Tuesday, January 25, 2011

Bersukacitalah Senantiasa



Tetap bersukacita? Emangnya mudah? Tentu tidak. Bersukacita pada saat-saat yang berbahagia tentu sangat mudah untuk dilakukan. Namun jika diminta bersukacita dalam keadaan yang mendatangkan dukacita itu sangatlah sukar.

Seorang sahabat saya pernah mengalami permasalahan dalam pekerjaannya. Ia ditipu orang sehingga mengakibatkan kerugian yang cukup besar. Ditambah lagi ia bertengkar dengan suadaranya yang membuat suasana menjadi tambah tidak kondusif. Akhirnya sahabat saya mengalami stress berat. Ia telpon saya dan bercerita tentang apa yang di alaminya. Tidak lama setelah ia bercerita, tiba-tiba ia menangis. Sebagai sahabat sayapun berusaha menghibur dia. Saya katakan “Fren, sabar yah....yang tabah. (dengan suara pelan).” Namun segera saja dengan nada tidak senang ia berkata “Kamu ini enak aja ngomong tabah dan sabar....Kamu kira mudah ya melakukan itu.” Langsung ia menutup telponnya. Kemudian saya menelpon kembali dan meminta maaf karena apa yang sudah saya katakan.

Memang tidak mudah untuk tetap tenang apalagi bersukacita di tengah kondisi yang tidak menyenangkan. Tidak mudah untuk bisa bersukacita di tengah keadaan yang penuh dengan pergumulan. Karena itu tidak pernah ada karangan bunga di acara kedukaan yang berbunyikan “Tetaplah bersukacita”. Hampir semua karangan bunga dalam acara kedukaan serempak dari tahun ketahun akan menuliskan “turut berdukacita”.

****

Menariknya Paulus pernah mengatakan kepada jemaat Filipi “Tetaplah bersukacita” justru ditengah kondisi-kondisi yang seperti itu. Beberapa penafsir mengatakan bahwa orang-orang Filipi hidup dalam dunia yang penuh tantangan serta penderitaan. Menderita seperti apa kita tidak tau pasti. Bisa jadi karena penganiayaan, bisa jadi karena tekanan dari kaisar yang jahat, dan bisa jadi karena penindasan. Memang pada zaman-zaman itu banyak orang Kristen yang harus menderita karena dianiaya. Yang pasti mereka hidup dalam zaman yang penuh tantangan dan penderitaan, sehingga Paulus harus mengingatkan mereka untuk jangan gentar dan tabah menghadapi penderitaan itu.

Namun justru dalam keadaan itulah Paulus menyerukan sebuah perintah “Bersukacitalah senantiasa” Ini bukanlah sekedar himbauan; bukan juga sekedar saran atau masukan. Tapi ini merupakan kalimat perintah. Bahkan perintah ini dipertegas dengan kalimat selanjutnya “Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!” Saya kira ini merupakan perintah yang sangat penting, sehingga Paulus harus mengulanginya sebanyak dua kali. Jika seorang guru memberi perintah kepada muridnya 1 kali, ada kemungkinan sang murid tidak menjalankan perintahnya. Namun jika guru tersebut mengulangi perintah itu sebanyak dua kali, maka jelas itu merupakan perintah yang sangat penting yang harus dilaksanakan. Apalgi kalau kita membaca keseluruhan kitab Filipi, kita dapat menemukan ada 16 kata sukacita yang terus diulang (baik dalam kata benda ataupun kata kerja) memenuhi kitab ini. Sampai-sampai ada penafsir yang mengatakan kitab Filipi ini adalah kitab sukacita. Mengapa demikian? Saya kira perintah untuk ‘bersukacita senantiasa’ dan itu merupakan perintah yang penting, sehingga Paulus harus menegaskannya berulang kali. Memang salah satu ciri khas orang Kristen ialah bahwa ia harus memiliki sukacita dalam dirinya. Karena salah satu buah roh adalah sukacita, maka seorang yang dipenuhi oleh roh harus memiliki sukacita itu.

Namun Paulus berkata demikian bukan karena ia tidak mau berempati dengan jemaat Filipi. Menariknya Paulus sendiri keadaannya sedang dipenjara ketika menulis surat ini. Bukan hanya itu, ada banyak orang yang mengincar kematian Paulus karena ia mengikuti agama Kristen. Pauluspun juga berada dalam penderitaan dan kesusahan waktu itu. Namun Paulus berhasil untuk tetap bersukacita. Di pasal 2 ia berkata “Sekalipun darahku dicurahkan, aku tetap bersukacita.” Ketika mengalami penderitaan ia tetap bisa bersukacita. Karena itu ia mengajak segenap jemaat Filipi untuk dapat bersukacita sama seperti dia.

Sukacita itu bukanlah perasaan senang yang sementara, yang bisa hilang sewaktu-waktu. Seperti seorang anak kecil yang begitu senang jika diberi mainan, namun hanya sesaat saja. Tidak! Sukacita itu harus lebih dari itu. Bagi Paulus sukacita itu harus didasarkan di dalam Yesus, di mana dalam sukacita itu ada keyakinan, ada kepastian, dan ada kepercayaan akan jaminan keselamatan dan pemeliharaan Tuhan. Keyakinan itulah yang akhirnya memberikan perasaan sukacita. Sehingga walau ia mengalami penderitaan ia akan tetap bersukacita. Bahkan walau ia harus menangis, tetapi dalam dasar hatinya ia tetap bersukacita. Mengapa? Karena ia yakin di dalam Tuhan hidupnya akan terpelihara dan terjamin.

Saudaraku, saya kira jika Paulus hidup di jaman sekarang iapun ingin memberikan nasehat....bukan....bukan nasehat..... tapi perintah kepada kita anak-anak Tuhan untuk ‘bersukacitalah senantiasa.....sekali lagi kukatakan bersukacitalah....” Dalam keadaan apapun kita mari usahakan untuk slalu bersukacita. Sukacita yang didasari oleh keyakinan bahwa hidup kita sudah diselamatkan dan Tuhan akan terus menjamin dan memelihara hidup ini sampai pada akhirnya.

Saudaraku, bagaimana dengan kita? Masihkah kita bersukacita dalam keadaan kita saat ini? Mungkin kita berada dalam pergumulan yang bergitu berat hari ini. Namun jangan biarkan pergumulan-pergumulan itu merampas sukacita kita. Bangunlah keyakinan yang kokoh bahwa ada Tuhan yang menjamin hidup kita. Sehingga di dalam Tuhan kita dapat tetap bersukacita. Akhir perenungan ini ijinkan saya berkata sama seperti Paulus berkata “Bersukacitalah senantiasa....sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!”

No comments: