Thursday, March 01, 2012

Jangan Berhenti Berharap



(2Raja-raja 18-19)
Berbicara tentang pengharapan, secara khusus tentang berharap kepada Tuhan, ada kalanya kita akan merasa begitu mudah berharap kepada Tuhan, namun ada pula kalanya kita merasa begitu susah untuk berharap kepada-Nya. Hal itu sangat tergantung dari seberapa besar harapan yang dinaikkan. Jika harapan itu memiliki kemungkinan besar untuk terjadi maka akan terasa mudah untuk berharap kepada Tuhan. Tetapi sebaliknya jika harapan yang dimiliki itu rasanya sangat tidak mungkin bahkan mustahil terjadi, maka tingkat kesulitan untuk menaruh pengharapan itu juga semakin besar. Mis: Kalau tiba-tiba dokter memvonis kita bahkan kita sakit demam berdarah, mungkin masih gampang untuk kita tetap berharap kepada Tuhan. Kita tahu banyak orang yang sembuh dari penyakit ini. Penyakit ini belum tergolong terlalu berbahaya. Karena itu akan mudah bagi kita untuk mengharapkan kesembuhan dari Tuhan. Namun seandainya dokter memvonis kita terkena penyakit kanker stadium akhir. Pengobatan sudah dilakukan selama 2 bulan. Sudah ke singapur dan malaysia untuk berobat, dan memakan biaya ratusan juta. Tetapi kanker itu bukannya membaik melainkan semakin ganas. Sampai akhirnya dokter angkat tangan, dan berkata “Waktu hidupnya tidak lama lagi”. Pada saat itu terjadi, maka kita akan susah berharap kepada Tuhan. Kebanyakan orang akan pasrah dan berhenti berharap. Hal ini menunjukkan bahwa berharap pada kondisi yang tampak mustahil itu tidaklah mudah.

Hizkia pernah menghadapi pergumulan ini. Yehuda pada waktu itu sedang berada dalam keadaan terdesak. Negri Asyur begitu berkuasa dan merupakan negara adidaya yang tak tertandingi. Banyak daerah yang dijajah dan daerah kekuasaannya semakin besar. Bahkan Israel Utara juga yang beribukota di Samaria juga sudah direbutnya. Orang-orang Israel Utara sudah ditawan dan dibuang ke negeri lain. Dan saat itu yang tersisa tinggal Israel Selatan dengan daerah geografis yang sangat kecil. Orang-orang Asyur sudah mengepung mereka dari segala lini. Beberapa kota di Yehuda juga sudah direbut. Yang tersisa hanya Yerusalem dan sedikit daerah sekitarnya. Secara pasukan jelas orang Yehuda kalah banyak. Walaupun orang Yehuda memiliki benteng yang kuat, namun benteng itu tidak dapat bertahan lama. Bahan persediaan makanan di Yerusalem tidak banyak. Mereka hanya dapat mengandalkan hasil tanah mereka yang sempit. Dan orang Asyur tau jika mereka terus mengepung, suatu saat orang Yehuda akan kehabisan bahan panganan dan secara otomatis mereka akan menyerah. Hizkia dan rakyatnya sangat terdesak waktu itu, dan rasanya mustahil untuk melewati permasalah itu. Seakan-akan tidak ada jalan lain yang dapat dilakukan selain mengangkat bendera putih.

Pada saat itu jugalah salah seorang utusan raja Asyur datang dan berteriak kepada orang-orang Yehuda ‘Hai orang Yehuda, Dengarkanlah.... Jangan biarkan Hizkia, raja kalian, memperdayakan kalian...Sebab ia tidak akan sanggup melepaskan engkau dari tanganku... Janganlah Hizkia mengajak kamu berharap kepada TUHAN dengan mengatakan: Tentulah TUHAN akan melepaskan kita; dan kota ini tidak akan diserahkan ke dalam tangan raja Asyur. Janganlah dengarkan Hizkia,....: (sebaliknya) Adakanlah perjanjian penyerahan dengan aku dan datanglah ke luar kepadaku, maka kamu akan hidup makmur, aman, nyaman, dengan demikian kamu akan hidup dan tidak mati. (Sekali lagi) janganlah dengarkan Hizkia, sebab ia membujuk kamu dengan mengatakan: TUHAN akan melepaskan kita! (Alasan) Apakah pernah para allah bangsa-bangsa melepaskan negerinya masing-masing dari tangan raja Asyur? Di manakah para allah negeri Hamat dan Arpad? Di manakah para allah negeri Sefarwaim, Hena dan Iwa? Apakah mereka telah melepaskan Samaria dari tanganku? Siapakah di antara semua allah negeri-negeri yang telah melepaskan negeri mereka dari tanganku, sehingga TUHAN sanggup melepaskan Yerusalem dari tanganku?”

Ini bukan kondisi yang mudah. Ditengah keadaan yang terhimpit dan terdesak ada bisikan-bisikan yang mengatakan untuk berhenti berharap kepada Tuhan. Kalau dalam keadaan terhimpit mungkin kita masih dapat berharap kepada Tuhan. Namun kalau kondisi itu seakan-akan mustahil bagi kita untuk keluar dari permasalahan itu, maka saya kira ini hal yang sukar untuk tetap berharap kepada Tuhan. Dan mungkin kita akan beralih untuk berharap kepada manusia yang tampak lebih nyata. Saya kira penduduk Yehuda dapat tergoda untuk berharap kepada Asyur. Bisa saja mereka berpikir ‘bener juga, buat apa kita berharap kepada Tuhan, toh Tuhan tidak pernah kita lihat, dan keberadaannya tidak terasa. Didepan jelas-jelas ada tawaran pertolongan yang lebih bisa diharapkan, yang lebih nyata. Sepertinya berharap kepada Asyur lebih masuk akal bukan?’

Kalau saudara berada dalam posisi demikian kira-kira apa yang akan saudara lakukan? Ketika saudara berada dalam pergumulan yang berat, dan kondisi seakan-akan mustahil untuk keluar dari pergumulan itu.... apakah saudara tetap akan berharap kepada Tuhan? Misalkan anda terkena sakit penyakit yang begitu parah sehingga dokter memvonis tidak ada harapan lagi, dan tinggal menunggu waktu saja. Apakah kita masih bisa berharap kepada Tuhan? Atau misalkan kita berdoa untuk orang-orang terdekat kita agar mereka bisa berubah sikapnya dan terlebih bisa percaya Tuhan, tetapi sekian tahun kita berdoa, mereka tidak kunjung-kunjung berubah. Malah sikap mereka malah semakin tidak baik. Kitapun merasa mustahil bahwa mereka akan berubah. Pada saat itu terjadi, apakah kita akan tetap berharap kepada Tuhan? Atau pergumulan apapun juga yang saudara hadapi, dimana saudara merasa mustahil bisa melewati pergumulan itu. Apakah sdr masih berharap kepada Tuhan? Atau saudara memilih untuk mendengar bisikan-bisikan yang meminta kita berhenti berharap kepada Tuhan? ‘Sudah, jangan lagi berharap kepada Tuhan.... Berharap saja pada dukun ini, banyak yang sembuh oleh dia.... atau berharap saja pada si a atau si b, dia punya uang, orangnya baik, dia bisa diandalkan.... jangan lagi berharap kepada Tuhan’ Apakah saudara akan mengubah arah pengharapan anda?

Mari kita belajar dari apa yang raja Hizkia lakukan. Raja Hizkia merupakan raja yang benar dihadapan Tuhan. Dikatakan sebagai raja yang benar ialah karena ia memiliki hubungan yang dekat dengan Tuhan. Ketika ia menghadapi situasi yang begitu sulit dan terdesak, bahkan seakan mustahil untuk mengatasi pasukan Asyur yang sudah mengepung mereka, di pasal 19:14b-15a dikatakan “kemudian pergilah ia ke rumah Tuhan dan membentangkan surat itu dihadapan Tuhan, Hizkia berdoa dihadapan Tuhan....” Ya... Hizkia tetap berharap kepada Tuhan. Bahkan ia membentangkan surat yang menjadi permasalahannya itu di hadapan Tuhan, seakan ia mau berkata ‘Tuhan ini semua permasalahanku, saya menyerahkan semuanya dihadapanmu.’ Apa yang menyebabkan Hizkia berani terus berharap? Dalam doanya ia berkata “Ya Tuhan, Allah Israel, yang bertakhta di atas Kerubim, Hanya Engkau sendirilah Allah segala kerajaan di bumi; Engkaulah yang menjadikan langit dan bumi.” Hizkia sangat menyadari dan menghayati akan kemahakuassaan Tuhan yang menciptakan langit dan bumi. Ia tahu bahwa Tuhan dapat dijadikan pegangan untuk berharap. Tentu ia belajar dari pengalaman raja-raja sebelumnya. Ketika banyak raja Israel yang berhenti berharap kepada Tuhan dan mulai menyembah dewa-dewa lain, atau berharap kepada mesir atau bangsa lain, bukannya keadaan makin baik tetapi tambah runyam. Sebaliknya ketika ia melihat ada raja-raja yang berharap kepada Tuhan walau dalam keadaan terdesak, ia malah mendapatkan pertolongan dari Tuhan. Karena itu Hizkia memutuskan untuk berharap pada Tuhan. Hizkia tahu bahwa Tuhan tidak pernah mengecewakan orang yang berharap kepada-Nya. Dan memang Tuhan tidak pernah mengecewakan orang yang berharap kepadanya. Di akhir cerita, ratusan ribu pasukan Asyur mati begitu saja, dan Alkitab mencatat bahwa malaikat Tuhanlah yang berperang untuk Israel.

Hal ini mengajarkan kepada kita untuk senantiasa berharap kepada Tuhan. Dalam keadaan apapun itu, entah kita terdesak dengan segala permasalahan kita, entah kita merasa sedang menghadapi kemustahilan-kemustahilan, mari kita tetap berharap kepada Tuhan. Jangan pernah sedikitpun kita berpikir untuk berhenti berharap. Jangan dengarkan bisikan-bisikan nurani yang hendak menyuruh kita untuk berharap kepada manusia atau hal lain di luar Tuhan. Berharap kepada Tuhan tidak akan pernah sia-sia. Dalam pengharapan pasti kita akan mendapatkan sesuatu. Sekalipun apa yang tidak harapkan tidak terjadi, setidaknya dalam proses berharap itu kita akan belajar banyak. Karena itu terus bersandar dan berharap kepada Tuhan.

No comments: