Beberapa saat lalu ketika gereja kita kedatangan pembicara tamu, seperti
biasa kami para hamba Tuhan diberikan tugas untuk menjamu mereka makan. Saya dan penginjil Hengky serta keluarganya
mendapatkan kesempatan untuk menjamu pembicara tersebut di minggu siang setelah
pulang gereja. Setelah berunding
akhirnya kita memutuskan untuk makan di Konro Karebosi yang merupakan makanan
khas Makassar.
Selama di tempat itu, kami para orang dewasa banyak sekali berbicara
tentang gereja dan berdiskusi banyak hal.
Sementara itu anaknya penginjil Hengky, si Aylin, sibuk menelusuri
tempat makan. Salah satu tempat yang
paling disukai Ayleen waktu itu adalah di pinggir jendela, karena kaca jendela
itu begitu besar, di mana dari lantai dua kita bisa melihat jalanan
kebawah. Sebelum jendela kaca itu ada
sedikit semen dengan tinggi 60 cm yang menjadi fondasi untuk kaca itu. Ayleen sangat suka menaiki semen itu dan
kemudian menempelkan tubuhnya di kaca sambil melihat kebawah. Karena takut jatuh, papanya seringkali
meninggalkan percakapan dan kemudian menjemput Ayleen yang sedang menempel di
kaca itu dan membawanya duduk kembali ke meja makan. Namun tidak lama ia duduk, segera saja Aylin
pergi ke tempat favoritnya. Berkali-kali
terjadi demikian.
Sampai kemudian dengan nada sedikit serius papanya memanggil dari jauh dengan
muka yang cukup serius ‘Lin, kesini, jangan disana lah, nanti kamu jatuh.’ Si Aylin yang melihat papanya berbicara
dengan nada lebih serius berbalik dan terdiam.
Kebetulan di dekat sana ada seorang anak kecil dari pelanggan lain yang
lagi jalan-jalan dekat Ayleen tapi dia tidak sedang menaiki semen 60 cm itu. Segera saja si Ayleen dengan lugunya memarahi
anak itu ‘Kamu jangan naik sini, nanti jatuh, bahaya tau’ Anak itu yang tidak tau apa-apa dan tiba-tiba
dimarahi lantas segera kembali ke meja dimana orang tuanya berada. Sementara si Ayleen.... dia tetap berdiri di
tempat favoritnya. Ia tau bahwa
perkataan itu untuk dirinya, tapi dia mengarahkan perkataan itu kepada orang
lain, dan tidak sedikitpun mengindahkan perintah papanya. Kami yang melihat hal itu tertawa melihat
tingkahnya.
Ketika
saya pulang saya merenungkan bahwa bukankah ada banyak orang Kristen yang
bertingkah demikian. Kita sering
mendengarkan perkataan Firman dari Tuhan yang adalah Bapa kita, entah itu
Firman yang mengingatkan, memerintahkan, menegur, mengoreksi, dsb, namun kita
tidak melakukan apa yang kita dengarkan.
Kita tidak mengindahkan setiap perkataan Firman itu. Entah kita mengabaikannya begitu saja, atau bahkan
kita berpikir bahwa Firman ini bukanlah untuk kita. ‘Firman ini jelas untuk si A atau si B....
sementara saya... saya rasa saya cukup baik dengan keadaan saya’. Kita menjadi sama
seperti suporter sepak bola yang begitu mudahnya mencaci pemain dilapangan
“bodoh mestinya opor kesamping; bodoh kenapa bisa gak gol; bodoh mengapa tidak
langsung di shoot; dsb”, tapi kita sendiri hanyalah menonton. Cobalah hitung, seberapa banyak Firman Tuhan
yang sudah kita dengarkan sejak kita duduk di bangku sekolah minggu sampai
sekarang. Saya kira akan sangat banyak
tak terhitung. Namun cobalah hitung
seberapa banyak Firman yang sudah kita lakukan dalam hidup kita? Seberapa banyak kita sudah melakukan Firman
itu?
Di
hari ulang tahun komisi pemuda yang ke 57 ini mari kita merenungkan akan hal
ini. Mengapa di hari ulang tahun kita
berbicara tentang tema ‘Let’s do it’?
Jawabnya jelas: Karena ulang
tahun itu tidak bisa lepas dari ucapan syukur akan anugerah kebaikan dan
pimpinan Tuhan atas komisi dan hidup kita.
Salah satu cara menyatakan syukur kita akan kebaikan Tuhan adalah dengan
melakukan kebenaran Firman Tuhan itu. Karena
jika kita melakukan kebenaran firman Tuhan, pada saat itu juga kita sedang membalas
cinta kasih-Nya. Karena itu betapa
penting bagi kita untuk merenungkan tema ini.
Yakobus dalam kitabnya
banyak berbicara akan hal ini. Kitab ini
sangat menekankan akan pentingnya perbuatan dalam kehidupan orang-orang
Kristen. Kalau di tanya apa ayat kunci
dari kitab Yakobus yang terdiri dari 5 pasal ini? Banyak penafsir yang akan mengatakan Yakobus
2:17 yang berbunyi “Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak
disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati.” Di sini Yakobus tidak mengatakan bahwa
perbuatan kitalah yang menyelamatkan hidup kita. Namun Yakobus ingin menegaskan bahwa jika
kita berkata kita beriman, tapi tidak ada perbuatan yang baik dalam hidup kita,
maka iman itu pada hakikatnya adalah mati.
Itu sebabnya dalam surat yang ditulis Yakobus, banyak sekali menekankan
perbuatan yang semestinya tidak boleh dan harus dilakukan orang-orang Kristen:
larangan untuk marah, mengunjungi yatim piatu dan janda-janda; larangan perbuatan yang memandang muka; tentang
dosa lidah; larangan tentang memfitnah, perintah untuk tidak melupakan Tuhan;
dan banyak lagi perbuatan-perbuatan atau sikap yang harus dilakukan oleh orang
Kristen. Intinya iman yang kita nyatakan
kepada Tuhan juga harus kita nyatakan kepada sesama lewat perbuatan kita.
Dalam perikop yang kita
baca, salah satu perbuatan yang menunjukkan iman Kristiani adalah dengan
menjadi pelaku Firman Tuhan. Seorang
yang sungguh-sungguh beriman kepada Tuhan ia bukan sekedar menjadi pendengar
Firman Tuhan, melainkan ia harus menunjukkan iman itu dengan menjadi pelaku
Firman itu sendiri. Sebab itu Yakobus
mendorong setiap anak-anak Tuhan untuk menjadi pelaku Firman dan bukan
pendengar saja. Ada dua penjelasan yang
diberikan mengapai kita sebagai anak Tuhan harus menjadi pelaku Firman.
No comments:
Post a Comment