Saturday, July 09, 2011

Eyes Upon God




Fokus terhadap sesuatu hal adalah salah satu syarat dalam sebuah keberhasilan. Seorang Einstein dapat berhasil menemukan teori Relativitas bukan karena ia murid terpandai waktu itu. Bahkan dikatakan bahwa Ia murid terbodoh. Sampai-sampai dikatakan anjing bodoh oleh gurunya. Namun kini ia mampu menjadi seorang ilmuwan yang terkemuka, dimana banyak ilmunya yang dipakai oleh dunia pendidikan saat ini. Ia dapat berhasil karena ia memfokuskan dirinya hanya kepada riset-riset penelitian. Seorang Bill Gates dapat sukses dalam Microsoft-nya karena ia memfokuskan dirinya pada DOS pada awal karirnya tahun 75-an sampai sekarang. Kini tidak ada yang dapat menyaingi microsoft dalam dunia komputer. Kenapa BMW sukses dalam otomotif? Karena sejak awal ia memfokuskan dirinya pada kendaraan otomotif yang nyaman untuk dikendarai. Karena itu ia dapat sukses sampai saat ini. Sebuah sinar laser yang terfokus, dapat memotong sebuah baja setebal apapun. Namun sinar laser yang tersebar, tidak akan berguna sama sekali. Dalam pertandingan-pertandingan olahragapun demikian. Ketika kita fokus melakukan perlombaan-perlombaan itu maka kemungkinan untuk menang akan lebih besar daripada mereka yang tidak fokus. Itulah mengapa pernah ada pelatih sepak bola tidak memperbolehkan para pemainnya bertemu dengan kekasih mereka beberapa hari sebelum pertandingan. Karena takut pemainnya tidak lagi dapat fokus dalam pertandingan itu.

Dari semua contoh yang sudah disebutkan tadi maka jelaslah bahwa pikiran dan hati yang terfokus memiliki kekuatan yang luar biasa. Sebenarnya hal ini juga berlaku kepada setiap anak-anak Tuhan. Seorang anak Tuhan dapat menjadi kuat dan menjadi pemenang jika ia memusatkan pikiran, hati, dan pandangannya kepada sang kepala, yaitu Kristus. Tanpa Kristus kita tidak bisa berbuat apa-apa, sama seperti tubuh yang tanpa kepala tidak bisa berbuat apa-apa.

Kira-kira inilah yang disuarakan oleh Salomo dalam perikop ini. Salomo sebagai raja dari Israel mengajak orang-orang Israel untuk terus memfokuskan pandangannya kepada Tuhan. Menariknya ajakan ini diungkapkan Salomo pada saat umat Israel mengalami masa-masa jaya. Selama kerajaan Israel berdiri sejak kurang lebih tahun 1300SM sampai saat ini belum pernah Israel mengalami kejayaan seperti zaman salomo, sampai-sampai bangsa-bangsa lain mengakuinya dan belajar kepada raja Salomo yang terkenal begitu termasyur dan penuh hikmat. Salomo menyadari bahwa manusia sering melupakan Tuhan ketika menjalani masa-masa jaya. Pernah ada seorang raja Israel yang cukup berjaya juga yang bernama Yerobeam. Dia adalah raja yang hampir menyamai masa-masa keemasan dari raja Salomo (dalam hal pembangunan dan politik). Apa yang terjadi pada waktu itu? Yang terjadi adalah mereka melupakan Tuhan. Mereka lupa bahwa berkat-berkat itu datangnya dari Tuhan. Bahkan parahnya mereka menyembah dewa-dewa lain yang lebih memuaskan hati mereka. Keluarga saya juga pernah mengalami demikian. Ketika karir pekerjaan mulai menanjak, usaha berjalan dengan baik, dan semua tampak lancar-lancar, beberapa saudara saya mulai melupakan Tuhan. Mereka tidak lagi ke gereja, ada juga yang kegereja karena rutinitas, dan ada juga yang berkata “Buat apa bersaat teduh, saya merasa ga dapat sesuatu yang berarti di dalamnya.” Namun perlahan demi perlahan masalah-masalah mulai berdatangan. Usaha ditipu orang, bisnis mengalami kegagalan, pertengkaran rumah tangga, perceraian, kena sakit penyakit dsb. Semua itu terjadi dalam waktu yang berdekatan. Namun menariknya justru pada saat-saat seperti itulah mereka merasakan bahwa mereka memerlukan Tuhan. Itulah kecenderungan manusia, pada saat jaya akan mudah untuk melupakan Tuhan yang memberikan kejayaan itu. Salomo menyadari hal ini karena itu dia menuliskan sebuah mazmur yang mengajak umat untuk mengarahkan dan memfokuskan mata dan hatinya kepada Tuhan.

Alasan mengapa kita harus memfokuskan mata dan hati kita kepada Tuhan cuma satu, yaitu: “Tanpa Tuhan segala sesuatu akan sia-sia.” Dalam perikop yang sudah kita baca ada 3 kali Salomo mengatakan mengenai kesia-siaan.

Pertama, berbicara mengenai masalah pembangunan. Dikatakan “Jikalau bukan Tuhan yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya.” Waktu itu umat Israel sedang giat-giatnya melakukan pembangunan. Mereka bekerja keras untuk membangun-dan membangun. Tapi bagi Salomo sia-sialah orang membangun jika bukan Tuhan yang membangun. Mungkin Salomo teringat kejadian yang dialami ayahnya Daud. Ketika Daud hendak membangun rumah Tuhan untuk Tuhan, namun Tuhan berkata bahwa bukan dia yang akan membangunnya, melainkan anaknya. Sebenarnya kalau Daud mau bisa saja dia tetap membangun rumah Tuhan, tapi Daud sadar jika tanpa perkenanan Tuhan buat apa dia membangun, semua akan sia-sia.

Kedua, Salomo melanjutkan “jikalau bukan Tuhan yang mengawal kota, sia-sialah pengawal berjaga-jaga.” Bukan hanya masalah pembangunan, namun keamanan pun sia-sia jika bukan Tuhan yang menjaga. Tidak ada pertahanan yang dapat terlalu ketat di dunia ini yang tidak bisa dibobol. Kejatuhan gedung WTC kurang lebih 10 tahun yang lalu menyatakan hal ini. Dalam sejarah yunani kuno terdapat cerita tentang kuda troya. Dikisahkan waktu itu negeri Yunani berperang dengan orang-orang dari Troya. Sudah hampir 10 tahun mereka berperang tetapi bangsa Yunani tidak bisa menembus benteng Troya karena pertahanannya terlalu ketat. Orang-orang Yunani menjadi putus asa. Sampai suatu saat, orang-orang Yunani membuat sedikit tipu muslihat. Mereka menyatakan untuk mundur berperang. Pasukan-pasukannya ditarik dan kapal-kapal mereka disembunyikan dibalik teluk. Kemudian mereka memberikan sebuah patung kuda dari kayu yang mahal yang besar sekali. Kuda itu gagah dan megah. Akhirnya setelah dicek oleh petinggi-petinggi dari Troya, kuda itu dianggap aman. Dan akhirnya masuklah kuda raksasa itu ke kota Troya. Namun betapa terkejutnya dia karena ternyata itu hanyalah taktik. Para prajurit Yunani pada besembunyi di balik kuda raksasa itu. Dan pada malam hari mereka keluar dan akhirnya mereka merebut kota Troya yang terkenal kuat itu. Tidak ada satu pertahanan yang dibuat manusia yang terlalu kuat untuk dipertahankan. Karena itu benarlah yang dikatakan Salomo “Jika bukan Tuhan yang mengawal kota, maka sia-sialah semuanya”

Ketiga, Salomo mengatakan “sia-sialah kamu bangun pagi-pagi dan duduk-duduk sampai jauh malam, dan makan roti yang diperoleh dengan susah payah.” Kehidupan kita semakin hari tambah sibuk. Tuntutan semakin bertambah. Kebutuhanpun semakin lama semakin meningkat. Sementara harga-harga barang semakin melangit, dan pendapatan kita tetap-tetap saja. Hal itu membuat kita mau tidak mau harus bekerja keras. Kita sibuk meluangkan waktu kita seharian dikantor atau dikuliah kita. Kita berusaha belajar sebaik-baiknya untuk mendapatkan hasil yang memuaskan. Kita berusaha untuk bekerja segiat-giatnya, kalau perlu sampai lembur untuk menghasilkan uang untuk masa depan kita. Akhirnya separuh lebih waktu kita kita pusatkan untuk mencari nafkah dan untuk menata masa depan. Akan tetapi Salomo mengatakan bahwa sia-sialah semua itu....sia-sialah kamu bangun pagi-pagi dan duduk-2 sampai jauh malam, hanya untuk sesuap nasi yang diperoleh dengan susah payah.

Salomo sama sekali tidak mengajarkan kita untuk tidak usah bekerja keras / kerja keras itu tidak penting. Tidak! Tapi ia mengajarkan bahwa kerja keras tanpa menyertakan Tuhan dalam setiap pekerjaannya maka itulah yang sia-sia. Tuhan menginginkan kita untuk bekerja dan berupaya. Ia tidak mau kita asal bergantung kepada Tuhan tanpa ada upaya sama sekali. Sama seperti seorang yang saya kenal; setelah lulus dari kuliahnya ia tidak pusing mencari pekerja. Kerjanya cuma bersantai di rumah. Dan ketika ditegur orang tuanya ia berkata demikian “ma, FT berkata bahwa burung-burung saja dipelihara, apalagi kita.” Terus mamanya berkata “Burung-burung saja berusaha membentuk sarangnya, mengapa kamu bermalas-malasan.” Bukan sikap seperti itu yang diinginkan Tuhan. Bukan sikap ini yang disampaikan Salomo. Tapi yang ingin disampaikan ialah mari bekerja keras dan sertakan Tuhan dalam setiap tindakanmu. Tanpa Tuhan, segala jerih payahmu akan menjadi sia-sia.
Kalau kita baca ayat 3-5 sebenarnya Salomo juga ingin berkata bahwa memiliki keturunan pun sebenarnya adalah anugerah dan pemberian dari Tuhan. Manusia mungkin dapat berusaha semaksimalnya untuk menghasilkan keturunan. Ada orang kaya yang ingin memiliki anak sampai pergi kedokter dari berbagai negara untuk minum berbagai macam obat hanya supaya mendapatkan seorang anak. Tapi jika bukan Tuhan yang memberi maka sia-sialah usaha kita.

Segala sesuatu merupakan pemberian dari Tuhan. Karena itu Salomo mengajak seluruh umat Israel untuk mengarahkan mata dan hatinya kepada Kristus. Fokuslah kepada Tuhan yang adalah sang pemberi berkat itu. Karena tanpa Tuhan segala sesuatu hanya akan menjadi sia-sia dan tak berarti.

Sebenarnya inti dari mazmur 127 ini terdapat pada ayat 2b yang mengatakan “Sebab ia memberikannya kepada yang dicintai-Nya pada waktu tidur.” Apa maksudnya? Ungkapan ini seakan-akan ingin mengatakan bahwa kita tidak usah berbuat apa-apa. Tidur saja. Nanti Tuhan yang akan mengerjakan semua untuk kita. Akan tetapi tentunya bukan hal itu yang dimaksudkan. Setelah saya mempelajarinya saya menemukan bahwa Tidur itu merupakan tanda bahwa kita tidak khawatir melainkan percaya akan rencana Tuhan sehingga kita bisa dengan tenang beristirahat. Orang yang penuh dengan kekhwatiran adalah orang yang kurang percaya dan berserah kepada Tuhan. Dan orang-orang seperti ini adalah orang-orang yang susah tidur. Sebaliknya orang yang mudah tidur adalah orang yang dapat mempercayakan hidupnya kepada Tuhan. Ia tidak khawatir dan tenang, karena ia tau hidupnya aman dalam tangan Tuhan. Karena itu ketika salomo mengatakan “Tuhan memberikan kepada yang dicintai-Nya pada waktu tidur”, dengan kata lain Salomo hendak berkata “segala berkat Tuhan justru kita dapatkan ketika kita berserah dan mempercayakan seluruh hidup kita ke dalam tangan Tuhan.” Karena itu mari fokuskan hati dan pikiran kita kepada Tuhan, dan belajarlah untuk berserah kepada-Nya.

Kemarin waktu mempersiapkan retret remaja saya sekali diingatkan akan sebuah pelajaran yang berharga. Pertama saya kira mengurusi retret ini tidak terlalu sukar. Ternyata saya keliru. Karena ternyata mengurus retret remaja yunior (anak-anak SMP) seperti ini pembinanya harus terjun disetiap bidang. Dari buat poster, urus hadiah, urus pembayaran, publikasi, atur jadwal, atur kamar, atur transport, semuanya saya harus turun tangan. Kalau dipemuda ada rekan-rekan panitia yang bisa menjalankan tugasnya masing-masing, dan kalau sekolah minggu ada banyak guru-guru yang bisa jadi panitia, tapi di remaja saya harus banyak terjun sendiri. Untungnya ada beberapa pendamping dan beberapa rekan-rekan kelas 3 smu yang naik ke pemuda mau meluangkan waktunya untuk membantu. Kesibukan itu tambah hebat ketika satu minggu sebelum retret remaja dimulai setiap majelis dan Ht harus mengikuti sidang raya dan retret HT yang juga sangat sibuk, karena sebagai tuan rumah kita harus melayani mereka. Sampai-sampai 2 minggu sebelum retret remaja dilangsungkan tidur saya jadi tidak tenang. Setiap kali bangun tidur yang pertama dipikirkan “apa yang kurang...apa yang belum saya siapkan...apa yang belum saya kerjakan...” Hampir selama 2 minggu demikian. Namun bukan kesibukan saya yang ingin saya ceritakan. Saya ingin menceritakan justru pada saat-saat sibuk seperti itulah saya lupa menenangkan diri dan dengan hati yang berserah berdoa kepada Tuhan untuk menyerahkan retret tersebut. Setiap hari bekerja dan bekerja tapi lupa berserah. Senin pagi waktu kami mau berangkat, kami sibuk mengatur transportasi mereka. Setelah atur anak-anak ke dalam mobil tiba-tiba salah satu rekan mengingatkan saya “ko Fong, kita belum berdoa lo...” Saya cukup terhentak, dan saya mengatakan dalam hati, nanti malam saya dan rekan-rekan pendamping harus berdoa bersama menyerahkan retret ini. Tapi apa yang terjadi, malam harinya kita briefing trus karena satu dan lain sebab, akhirnya sekali lagi kita lupa berdoa karena mengurusi urusan yang belum selesai. Besok siangnya ketika seharusnya acara game yang saya harapkan bisa membuat anak-anak semakin akrab dan kompak, serta semakin bersukacita, ternyata gagal karena hari itu turun hujan. Beberapa anak-anak menjadi kecewa, dan kami tidak bisa melanjutkan permainan itu karena takut mereka akan menjadi sakit. Pada saat itulah ada suara dalam batin saya “Fong....kamu kurang berserah....kamu terlalu mengandalkan kekuatan sendiri..kamu kurang berserah..” Memang saya berdoa, tapi tidak dengan hati yang sungguh berserah kepada Tuhan. Sore itu saya masuk kamar saya berdoa dan berserah kepada Tuhan, dan malamnya saya mengajak rekan-rekan pendamping untuk berdoa bersama-sama menyerahkan sisa retret kami. Malam itu saya yakin sekali bahwa besok Tuhan akan menyiapkan yang terbaik. Tidak ada keraguan sama sekali dalam hati saya, bahkan sekalipun hujan akan turun, saya percaya Tuhan punya rencana yang lebih indah dari apa yang saya pikirkan. Keesokan harinya dari pagi sampai siang cerah sekali. Tapi jam 2 pada saat kita sedang bermain tiba-tiba awan mendung. Beberapa tetes air mulai turun. Ada beberapa panitia yang bertanya kepada saya: Bagaimana, kita mau lanjut ga, kayaknya hujan bakal deras. Saya cuma menjawab: tenang aja, gak akan hujan. Dengan tenang saya menjawab itu karena hati ini sudah berserah dan yakin bahwa Tuhan akan memberi yang paling tepat untuk kita. Akhirnya puji Tuhan, dari jam 12 sampai jam 5 selama anak-anak bermain games outbond diluar hujan tidak turun. Pas jam 5 ketika acara sudah selesai dan sayapun sudah masuk kamar dan bersih-2, saya mendengar beberapa anak-anak remaja di luar berteriak “oiii hujan...hujan....” Hari itu saya bersyukur sekali. Saya diingatkan sekali lagi bahwa tanpa mata dan hati yang tertuju sepenuhnya kepada Tuhan, segala sesuatu yang kita buat akan sia-sia.

Bagaimana dengan saudara sekalian. Adakah dalam hidupmu engkau sudah mengarahkan hati dan pikiran kepada Tuhan? Sudahkah engkau melibatkan Tuhan dalam pekerjaanmu? Pernahkah engkau bertanya apakah yang engkau lakukan saat ini sudah benar dan sesuai dengan kehendak Tuhan? Dan sudahkah kita belajar menyerahkan seluruh aspek hidup kita baik study, keluarga, pekerjaan, masa depan kita ke dalam tangan Tuhan? Atau jangan-jangan kita terlalu sibuk dengan rencana dan cara-cara kita sehingga kita akhirnya melupakan Tuhan? Ingatlah bahwa di luar Tuhan semuanya akan sia-sia. Jika memakai bahasa Salomo “Jikalau bukan Tuhan yang mengerjakannya, sia-sialah studimu, usahamu, pekerjaanmu, jerih lelahmu, dan apapun juga yang kau lakukan.” Karena itu mari arahkan hati dan pandangan kita kepada Tuhan. Carilah kehendak-Nya setiap hari. Dan jangan pernah hidup jauh dari kebenaran Firman Tuhan. Kiranya hidup kita semua tidak akan menjadi sia-sia, karena kita sudah mengandalkan Tuhan dalam setiap upaya kita. Amin

No comments: