menyuarakan isi hati. Tentunya tak ada satupun insan yang mengkehendaki penderitaan. Keengganan ini mendorong dan memaksa batin manusia untuk menanyakan sebuah pertanyaan esensial “Mengapa?”

Inilah yang dipertanyakan oleh korban keganasan tsunami Aceh 6 tahun silam. Ini juga yang dipertanyakan oleh korban kebobrokan tragedi 1998. Dan pertanyaan ini jualah yang dikumandangkan oleh korban kerusuhan di berbagai tempat di dunia ini. Mulanya mereka bertanya mengapa ini terjadi? Mengapa mereka harus kehilangan keluarga, anak, istri, bahkan rumah mereka? Mengapa aku harus mengalami petaka ini?; Kemudian pertanyaan itu berkembang kearah metafisik: Mengapa ada penderitaan? Sejak kapan ada penderitaan dalam kehidupan ini? Siapa yang menyebabkan penderitaan?; Dan akhirnya pertanyaan berbau teodisi pun diutarakan: Mengapa Tuhan mengijinkan penderitaan ini? Mengapa Tuhan tidak berbuat apa-apa melihat ciptaan-Nya menderita? Mengapa Tuhan diam? Mengapa Tuhan tidak menolong? Mengapa Tuhan tidak mengasihi manusia? Dsb. Mengapa….Mengapa….Mengapa….Pertanyaan klasik yang ingin menyingkapkan misteri yang tersembunyi di balik kain penderitaan.

Mungkin saudara juga pernah menanyakan hal yang sama. Saudara bertanya ‘mengapa?’ terhadap setiap pergumulan yang mengguncang hidup anda. Bukannya bermaksud lancang terhadap sang khalik, namun situasi yang menekan memaksa hati kecil untuk bertanya ‘mengapa?’. Saudara mungkin bertanya: mengapa orang yang kukasihi diambil daripadaku? Mengapa anak saya harus mengalami cacat? Mengapa bencana alam harus menimpa diriku? Mengapa saya atau orang yang saya kasihi harus menderita sakit penyakit kronis? Mengapa Tuhan tega terhadap diriku? Mengapa Tuhan tidak peduli?

Pergumulan ini juga pernah dirasakan oleh Ayub. Ayub merupakan korban dari misteri penderitaan yang merajalela berabad-abad tersebut. Awal penderitaan datang ketika seorang pekerjanya yang disusul oleh 2 pekerja lainnya melaporkan bahwa harta kekayaan Ayub (propertinya) lenyap seketika. Berita ini tentunya sangat memukul Ayub. Bandingkan saja dengan mereka yang tinggal di Sidoarjo- Porong yang rumahnya tenggelam oleh lumpur lapindo. Secara psikologi mereka sangat tertekan. Segala harta yang mereka miliki untuk menjamin masa depan mereka lenyap. Segera itu jugalah pengharapan mereka makin sirna. Mungkin itu juga yang dirasakan oleh Ayub.

Ditambah dengan kabar berikutnya bahwa anak-anak yang merupakan ahli warisnya mati seketika karena angin ribut. Saya yakin betapa teririsnya hati orang tua yang kehilangan anaknya. Kehilangan satu aja bumi seakan sudah mau runtuh, apalagi kehilangan tujuh anak. Saya pernah menyaksikan bagaimana seorang ibu yang kehilangan anaknya (yang baru lahir 1 minggu). Ia menangis bukan hanya sehari dua hari, tapi berbulan-bulan bahkan ada yang bertahun-tahun. Tiap hari ia seperti mendengar tangisan anaknya. Kira-kira bagaimana perasaan Ayub waktu itu? Mungkin saja sejak itu istrinya menangis tiap malam. Tiap hari Ayub harus melihat istrinya yang bermuka murung bermata lebam. Ayub berusaha untuk menghibur tapi dia sendiri masih harus beradaptasi dengan hati yang masih terluka.

Masalah belum selesai tiba-tiba ia terkena penyakit barah yang busuk di seluruh tubuhnya. Begitu menyiksanya hingga ia harus menggaruk tubuhnya dengan beling. Ayub yang merupakan kepala keluarga dan satu-satunya harapan untuk dapat bangkit dari keterpurukan itu dibuat tidak berdaya. Penyakit itu begitu mengerikan dan merampas tenaga Ayub. Ayub tidak lagi bisa berbuat apa-apa. Tak heran istrinya yang mungkin masih tidak terima dengan kenyataan kehilangan para buah hatinya itu tanpa berpikir panjang berkata “Kutukilah Allahmu dan matilah.” Penderitaan Ayub semakin lengkap karena istri yang merupakan tulang rusuk dan pendamping hidupnya pergi meninggalkan dia.

Semua penderitaan itu memaksa Ayub harus melemparkan pertanyaan yang sangat mendasar kepada Tuhan “Mengapa?”. Alkitab mencatat ada 11 kali Ayub bertanya mengapa. Ia bertanya mengapa ia dilahirkan?; mengapa ada ibu yang menyusuinya kalau akhir hidupnya seperti itu?; Mengapa ia tidak digugurkan saja? Lalu ia mulai menyalahkan Tuhan: mengapa Engkau menjadikan aku sebagai sasaran? Mengapa Engkau tidak mengampuni kesalahanku dan menghapus dosaku? Mengapa Engkau berpekara dengan aku? Mengapa Engkau melahirkan aku? Dan mengapa engkau tidak peduli dengan keadaanku? Mengapa Tuhan….Mengapa? Ayub pun mulai memaksa Tuhan dengan pertanyaan mengapa.

Apakah Tuhan membalas pertanyaan Ayub? Ya….Tuhan membalas pertanyaan Ayub. Namun apakah Tuhan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan Ayub? Tidak! Bukannya menjawab Tuhan malah melemparkan rentetan pertanyaan kepada Ayub. (Dapat dilihat di pasal 38-41). Tuhan menghampiri Ayub dengan pertanyaan: Dimanakah engkau ketika aku meletakkan dasar bumi? Ceritakanlah kalau engkau mempunyai pengertian. Tuhan datang menghampiri Ayub untuk mengingatkan akan siapa manusia dan siapa Allah. Siapa manusia yang mau mengadili kebijaksanaan Allah? Siapakah manusia yang mau menguasai jalan pemikiran Yang Mahakuasa? Siapa manusia yang mau menuntut pertanggungan jawab dari Allah? Sungguh terbalik Ayub….kamu salah besar!

Menariknya mendengar serbuan pertanyaan dari Allah, Ayub tidak menjadi kecewa. Ia tidak kecewa karena Allah tidak mengungkapkan misteri penderitaan yang dialaminya. Sebaliknya Ayub merendahkan dirinya dihadapan Tuhan. Dengan hati yang tertunduk malu ia berkata kepada Tuhan “Sesungguhnya aku ini terlalu hina (39:37); Aku tahu bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu dan tidak ada rencana-Mu yang gagal (42:2); Oleh sebab itu aku mencabut perkataanku dan dengan menyesal aku duduk dalam debu dan abu (42:6)”. Ketika bertemu dengan Tuhan, Sang penguasa misteri itu, Ayub terdiam tak berdaya. Ia merendahkan hati kepada kedaulatan Tuhan. Matanya tidak lagi tertuju kepada misteri penderitaan yang dialaminya. Tetapi matanya tertuju kepada Tuhan.

Dan tahukah saudara, yang terjadi ketika Ayub merendahkan dirinya adalah keadaannya dipulihkan (lihat perikop setelah ini). Ayub tak pernah tahu apa maksud Tuhan dalam semua penderitaan yang dialaminya. Namun ketika ia merendahkan dirinya dihadapan Tuhan, kondisinya dipulihkan, bahkan berlipat-lipat ganda. Seperti yang pemazmur katakan bahwa Tuhan menyukai dan berkenan terhadap orang yang rendah hati, karena itu kondisinya dipulihkan. Sikap inilah yang membuat Ayub mengalami kuasa Allah. Pertanyaannya tidak dijawab, namun pertanyaan yang diberikan Allah telah mengubah seluruh sikap bahkan seluruh hidupnya.

Saudaraku, dari sini kita dapat mempelajari bahwa ada kalanya misteri dalam kehidupan ini tidak dapat kita mengerti. Bukan hanya tidak dapat kita mengerti, namun ada beberapa yang tidak akan pernah kita pahami. Namun apa yang merupakan misteri biarlah tetap menjadi sebuah misteri. Biarkanlah misteri itu tetap berada dalam kedaulatan Tuhan. Bukan berarti kita tidak boleh bertanya dan mengkritisi tentang sebuah misteri. Tidak! Kita boleh mencari tahu akan sebuah misteri, namun jalani semua dengan sikap rendah hati. Jangan memaksa Tuhan untuk mengungkapkan misteri itu, apa lagi mempersalahkan Dia atas apa yang kita alami. Kita boleh bertanya ‘mengapa’, namun dengan sikap yang tunduk dan hormat dengan suatu pemikiran “walau saya tidak menemukan jawaban, aku tahu bahwa rencana Tuhan adalah rencana yang terbaik. Bukan hanya bagi hidupku, tapi bagi dunia ini.” Dan apapun yang menjadi jawaban Tuhan, walau itu mungkin tidak menjawab pertanyaan kita, marilah kita tetap dengan rendah hati tunduk dalam otoritas-Nya. Dan lihatlah, apa yang Tuhan kerjakan dalam misteri hidupmu. Sama seperti Ayub, kita akan melihat bagaimana kuasa Tuhan bekerja secara luar biasa dalam hidup kita kelak. Amin.

No comments: